CERPEN
CERPEN
mengikat janji suci untuk saling mengisi dan menjaga hati sampai maut memisahkan, Atas
peran kedua orang tua dari kedua belah pihak, Ranti dan Iswan menyempurnakan
setengah dari agamnya yakni dengan menikah. Ayah Ranti yang sedari awal memberikan
restu atas pinangan Iswan tanpa mengetahui latar belakang profesi Iswan yang sebenarnya
adalah seorang abdi Negara. Sebab, Iswan hanya mengaku sebagai seorang penjaga
keamanan di salah satu kampong di Lumajang. Hal ini dilakukan Iswan karena ia ingin
memiliki istri yang dia pinang tidak menikah atas dasar latar belakang profesinya. Hingga
Ayah Ranti pun mengetahui kebenaran profesi calon menantunya di kemudian hari dan
Entah sudah berapa malam yang Ranti dan Iswan habiskan di kota masing-masing
sebagai pasangan suami istri yang dipisahkan oleh jarak dan waktu. Ranti yang saat itu
sedang menempuh studi lanjut di kota Solo Jawa Tengah sedangkan Iswan yang seorang
abdi negara di kesatuan Batalyon Infanteri 527 Lumajang Jawa Timur. Ranti sudah hampir
7 tahun bekerja sebagai dosen di salah satu Institusi Kesehatan di Jombang, Jawa Timur
mengharuskan untuk melanjutkan studinya, dan hal ini telah menjadi kesepkatan Ranti dan
Iswan sebelum mereka mengikat janji suci kala itu. Ranti dan Iswan sangat memahami
peran masing-masing sebagai orang tua dari putri semata wayang mereka, Tesiska.
Meskipun mereka berdua harus membesarkan Tesiska dengan batasan jarak yang cukup
jauh, namun Ranti dan Iswan berusaha menjalankan tugas sebagai ibu dan ayah sebaik
mungkin.
Hingga tiba pada suatu pagi di hari ulang tahun Tesiska yang saat itu berulang tahun
di usianya memasuki usia 3 tahun. Iswan yang kala itu sudah hampir 8 bulan menjadi
bagian dari prajurit satuan tugas di Perbatasan Indonesia-Malaysia tidak menjadi halangan
untuk menyampaikan pesan ucapan yang ditujukan pada putri semata wayangnya. Melalui
layanan video recording, Iswan mengirim pesan singkat untuk putrinya, sudah lebih dari
cukup menghadirkan figure ayah untuk Tesiska meskipun tanpa adanya pelukan hangat
seorang ayah. Tidak ada perayaan yang meriah, tidak ada balon warna warni, tidak ada
badut maupun kue ulang tahun. Yang ada hanya lilin sebagai penanda bahwa hari ini
merupakan hari yang special bagi Tesiska yang berusia 3 tahun. Ranti ingin melengkapi
hari special itu dengan tetap berusaha menghadirkan ayah Tesiska melalui sandiwara yang
ia rancang skenarionya dengan meminta bantuan peran abang pengirim paket. Di dalam
scenario itu, abang pengirim paket berpura-pura mengirim paket hadiah yang seolah-olah
dikirim oleh ayah Tesiska. Dan benar saja, kebahagiaan Tesiska semakin lengkap dengan
adanya kiriman paket hadiah yang diatasnamakan dari Iswan, ayah Tesiska yang saat ini
sedang bertugas di Tapal Batas. Hal ini dilakukan Ranti agar Tesiska tidak kehilangan
figure seorang ayah yang ia sayangi dan kagumi. Tesiska yang belum mampu membaca dan
menulis, begitu yakin bahwa hadiah yang dikirim oleh abang pengirim paket adalah hadiah
yang dikirim oleh ayahnya berkat foto yang ditempel pada paket hadiah tersebut. Foto
tentara. Ranti hanya bisa berdoa dan berharap agar suaminya segera kembali dan
berkumpul bersama keluarga kecil mereka. Ranti yang selama 3 tahun sejak menikah
dengan Iswan memilih hidup bersama Tesiska dan ayah kandung Ranti dalam rumah
Beberapa pecan setelah hari ulang tahun Tesiska, atas berkat rahmat Tuhan Yang
Maha Esa, keluarga kecil ini dapat berkumpul bersama lagi. Iswan dapat bertemu dengan
kedua wanita yang dikasihinya yakni Ranti dan Tesiska, putri semata wayangnya yang kini
sudah tumbuh sebagai balita yang lucu dengan berbagai tingkahnya. Namun, kondisi ini
tidak berlangsung lama. Hal ini dikarenakan Iswan harus memenuhi panggilan untuk
bertugas kembali sebagai pasukan perdamaian PBB di Central Africa. Dengan adanya
keputusan ini, maka Ranti harus kembali bersiap membesarkan Tesiska seorang diri. Ranti
menyadari bahwa ini sudah menjadi konsekuensi yang harus ia terima sebagai istri
seorang prajurit. Tibalah hari dimana Iswan harus menjalani proses karantina di PMPP
Bogor sebelum keberangkatannya ke Central Africa. Telah menjadi hal yang biasa bagi
Ranti untuk hidup dalam rumah sederhana bersama ayahnya dan putrinya, Tesiska. Dalam
bekerja sebagai dosen dan bidan praktek mandiri, sibuk dengan aktifitas sejak pagi hingga
malam hari. Kepadatan akftifitas Ranti tidak menghalanginya untuk tetap memperhatikan
tumbuh kembang anak balitanya. Ranti selalu menyempatkan waktunya untuk mengantar
dan menjemput Tesiska di Kelompok Belajar tempat Tesiska bermain serta belajar. Ranti
tidak ingin kehilangan waktunya untuk mengikuti setiap tahapan perkembangan anaknya
Memasuki bulan pertama masa karantina, Iswan memendam rindu yang begitu
dalam untuk istri dan putrinya. Bertepatan dengan hari dimana Iswan diberikan
kesempatan untuk IB (izin bermalam) dan hal ini berlaku untuk seluruh prajurit yang
sedang menjalani karantina. Melihat ada kesempatan untuk dapat bertemu meskipun
hanya 2 hari saja, Iswan dan Ranti tidak ingin melewatkan kesempatan itu begitu saja.
Mereka sepakat untuk bertemu di kota yang menurut mereka menjadi titik tengah jarak
antara Ranti yang berada di Jawa Timur dan Iswan yang saat ini berada di Jawa Barat.
Akhirnya mereka berdua menetapkan Yogyakarta sebagai tempat pertemuan Iswan, Ranti
dan Tesiska. Tidak butuh banyak waktu untuk menyepakati periha pertemuan itu. Tidak
lebih dari 1 jam pasca petunjuk Komandan terkait adanya IB pada hari itu juga Iswan dan
Ranti memutuskan untuk bertemu di Yogyakarta. Ranti dengan segera bergegas pulang
dari kantor tempat ia bekerja untuk pulang kerumah dan berkemas-kemas serta mengajak
Tesiska untuk bersiap diri. Tesiska yang saat itu mengetahui bahwa dirinya akan segera
bertemu dengan ayahnya, seketika gembira dan dengan penuh semangat untuk
menyiapkan peralatan pribadinya. Tesiska meskipun balita yang baru berusia 3 tahun
namum ia sudah mampu melakukan kegiatan secara mandiri bahkan tak jarang ia menjadi
teman berdiskusi bagi Ranti maupun Kakeknya. Tesiska dan Ranti memilih menempuh
perjalanan darat menuju Yogyakarta dengan menggunakan Bis lintas provinsi. Demikian
pula dengan Iswan yang juga memilih untuk menggunakan travel. Lama perjalanan yang
harus ditempuh kurang lebih 14 jam namun tidak mengecilkan niatnya untuk bertemu
dengan anak dan istrinya. Atas dorongan dari Ayahnya, Ranti yang akhirnya mengokohkan
niatnya untuk bertemu dengan suaminya. Sempat terucap dari ayah Ranti “Jangan kamu
sia-siakan waktu yang kamu miliki untuk berkumpul bersama keluargamu. Perhatikan
Tesiska yang sangat menyayangi ayahnya. Betapa senangnya jika dia dapat bertemu
dengan ayahnya”. Benar saja, setibanya di Yogyakarta mereka bertiga sangat bahagia dapat
bertemu, bersenda gurau dan saling bertukar cerita. Sayangnya, kebahagiaan ini tidak
berlangsung lama, hanya 8 jam saja durasi pertemuan mereka. Walaupun demikian,
kebahagiaan yang mereka ciptakan mampu membunuh kerinduan yang sudah terpendam
lama.
Satu minggu setelah perjumpaan mereka, kabar duka dating menyelimuti keluarga
kecil ini. Kakek Tesiska yang tak lain adalah ayah Ranti meninggal dunia. Tanpa didahului
dengan sakit ataupun alasan lainnya. Semua terjadi begitu cepat sehingga membuat Ranti
tidak menyangka hal tersebut. Ranti dan Tesiska yang setiap hari menghabiskan waktu
bersama dengan ayah Ranti, kini tidak akan pernah ada lagi. Kabar duka itupun pada
akhirnya sampai ke telinga Iswa yang masih menjalani masa karantina di PMPP Bogor.
Bermaksud ingin memberikan bakti terakhir untuk ayah mertuanya, Iswan berusaha untuk
menghadiri pemakaman ayah mertuanya yang rencananya akan dimakamkan hari itu juga.
Setelah melalui proses perijinan sesuai dengan prosedur di kesatuan, Iswan diberikan
kesempatan untuk mnghadiri pemakaman ayah mertua. Kesedihan yang dialami Ranti dan
keluarga juga dirasakan oleh Iswan. Sebab Iswan dan ayah mertuanya cukup dekat. Lelaki
yang menjadi figure pengganti ayah Tesiska kini sudah tidak ada lagi. Dari semua
kesedihan yang dirasakan Ranti, tersimpan pesan yang sempat disampaikan ayah Ranti
sebelum Yang Maha Kuasa memanggilnya. Pesan yang diberikan untuk Ranti agar
disampaikan pada Iswan. “Bapak bangga, bapak sangat meridhoi Iswan menjalani
profesinya sebagai abdi Negara. Bapak percaya bahwa Iswan sangat menjaga nama baik
keluarga dan tidak akan mengecewakan keluarga. Jagalah kepercayaan dan kesetiaanmu
untuk suamimu. Dia adalah lelaki hebat yang Bapak pilihkan untuk menjagamu kemarin,
sekarang dan seterusnya“. Yang ada kini hanya kesetiaan yang harus Ranti dan Iswan jaga.