Anda di halaman 1dari 11

TEORI RENZULLI’S ​THREE-RING CONCEPTION

OF GIFTEDNESS:​ ANALISIS FILM AKEELAH


AND THE BEE

Aqilla Sekar Ningrum Prastyo

1806184125

Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia

PSPS609015​: Psikologi Pendidikan Anak Berbakat

Prof. Dr. Lydia Freyani Hawadi M.M., Psikolog.

Jan. 03, 2020


Ringkasan Film
Akeelah Anderson adalah seorang gadis berusia 11 tahun
yang tinggal di Los Angeles Selatan dan menempuh
pendidikan bangku sekolah menengah di ​Crenshaw High
South Los Angeles. Ia tinggal bersama ibunya yang
bernama Tanya Anderson, dua kakak laki-laki, yaitu
Devon Anderson dan Terrence Anderson, serta satu
kakak perempuan bernama Kiana Anderson. Sang ayah
meninggal pada saat Akeelah berusia 6 tahun, dimana
ayahnya meninggal dunia karena ditembak di saat ia
sedang berada di perjalanan pulang ke rumah dari
kantornya. Pada awalnya, ia kerap kali menangisi
kepergian ayahnya. Namun, seiring berjalannya waktu,
Akeelah pun dapat tumbuh menjadi seorang anak yang
pandai dalam beberapa mata pelajaran, termasuk
pelajaran mengeja kata (​spelling)​ . Tetapi, karena
kepintarannya tersebut ia seringkali menjadi korban
bullying ​oleh teman-temannya, dimana ia dipanggil
sebagai kutu buku, anak yang aneh, dan ​brainiac ​dalam
konteks negatif. Tidak hanya itu, ia pun kerap kali
diminta oleh temannya untuk mengerjakan berbagai
tugas dan pekerjaan rumah mereka. Ketertarikannya
terhadap dunia ​spelling bee berawal dari salah satu
gurunya, yaitu Ms. Cross, yang melihat bahwa Akeelah
memiliki bakat dan ingatan yang luar biasa kuat dalam
pelajaran mengeja (​spelling​) dan ia meminta Akeelah
untuk mengikuti lomba mengeja (​spelling bee​) yang
berada di sekolah tersebut. Pada awalnya ia menolak
ajakan tersebut karena ia merasa takut bahwa ia akan
semakin di-​bully oleh teman-temannya apabila ia
mengikuti lomba tersebut. Namun, beberapa hari
kemudian ia memutuskan untuk mencoba mengikuti
perlombaan mengeja yang berada di sekolahnya dan ia
memenangkan perlombaan tersebut. Hal tersebut pun
membuatnya terpilih menjadi satu-satunya perwakilan
sekolahnya dalam ajang mengeja kata di tingkat distrik.
Awalnya Akeelah melakukan kesalahan dalam mengeja
kata yang diberikan dan hal ini sempat menjadi bahan
tertawaan beberapa teman-temannya. Ia pun merasa
sedih dan ingin menggagalkan rencana keikutsertaan
pada lomba mengeja. Namun, Dr. Joshua Larabee, ketua
di Departemen Bahasa Inggris di UCLA, akan menjadi
coach Akeelah dalam berlatih mengeja dan berkata:
“Bila kau berdiri di kakimu, kau mungkin akan
dihargai.” Berkat perkataan tersebut, ia menyadari
bahwa ia memiliki bakat mengeja, yang dia harap akan
membawanya ke National Spelling Bee. Meskipun
ibunya keberatan, Akeelah tidak menyerah pada
tujuannya. Dia menemukan bantuan dalam bentuk
seorang guru misterius, dan bersama dengan dukungan
luar biasa dari komunitasnya, Akeelah memiliki apa
yang diperlukan untuk mewujudkan mimpinya, yaitu
memenangi perlombaan mengeja kata tingkat nasional di
Washington DC.
Analisis Karakter Berbakat sesuai Teori Renzulli
A. Aspek ​Above-Average Ability
Di dalam teori ​the Three-Ring Conception of
Giftedness, ​ enzulli
R (1978) mendefinisikan
above-average ability sebagai kemampuan umum
(​general ability) ​yang dapat diterapkan di semua
domain dan/atau kemampuan spesifik (​specific
ability​). ​General abilities ​meliputi berbagai
kemampuan seperti kemampuan untuk memproses
informasi, mengintegrasikan berbagai pengalaman,
dan berpikir abstrak. Sedangkan, ​specific ability
mengacu pada kemampuan dan kapasitas seseorang
untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan tampil
dalam sebuah aktivitas.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dikatakan
bahwa Akeelah adalah anak yang berbakat. Ia
menunjukkan keberbakatannya dalam bidang yang
spesifik, yaitu dalam bidang bahasa. Hal yang paling
menonjol dalam bidang tersebut adalah
kemampuannya untuk mengingat dan mengeja kata.
Hal tersebut terlihat ketika kemampuannya dalam
mengingat dan mengeja kata jauh melebihi
kemampuan anak seusianya. Keberbakatan tersebut
pun dipertegas dan ditekankan pada saat ia mengikuti
lomba mengeja tingkat nasional di Washington DC,
dimana ia menjadi murid pertama dari sekolahnya
yang bisa masuk ke ajang bergengsi tersebut. Tidak
hanya itu, keberbakatannya pun dipertegas karena
pada ajang perlombaan mengeja tersebut, ia
merupakan peserta termuda, yaitu peserta yang
berusia 11 tahun, sedangkan rata-rata usia peserta
lainnya adalah 13-14 tahun. Bahkan, ia dapat
menjadi juara bersama dan mengimbangi Dylan,
anak laki-laki berusia 14 tahun yang telah
memenangi ajang tersebut sebanyak 2 kali dan
menjuarai berbagai lomba mengeja kata lainnya.
B. Aspek ​Creativity
Berbicara mengenai kreativitas, Renzulli (1978)
menekankan pada kelancaran, fleksibilitas,
kemampuan berpikir orisinil, kemampuan
mengelaborasi, kemampuan mengevaluasi,
keterbukaan terhadap pengalaman, sensitivitas
terhadap stimulasi, dan keinginan untuk mengambil
resiko.
Aspek ini turut hadir dalam diri Akeelah yang
ditunjukkan dalam cara yang digunakannya dalam
mengingat huruf atau ejaan dari sebuah kata. Aspek
kreatif dalam film terlihat dari bagaimana Akeelah
berlaku atau bekerja secara kreatif. Dalam berkreatif,
Akeelah merespon terhadap beberapa kejadian,
termasuk di dalamnya respon Akeelah terhadap
pressure (tekanan) sehingga hal tersebut memicu
cara berpikir dan bekerja kreatifnya. Cara berpikir
dan bekerja kreatif dari tokoh Akeelah dapat
dijumpai pada adegan ketika ia menggunakan
metode tapping ​jari sebagai bentuk ​mnemonic device
untuk mengingat atau mengkonkretkan urutan huruf
dalam kata yang akan ia eja. Tidak hanya itu, ia juga
menggunakan metode ​skipping ​(lompat tali) untuk
menjaga tingkat fokusnya dari berbagai hal yang
dapat menjadi sumber distraksi. Berdasarkan
penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
Akeelah merupakan anak berbakat yang memiliki
kemampuan ​creative thinking sehingga ia mampu
bekerja kreatif, berpikir kreatif, dan menghasilkan
produk yang kreatif.
C. Aspek ​Task of Commitment
Menurut Renzulli (1978), dalam aspek ​Task of
Commitment ia memahami bahwa motivasi dapat
berubah menjadi sebuah tindakan, seperti ketekunan,
ketahanan, kerja keras, ​self-confidence,​ persepsi, dan
daya tarik khusus dengan subjek yang khusus. Ia
mengatakan bahwa tanpa adanya ​task commitment,​
seseorang tidak mungkin dapat meraih pencapaian
yang tinggi.
Aspek ​Task of Commitment ​turut dapat
ditemukan dalam diri Akeelah. Sejak kecil, ia sudah
memiliki ketertarikan terhadap bidang bahasa. Hal
ini terlihat dari kegemarannya bermain permainan
scrabbles ​bersama ayahnya dahulu. Berkat adanya
motivasi, kegigihan, ketekunan, dan kerja keras yang
tinggi, ia terus menggeluti ketertarikannya itu hingga
akhirnya ia berhasil memiliki pencapaian yang
sangat luar biasa.
Dalam melakukan persiapan menuju lomba baik
di tingkat distrik, regional, maupun nasional,
Akeelah mengalami berbagai macam cobaan, seperti
sering diejek oleh temannya dan ibunya yang kurang
memperhatikannya karena sibuk bekerja sebagai
orangtua tunggal untuk memenuhi kebutuhan hidup
mereka, sampai-sampai ia dijauhi oleh sahabatnya
sendiri. Ibunya pun sempat melarangnya mengikuti
perlombaan ​spelling bee ​tersebut. Karena rasa
semangat Akeelah yang kuat, ia terus berjuang
melewati masalah tersebut. Hari demi hari, Akeelah
pun mulai membaca buku-buku tebal berbahasa
Latin, Yunani, dan Perancis serta belajar mengeja
kata-kata dengan metode bahasa dengan memahami
kekuatan bahasa lalu dengan mengkonstruksi ulang
dan memisahkan kata-kata sampai pada
akar-akarnya. Hal tersebut dilakukannya karena ia
berkeinginan untuk mendapatkan juara mengeja
tingkat nasional pada saat itu.
Tidak hanya itu, tantangan lain pun muncul ke
hadapannya. Sejak perlombaan tingkat distrik hingga
regional, ia dibimbing oleh pelatihnya, yaitu Dr.
Larabee. Namun, pada persiapan menuju lomba
tingkat nasional Dr. Larabee memutuskan untuk
berhenti membimbingnya. Mengetahui hal tersebut,
Akeelah tidak putus asa. Ia tetap mempelajari 5.000
kosakata baru yang dibantu pula oleh masyarakat
tempat tinggalnya. Adanya dukungan sosial tersebut
pun berperan dalam mengoptimalkan
keberbakatannya.
Berdasarkan pemaparan sebelumnya, hal tersebut
menyatakan bahwa dengan adanya komitmen
terhadap tugas, Akeelah mampu mengusahakan
dirinya dalam mencapai suatu hal yang telah
direncanakan dengan menggunakan motivasi dan
kehendak yang kuat yang ada di dalam dirinya sejak
ia berusia dini. Sehingga ia dapat bertanggung jawab
atas tugasnya dan meraih pencapaian yang tinggi.
Maka dari itu, Akeelah dinilai sebagai orang yang
berbakat karena ia kerap menunjukkan motivasi,
kegigihan, ketekunan, serta kerja keras yang tinggi,
sehingga pada akhirnya ia mampu memenangkan
perlombaan mengeja kata tingkat nasional di
Washington DC.
DAFTAR PUSTAKA

Renzulli, J. S. (1978). What makes giftedness?


Re-examining a definition. ​Phi Delta Kappan,
60​(180–184), 261.

Anda mungkin juga menyukai