Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

PATOGENESIS DAN DIAGNOSIS

PJK STEMI

Disusun Oleh :

Febiorah Yusup (030.19.037)

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT ANGKATAN LAUT MONTOHARDJO

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

SEPTEMBER 2020
LEMBAR PENGESAHAN
Referat yang berjudul:

“PATOGENESIS DAN DIAGNOSIS PJK STEMI”

Yang disusun oleh

Febiorah Yusup (030.19.037)

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti dan menyelesaikan


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam

RSAL MINTOHARDJO

September 2020

Jakarta, September 2020

Pembimbing

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya, sehingga referat ini yang berjudul “Patogenesis dan Diagnosis PJK
STEMI” dapat diselesaikan. Referat ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian ilmu penyakit dalam di RSAL Mintohardjo
Referat ini dapat diselesaikan berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat dokter
pembimbing atas keluangan waktu dan bimbingan yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa
dalam menyusun referat ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, saya selaku
penulis sangat terbuka untuk menerima berbagai kritik dan saran yang diberikan demi
kesempurnaan presentasi kasus ini.

Demikian referat ini disusun semoga dapat bermanfaat bagi banyak pihak dan
pembaca pada umumnya.

Jakarta, September 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................ii

KATA PENGANTAR...........................................................................................iii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iv

BAB I. PENDAHULUAN......................................................................................5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................6

BAB III. KESIMPULAN.....................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

Penyakit Jantung Koroner atau PJK merupakan salah satu penyakit penyebab
kematian nomor satu di dunia. PJK adalah gangguan fungsi jantung yang disebabkan akibat
miokardium kekurangan suplai darah karena adanya sumbatan atau penyempitan pembuluh
darah coroner Menurut laporan American Heart Association (AHA), setiap tahun di Amerika
ada sekitar 700.000 penderita baru masuk rumah sakit disebabkan oleh penyakit jantung
koroner, dan 40% dari jumlah tersebut meninggal dunia. Persentasi ini di beberapa negara
maju sama besar. Prevalensi PJK di Indonesia adalah 18,3/100.000 penduduk pada golongan
usia 15−24 tahun, meningkat menjadi 174,6/100.000 penduduk pada golongan usia 45−54
tahun, dan meningkat menjadi 461,9/100.000 penduduk pada usia >55 tahun 1,2,3
Menurut American Heart Association, PJK yang dalam bahasa Inggris disebut
Coronary Heart Disease (CHD) adalah istilah umum untuk penumpukan plak pada arteri
koroner yang dapat menyebabkan serangan jantung. Pembentukan plak dikenal dengan istilah
aterosklerosis, yaitu kondisi di mana pada pembuluh darah koroner jantung terdapat
perubahan variabel intima arteri yang merupakan akumulasi fokal lemak (lipid), kompleks
karbohidrat, darah dan hasil produk darah, jaringan fibrus dan deposit kalsium yang kemudian
diikuti dengan perubahan media4,5
Sindroma koroner akut (SKA) lebih lanjut dapat di klasifikasikan menjadi ST -
segment Elevation Myocardial Infract (STEMI) , Non ST - segment Elevation Myocardial
Infract (NSTEMI) dan Unstable Angina (UA). STEMI adalah sindroma yang didefinisikan
oleh gejala karateristik dari Iskemik miokard dimana pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)
menunjukkan elevasi segmen ST dan keluarnya biomarker yang merupakan hasil dari
nekrosis miokard.6

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Pembuluh Darah Koroner

\
Gambar 1. Anatomi Pembuluh Darah Koroner7

Pada 1 dapat dilihat ada 2 arteri koroner utama yaitu arteri koroner kanan dan kiri.
Arteri koroner kiri, terbagi menjadi left anterior descending artery dan circumflex
artery, arteri - arteri ini mensuplai darah ke ventrikel kiri dan atrium kiri jantung. Arteri
koroner kanan, terbagi menjadi right posterior descending artery dan acute marginal
artery, arteri - arteri ini mensuplai darah ke ventrikel kanan, atrium kanan jantung dan
sinoatrial node (sekelompok sel di dinding atrium kanan yang mengatur laju irama
jantung).7
Adapun tambahan 2 cabang arteri koroner utama yang mensuplai darah ke otot
jantung, yaitu: 7
1. Circumflex Artery
Circumlex artery adalah cabang dari arteri koroner kiri dan mengelilingiotot
jantung.Arteri ini mensuplai darah ke bagian belakang jantung.

2. Left anterior descending artery


Left anterior descending artery adalah cabang dari arteri koroner kiri dan
mensuplai darah ke bagian depan jantung

2.2 Definisi
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit pembuluh darah koroner jantung oleh
karena penyempitan, penyumbatan, ataupun kelainan pembuluh darah lain. Keadaan
tersebut bisa disebabkan oleh spasme, ateroklerosis maupun kombinasi keduanya. Aliran
yang terhambat dapat menyebabkan suplai oksigen dan nutrisi untuk miokardium
menurun hingga timbul nyeri dan gangguan fungsi kerja jantung.1,5
STEMI adalah sindroma yang didefinisikan oleh gejala karateristik dari Iskemik
miokard dimana pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) menunjukkan elevasi segmen ST
dan keluarnya biomarker yang merupakan hasil dari nekrosis miokard.6

2.2 Faktor Risiko


Menurut American Heart Association’s faktor resiko PJK dibagi menjadi dua yaitu
factor risiko yang tidak dapat diubah (nonmodifiable risk factor) seperti : usia, jenis
kelamin, ras dan keturunan. Sedangkan factor risiko yang dapat diubah (modifiable risk
factor) seperti : riwayat merokok, kolesterol, hipertensi, obesitas.5
Nonmodifable Risk Factor:5,8
 Usia
Risiko terjadinya penyakit arteri koroner meningkat dengan bertambahnya umur,
diatas 45 tahun pada pria dan diatas 55 tahun pada wanita. Dengan riwayat
keluarga yang memiliki penyakit jantung juga merupakan faktor risiko, termasuk
penyakit jantung pada ayah dan saudara pria yang didiagnosa sebelum umur 55
tahun, dan pada ibu atau saudara perempuan yang didiagnosa sebelum umur 65
tahun.

 Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih tinggi dari pada perempuan.Walaupun setelah
menopause, tingkat kematian perempuan akibat penyakit jantung meningkat,
tapi tetap tidak sebanyak tingkat kematian lakilaki akibat penyakit jantung
 Ras/Suku

Insidensi kematian pada PJK pada orang Asia yang tinggal di inggris lebih tinggi
dibandingkan dengan penduduk lokal, sedangkan angka yang rendah terdapat
pada ras Apro-Karibia.

Modifable Risk Factor:5,8


 Merokok
Peran rokok dalam PJK, antara lain menimbulkan aterosklerosis, peningkatan
trombogenesis dan vasokontriksi, peningkatan tekanan darah, pemicu aritmia
jantung, meningkatkan kebutuhan oksigen jantung, dan penurunan kapasitas
pengangkutan oksigen. Merokok 20 batang rokok atau lebih dalam sehari bisa
meningkatkan resiko 2-3 kali dibandingkan individu yang tidak merokok.Hal
tersebut dapat terjadi karena rokok mengandung nikotin dan karbon monoksida
yang dapat mengurangi HDL dalam darah dan meningkatkan LDL dalam darah
sehingga merusak dinding arteri.

 Kolestrol LDL
Kolestrol merupakan prasyarat terjadi penyakit koroner pada jantung. Kolestrol
akan berakumulasi di lapisan intima dan media pembuluh arteri koroner. Jika hal
tersebut terus berlangsung, maka akan terbentuk plak sehingga pembuluh arteri
koroner yang mengalami inflamasi atau terjadi penumpukan lemak akan
mengalami aterosklerosis.

 Hipertensi
Hipertensi menyebabkan peningkatan afterload yang secara tidak langsung akan
meningkatkan beban kerja jantung. Kondisi seperti ini akan memicu hipertropi
ventrikel kiri sebagai kompensasi dari meningkatnya afterload yang pada
akhirnya meningkatkan kebutuhan jantung.

 Obesitas
Pada umumnya, obesitas cenderung meningkatkan kadar kolestrol total dan
trigliserida dan menurunkan kadar HDL. Perubahanperubahan ini meningkatkan
risiko terjadinya aterosklerosis.

2.3 Patofisiologi
STEMI umumnya disebabkan penurunan atau berhentinya aliran darah secara tiba-
tiba akibat oklusi trombus pada arteri koroner yang sudah mengalami arterosklerosis.
Pada kebanyakan kasus, proses akut dimulai dengan ruptur atau pecahnya plak aterotoma
pembuluh darah koroner, dimana trombus mulai timbul pada lokasi ruptur dan
menyebabkan oklusi arteri koroner, baik secara total atau parsial. Hal ini berkaitan
dengan perubahan komposisi plak atau penipisan fibrous cap yang menutupi plak
tersebut. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur
koagulasi. Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II,
hipertensi, dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan
terhadap faktor-faktor di atas menyebabkan injury bagi sel endotelial.Akibat disfungsi
endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul vasoaktif seperti nitric
oxide.Pasokan oksigen yang berhenti selama kira-kira 20 menit dapat menyebabkan
nekrosis pada miokardium. 4,6
Menurut American Heart Association, tipe plak atherosclerosis diklasifikasikan
dengan tampilan klinis dan histologi.5
1. Tipe I (lesi awal) Terdiri dari makrofag dan sel busa, berlaku pada dekade
pertama dan asimptomatik.
2. Tipe II (fatty streak) Terdiri dari akumulasi lipid, berlaku pada dekade
pertama, dan asimptomatik.
3. Tipe III Sedikit berbeda dari tipe II.Terdiri dari kumpulan lipid ekstraseluler,
berlaku pada dekade tiga dan asimptomatik
4. Tipe IV (atheroma) Intinya terdiri dari lipid ekstraseluler dan berlaku pada
dekade ketiga.Pada awalnya asimptomatik dan menjadi simptomatik.
5. Tipe V (fibroatheroma) Berinti lipid dan terdapat lapisan fibrosis, atau beinti
lipid multiple dan lapisan fibrosis atau terdiri dari kalsifikasi terutama atau
fibrosis.Terdapat pertumbuhan otot polos dan kolagen.Biasanya berlaku pada
dekade keempat dan bisa simptomatik atau asimptomatik.
6. Tipe VI (complicate lesion) Adanya defek permukaan,hematoma-
hemorrhage, dan trombus. Biasanya berlaku pada dekade keempat dan bisa
simptomatik atau asimptomatik
Klasifikasi Universal Miokard Infark :5,6
1. Tipe 1 (Infark miokard yang spontan) Miokard Infark yang spontan dengan

ruptur nya plak ateroskelrosis, ulserasi, erosi attua pembedahan yang

menghasilkan intraluminal trombus salam satu atau lebih pembuluh darah

koroner yang mengarah ke penurunan aliran darah mikardial atau terjadinya

emboli trombus di distal.

2. Tipe 2 (Penyakit sekunder dari miokard infra yang menyebabkan iskemik)

Dalam kasus infart miokard dyngan nekrosis dimana kondisi selain penyakit

jantung koroner berkontribusi ke tidak seimbangan antara supla dan

kebutuhan.Contoh : Disfungsi endothelium koroner, emboli koroner, aritmia,

anemia, gala nafas, dll.

3. Tipe 3 (Miokard Infark yang menyebabkan kematian ketika ke tidak adanya

nilai biomarker)

4. Tipe 4a (Miokard Infark yang berkaitan dengan percutaneous coronary

intervention (PCI)

5. Tipe 4b (Miokard Infark yang berkaitan dengan stent thrombosis)

6. Tipe 5 (Miokard Infark yang berkaitan dengan coronary artery bypass

2.4 Diagnosis
Anamnesis
Diagnosa STEMI menjadi lebih kuat jika keluhan tersebut ditemukan pada pasien
dengan ada penyakit arterosklerosis non koroner, diketahui mempunyai PJK dan atas
dasar pernah mengalami infark miokard mempunyai faktor risiko seperti usia,riwayat
hipertensi atau DM, kebiasaan merokok, dislipidemia, riwayat PJK dini dalam keluarga
Keluhan pasien STEMI dapat berupa nyeri dada. Namun pasien perlu dibedakan
nyeri dadanya apakah berasal dari jantung atau luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada
yang berasal dari jantung perlu dibedakan apakah nyerinya dari koroner atau bukan. Rasa
nyeri dada biasanya seperti rasa terbakar, tertekan atau berat pada daerah retrosternal, dan
menjalar ke lengan kiri, leher, rahang, area inters kapular, bahu atau epigastrium.
Keluhan ini dapat berlangsung intermiten atau persisten ( lebih dari 20 menit ). Keluhan
sering disertai mual atau muntah, nyeri abdominal, sesak napas, sinkop dan diaphoresis..
Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) tanpa nyeri dada lebih seing dijumpai
pada pasien dengan diabetes melitus dan usia lanjut.9,10

Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan gejala yang sedang berlangsung biasanya berbaring diam di tempat
tidur dan pucat dan mengeluarkan keringat. Kombinasi nyeri dada substernal >30menit
dan banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Pasien dengan infark anterior
mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardia dan/atau hipotensi) dan
hampir setengah pasien infark inferior menunjukan hiperaktivitas parasimpatis
(bradikardia dan/atau hipotensi). 9
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai :9
 Umum : kecemasan, sesak, keringat dingin, tekanan darah < 80 - 90 mmHg,
HR : takikardia, RR meningkat, suhu badan tinggi dalam 24 - 48 jam.
 Leher : tampak normal atau sedikit peningkatan JVP.
 Jantung : S1 lemah, S4 dan S3 gallop, Dapat ditemukan juga murmur
midsistolik atau late diastolik apikal yang bersifat sementara karena
disfungsi aparatus katup mitral dan pericardial friction rub.
 Paru : terdengar suara mengi dan rongki bila terdapat gagal jantung
 Ekstremitas : normal atau akral dingin

Pemeriksaan Penunjang
EKG
Diagnosis pada ST Elevation (STEMI) ditegakkam berdasarkan EKG yaitu adanya
elevasi segmen ST > 1 mm pada sadapan ekstremitas dan > 2 mm pada sadapan
prekordial. Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami
evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard
gelombang Q. Jika obstruksi trombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau ditemukan
banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya
mengalami angina pektoris tak stabil atau NSTEMI. 11,12,13
Gelombag yang diukur EKG merupakan hasil dari pola kontraksi dan relaksasi dari berbagai
bagian jantung. Gelombang khusus yang terlihat dalam EKG dinamakan dengan huruf, yaitu :
a) Gelombang P, berhubungan dengan kontraksi atrium
b) Gelombang QRS, berhubungan dengan kontraksi ventrikel
c) Gelombang T dan U, gelombang yang mengikuti kontraksi ventrikel

Gelombang ST yang elevasi mencemirkan arteri di jantung tersumbat dan mengalami ketebalan 11

Gambar 1. ST-Elevasi Miokard Infark

Biomarker
Pertanda (biomarker) kerusakan jantung yang dianjurkan untuk diperiksa adalah
creatinine kinase (CK-MB) dan troponin I/T dan dilakukan secara serial. Troponin T harus
digunakan sebagai penanda optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot
skeletal, karena pada keadaan ini juga akan di ikuti peningkatan CK-MB. 11
Peningkatan nilai enzim diatas 2 kali nilai batas atas normal menunjukan nekrosis
jantung (infark miokard) 11,13
a) CKMB : meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan kembali normal dalam 2-4 hari. Operasi jantung,
miokarditis dan kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
b) Troponin T : enzim ini meningkat setelah 2 jam bila infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10-24 jam dan masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari
c) Pemeriksaan lainnya : mioglobin, creatinine kinase dan lactic dehidrogenase.
BAB III
KESIMPULAN

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit pembuluh darah koroner jantung oleh
karena penyempitan, penyumbatan, ataupun kelainan pembuluh darah lain. Keadaan
tersebut bisa disebabkan oleh spasme, ateroklerosis maupun kombinasi keduanya. Aliran
yang terhambat dapat menyebabkan suplai oksigen dan nutrisi untuk miokardium
menurun hingga timbul nyeri dan gangguan fungsi kerja jantung.1,5
STEMI adalah bagian dari Sindroma Koroner Akut yang didefinisikan oleh gejala
karateristik dari Iskemik miokard dimana pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG)
menunjukkan elevasi segmen ST dan keluarnya biomarker yang merupakan hasil dari
nekrosis miokard.6
STEMI umumnya disebabkan penurunan atau berhentinya aliran darah secara tiba-
tiba akibat oklusi trombus pada arteri koroner yang sudah mengalami arterosklerosis
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi, dan
inflamasi menjadi penyebab terjadinya arteroskeloris. 4,6
Penegakan diagnosis pada Penyakit Jantung Koroner ditegakkan dengan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang berupa EKG dan pemeriksaan enzim
jantung Pemeriksaan EKG di IGD merupakan penegakan diagnosis yang kuat bila
menunjukan gambaran elevasi segmen ST. 9,10,11,12,13
DAFTAR PUSTAKA

1. Gomar FS, Quilis CP, Leischik R, Lucia A. Epidemiology of coronary heart disease

and acute coronary syndrome. Ann Transl Med. 2016;4(13):256Perhimpunan Dokter

Spesialist Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut : Edisi

3. Jakarta:2015

2. Tyroler HA. Coronary heart disease epidemiology in the 21st century. Epidemiol

Rev. 2010;22(1):7–13.

3. Katz MJ. Coronary artery disease. Atrain Education [serial online] 2010

[cited2017Mar17];Availablefrom:URL:http://www.atrainceu.com/pdf/41_Coronary_Artery

_Disease_CAD.pdf

4. Lily S Leonard. Pathophysiology of Heart Disease. 5 th ed. Philadelphia : Wolters

Kluwer Lippincott Williams and Wilkins ; 2011 .p.135-89.

5. American Heart Association (AHA). Coronary Artery Diasease – Coronary Heart

Disease. America. 2013.


6. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu.

Penyakit Dalam Jilid II edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2014

7. Taufan N. Anatomi Fisiologi Jantung dan Pembuluh Darah. ECG. Jakarta:2011

8. Santos CA, Oliviera MA, Brandi C. Risk factors for mortality of patients under

going coronary artery disease. Rev Bras Cir Cardiovasc. 2014;29(4):513─20

9. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu. Penyakit Dalam. Jakarta. EGC. 2013: 1583

10. Mostaghi N, Shirzad M, Karimi A. Outcomes of coronary artery disease in diabetic

and non-diabetic patients: a comparative, retrospective study. J Diabetol. 2010;3(2):1─8.

11. Antman E, Braunwald E. Management ST Elevation Myocardial Infarction In: Braunwald

E, Zipes DP,Libby P, editor. Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine. 7th

ed. Philadelphia: WB Saunders;2015.

12. Nash DT, Nash SD. Ranolazine for Angina. Lancet. 2008;372:1335-41.

13. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana Sindrom

Koroner Akut. Edisi 3. Centra Communicans. Jakarta.2015

Anda mungkin juga menyukai