Anda di halaman 1dari 9

ASUHAN KEPERAWATAN PALIATIF CARE

PADA KLIEN GAGAL GINJAL KRONIS  

A.  Definisi Perawatan Paliatif 


Perawatan Paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan
menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi.
Perawatan paliatif untuk mencegah, memperbaiki, mengurangi gejala-gejala suatu penyakit,
namun bukan berupaya penyembuhan. Suatu pendekatan untuk memperbaiki kualitas hidup
pasien dan keluarganya dalam menghadapi penyakit yang mengancam jiwa, melalui pencegahan,
penilaian, pengobatan nyeri dan masalah-masalah fisik lain, juga masalah psikologis dan
spiritual lainnya. 

B.  Prinsip Perawatan Paliatif 


1.    Menghilangkan nyeri & gejala-gejala yang menyiksa lain
2.    Menghargai kehidupan & menghormati kematian sebagai suatu proses normal
3.      Tidak bermaksud mempercepat atau menunda kematian
4.      Perawatan yang mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual, sosial, budaya dari pasien dan
keluarganya, termasuk dukungan saat berkabung.
5.      Memberi sistim dukungan untuk mengusahakan pasien sedapat mungkin tetap aktif sampai
kematiannya.
6.      Memberi sistim dukungan untuk menolong keluarga pasien melalui masa sakit pasien, dan
sewaktu masa perkabungan

C.  Karakteristik Perawatan Paliatif 


1.    Menggunakan pendekatan tim untuk mengetahui kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk
konseling kedukaan bila diperlukan.
2.    Meningkatkan kwalitas hidup, dan juga secara positif mempengaruhi perjalanan penyakit. 
3.    Perawaatan aktif, total bagi pasien yang menderita penyakit yang tidak dapat disembuhkan
4.    Pendekatan holistik : fisik, mental, spiritual, sosial
5.    Pendekatan multi-disipliner : medis, non-medis, keluarga

D.  Manfaat Perawatan Paliatif 


1.    Meningkatkan kualitas hidup Pasien GGK dan keluarganya
2.    Mengurangi penderitaan pasien
3.    Mengurangi frekuensi kunjungan ke rumah sakit
4.    Meningkatkan kepatuhan pengobatan

E.  Pelaksana Perawatan Paliatif 


1.    Petugas medis :
a.    Perawat
b.    Manajer kasus
c.    Dokter, fisioterapis, nutrisionis
2.    Keluarga pasien
3.    Petugas sosial komunitas : lay support
4.     Anggota KDS
5.    Petugas LSM

F.     Syarat Perawatan Paliatif  Yang Baik


1.      Menghargai otonomi dan pilihan pasien
2.      Memberi akses sumber informasi yang adekuat
3.      Ciptakan hubungan saling menghargai dan mempercayai antara pasien dengan pemberi
perawatan
4.      Berikan dukungan bagi keluarga, anak, petugas sosial yang memberikan perawatan.
5.      Hormati dan terapkan nilai-nilai budaya setempat, kepercayaan / agama, dan adat istiadat.

G. Jenis Perawatan Paliatif


1.    Pengobatan medikamentosa terutama penatalaksanaan nyeri dan gejala-gejala lain
2.    Perawatan psikososial berupa :
a.       psikologis 
b.      sosial
c.       spiritual
d.      kedukaan/berkabung

H.  Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis
selama mungkin. Seluruh factor yang berperan pada gagal ginjal tahap akhir dan factor yang
dapat dipulihkan (mis : obstruksi) diidentifikasi dan ditangani.  Komplikasi potensial gagal ginjal
kronis yang memerlukan pendekatan kolaboratif dalam perawatan mencakup :
1.    Hiperkalemia akibat penurunan ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme, dan masukkan diet
berlebih
2.    Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah uremik dan
dialysis yang tidak adekuat
3.    Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system renin-angiostensin-
aldosteron
4.    Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah marah, perdarahan
gastrointestinal akibat iritasi oleh toksin, kehilangan darah selama hemodialisis
5.    Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium serum yang
rendah, metabolism vitamin D abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.
Komplikasi dapat dicegah atau dihambat dengan pemberian antihipertensif, eritropoetin,
suplemen besi, agens pengikat fosfat, dan suplemen kalsium. Pasien juga perlu mendapat
penanganan dialysis yang adekuat untuk menurunkan kadar produk sampah uremik dalam darah.

I.     Penanganan
1.    Intervensi diet
Intervensi diet diperlukan pada gangguan fungsi renal dan mencakup pengaturan yang cermat
terhadap masukkan protein, masukkan cairan untik mengganti cairan yang hilang, masukkan
natrium untuk mengganti natrium yang hilang, dan pembatasan kalium.
2.    Hiperfosfatemia dan hipokalemia
Ditangani dengan antasida mengandung aluminum yang mengikat fosfat makanan di saluran
gastrointestinal.
3.    Hipertensi
Ditangani dengan berbagai medikasi antihipertensif control volume intravaskuler. Gagal jantung
kongestif dan edema pulmoner juga memerlukan pennganan pembatasan cairan, diet rendah
natrium, diuretic, agens inotropik seperti digitalis atau dobutamine, dan dialysis. Asidosis
metabolic pada gagal ginjal kronis biasanya tanpa gejala dan tidak memerlukan penanganan,
namun demikian, suplemen natrium karbonat atau dialysis diperlukan untuk mengoreksi asidosis
jika kondisi ini menimbulkan gejala.
4.    Hiperkalemia
Biasanya dicegah dengan penanganan dialysis yang adekuat disertai pengambilan kalium dan
pemantauan yang cermat terhadap kandungan kalium pada seluruh medikasi oral atau intravena.
5.    Abnormalitas Neurologi
Dapat terjadi dan memerlukan observasi dini terhadap tanda-tanda seperti kedutan, sakit kepala,
delirium, atau aktivitas kejang. Pasien dilindungi dari cedera dan menempatkan pembatas tempat
tidur. Diazepam intravena (Valium) atau fenitoin (Dilantin) biasanya diberikan untuk
mengendalikan kejang.
6.    Anemia
Anemia pada gagal ginjal kronis ditangani dengan Epogen (eritropoetin manusia rekombinan).
Anemia pada pasien (hematokrit kurang dari 30 %) muncul tanpa gejala spesifik seperti malaise,
keletihan umum, dan penurunan toleransi aktivitas.

J.    Terapi GGK


1.    Terapi Farmakologis
a.    Kontrol tekanan darah
1)   Penghambat EKA atau antagonis reseptor Angiotensin II → evaluasi kreatinin dan kalium
serum, bila terdapat peningkatan kreatinin > 35% atau timbul hiperkalemia harus dihentikan.
2)   Penghambat kalsium, Diuretik
b.      Pada pasien DM, kontrol gula darah → hindari pemakaian metformin dan obat-obat sulfonilurea
dengan masa kerja panjang. Target HbA1C untuk DM tipe 1 0,2 diatas nilai normal tertinggi,
untuk DM tipe 2 adalah 6%
c.    Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl
d.   Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol
e.    Koreksi asidosis metabolik dengan target HCO3 20-22 mEq/l
f.     Koreksi hiperkalemia
g.    Kontrol dislipidemia dengan target LDL,100 mg/dl dianjurkan golongan statin
h.    Terapi ginjal pengganti
2.    Terapi konservatif 
Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara progresif,
meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia, memperbaiki metabolisme
secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit (Sukandar, 2006). 
a.    Peranan diet 
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin
azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan keseimbangan negatif
nitrogen. 

b.    Kebutuhan jumlah kalori 


Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama, yaitu
mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi dan memelihara status
gizi. 
c.    Kebutuhan cairan
Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis mencapai
2 L per hari.
d.   Kebutuhan elektrolit dan mineral 
Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit
ginjal dasar (underlying renal disease).
3.    Terapi simtomatik 
a.    Asidosis metabolik 
Asidosis metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia). Untuk
mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan suplemen alkali. Terapi alkali
(sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20
mEq/L.
b.    Anemia 
Transfusi darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi alternatif,
murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus hati-hati karena dapat menyebabkan
kematian mendadak. 
c.    Keluhan gastrointestinal 
Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK.
Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint) dari GGK. Keluhan
gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan simtomatik. 
d.   Kelainan kulit 
Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit. 

e.    Kelainan neuromuskular 


Beberapa terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang adekuat,
medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi. 
f.     Hipertensi 
g.    emberian obat-obatan anti hipertensi.
h.    Kelainan sistem kardiovaskular 
i.      Tindakan yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita. 
4.    Terapi pengganti ginjal 
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada LFG kurang
dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, dialisis peritoneal, dan transplantasi
ginjal (Suwitra, 2006). 
a.    Hemodialisis 
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia, dan
malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien GGK yang belum tahap
akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG). Hemodialisis akan mencegah kematian tetapi tidak
dapat menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak mampu mengimbangi
hilangnya aktivitas metabolic atau endokrin yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal
ginjal serta terapinya terhadap kualitas hidup pasien. Pasien GGK harus menjalani terapi dialysis
sepanjang hidupnya (3x seminggu selama 3-4 jam per kali terapi) atau sebelum melakukan
operasi pencangkokan ginjal.
b.    Dialisis peritoneal (DP)
Metode yang dikenal dengan Peritoneal Dialysis (PD) yaitu metode pencucian darah dengan
mengunakan peritoneum (selaput yang melapisi perut dan pembungkus organ perut). Selaput ini
memiliki area permukaan yang luas dan kayaakan pembuluh darah. Zat-zat dari darah dapat
dengan mudah tersaring melalui peritoneumke dalam rongga perut. Cairan dimasukkan melalui
sebuah selang kecil yang menembus dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus dibiarkan
selama waktu tertentu sehingga limbah metabolic dari aliran darah secara perlahan masuk ke
dalam cairan tersebut, kemudian cairan dikeluarkan, dibuang, dan diganti dengan cairan yang
baru.
Ada dua macam PD, yaitu Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) dan Automated
Peritoneal Dialysis (APD). APD relatif masih jarang digunakan oleh masyarakat Indonesia.
CAPD dapat menciptakan kualitas hidup yang lebih baik bagi penderita. Sebab, mereka dapat
menjalani hidupnya dengan normal, tanpa banyak batasan untuk mengkonsumsi makanan.
CAPD dipasang permanen di tubuh penderita, tepatnya di bagian perut. Sebuah catheter (kateter)
dipasang di bagian perutnya dan disediakan sebuah kantong untuk menjamin kesterilannya.
Dengan CAPD, penderita cukup melakukan kontrol 1 kali dalam sebulan ke rumah sakit. Pola
kerja cuci darahnya, kateter disambungkan dengan titanium adapter yang akan mengalirkan
cairan dextrose.
Cairan inilah yang berfungsi untuk menarik racun dari dalam tubuh. Proses pengaliran cairan ini
hanya membutuhkan waktu10 menit. Dalam sehari dilakukan sebanyak 3-4 kali. Jaraknya sekitar
4 sampai 6 jam dari satu pencucian dengan pencucian berikutnya. Kalau transfer setnya bisa
diganti 6 bulan sekali. Kunci dari CAPD harus disiplin tinggi. Karena tanpa disiplin tidk bisa
berhasil. Misalnya, saat melakukan pencucian darahtangan mereka harus bersih, AC dan kipas
angin tidak boleh menyala serta lampu harus terang.
Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang
termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan
paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah
persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi
elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat
(Sukandar, 2006). Hemodialisis di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah
dilaksanakan di banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang
kompartemen darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).
Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai sekarang 14
tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal (Rahardjo, 2006). 
c.    Transplantasi ginjal 
Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan
program transplantasi ginjal, yaitu: 
1)   Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%) faal ginjal, sedangkan
hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah 
2)   Kualitas hidup normal kembali 
3)   Masa hidup (survival rate) lebih lama 
4)   Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat imunosupresif
untuk mencegah reaksi penolakan 
Biaya lebih murah dan dapat dibatasi

Anda mungkin juga menyukai