Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“PENYAKIT JANTUNG DI DAERAH SUMATERA UTARA”


Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Antropologi
Gizi dengan dosen pengampu Chica Riska Ashari, S.Gz., M.Si

OLEH
Gavita Oktariana 1605025163
Untari Anggreni 1705025181
Eka Yunita 1705025238

PROGRAM STUDI ILMU GIZI


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Tujuan ................................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 3
2.1 Penyakit Jantung............................................................................... 3
2.1.1 Definisi ............................................................................................
2.1.2 Epidemiologi ................................................................................... 3
2.1.3 Patofisiologi .................................................................................... 4
2.1.4 Faktor Penyebab ............................................................................ 5
2.1.5 Gejala Penyakit Jantung ............................................................... 6
2.2 Suku Batak ........................................................................................ 6
2.3 Kebiasaan dengan penyakit jantung ............................................... 6
BAB III PEMBAHASAN ................................................................................... 8
3.1 Kondisi Geografis ............................................................................. 8
3.2 Hubungan kebudayaan suku batak dengan PJK .......................... 9
3.3 Pemecahan masalah .........................................................................10
3.4 Porgram Pemerintah ........................................................................11
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................13
4.1 Kesimpulan ........................................................................................13
4.2 Saran ..................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian nomor satu
didunia. Data yang di terbitkan oleh World Health Organization (WHO),
menunjukkan bahwa sebanyak 17,3 milyar orang di dunia meninggal karena
penyakit kardiovaskuler dan diperkirakan akan mencapai 23,3 miyar penderita
yang meninggal tahun 2020. Indonesia menempati urutan ke empat Negara
dengan jumlah kematian terbanyak akibat penyakit kardiovaskuler (WHO,
2013).
Di Indonesia sendiri prevalensi penyakit kardiovaskuler tersebut
menurut diagnosis dokter sebesar 1,5%, sedangkan prevalensi penyakit
kardiovaskuler di Provinsi Sumatera Utara sebesar 1,3%. Hal ini sangat
sedikit perbedaan prevalensi antara Provinsi Sumatera Utara dengan Indonesia
(Riskesdas, 2018a).
Budaya suatu daerah atau kebiasaan adat pada suatu daerah juga
berperan pada kejadian penyakit kardiovaskular, hal ini dikarenakan suata
budaya mempengaruhi kebiasaan makan seseorang. Hal ini diperkuat oleh
hasil penelitian pada Suku Batak, Sumatera Utara. Kebiasaan adat istiadat
Batak yang selalu menghadiri acara pesta, dimana makanan yang dihidangkan
pada saat acara pesta tersebut mengandung lemak tinggi (Azriana et al., 2019).
Sebagaimana kita tahu bahwa makanan yang mengandung lemak tinggi dapat
memicu penyakit kardiovaskuler (Septianggi et al., 2013).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengindentifikasi masalah penyakit jantung di Sumatera Utara dan
kaitannya dengan budaya Suku Batak.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui masalah penyakit jantung di Sumatera Utara.
b. Menganalisis hubungan antara kebiasaan konsumsi makanan
mengandung lemak tinggi dengan kejadian penyakit jantung di
Sumatera Utara.
c. Menganalisis program pemerintah dalam mengatasi masalah
Penyakit Jantung di Sumatera Utara.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit jantung


2.1.1 Definisi
Penyakit jantung adalah penyakit yang muncul ketika dinding arteri
koronaria menyempit karena adanya pembentukan material lemak secara
gradual dan tidak memiliki gejala pada awal pembentukannya (Kelley et al.,
2013) dalam (Setyaji et al., 2018). Pengaturan pola makan merupakan pilar
utama dalam menangani pasien dengan kadar lemak darah tinggi. Banyak
faktor yang mempengaruhi profil lipid seperti berbagai penyakit (DM,
hipertensi, obesitas), gaya hidup (pola makan salah, kebiasaan merokok, dan
kebiasaan minum alkohol) (Septianggi et al., 2013). Penyakit jantung koroner
biasanya disebabkan oleh ateroklerosis, sumbatan pada arteri koroner oleh
plak lemak dan fibrosa. Penyakit jantung koroner ditandai dengan angina
pectoris, sindrom koroner akut, dan atau infark miokardium (Lemone, Burke,
Bauldoff, 2016).
2.1.2 Epidemiologi
Penyakit jantung merupakan penyakit yang menempati urutan pertama
sebagai penyebab utama kematian di Indonesia (Imam soeharto., 2004) dalam
(Septianggi et al., 2013). Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat lebih dari
7 juta orang meninggal akibat penyakit jantung koroner (PJK) di seluruh dunia
pada tahun 2002 dan dapat diestimasikan PJK menjadi penyebab utama
kematian di seluruh dunia dengan 17 juta kematian per tahun pada tahun 2008
dan akan meningkat menjadi 23,4 juta kematian pada tahun 2030, dengan
angka kejadian lebih dari 80% terjadi di negara berkembang. (O’Brien K,
2005) dalam (Setyaji et al., 2018). Hasil Riskesdas tahun 2018 menunjukan
Prevalensi penyakit jantung koroner di Indonesia berdasarkan diagnosis dokter
sebesar 1,5% atau sebanyak 1.017.290 orang. Sedangkan Prevalensi penyakit
jantung koroner di Sumatra utara berdasarkan diagnosis dokter sebesar 1,3%
atau sebanyak 55.351 orang. (Riskesdas, 2018a)
2.1.3 Patofisiologi
Perkembangan PJK dimulai dari penyumbatan pembuluh jantung oleh plak
pada pembuluh darah. Penyumbatan pembuluh darah pada awalnya
disebabkan peningkatan kadar kolesterol LDL (low-density lipoprotein)
darah berlebihan dan menumpuk pada dinding arteri sehingga aliran darah
terganggu dan juga dapat merusak pembuluh darah (Al fajar, 2015)
Penyumbatan pada pembuluh darah juga dapat disebabkan oleh
penumpukan lemak disertai klot trombosit yang diakibatkan kerusakan
dalam pembuluh darah. Kerusakan pada awalnya berupa plak fibrosa
pembuluh darah, namun selanjutnya dapat menyebabkan ulserasi dan
pendaeahan di bagian dalam pembuluh darah yang menyebabkan klot
darah. Pada akhirnya, dampak akut sekaligus fatal dari PJK berupa
serangan jantung (Naga, 2012). Pada umumnya PJK juga merupakan
ketidakseimbangan antara penyedian dan kebutuhan oksigen miokardium.
Penyedian oksigen miokardium bisa menurun atau kebutuhan oksigen
miokardium bisa meningkat melebihi batas cadangan perfusi koroner
peningkatan kebutuhan oksigen miokardium harus dipenuhi dengan
peningkatan aliran darah. gangguan suplai darah arteri koroner dianggap
berbahaya bila terjadi penyumbatan sebesar 70% atau lebih pada pangkal
atau cabang utama arteri koroner. Penyempitan <50% kemungkinan belum
menampakan gangguan yang berarti. Keadaan ini tergantung kepada
beratnya arteriosclerosis dan luasnya gangguan jantung (Saprina, 2010)
Menurut Saparina (2010) gambaran klinik adanya penyakit jantung
koroner dapat berupa :
a. Angina Pectoris merupakan gejala yang disertai kelainan morfologik
yang permanen pada miokardium. Gejala yang khas pada angina
pectoris adalah nyeri dada seperti tertekan benda 13 berat atau terasa
panas ataupun seperti diremas. Rasa nyeri sering menjalar kelengan
kiri atas atau bawah bagian medial, keleher, daerah maksila hingga
kedagu atau ke punggung, tetapi jarang menjalar ketangan kanan.
Nyeri biasanya berlangsung 1-5 menit dan rasa nyeri hilang bila
penderita istirahat. Angina pectoris juga dapat muncul akibat stres dan
udara dingin. Angina pectoris terjadi berulang-ulang. Setiap kali
keseimbangan antara ketersedia oksigen dengan kebutuhan oksigen
terganggu.
b. Infark Miokardium Akut Merupakan PJK yang sudah masuk dalam
kondisi gawat. Pada kasus ini disertai dengan nekrosis miokardium
(kematian otot jantung) akibat gangguan suplai darah yang kurang.
Penderita infark miokardium akut sering didahului oleh keluhan dada
terasa tidak enak (chest discomfort) selain itu penderita sering
mengeluh rasa lemah dan kelelahan.
c. Payah jantung Payah jantung disebakan oleh adanya beban volume
atau tekanan darah yang berlebihan atau adanya abnormalitas dari
sebagian struktur jantung. Payah jantung kebanyakan didahului oleh
kondisi penyakit lain dan akibat yang ditimbulkan termasuk PJK. Pada
kondisi payah jantung fungsi ventrikel kiri mundur secara drastis
sehingga mengakibatkan gagalnya sistem sirkulasi darah.
d. Kematian Mendadak penderita 14 Kematian mendadak terjadi pada
50% PJK yang sebelumnya tanpa diawali dengan keluhan. Tetapi 20%
diantaranya adalah berdasarkan iskemia miokardium akut yang
biasanya didahului dengan keluhan beberapa minggu atau beberapa
hari sebelumnya.
2.1.4 Faktor penyebab penyakit jantung
Perubahan gaya hidup merupakan salah satu penyebab terjadinya
penyakit jantung koroner (WHO, 2017) dalam (Azriana et al., 2019).
Berbagai penelitian telah berhasil mengidentifikasi faktor risiko penyebab
penyakit jantung koroner yang tidak terlepas dari gaya hidup, hal ini dapat
dilihat dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sarathikaira et all
di Nepal pada tahun 2012 dengan didapati faktor risiko dari PJK yaitu
hipertensi dengan jumlah penderita sebanyak 42 orang (35,3%), Penelitian
Rechman pada tahun 2012 di Pakistan didapati faktor risiko dari diabetes
mellitus dengan jumlah penderita sebanyak 19 orang (22,9%), riwayat
merokok 49 (59,0%), hypercholesterolemia 15 orang (18,1%). Penelitian
Basnet pada tahun 2011 yang didapati faktor risiko kurang aktivitas fisik
pada penderita PJK yaitu sebanyak 56 orang (38,4%), indeks massa tubuh
> 25 kg/m2 dengan jumlah sebanyak 40 orang (27,4%) dan obesitas sentral
dengan jumlah sebanyak 50 orang (34,2%). (Azriana et al., 2019)
2.1.5 Gejala penyakit jantung
Berdasarkan Pedoman Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia tahun 2004, gejala penyakit jantung yaitu :
 Nyeri/rasa tidak nyaman di dada, di substernal, dada kiri atau epigastrium,
menjalar ke leher, bahu kiri, dan tangan kiri, serta punggung
 Seperti tertekan, diremas-remas, terbakar atau ditusuk Dapat disertai
keringat dingin, mual, muntah, lemas, pusing melayang, serta pingsan
 Timbul tiba-tiba dengan intensitas tinggi, berat ringan bervariasi
2.2. Suku batak
Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki banyak suku. Menurut
data dari BPS terdapat 1331 kategori suku di Indonesia (BPS, 2015). Salah
satu bentuk dan keragaman suku tersebut adalah suku Batak Toba (Togar,
2012).
Batak Toba adalah satu dari enam subetnis Batak—dari suku lainnya
yaitu, Batak Karo, Simalungun, Angkola, Mandailing, Pakpak Dairi, dan
Nias—yang menarik untuk diungkap. Sejarah penggunaan istilah “Batak”
untuk penamaan suku tersebut hingga sekarang belum diketahui secara
jelas. Ada beberapa pertanyaan dan pendapat yang muncul tentang hal ini.
Sebutlah misalnya apakah nama itu muncul setelah datangnya kelompok
migran di tanah Batak atau pada awalnya ada kelompok mereka sudah
mempunyai nama suku yang disebut dengan“Batak” dari asal mereka, atau
nama “Batak” itu sendiri setelah munculnya Siraja Batak. Ada juga
pendapat mengatakan istilah “Batak” berasal dari kata “bataha” yaitu
nama sebuah negeri di Burma. Berdasarkan informasi tersebut selanjutnya
orang Batak bergerak ke arah kepulauan Nusantara. Kata “bataha”
kemudian beralih menjadi kata “batak” (Ibrahim, 2010).
2.3. Kebiasaan makan dengan kejadian penyakit jantung
Ada beberapa tradisi didalam masyarakat yang dapat berpengaruh
negatif terhadap kesehatan masyarakat khususnya terhadap penyakit
kronis. Seperti pada suku batak yang memiliki masakan khas dan
kebiasaan mengonsumsi makanan mengandung lemak, rokok dan tuak
ataupun alkohol yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Makanan
seperti mengandung lemak yang merupakan makanan khas orang batak,
dengan nama saksang (daging babi cincang). Makanan ini biasanya mudah
ditemukan di lapo-lapo (warung khas batak) (Hanum & Lubis, 2017)
Setiap acara pesta adat suku batak banyak hidangan makanan dengan
makanan yang mengandung lemak. Selain itu juga ada minuman yang
sering ditemukan pada acara pesta adat suku batak seperti minuman tuak
(alkohol) yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan seperti
hipertensi, stroke dan PJK. (Azriana et al., 2019).
Gaya hidup tidak sehat pada suku batak yang bisa menimbulkan
serangan PJK karena makan-makanan yang berlemak, seperti makan
daging B2, daging sapi, daging kambing yang lemaknya tinggi yang
dikonsumsi setiap terdapat acara pesta nikah, acara meninggal, acara-acara
arisan. Terlebih lagi pada penderita PJK yang menghadiri pesta dengan
memakan makanan seperti saksang maka akan bisa memperberat sakit
jantung. Ditemukan juga kebiasaan gaya hidup suku batak yang bisa
menimbulkan faktor risiko penyakit jantung koroner pada saat pesta yaitu
karena makan yang sembarangan. Makanan yang berlemak seperti saksang
dan tanggo-tanggo juga tetap dimakanya padahal sudah sakit jantung.
Terlebih kandungan lemak pada daging B2 cukup tinggi (Azriana et al.,
2019).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Kondisi Geografis


3.1.1 Letak Geografis dan Luas Wilayah
Provinsi Sumatera Utara terletak di antara 10 -40 Lintang Utara dan 980 -1000
Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi Sumatera Utara mencapai 71.680,68 km2
atau 3,72% dari luas Wilayah Republik Indonesia. Provinsi Sumatera Utara
memiliki 162 pulau, yaitu 6 pulau di Pantai Timur dan 156 pulau di Pantai Barat.
Batas wilayah Provinsi Sumatera Utara meliputi Provinsi Aceh di sebelah Utara,
Provinsi Riau dan Sumatera Barat di sebelah Selatan, Samudera Hindia di sebelah
Barat, serta Selat Malaka di sebelah Timur. Letak geografis Provinsi Sumatera
Utara berada pada jalur strategis pelayaran Internasional Selat Malaka yang dekat
dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand (bps, n.d.).
3.1.2 Topografis
Wilayah Sumatera Utara terdiri dari daerah pantai, dataran rendah dan dataran
tinggi serta pegunungan Bukit Barisan yang membujur di tengah-tengah dari
Utara ke Selatan. Kemiringan tanah antara 0-12% seluas 65,51% seluas 8,64%
dan di atas 40% seluas 24,28%, sedangkan luas Wilayah Danau Toba 112.920 ha
atau 1,57%. Berdasarkan topografinya, Sumatera Utara dibagi atas 3 (tiga) bagian
yaitu bagian Timur dengan keadaan relatif datar, bagian tengah bergelombang
sampai berbukit dan bagian Barat merupakan dataran bergelombang. Wilayah
Pantai Timur yang merupakan dataran rendah seluas 24.921,99 km2 atau 34,77%
dari luas wilayah Sumatera Utara adalah daerah yang subur, kelembaban tinggi
dengan curah hujan relatif tinggi pula. Wilayah ini memiliki potensi ekonomi
yang tinggi sehingga cenderung semakin padat karena arus migrasi dari wilayah
Pantai Barat dan dataran tinggi. Banjir juga sering melanda wilayah tersebut
akibat berkurangnya pelestarian hutan, erosi dan pendangkalan sungai. Pada
musim kemarau terjadi pula kekurangan persediaan air disebabkan kondisi hutan
yang kritis. Wilayah dataran tinggi dan wilayah Pantai Barat seluas 46.758,69
km2 atau 65,23% dari luas wilayah Sumatera Utara, yang sebagian besar
merupakan pegunungan, memiliki variasi dalam tingkat kesuburan tanah, iklim,
topografi dan kontur serta daerah yang struktur tanahnya labil. Beberapa danau,
sungai, air terjun dan gunung berapi dijumpai di wilayah ini serta sebagian
wilayahnya tercatat sebagai daerah gempa tektonik dan vulkanik (bps, n.d.).
3.1.3 Iklim
Iklim di Sumatera Utara termasuk iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin Passat
dan angin Muson. Kelembaban udara rata-rata 78%-91%, curah hujan (800-4000)
mm/ tahun dan penyinaran matahari 43% (bps, n.d.).
3.2 Hubungan kebudayaan Suku Batak dengan Penyakit Jantung Koroner
Penyakit Jantung Koroner (PJK) terjadi karena supplai oksigen ke jantung
berkurang akibat adanya penyumbatan atau penyempitan pembuluh darah koroner
akibat dari proses aterosklerosis, spasme, atau kombinasi keduanya.
Prevalensi PJK di Indonesia sebesar 1,5%. Prevalensi usia yang menderita PJK
paling tertinggi pada lansia sebesar 4,7%. Sehingga PJK sering dijumpai pada
kalangan usia 65 tahun keatas. Berdasarkan jenis kelaminnya, perempuan lebih
banyak prevalensinya sebesar 1,6% dibandingkan laki – laki sebesar 1,3%
(Riskesdas, 2018b).
Perubahan gaya hidup merupakan salah satu penyebab terjadinya penyakit
jantung coroner (Mackey & Mensah, 2018). Berbagai penelitian telah berhasil
mengidentifikasi faktor risiko penyebab penyakit jantung koroner tidak terlepas
dari gaya hidup, hal ini dapat dilihat dari penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Sarathikaira et all di Nepal (2012) dengan didapati faktor risiko dari PJK
yang ditemukan yaitu hipertensi 42 orang (35,3%). Penelitian Rechman (2012) di
Pakistan didapati faktor risiko diabetes mellitus 19 orang (22,9%), riwayat
merokok 49 (59,0%), hypercholesterolemia 15 orang (18,1%). Penelitian Basnet
(2011) didapati faktor risiko aktivitas fisik kurang pada penderita PJK yaitu
sebanyak 56 orang (38,4%), indeks massa tubuh> 25 kg/m2 40 orang (27,4%) dan
obesitas sentral 50 orang (34,2%). Begitu juga dengan penelitian Ahmedabad
(2013) di India didapati hasil penelitianya yaitu ada hubungan yang signifikan
antara perokok dengan penyakit jantung koroner (P-value <0,005 dengan OR
=3,72). Menurut penelitian Butar-butar R. (2002) di Rumah Sakit Santa Elizabeth
Medan mendapatkan proporsi terbesarPJK adalah suku Batak (80%). Penelitian
Novita (2001) di RSU dr. Pirngadi Medan mendapatkan proporsi penderita
terbanyak juga pada suku Batak (59,5%) (Yanti,2009).
3.4 Pemecahan masalah
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama
oleh sebuah kelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan dan karya seni (Ansar, 2017).
Menurut teori Bronfenbrenner dalam subsitem makrosistem menyatakan
bahwa faktor yang mempengaruhi lingakungan seseorang adalah ideologi negara,
pemerintah, tradisi, agama, hukum, adat istiadat, budaya, nilai masyarakat secara
umum, dan lain sebagainya, di mana individu berada. Prinsip-prinsip yang
terdapat dalam lapisan makrosistem tersebut akan berpengaruh pada keseluruhan
interaksi di semua lapisan subsistem dari lima teori ekologi (Salsabila, 2018).
Misalnya, jika kebudayaan masyarakat menggariskan bahwa orangtua
bertanggungjawab untuk membesarkan anak-anaknya, maka hal tersebut akan
mempengaruhi struktur di mana orangtua akan menjalankan fungsi
psikoedukasinya. Menurut Berk, budaya yang dimaksud dalam subsistem ini
adalah pola tingkah laku, kepercayaan, dan semua produk dari sekelompok
manusia yang diwariskan dari generasi ke generasi. Oleh karena itu, hasil
penelitian ini jika dihubungkan dengan teori ekologi sangat kuat kaitannya dengan
teori ekologi makrosistem karena di dalam suku batak, sejak kecil anak mereka
sudah dikenalkan dengan budaya dan adat suku batak yang harus dipatuhi sampai
mereka meninggal (AZRIANA, 2019).
Orang batak yang sangat erat kaitannya dengan adat istiadat yang harus
dipatuhi dalam semua aktivitas kehidupan orang batak itu sendiri. Antara lain
bahwa perkembangan jiwa orang batak erat kaitannya dengan kepatuhan kepada
mengikuti adat istiadat. Karena hal itu pula yang membuat suku ini cukup terkenal
dan identik dengan unik di nusantara. bahwa budaya sangat dipengaruhi oleh
lingkungan dan zaman. Sebagai suku yang cukup banyak komunitasnya tapanuli
atau batak memiliki beberapa ciri khas dalam budaya (AZRIANA, 2019).
Setiap masyarakat baik berbentuk puak atau suku tidak terlepas dari
kebudayaan. Menurut Gultom dalam bukunya Dalihan Na Tolu Nilai Budaya
Batak (1992) menuliskan bahwa kebudayaan adalah segenap perwujudan dan
keseluruhan hasil pikiran (logika), perasaan (estetika) dan kemauan (etika)
sebagai buah usaha budi dalam mengelola cipta, rasa dan karsa untuk
mewujudkan karya budaya dan interaksi budaya spiritual dan perosuk budaya
yang bersifat material. Kebudayaan daerah merupakan ciri khas tersendiri dari
daerah itu yang akan menunjang kebudayaan masyarakat dalam usahanya untuk
melestarikan kebudayaan itu sendiri (AZRIANA, 2019).
Setiap budaya mempunyai ciri khas, mulai dari acaranya atau ritual yang
terjadi pada saat proses upacara berlangsung. Budaya menjadi sangat penting
karena merupakan identitas yang menunjukkan karakter setiap orang yang
memilikinya (Mulyana, 2005). Adat istiadat adalah suatu pelaksanaan upacara
yang dilaksanakan untuk keperluan tertentu yang mengandung nilai, aturan dan
norma-norma yang harus dipatuhi oleh masyarakat yang menganutnya. Adat
adalah aturan dan norma kehidupan yang dilazimkan dan berlaku dalam suatu
bangsa/masyarakat, menjadi kebiasaan yang mengikat dan menjadi suatu hukum
dan sistim kehidupan yang digunakan terus menerus, misalnya; adat
melaksanakan perkawinan, adat dan tata cara membangun huta, adat mengurus
kematian orangtua, dan lain-lain (Malau, 2000).
Masyarakat Batak sepakat meneladani tata hidup para leluhurnya yang
dapat ditunjukkan dengan jelas melalui pepatah dan peribahasa Batak yang masih
bergema dikala adat sebagai rujukan atau upacara bahkan pertemuan orang-orang
Batak dengan mengatakan (Savira & Suharsono, 2013).
: (1) Ompu raja dijolo martungkot siala gundi, adat na pinungka ni parjolo, si
ihuthonon ni parpudi. Artinya : adat yang dilaksanakan oleh para leluhur, wajib
diikuti oleh keturunannya. (2) Adat do ugari, sinihathon ni Mulajadi. Siradotan
manipat ari, siulaon di siulu balang ari. Artinya : adat adalah hukum atau
konvensi yang diilhamkan oleh sang pencipta, harus dipelihara sepanjang hari dan
selama hidup (AZRIANA, 2019).
3.5 Program Pemerintah
Dalam pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular termasuk PJK,
pemerintah fokus pada upaya promotif dan preventif dengan tidak meninggalkan
upaya kuratif dan rehabilitatif. Diantaranya dengan:
1. Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) sesuai dengan Instruksi
Presiden Nomor 1 Tahun 2017, yang tahun ini difokuskan pada kegiatan
deteksi dini, peningkatan aktivitas fisik serta konsumsi buah dan sayur;
2. Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga, sejalan dengan
agenda ke-5 Nawacita yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia
yang dimulai dari keluarga, diantaranya penderita hipertensi berobat teratur dan
tidak ada anggota keluarga yang merokok;
3. Meningkatkan gaya hidup sehat dengan perilaku “CERDIK”, yaitu Cek
kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin aktifitas fisik, Diet sehat
dan seimbang, Istirahat cukup, Kelola stres;
4. Melakukan pola hidup “PATUH” bagi penyandang PTM khususnya PJK,
yaitu Periksa kesehatan secara rutin, Atasi penyakit dengan pengobatan yang
tepat, Tetap aktivitas fisik dengan aman, Upayakan diet sehat dan gizi
seimbang, Hindari asap rokok, minuman beralkohol dan zat karsinogenik
lainnya.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
1. Gaya hidup suku batak yang merupakan faktor risiko penyakit jantung koroner
adalah karena banyaknya pesta pada suku batak. Banyaknya pesta suku batak
yang dihadiri dengan berbagai bentuk makanan dan minuman tanpa mengontrol
makanan, oleh sebab itu rentan terhadap resiko penyakit jantung koroner.
2. Gaya hidup itu menjadi faktor risiko penyakit jantung koroner karena kebiasaan
makan-makanan berlemak pada saat pesta. Makanan berlemak ini bisa didapat
dari makan khas batak pada saat pesta yaitu saksang, tanggo-tanggo dan jambar
dengan komposisi daging yang digunakan daging sapi, kerbau dan babi. Selain
dari faktor ini, yang bisa menimbulkan risiko penyakit jantung koroner adalah
emosional dan juga stress pada saat berlangsungnya pesta dan ini sering terjadi
pada proses pembagian jambar. Apabila tamu yang masih termasuk dalam
keluarga ataupun kerabat yang tidak mendapatkan jambar maka akan timbul
perasaan bahwa kehadirannya tidak dihargai dan bisa terjadi perkelahian. Pada
saat pesta minuman tuak atau alkohol yang sering diminum oleh rata-rata kaum
laki-laki baik tamu ataupun penyelenggara merupakan salah satu risiko penyakit
jantung koroner.
3. Cara mengontrol penyakit jantung koroner yaitu dengan cara disiplin terhadap
diri sendiri dengan melakukan gaya hidup sehat. Melakukan gaya hidup yang
sehat pada penderitaa penyakit jantung koroner yaitu dengan dengan minum obat
teratur, sering kontrol ke dokter dan menghindari makan yang bisa menimbulkan
resiko penyakit jantung..
4. Budaya hidup suku batak memang harus selalu dipatuhi karena untuk
menghormati para leluhur dan menjaga adat istidat yang sudah di tentukan oleh
leluhur. Karena adat dalam suku batak tidak bisa di rubah, yang harus di rubah
gaya hidup dari masing-masing orang supaya bisa mengurangi makanan daging
yang berlemak dan minuman beralkohol pada saat pesta

4.2 Saran
Kebiasaan suku batak yang tidak bisa dirubah sejak leluhur akan
menyebabkan peningkatan Penyakit Jantung Koroner di Provinsi Sumatra Utara.
Oleh sebeb itu masyarakat suku batak harus menjalankan program pada
pemerintah degan mengurangi prevalensi Penyakit Jantung Koroner
menggunakan CERDIK, gerakan GERMAS serta PATUH
DAFTAR PUSTAKA

Ansar, J. (2017). Budaya dan Ciri Khas Suku Batak. 14–15. http://repositori.uin-
alauddin.ac.id/5859/1/Jusni Ansar.pdf

AZRIANA. (2019). JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 3 No. 4 Oktober 2019.


JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 3 No. 4 Oktober 2019, 3(4), 37–43.

Azriana, Handini, M. C., & Sirait, A. (2019). GAYA HIDUP SUKU BATAK
YANG MENDERITA PENYAKIT JANTUNG KORONER (STUDI
ETHNOGRAFI DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2018).
JURNAL ILMIAH KOHESI, 3(3), 37–43.

bps. (n.d.). Gambaran Umum Wilayah Provinsi Sumatera Utara. 2015, 3.

Hanum, P., & Lubis, R. (2017). HUBUNGAN KARAKTERISTIK DAN


DUKUNGAN KELUARGA LANSIA DENGAN KEJADIAN STROKE
PADA LANSIA HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI
ADAM MALIK MEDAN Support from the Elderly Families, Stroke in the
Elderly with Hypertension. Jumantik, 3(1), 72–88.

Mackey, J., & Mensah, G. (2018). WHO 2004_atlas oh heart disease and
stroke.pdf (p. 9).

Riskesdas. (2018a). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia


tahun 2018. In Riset Kesehatan Dasar 2018 (pp. 182–183). Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan 2019.

Riskesdas, K. (2018b). Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS).


Journal of Physics A: Mathematical and Theoretical, 44(8).
https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201

Salsabila, U. H. (2018). TEORI EKOLOGI BRONFENBRENNER SEBAGAI


SEBUAH PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KURIKULUM
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM. 7, 6.

Savira, F., & Suharsono, Y. (2013). MAKNA SIMBOL ANDUNG (RATAPAN)


DALAM UPACARA PEMAKAMAN ADAT BATAK TOBA DI
PEKANBARU. Journal of Chemical Information and Modeling, 01(01),
1689–1699.

Septianggi, F. N., Mulyati, T., & K, H. S. (2013). Hubungan Asupan Lemak dan
Asupan Kolesterol dengan Kadar Kolesterol Total pada Penderita Jantung
Koroner Rawat Jalan di RSUD Tugurejo. Jurnal Gizi Universitas
Muhammadiyah Semarang, 2(2), 13–20.

Setyaji, D. Y., Prabandari, Y. S., & Gunawan, I. M. A. (2018). Aktivitas fisik


dengan penyakit jantung koroner di Indonesia. Jurnal Gizi Klinik Indonesia,
14(3), 115. https://doi.org/10.22146/ijcn.26502

WHO. (2013). Cardiovascular Disease. Word Health Organization.

Anda mungkin juga menyukai