Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di lingkungan sekeliling kita, kekerasan pada anak kerap kali terjadi.
Pelakunya beragam, mulai dari oleh orangtua sendiri, kerabat, hingga pihak-pihak
tidak bertanggungjawab lainnya. Kekerasan terhadap anak merupakan segala
tindakan baik yang disengaja maupun tidak disengaja yang dapat merusak anak
baik berupa serangan fisik, mental sosial, ekonomi maupun seksual yang
melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma
dalam masyarakat.
Menurut data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID)
Kota Bogor mencatat ada 54 kasus kekerasan yang terjadi pada anak di Bogor
sejak awal 2019 hingga awal tahun 2020 ini. Kejadian ini diperkirakan masih akan
terus meningkat. Seperti pada 2 tahun sebelumnya yaitu pada 2017 terjadi 30
kasus kekerasan terhadap anak. Angka itu naik menjadi 46 kasus pada 2018. Dari
jumlah kasus tersebut, 40 persn di antaranya terjadi di kalangan remaja atau
tingkat sekolah menengah.
Tingginya tingkat kekerasan pada anak di Bogor dipengaruhi beberapa
factor yaitu ekonomi dan pendidikan yang manjadi salah satu yang sangat fital
terjadianya kekerasan kepada pedan anak. Karena cukup banyak di wilayah
Bogor, pasangan yang membangun rumah tangga dengan pekerjaan yang
seadanya dan belum siap untuk menjalin kehidupan tersebut. Sehingga
permasalahan yang terjadi bisa berujung pada kekerasan. Dari banyaknya kasus
yang terjadi, sebagian besar korban yang mengalamo tindakan kekerasam tidak
berani melaporkan apa yang dialami, karena takut kepada pelaku. Hal ini menjadi
pentingnya untuk segera mengatasai masalah tindakan kekerasan pada anak
khususnya di wilayah Bogor.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Visi dan Misi dalam Perlindungan Anak di Kabupaten Bogor


Sebagai upaya dalam mengatasi kekerasan terhadap anak dan
melindungi hak-hak pada anak, pemerintah meluncurkan program
pembentukan kota/kabupaten layak anak yang bebas dari pekerja dan
kekerasan yang tertuang dalam Peraturan Menteri PP-PA Nomor 11/2011.
Secara global, menurut Peraturan Menteri PP-PA Nomor 11/2011, ada lima
hak anak yang harus dipenuhi dalam suatu lingkungan sehingga lingkungan
tersebut layak mendapat predikat “Ramah Anak”. Hak-hak yang dimaksud
adalah hak sipil dan kebebasan, lingkungan keluarga dan pengasuhan
alternatif, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan, pemanfaatan waktu
luang dan kegiatan budaya serta perlindungan khusus.
Sejalan dengan peraturan tersebut, menjadi visi utama bagi kita
sebagai bagian dari masyarakat di kabupaten Bogor untuk menciptakan dan
menjadikan masyarakat kabupaten Bogor sebagai lingkungan yang ramah
anak. Pembangunan lingkungan ramah anak bertujuan membangun inisiatif
pemerintah kabupaten Bogor yang mengarah pada upaya transformasi
konvensi hak-hak anak dari kerangka hukum ke dalam definisi, strategi, dan
intervensi pembangunan dalam bentuk kebijakan, program, dan kegiatan,
dalam upaya pemenuhan hak-hak dan perlindungan anak. Sebagai lanngkah
awalnya yaitu dimulai dari dalam keluarga. Orang tua menciptakan rumah
sehat dan keluarga hangat agar anak merasa aman dan nyaman tinggal dan
bermain di rumah. Orang tua juga mendampingi anak saat menonton tayangan
televisi, menggunakan komputer dan gawai, serta memberikan tuntunan
edukatif dan kisah inspiratif kepada anak.
Misi utama sebagai masyarakat untuk menjaga lingkungan ramah anak
yaitu menumbuhkan kesadaran akan perlindungan anak dan menciptakan
suasana ramah anak di tempat-tempat umum, hotel dan objek wisata.
B. Strategi Penanganan Tindakan Kekerasan Pada Anak
Kasus kekerasan maupun pelecehan seksual terhadap anak menjadi
keprihatinan kita semua. Tindakan kekerasan maupun pelecehan seksual
terhadap bisa terjadi di mana saja. Oleh karena itu, sebagai strategi
penanganan tindak kekerasan pada anak dapat dilakukan beberapa cara yaitu
dengan cara membentuk relawan sadar anak di setiap kecamatan, mendorong
keberfihakan pemerintah terhadap anggaran perlindungan anak, serta
menyadarkan pelaku ekonomi terhadap perlindungan anak dengan pendekatan
wisata.
Sebagai langakah pertama dalam mengatasi tindak kekerasan pada
anak perlu di bentuk kelompok Relawan Sadar Anak tingkat RT/RW hingga
tingkat Kecamatan. Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi dan
meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kasus yang merugikan anak. Di
tingkat RT/RW memang harus ada Relawan Perlindungan Anak untuk
melakukan langkah prepentif, dari lingkungan terdekat. Sebab, tindakan
kekerasan maupun pelecehan seksual terhadap anak perempuan maupun laki-
laki bisa terjadi dimana saja.
Butuh upaya peningkatan kesadaran masyarakat untuk mencegahnya.
Keberadaan Relawan Perlindungan Anak akan melibatkan masyarakat untuk
bersama-sama saling mengawasi segala tindakan yang merugikan anak
maupun perempuan. Warga dapat peduli dengan berbagai kemungkinan
(tindakan kekerasan), lalu segera melapor untuk ditindaklanjuti aparat yang
berwenang. Masyarakat sudah seharusnya saling mengawasi untuk mencegah
terjadinya kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak-anak. Masyarakat
tidak lagi diam ketika mengetahui ada anak mendapatkan perlakuan tidak
wajar oleh orang tuanya, apalagi oleh orang lain.
Selama ini tetangga tahu terhadap tindakan tidak wajar terhadap anak,
tapi tidak berani menegur. Di sinilah fungsi Relawan Perlindungan Anak agar
lebih peduli terhadap kasus-kasus yang mungkin terjadi. Relawan di tingkat
RT/RW berkoordinasi dengan di tingkat kecamatan.
Langkah kedua yaitu dengan mendorong keberfihakan pemerintah
terhadap anggaran perlindungan anak. Untuk saat ini keberpihakan
pemerintah dalam politik anggaran bagi perlindungan dan kesejahteraan anak-
anak masih minim. Kondisi tersebut menunjukkan kinerja pemerintah belum
optimal dalam mengatasi persoalan anak. Jika ada gejala-gejala kasus
perlindungan anak direspons dengan sangat terlambat. Akibatnya penanganan
tidak maksimal.
Hingga saat ini belum ada kelompok perlindungan anak (KPAD) yang
benar-benar berjalan. Tak heran masalah perlindungan anak di desa dikeroyok
secara sporadic banyak pihak namun tidak fokus. Selain tidak adanya
perangkat desa atau lembaga di desa yang fokus pada kesejahteraan dan
perlindungan anak, anggaran yang dialokasikan untuk kegiatan perlindungan
anak nyaris minim. Banyak perangkat desa tidak berani mengalokasikan dana
desa untuk merespons kasus-kasus perlindungan anak. Padahal, jika melihat
aturan yang ada, dana desa dapat dialokasikan untuk perlindungana anak.
Merujuk pada Peraturan Menteri Desa No 5/2015 tentang Penetapan Prioritas
Penggunaan Dana Desa, dana desa diprioritaskan untuk membiayai belanja
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Artinya sebenarnya
terdapat peluang bagi desa mengalokasikan sebagian anggarannya untuk
perlindungan anak.
Langkah ketiga untuk mengatasi kekerasan pada anak yaitu dengan
menyadarkan pelaku ekonomi terhadap perlindungan anak melalui pendekatan
wisata. Melihat kasus eksploitasi seksual anak di daerah wisata yang semakin
marak maka pelaku ekonomi perlu bekerja sama dengan masyarakat untuk
menghapuskan kasus eksploitasi seksual di tempat wisata. Untuk
menghapuskan kasus tersebut, diperlukan upaya-upaya dan juga kerjasama
serta bantuan dari banyak pihak. Melihat adanya praktik-praktik eksploitasi
seksual anak di destinasi wisata, bekerjasama dengan usaha wisata dan
perjalanan merupakan hal yang tepat untuk mencegah terjadinya peluang
eksploitasi seksual anak di daerah Bogor.
Terdapat 3 program yang dapat dilakukan sebagai pencegahan
kekerasan pada anak dan pelecehan seksual pada anak di tempat wisata.
Pertama, program lokakarya untuk membangun panduan yang terdiri pedoman
pra-teknis peraturan Kementerian Pariwisata tahun 2010 mengenai
pencegahan pariwisata seksual anak di daerah wisata. Dalam program
lokakarya ini pelaku ekonomi wisata dapat membantu dalam pembuatan
proses guidelines dan juga menjadi peserta lokakarya. Kedua, kampanye Kids
Aren’t Souvenir yang bertujuan untuk menyuarakan ke masyarakat luas untuk
dapat berpartisipasi dalam mencegah dan menghapus eksploitasi seksual anak.
Ketiga, The Code yang merupakan inisiatif yang dibuat oleh ECPAT
Internasional yang muncul karena adanya situasi eksploitasi seksual anak di
dunia wisata dalam membangun tools dan mendukung usaha-usaha wisata dan
perjalanan yang berkomitmen dalam melindungi anak dari eksploitasi seksual.
BAB III
KESIMPULAN

Tingginya tingkat kekerasan pada anak di Bogor dipengaruhi beberapa


factor yaitu ekonomi dan pendidikan yang manjadi salah satu yang sangat fital
terjadianya kekerasan kepada pedan anak
Sebagai upaya dalam mengatasi kekerasan terhadap anak dan
melindungi hak-hak pada anak, pemerintah meluncurkan program
pembentukan kota/kabupaten layak anak yang bebas dari pekerja dan
kekerasan yang tertuang dalam Peraturan Menteri PP-PA Nomor 11/2011.
Visi utama bagi kita sebagai bagian dari masyarakat di kabupaten
Bogor untuk menciptakan dan menjadikan masyarakat kabupaten Bogor
sebagai lingkungan yang ramah anak. Misi utama sebagai masyarakat untuk
menjaga lingkungan ramah anak yaitu menumbuhkan kesadaran akan
perlindungan anak dan menciptakan suasana ramah anak di tempat-tempat
umum, hotel dan objek wisata.
Sebagai strategi penanganan tindak kekerasan pada anak dapat
dilakukan beberapa cara yaitu dengan cara membentuk relawan sadar anak di
setiap kecamatan, mendorong keberfihakan pemerintah terhadap anggaran
perlindungan anak, serta menyadarkan pelaku ekonomi terhadap perlindungan
anak dengan pendekatan wisata.

Anda mungkin juga menyukai