2
A. TUJUAN INSTRUKSIONAL
Setelah mempelajari bagian ini, pembaca dihrapkan mampu memahami dan menjelaskan
kembali tentang:
1. Gambaran profesi Akuntan Publik, dan peran utamanya dalam masyarakat.
2. Mengidentifikasi lingkungan ekonomi Akuntan Publik, dan hubungannya dengan profesi
Akuntan Publik.
3. Regulasi dan persyaratan untuk menjadi Akuntan Publik.
4. Standar professional Akuntan Publik, baik SPAP maupun Kode Etiknya.
B. PENDAHULUAN
Setiap profesi mempunyai standar professional, yang menjadi pedoman bagi para anggota profesi
tersebut dalam menjalankan pekerjaan profesinya. Pada bab ini akan dijelaskan pokok-pokok
regulasi yang terkait dengan standar professional bagi pemeriksa/auditor. Bagi Profesi auditor
yang bekerja pada Kantor Akuntan Publik (AP/KAP), terdapat Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP), sedangkan bagi auditor keuangan negara, yang bekerja pada lembaga auditor
keuangan Negara (Badan Pemeriksa Keuangan) terdapat Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
(SPKN). Kedua standar professional, baik SPAP maupun SPKN, pada prinsipnya adalah
pedoman kerja bagi auditor. Keduanya mengikat dan wajib dipedomani dalam setiap
menjalankan pekerjaan profesinya. Secara umum, keduanya mengatur mengenai: (a) Standar
Umum, yang mengatur mengenai kepribadian auditor, dan persyaratan kompetensinya; (b)
standar pekerjaan lapangan, yang mengatur bagaimana auditor seharusnya menjalankan tugas-
tugas profesinya; dan (c) standar pelaporan, yaitu mengatur tentang bagaimana proses akhir dari
suatu penugasan audit/pemeriksaan seharusnya dibuatkan laporan hasil pemeriksaannya, secara
tertulis.
Akuntan Publik merupakan sarjana bidang akuntansi, sehingga mereka pada umumnya masuk
sebagai anggota Asosiasi Akuntan Indonesia (Ikatan Akuntan Indonesia). Seorang akuntan tidak
secara otomtis dapat memperoleh ijin praktek, tetapi terlebih dahulu harus melalui sebuah proses
panjang, yaitu harus terlebih dahulu lulus dari sertifikasi ujian Akuntan Publik (CPA Exams),
dan yang bersangkutan telah mempunyai pengalaman sebagai auditor minimal 3 tahun (setara
21
1.000 jam kerja) dari sebuah Kantor Akuntan Publik atau lembaga auditor jenis lainnya
(Misalnya pengalaman sebagai auditor dari dari BPK, BPKP).
Akuntan Publik yang telah diberikan ijin praktek oleh Kementrian Keuangan (Pusat Pembinaan
Profesi Keuangan/P2PK) atau sebelumnya bernama Pusat Pembinaan Akuntan Publik dan Jasa
Penilai (PPAJP). P2PK dapat menerbitkan ijin praktek sebagai Akuntan Publik (AP), dan
mendirikan Kantor Akuntan Publik (KAP), setelah yang bersangkutan memperoleh rekomendasi
dari Asosiasi Profesi Akuntan Publik (IAPI). Rekomendasi tentunya akan diberikan kepada calon
AP, jika semua persyaratan untuk menjadi akuntan publik telah dapat dipenuhi. Setelah seorang
Akuntan Publik mempunyai dua macam ijin, maka yang bersangkutan dapat bekerja memberikan
jasanya kepada masyarakat pengguna jasa AP/KAP. Jenis jasa yang dapat diberikan meliputi
jenis jasa yang bersifat asurans, dan jasa non asurans.
Pengguna jasa AP/KAP terutama adalah kalangan dunia usaha/perusahaan. Ada beberapa alasan
mengapa perusahaan memerlukan jasa AP/KAP. Misalnya karena adanya kewajiban memenuhi
kewajiban aturan perundang-undangan tertentu; karena adanya permintaan dari calon
kreditur/bank yang akan menyalurkan kreditnya kepada perusahaan tersebut; adanya kewajiban
melaksanakan audit selama paling tidak tiga tahun secara berturut-turut bagi setiap perusahaan
yang akan go Publik atau perusahaan yang akan menerbitkan surat utang obligasi; karena adanya
permintaan dari para pemilik perusahaan/pemegang saham perseroan; adanya dugaan pengelapan
keuangan, yang dilakukan oleh staf perusahaan; adanya kebutuhan untuk melaksanakan fungsi
pengawasan terhadap perusahaan oleh pihak tertentu; dan lain sebagainya. Pada bagan berikut
ini, digambarkan lingkungan ekonomi dari profesi Akuntan Publik dan Kantor Akuntan Publik.
22
Pihak-pihak terkait yang berada di sekitar profesi AP/KAP perlu diketahui, agar dapat
tetapmempertahankan kelangsungan usaha AP/KAP tersebut. Pihak-pihak terkait tersebut di
antaranya terdiri dari: pihak regulator, dan asosiasi profesi; pengguna jasa AP/KAP; Lembaga
lainnya yang merupakan mitra atau partner dalam berusaha, dalam bidang jasa asurans, maupun
jasa non asurans. Pada bagan 2.1 tersebut di atas, lingkungan ekonomi yang terkait dengan
profesi Akuntan Publik adalah sebagai berikut:
b. Institute Akuntan Publik Indonesia (IAPI). IAPI merupakan wadah atau asosiasi profesi
akuntan Publik di Indonesia. Setiap AP wajib bergabung dalam wadah IAPI. IAPI berwenang
memberikan evaluasi atas kualitas AP, meregulasi fee audit, mengatur keanggotaannya,
menerbitkan SPAP, serta mengadakan PPL bagi para anggotanya. Setiap AP berkewajiban
mengikuti PPL yang diselenggarakan oleh IAPI, dan asosiasi lainnya yang sesuai dengan
kompetensi yang dibtuhkan para AP, sehingga paling sedikit wajib memperoleh 30 SKP. AP
berkewjiban membayar iuran anggota secara tahunan, dan berhak untuk dipilih dan memilih
sebagai pengurus IAPI.IAPI merupakan asosiasi yang merupakan wadah dari para AP. IAPI
merupakan regulator, dalam kaitannya dengan segala ketentuan terkait standar profesi dank
ode etik yang berlaku bagi AP/KAP.
c. Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sebelum berdirinya OJK, maka
Bank Indonesia turut mengatur setiap AP/KAP yang bekerja memberikan jasa profsinya di
lingkungan perusahaan perbankan, baik pada Bank Umum, Bank Perkreditan Rakyat (BPR),
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Setelah OJK berdiri, maka fungsi pengawsan AP
dilakukan oleh OJK. Perbedaan reguasi AP dan KAP yang dilakukan oleh Bank Indonesia,
dengan AP yang diregulasi oleh OJK adalah aturan mainnya. Ketika AP diatur oleh Bank
Indonesia, maka AP tidak pernah mengeluarkan sejumlah dana untuk memelihara tanda
terdaftar sebagai auditor Bank pada Bank Indonesia;; sedangkan ketika AP/KAP diawasi
oleh OJK, maka sejak saat itu, para AP berkewajiban membayarkan iuran tahunan, dan iuran
lainnya yang sifatnya variabel, yang dihitung dari pendapatan fee per proyek yang dikerjakan
oleh AP/KAP tersebut. OJK dan Bank Indonesia dapat disebut sebagai mitra dalam berusaha,
sekaligus dapat dipandang sebagai regulator dalam kaitannya dengan pelaksanaan fungsi
pengawasan terhadap perusahaan yang termasuk perusahaan publik (Tbk), maupun
23
perusahaan yang bergerak dalam jasa keuangan, seperti abnk, asuransi, dana pensiun, dan
yang sejenisnya.
e. Dirjen Pajak Kementrian Keuangan Republik Indonesia. Dirjen Pajak (DJP) sebagai
fiskus mewajibkan setiap AP/KAP terdaftar dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak
(NPWP). Bagi KAP tertentu, yang mempunyai jumlah peredaran usaha melebihi batasan
sebagai Pengusaha Kecil (omset lebih dari Rp. 600 juta setahun), berkewajiban mendaftarkan
diri dan ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. AP dan KAP setiap setahun sekali wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan (SPT WP dan SPT OP). AP juga
menjadi mitra bagi DJP, dalam rangka mengamankan penerimaan pajakn Negara.
f. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK merupakan satu satunya lembaga pemeriksa
keuangan Negara di Indonesia. BPK merupakan mitra kerja dari AP/KAP. BPK dapat
bekerja bersama untuk melaksanakan proses audit terhadap setiap entitas pemerintahan,
maupun entitas perusahaam milik Negara/perusahaan milik Daerah. Selama ini, BPK telah
memberikan kepercayaan kepada AP/KAP yang terdaftar di BPK untuk melaksanakan
pemeriksaan laporan keuangan dari entitas pemerintah; AP juga dipercaya untuk
melaksanakan audit laporan keuangan dari setiap perusahaan milik Negara/milik Daerah.
g. Aparat Penegak Hukum (APH), seperti Kepolisian Negara, Kejaksanaan merupakan mitra
kerja dalam kaitannya upaya penegakan hukum, atau dalam kaitannya upaya penyelesaian
sengketa hukum. APH dapat dipandang sebagai pengguna jasa, dan sekaligus mitra dalam
rangka upaya penegakan hukum. AP dapat membantu menghitung kerugian keuangan
Negara dalam kasus dugaan korupsi; dan menjadi saksi ahli dalam penyesesaian perkara di
pengadilan; maupun diminta menjadi mitra dalam penanganan kasus sengketa hukum.
24
i. International Financial Accounting Committee) (IFAC), dan Asean CPA. Keduanya
merupakan asosiasi profesi akuntan profesional, dan akuntan publik, skala regional maupun
skala internasional. Keduanya dapat dipandang sebagai regulator, yang mengatur segala
sesuatunya terutama terkait dengan standar akuntansi keuangan, kode etik, dan standar
pemeriksaan.
Persayaratan utama untuk menjadi AP dan mendidirkan KAP adalah seseorang harus sudah
memiliki ijasah dalam bidang akuntansi, dan telah dinyatakan lulus ujian sertifikasi Akuntan
Publik (lulus ujian CPA). Untuk selanjutnya, dengan berbekal latar belakang pendidikan
akuntansi, dan lulus ujian sertifikasi CPA, dan ditambah dengan persyaratan berpengalaman
sebagai auditor dari KAP atau dari lembaga auditor sejenisnya, maka calon Akuntan Publik
dapat mengajukan permohonan kepada Meneri Keuangan RI (P2PK).
Pada pasal 6 UU Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik. Beberapa persyaratan sebagai
Akuntan Publik adalah berikut ini.
1. Calon AP telah lukus ujian sertifikasi CPA, yang diselenggarakan oleh IAPI.
2. Calon AP telah berpengalaman sebagai auditor, minimal 3 tahun dari Kantor Akuntan
Publik atau lembaga auditor lainnya yang sejenis, Misalnya pengalaman sebagai auditor
dari BPK dan BPKP.
3. Calon AP berdomisili di Indonesia, yang ditunjukkan dengan salinan Kartu Tanda
Penduduk (KTP).
4. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
a. Calon AP tidak pernah dikenai sanksi administratif pencabutan ijin sebagai AP.
b. Calon AP tidak pernah dikenai sanksi pidana penjara yang mempunyai kekuatan
hukum tetap selama 5 tahun atau lebih.
c. Calon AP telah menjadi anggota IAPI, dan telah memperoleh rekomendasi dari
asosisasi profesinya tersebut.
Setelah memperoleh ijin praktek sebagai AP, maka seorang AP harus bergabung dalam
wadah Kantor Akuntan Publik (KAP). Ijin praktek AP diberikan untuk jangka waktu
selama 5 tahun, dan dapat diajukan perpanjangan lagi. Dengan demikian, seorang AP
dapat memnjalanan profesinya minimal mempunyai 2 ijin, yaitu: (a) ijin praktek sebagai
AP, dan (b) ijin usaha Kantor Akuntan Publik (Ijin Usaha KAP). Bentuk usaha KAP ada
dua pilihan, yaitu: (a) KAP Perseorangan, yang namanya disesaikan dengan nama AP
pemegang ijin; (b) KAP Persekutuan, yaitu KAP yang didirikan dan dijalankan oleh
minimal 2 orang AP, dimana salah satu dari AP tersebut bertindak sebagai Pimpinan
Rekan (Managing Partner). KAP bentuk persekutuan dapat berupa gabungan dari nama-
nama AP yang bergabung secara perdata, atau nama salah satu dari AP, dan Rekan.
Misalnya KAP. Rinto dan Rekan, atau nama KAP Rinto & Budi.
Dengan memiliki dua ijin tersebut di atas (ijin AP, dan ijin Usaha KAP), maka seorang
AP dapat menjalankan pekerjaan profesinya, sebagaimana di atur dalam SPAP. AP
tersebut dapat memberikan jasa-jasa profesinya, baik jasa-jasa yang sifatnya asurans, dan
25
jasa non asurans. Namun dalam prakteknya, AP yang demikian, masih kesulitan untuk
memperoleh klien. Beberapa lembaga seperti OJK, Bank Indonesia, BPK, dan Asosiasi
Industri tertentu masih mensyaratkan ada persyaratan khusus, seperti wajib mengikuti
sertifikasi bidang tertentu, dan bergabung dalam wadah asosiasi tersebut. Misalnya, OJK
menyaratkan bahwa setiap AP/KAP yang dapat mengerjakan pekerjaan di dalam wilayah
lembaga/perusahaan yang dalam kewenangan pengawasan OJK, maka setiap AP wajib
terlebih dahulu terdaftar di OJK bidang tertentu. AP tersebut juga wajib membayar iuran
tahunan, maupun iuran yang sifatnya per proyek/legiatan yang dikerjakannya. Dewasa
ini, di OJK setiap AP/KAP yang terdaftar di OJK dapat diklasifikasikan sebagai AP/KAP
terdaftar sebagai AP auditor bidang perbankan; AP terdaftar bidang Pasar Modal; AP
terdaftar sebagai auditor IKMB (Industri Keuangan Non Bank), yang meliputi industri
bidang asuransi, leasing, dan dana pension. Setelah menjadi AP terdaftar di OJK, maka
AP yang bersangkutan mempunyai kewajiban pembayaran iuran dan wajib mengikuti
Pendidikan Profesi Berkelanjutan (PPL) yang diselenggarakan oleh OJK, dalam bidang-
bidang yang sesuai minimal sebanyak 5 satuan kredit poin (5 SKP). Jika semua hal
tersebut tidak dapat dipenuhi, maka tanda terdaftarnya akan dicabut dari OJK, dan AP
yang bersamgkutan dilarang memberikan jasanya di perusahaan-perusahaan dalam
wilayah kewenangan penagwasan OJK.
Kantor Akuntan Publik (KAP) merupakan badan usaha, yang menjadi wadah Akuntan
Publik atau beberapa Akuntan Publik dalam menjalan kegiatan profesionalnya. Pada
Pasal 12 UU Nomor 5 tahun 2011, KAP dapat berbentuk: (a) perseorangan, (b)
Persekutuan perdata, (c) Firma, atau bentuk usaha lain yang sesuai dengan karakteristik
profesi Akuntan Publik, yang diatur dengan Undang-Undang. Pada saat ini, bentuk badan
usaha KAP yang ada di Indonesia adalah bentuk perseorangan, dan persekutuan perdata
dan Firma: sementara bentuk usaha jenis lainnya belum ada dan belum diatur lebih lanjut.
Pada Pasal 18 UU Nomor 5 tahun 2011, diatur tentang persyaratan untuk memperoleh
ijin usaha KAP. Beberapa syarat yang harus dipenuhi, bagi pemohon ijin usaha KAP
antara lain berikut ini.
a. Terdapat kantor atau tempat untuk menjalankan usaha yang berdomisili di wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (terpisah dari rumah tinggal AP).
b. Mempunyai Nomor Pokok Wajib Pajak Badan untuk KAP yang berbentuk usaha
persekutuan perdata dan firma atau Nomor Pokok Wajib Pajak Pribadi untuk KAP
yang berbentuk usaha perseorangan;
c. Paling sedkit memmpunyai 2 (dua) orang tenaga kerja profesional pemeriksa di
bidang akuntansi (auditor);
d. memiliki rancangan sistem pengendalian mutu KAP;
e. membuat surat pernyataan dengan bermeterai cukup bagi bentuk usaha perseorangan,
dengan
mencantumkan paling sedikit: (a) alamat Akuntan Publik; (b) nama dan domisili
kantor; (c) maksud dan tujuan pendirian kantor; (d) memiliki akta pendirian yang
dibuat oleh dan dihadapan notaris bagi bentuk usaha persekutuan dan Firma;
26
Ketentuan tersebut di atas sebelum diatur dalam UU Nomor 5 tahun 2011, sudah pernah
diatur dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan No. 17/PMK.01/2008 tentang Jasa
Akuntan Publik.
Jika KAP Persekutuan, maka dalam mengajukan ijin usaha KAP Persekutuan, perlu
menyampaikan sedikitnya informasi tentang: (a) nama Rekan; (b) alamat Rekan; (c)
bentuk usaha; (d) nama dan domisili usaha; (e) maksud dan tujuan pendirian kantor; (f)
hak dan kewajiban sebagai Rekan; dan (g) penyelesaian sengketa dalam hal terjadi
perselisihan di antara Rekan. Persyaratan ini sama baik untuk memohon ijin usaha KAP
untuk kantor Pusat, maupun Kantor Cabang KAP (Peraturan Menteri Keuangan No.
17/PMK.01/2008, dan Pasal 18 UU Nomor 5 Tahun 2011).
AP/KAP yang telah diberikan ijin oleh Menteri Keuangan, dalam upayanya
mengembangkan usahanya dapat melakukan kerja sama antar KAP dan atau membuka
Kantor Cabang KAP. Kerja sama antar KAP ada dua kemungkinan, yaitu KAP lokal
Indonesia melakukan kerja sama dengan KAP Asing di luar negeri, sehinga terdapat
kerjasama jaringan KAP antar Negara. Jaringan KAP semacam ini, dimana KAP Lokal
Indonesia yang bekerja sama dengan KAP asing, dan menjadi bagian dari kegiatan usaha
KAP asing tersebut di Indonesia, maka telah terbentuklah jaringan Organisasi Auditor
Asing (OAA) atau Kantor Akuntan Publik Asing (KAPA). Ketentuan membentuk OAA
dan atau KAPA diatur dalam ketentuan UU Nomor 5 tahun 2011 pada Pasal 27 ayat 4.
Jika sesame KAP lokal di Indonesia, bermaksud mengembangkan kerja sama antar KAP,
maka pilihannya bias melakukan merger, dan atau membentuk Organisasi Auditor
Indonesia (OAI). Jika terjadi merger antar KAP, maka identitas atau nama salah satu
KAP atau beberapa KAP yang demerger identitasnya hilang, dan yang muncul KAP baru,
hasil merger, dengan menggunakan gabungan nama AP, yang melakukan merger, atau
membentuk KAP Baru dengan nama salah satu AP sebagai Pimpinan Partner, dan nama-
mana AP yang ikut merger diberikan identitas”KAP XXX dan Rekan”. Contohnya,
semula KAP AB, berencana bergabung dengan KAP C, maka KAP hasil penggabungan
dari kedua KAP tersebut dapat membentuk KAP baru, dengan pilahan nama menjadi:
a. KAP AB & Rekan,
b. KAP A,B,C, atau
c. KAP AB & C.
Setelah terajdinya penggabungan antara KAP AB dan KAP C, ijin lama dari KAP AB,
dan ijin lama dari KAP. C, dinyatakan tidak berlaku lagi; dan akan diterbitkan ijin yang
baru sesuai dengan naka KAP yang baru tersebut.
Kerja sama antar KAP lokal di Indonesia, tanpa harus menghilangkan/meniadakan nama
dan identitas dari masing-masing KAP adalah dengan cara dua KAP atau lebih secara
bersama-sama memebtuk Organisasi Auditor Indonesia (OAI). OAI adalah adalah bentuk
kerja sama antar KAP lokal di Indonesia. Tujuan pembentukan OAI misalnya dikaitkan
dengan upaya peningkatan kualitas sistem pengendalian mutu KAP; memperluas jaringan
KAP, sehingga dapat memperluas pangsa pasarnya; pengaturan standard an mutu dalam
27
pembuatan Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP); atau untuk tujuan sharing sumber daya
yang dimilik antar KAP, yang tergabung dalam OAI. Ketentuan membuat dan
mendirikan OAI diatur pada Pasal 33 UU Nomor 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik.
Yang perlu diperhatikan, bahwa setiap bentuk perubahan ijin usaha, baik dalam bentuk
merger antar KAP, keluarnya salah satu partner KAP, pembentukan KAPA atau OAA,
pembentukan OAI, dan pembukaan Kantor Cabang KAP, semuanya wajib dimintakan
ijin kepada Menteri Keuangan (P2PK). Pembentukan Kantor Cabang KAP, hanya
diperbolehkan jika di kota dimana Kantor Cabang KAP tersebut dibuka, maka di situ
harus ada minimal salah sati AP yang bertanggung jawab untuk memimpin Kantor
Cabang KAP. Dengan kata lain, Kantor Cabang KAP tidak boleh dibuka, tanpa adanya
AP yang memimpin Kantor Cabang KAP tersebut, sesuai dengan domisilinya. KAP
dilarang membuka kantor perwakilan, kantor pemasaran, dan sejenisnya tanpa adanya
salah satu AP yang ditugaskan untuk bertanggungjawab atas unit usaha dari KAP
tersebut.
Sebelum dikenal adanya Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), pada awal tahun
1990-an, maka auditor pada lingkungan Kantor Akuntan Publik, pada waktu itu telah
memiliki Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA). NPA merupakan pedoman bagi para
akuntan Publik, pada kala itu untuk menjadi pedoman dalam menjalankan pekerjaan
profesinya sebagai auditor. NPA terbit bersamaan dengan adanya Prinsip – Prinsip
Akuntansi Indonesia (PAI). Jika NPA merupakan pedoman bagi pemberian jasa
pemeriksaan/audit atas laporan keuangan, maka PAI kedudukannya merupakan pedoman
penyelenggaraan pencatatan akuntansi dan pedoman dalam menyusun laporan keuangan
perusahaan, khususnya perusahaan-perusahaan swasta. BUMN, dan perusahaan lainnya,
terutama yang merupakan perusahaan publik, yang tercatat di Bursa Saham (Bapepam).
Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) untuk pertama kalinya diterbitkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI), pada tahun 1976 (PAI 1976); selanjutnya PAI mengalami revisi
pada tahun 1986 (PAI 1986). PAI 1986 akhirnya digantikan dengan terbitnya Standar
Akuntansi Keuangan (SAK), yang merupakan hasil adaptasi dari Generally Accepted
Accounting Principles dari United State (US GAAP), pada tahun 1994. Ketika PAI telah
digantikan oleh SAK, maka Norma Pemeriksaan Akuntan (NPA), pada akhirnya juga
digantikan dengan terbitnya Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). SPAP
merupakan hasil adaptasi dari Standar Audit yang ada di Amerika Serikat. Baik SAK,
dan SPAP resmi menjadi pedoman/standar professional bagi profesi akuntan di
Indonesia. Keduanya menjadi referensi atau acuan dan materi ajar bagi calon – calon
tenaga akuntan dari Perguruan Tinggi di Indonesia; Dalam perkembangannya, baik SAK
dan SPAP mengalami beberapa perubahan dan revisi beberapa kali. Pada waktu itu,
28
sampai dengan pertengahan tahun 2007, di Indonesia hanya ada satu wadah profesi
akuntan, yaitu Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).
Berikut ini pokok-pokok materi yang diatur dalam buku SPAP (2011) terbitan IAPI.
SPAP ini merupakan panduan bagi para praktisi Akuntan Publik dan pihak-pihak yang
bekerja di dalam lingkungan KAP. SPAP merupakan buku pedoman auditor, yang
merupakan kodifikasi dari 6 standar profesional bagi AP.
Kode etik merupakan standar perilaku etis, yang mengatur sikap dan perilaku para
akuntan di Indonesia. Kode Etik Akuntan di Indonesia, dikembangkan oleh IAI (2000).
Kode etik akuntan meliputi empat (4) bagian utama, yaitu: (a) Prinsip-Prinsip etika; (b)
Aturan etika, (c) Interpresi etika, dan (d) Tanya jawab. Pada waktu itu (sejak awal berdiri
tahun 1957 s/d tahun 2008, IAI merupakan satu-satunya wadah bagi semua profesi
akuntan di Indonesia. Pada masa tersebut, IAI berperan penting dalam merumuskan dan
menetapkan adanya Standar Akuntansi Keuangan (SAK), Standar Profesional Akuntan
Publik (SPAP), dan Kode Etik Akuntan Indonesia.
Dalam wadah IAI, dibuka beberapa kompartemen – IAI khusus anggotanya, yang sesuai
dengan bidang pekerjaan masing-masing. Pada masa itu, IAI mengelompokkannya
menjadi beberapa kompartemen, berikut ini.
a. IAI – KAP, yaitu IAI yang beranggotakan Akuntan Publik; sehingga diberikan nama
Ikatan Akuntan Indonesia – Kompartemen Akuntan Publik. Sejalan
denganprkembangannya, dan tuntutan regulasinya yang terkait dengan profesi
Akuntan Publik, maka pada pertengahan tahun 2007, IAI – KAP berubah nama dan
menjadi lembaga asosiasi akuntan yang baru, disebut Institute Akuntan Publik
29
Indonesia (IAPI). Dengana kata lainnya, IAPI merupppakan anak sulung dari IAI,
yang akhiiirrrnya telllahhh dewasa, dan berdiri sendiri, serttta mengelola rumah
taaanggggannya sendiri sampai dengan sekarang. Namun demkian, IAPI merupakan
baagaaaiiin dari IAI secara kelembagaan dalam asosiasi profesi.
c. IAI – KPd, yaitu Ikatan Akuntan Indonesia, Kompatermen Akuntan Pendidik. IAI –
KPd beranggotakan pada dosen dan guru akuntansi dari berbagai berbagai Perguruan
Tinggi di tanah air. Kegiatan tahunan bergensi yang dikomdoi oleh IAI KPd adalah
forum Simposium Nasional Akuntansi (SNA), yang merupakan agenda kegiatan
ilmiah tahunan, yang diselenggarakan oleh IAI, yang memaparkan hasil-hasil riset
bidang akuntansi di Indonesia. KegiatanSNA telah berlangsung selama 20 kali,
merupakan agenda tahunan IAI, khususnya IAI – KPd.
d. IAI –KSAP, yaitu Ikatan Akuntan Indonesia Kompatermen Akuntan Sektor Publik.
Keanggotaan IAI – KSAP terdiri dari para praktisi akuntansi sector Publik, terutama
para pegawai negeri, auditor dari lingkungan BPK, dan auditor maupun pengawas
keuangan Negara/APIP yang bekerja di lingkungan Kantor BPKP, Irjend, pada
Kementrian/Lembaga Negara, dan APIP pada Inspektorat Daerah, yang bekerja
dalam bidang akuntansi sector Publik, dan pengawasan keuangan Negara/Keuangan
Daerah.
Pada masa itu, keberadaan dari Akuntan Syariah, dan Akuntan Pajak masih belum
terbentuk tersendiri sebagai sebuah kompartemen. Adanya Akuntan Syariah, yang
tergabung dalam wadah IAI – KAS, keanggotaan Akuntan Pajak, yang tergabung
dalam kompartemen Akuntan Pajak (IAI – KAPj) baru terbentuk belakangan ini,
setelah tahun 2008. Seiring dengan adanya perkembangan dan kemajuan dalam
bidang akuntansi syariah, dan bidang akuntansi perpajakan, maka di dalam organisasi
IAI terdapat IAI – KAS (Kompartemen Akuntan Syariah), dan IAI – Kompaterman
Akuntan Pajak. IAI – Kompatemen Akuntan Pajak, beranggotakan para praktisi
bidang akuntansi perpajakan, misalnya para pegawai dari dirjen Pajak Kementrian
Keuangan, serta konsultan pajak swasta, dan para pegiat akuntansi pajak lainnya.
30
keuangan syariah, dan profesi akuntan yang tertarik dan bergabung sebagai akuntan
syariah. Dengan kata lain, IAI – KAS, dan IAI- KAPj merupakan komprtemen baru
dalam wadah organisasi IAI sekarang ini.
Kode Etik Akuntan Publik yang beralku pada tahun 2000 s/d 2010; merupakan kode etik
adalah kode etik akuntan, yang dibuat dan ditetapkan oleh IAI (2000). Kode Etik
tersebut, terbagi menjadi empat bagian utama, yaitu: prinsip-prinsip etika, aturan etika
akuntan kompartemen, standar tehnis, dan Tanya jawab. Prinsip-prinsip etika merupakan
standar perilaku dasar yang harus dimiliki oleh setiap akuntan professional, apapun
bidang profesinya; sedangkan aturan etika merupakan standar tehnis yang merupakan
turunan nilai – nilai dari prinsip etika, dan menjadi dasar dalam merumuskan standar
perilaku khusus, yang hanya berlaku bagi kalangan akuntansi kompartemen khusus,
misalnya IAI - Kompartemen Akuntan Publik (IAI – KAP).
Bagan berikut ini menggambarkan hubungan di antara bagian-bagian dalam kode etik
akuntan Indonesia.
Prinsip-prinsip etika akuntan, mengikat dan mengatur untuk semua jenis akuntan, yang
ada dalam wadah IAI; sedangkan aturan etika, hanya mengatur profesi Akuntan Publik
saja, yang tergabung dalam IAI - Kompartemen Akuntan Publik (IAI – KAP).
Pertanyaannya selanjtnya adalah “bagaimana dengan aturan etika untuk akuntan, selain
akuntan Publik?. Pada saat itu, akuntan selain Akuntan Publik, masih belum mempunyai
aturan etika tersendiri, dan sebagian besar belum merumuskannya. Aturan etika untuk
akuntan selain Akuntan Publik, menjadi tugas dari masing-masing pengurus
kompartemennya untuk merumuskan aturan etika yang relevan, dan selanjutnya akan
dikonsultasikan dengan Dewan Pengurus Nasional IAI, untuk dapat ditetapkan sebagai
aturan etika untuk setiap kompartemen akuntan, yang ada saat ini. Prinsip-prinsip etika
akuntan meliputi:
a. tanggung jawab profesi,
b. kepetingan umum,
c. Intergritas,
d. Obyektivitas,
e. Kompetensi dan kehati-hatian professional,
f. kerahasiaan,
g. Perilaku professional, dan
h. Standar tehnis.
Pada bagan berikut ini, digambarkan pokok-pokok materi yang diatur dalam kode etik
akuntan di Indonesia, yang dikembangkan oleh IAI (2000). Ada empat bagian, yang
dikodefikasi menjadi kode etik akuntan Indonesia.
31
Bagan 2.2: Struktur Kode Etik Akuntan Publik (IAI, 2000)
Dalam perkembangannya, SPAP yang semula dibuat oleh IAI, mengalami beberapa
revisi dan perubahan, dan pada akhirnya SPAP menjadi tanggung jawab IAPI untuk
menetapkannya. Sebelum sepenuhnya para Akutan Publik beralih menggunakan ISA
(2015), maka IAPI tetap beredoman pada SPAP hasil revian pada tahun 2011. Di
dokumen SPAP edisi revisi oleh IAPI (Bulan Maret 2011), kode etik sebagaimana yang
telah dikembangkan sebelumnya dijadikan satu dengan standar professional Akuntan
Publik, yang lainnya, seperti standar atestasi, standar jasa akuntansi dan review, standar
jasa konsultasi, serta standar pengendalian mutu. Sebagai ilustrasi, pada bagan berkut ini
digambarkan SPAP Edisi Desember 2011.
32
Bagan 2.3: Ilustrasi SPAP (2011), dan 6 Tipe Standar Profesioan AP
I. STANDAR AUDITING
Salah satu bagian dari SPAP adalah Standar Auditing (SA), yang ditetapkan dalam Pernyataan
Standar Auditing (PSA). PSA berisikan semua ketentuan, dan pedoman utama, yang wajib
menjadi pedoman bagi Profesi Akuntan Publik, dan Kantor Akuntan Publik (AP/KAP). Setiap
AP/KAP wajib patuh terhadap PSA tersebut. PSA menagtur tiga hal utama, yang merupakan
bagian utama dari SA, yaitu Standar Umum; Standar Peekrjaan lapangan; Standar Pelaporan;
serta Interprestasi resmi tentang PSA (IPSA) itu sendiri. IPSA merupakan tafsir resmi, yang
dibuat oleh IAI terhadap PSA, sehingga diharapkan tidak ada multi tafsir dalam menjalankan,
dan menjadikan pedoman dalam berpraktek sebagai AP, dan menjelankan usaha KAP. PSA, dan
IPSA merupakan pedoman wajib bagi setiap AP/KAP yang berparaktek di Indonesia. PSA terdiri
dari 3 bagian umum, yaitu: (a) Standar Umum, (b) Standar Pekerjaan Lapangan, dan (c) Standar
Pelaporan.
I.1, Standar Umum berisi tiga hal, yaitu mengatur tentang persyaratan khusus yang wajib
dimiliki oleh seorang auditor, yaitu persyaratan terhadap kompetensi, dan sikap mental
yang harus dimiliki oleh seorang auditor. Bahwa auditor dalam menjalankan fungsi
perikatan, wajib bersikap independen, baik secara fakta, maupun dalam penampilannya.
Sikap independen mutlak dipersyaratkan bagi auditor yang menjalankan pemerikatan
bidang pemeriksaan, Selain, itu auditor juga wajib menggunakan kemahiran profesionalnya
secara cermat dan seksama.
I.2. Standar Pekerjaan Lapangan (SPL). SPL berisi 3 hal, yaaitu adanya kewajiban AP
membuat perencanaan dengan sebaik-baiknya ketika akan melaksanakan fungsinya; AP
wajib memahami sistem pengendalian intern kliennya, sebelum malaksanakan
pemeriksaan; dan mengatur tentang perlunya ada bukti-bukti audit yang cukup, dan
kompeten, yang diperoleh selama proses perikatan pemeriksaan.
33
I.3. Standar Pelaporan (SP). SP mengatur 4 hal yang utama, yaitu: AP wajib menyatakan
apakah laporan keuangan yang diperiksanya telah patuh dan sesuai dengan Prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (PABU). Pengertian PABU dalam hal ini
adalah Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku. Kedua, jika ada perubahan dalam
penerapakan PABU/SAK dengan tahun-tahun sebelumnya, maka auditor harus
menjelaskan adanya ketidakkonsistenan dalam penerapan SAK, serta pengaruhnya dalam
laporan keuangan perusahaan; perlunya membuat pengungkapan laporan keuangan secara
memadahi, dan pada umumnya laporan keuangan perusahaan disajikan secara komparatif.
Keempat, laporan hasil pemeriksaan wajib memberikan opini auditor independen, sesuai
dengan hasil pemeriksaan, dan bukti-bukti audit yang diperolehnya.
Hirarki Standar Auditing, secara konsep terbagi menjadi 3 bagian, yaitu Standar Umum (3),
Standar Pekerjaan Lapangan (SPL, 3), dan Standar Pelaporan (SP, 4). Selanjutnya semua hal
yang diatur dalam 3 bagian Standar tersebut disbut sebagai Pernyataan Standar Auditing
(PSA). Untuk membantu memahami PSA, dan untuk menghindari adanya interprestasi yang
keliru atas PSA, maka diterbitkannya Interpestasi Pernyataan Standar Aduting (IPSA).
34
Laporan Hasil Pemeriksaan.
Laporan Hasil Pemeriksaan atas laporan keuangan historis (general audit), berupa opini
auditor independen. Opini audit dapat diberikan dalam bentuk opini: (a) Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP); (b) Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP); (c) opini tidak wajar,
dan (d) Opini auditor yang tidak memberikan pendapat (disclaimer opinion). Jika auditor
terpaksa memberikan opini selain dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian, maka auditor
harus memberikan alasannya, mengapa auditor tidak dapat memberikan opini WTP tersebut.
Pada bagan berikut ini digambarkan struktur dan hirarki SPAP, edisi Maret 2011, yang
ditetapkan oleh IAPI.
Laporan Hasil Pemeriksaan untuk penugasan audit khusus, seperti audit kepatuhan, audit
kinerja, dan pemeriksaan khusus jenis lainnya berupa laporan yang disajikan secara tertulis,
tang minimal memuat: (a) Gambaran audit, (b) Tujuan audit, (c) Tehnik dan Prosedur audit
yang dilakukan, Kapan waktunya, di mana audit dilakukan, obyek auditnya apa?; (d)
kesimpulan, berupa temuan pemeriksaan, dan (e) rekomendasi hasil pemeriksaan.
Prinsip etika merupakan panduan bagi anggota IAI, yang menjadi pedoman dalam memenuhi
tanggung-jawab profesionalnya, dan menjadi dasar perilaku yang etis dalam menjalankan
pekerjaan profesinya.
36
J. 2. ATURAN ETIKA AKUNTAN PUBLIK
Semua Prinsip Etis tersebut di atas berlaku untuk semua profesi akuntan, dan bukan saja untuk
akuntan Publik, sedangkan aturan etikan merupakan pedoman khusus bagi praktisi akuntan
publik. Struktur Aturan etikan bagi AP/KAP yang diatur dalam SPAP (IAI, 2000) adalah seperti
berikut ini.
Aturan Etika Akuntan Pblik dikodefikasi sebagai bagian dari standar profesional, sebagai kode
etik profesi. Aturan etika Akuntan Publik mengikat bagi semua AP, yang bergabung dalam
wadah Kantor Akuntan Publik (KAP), yang merupakan bagian dari IAI – KAP. Aturan Etika
terdiri dari beberapa sub aturan, yang dimulai dengan
1. Kode: 100, tentang Independensi, Integritas, dan Obyektivitas.
2. Kode 200: Standar Umum dan Prinsip Akuntansi.
3. Kode 300: Tanggung Jawab Kepada Klien.
4. Kode 400: Tanggung Jawab Kepada Rekan seprofesi.
5. Kode 500: Tanggung jawab dan Praktek lainnya.
Selanjutnya secara ringkat, gambaran struktur Aturan Etika AP dapat digambakan dalam bagan
berikut ini
37
Berikut ini disarikan dari pokok-pokok aturan etika akuntan publik dari SPAP,Kode Etik
Akuntan yang dikeluarkan oleh IAI (2000), dalam SPAP Edisi 2002)
101. Independensi
Salah satu diperlukannya kode etik adalah untuk menjaga sikap mental independensi AP dalam
mejalankan pekerjaan prfesinya, karena tanda adanya indepedensi, maka pekerjaan profesi
auditor suliat dipercaya Publik atau dirakukan kualitasnya. Independensi maksudnya adalah
bahwa akuntan tidak mudah dipengaruhi, karena ia bekerja untuk kepentingan umum. Diatur
dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI, anggota KAP harus
mempertahankan sikap mental independen, yaitu dalam fakta (in facts) maupun dalam
penampilan (in appearance).
Hal-hal yang merusak independensi bagi Akuntan Publik, di antaranya seperti keadaan berikut
ini.
1. Ada hubungan keuangan dengan klien.
2. Pengangkatan dalam perusahaan.
3. Memberikan jasa lain kepada klien audit.
4. Hubungan personal dan keluarga.
5. Penerimaan fee dari klien yang diterima akuntan publik bersangkutan.
6. Honorarium kontinjensi.
7. Barang dan jasa yang diterima dari klien.
8. Kepemilikan modal.
9. Patner pendiri.
10. Ancaman atau tindakan litigasi.
38
102. Integritas dan Objektivitas
Dalam menjalankan penugasan, AP/KAP wajib mempertahankan integritas dan obyektivitasnya.
AP harus bebas dari benturan kepentingan, dan tidak boleh memihak, serta tidak boleh
memberiarkan faktor penyebab terjadinya salah saji material, yang diketahunya, atau dilarang
mengalihkan atas pertimbangannya kepada pihak lainnya.
39
laporan atau data akan menyesatkan apabila tidak memuat penyimpangan seperti itu, dengan
cara mengungkapkan penyimpangan dan estimasi dampaknya (bila praktis), serta alasan
mengapa kepatuhan atas prinsip akuntansi yang berlaku umum akan menghasilkan laporan
yang menyesatkan.
Fee kontinjen adalah fee yang ditetapkan untuk pelaksanaan suatu jasa profesional tanpa adanya
fee yang akan dibebankan, kecuali ada temuan atau hasil tertentu dimana jumlah fee tergantung
pada temuan atau hasil tertentu tersebut.
a. Fee dianggap tidak kontinjen jika ditetapkan oleh pengadilan atau badan pengatur atau dalam
hal perpajakan, jika dasar penetapan adalah hasil penyelesaian hukum atau temuan badan
pengatur.
40
b. Anggota KAP tidak diperkenankan untuk menetapkan fee kontinjen apabila penetapan
tersebut dapat mengurangi indepedensi.
502. Iklan, promosi dan kegiatan pemasaran lainnya. Anggota KAP dalam menjalankan
praktik akuntan publik diperkenankan mencari klien melalui pemasangan iklan, melakukan
promosi pemasaran dan kegiatan pemasaran lainnya sepanjang tidak merendahkan citra profesi.
Iklan AP/KAP pada umumnya berbeda dengan iklan untuk jenis usaha lainnya. Contoh iklan
yang diperkenankan antara lain, dengan: menyebarkan/memberikan kartu nama kepada calon
kliennya; iklan di media sosial, dan surat kabar, yang tidak merendahkan citra profesi, dan tidak
merusak citra rekan seprofesinya; AP memebrikan ceramah atau iklan dalam bentuk kegiatan
ilmiah seperti sebagai spansor kegiatan seminar/workshop/diklat, dan sejenisnya.
504. Bentuk Organisasi dan Nama KAP. AP/KAP hanya diperkenankan melakukan praktek
dalam wadah organisasi yang diijinkan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
atau yang tidak menyesatkan dan merendahkan citra profesi.
(Sumber: IAI. SPAP Edisi 2002).
41
K. PERKEMBANGAN STANDAR AKUNTANSI GLOBAL
Seiring dengan adanya akuntansi didunia luar, yang semakin cepat, maka regulasi akuntansi di
Indonesia turut terpengaruh dari adanya perubahan tersebut. Lingkungan ekonomi dan bisnis
yang telah berubah, berdampak adanya perubahan dalam sistem akuntansi yang berlaku. Pada
awalnya, kiblat akuntansi yang ada di Indonesia adalah akuntansi yang berkemabng di benua
Amerika. Sejak tahun 2008, arah kiblat akuntansi di Indonesia telah berubah. Mayoritas Negara-
negara di dunia telah sepakat mengadopsi International Financial Accounting Standard (IFRS)
atau International Accounting Standard (IAS), yang dikembangkan oleh Asosiasi Akuntan
Internasional, yaitu International Accounting Financial Committee (IASC), yang berkembang
menjadi International Accounting Standard Board (IASB).
Dalam bidang Akuntansi Pemerintahan (Akuntansi Sektor Publik), pada awal tahun 2000-an, di
Indonesia telah terjadi reformasi dalam sistem pengelolaan keuangan Negara, yang ditandai
dengan lahirnya paket Undang Undang tentang Pengelolaan Keuangan Negara. Yang dimaksud
paket UU Pengelolaan Keuangan Negara adalah: (a) UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara; (b) UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan (c) UU
Nomor 15 Tahun 2004, tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.
Pertanyaannya lalu apa hubungannya dengan perubahan dengan standar auditing? Jawaban atas
pertanyaan tersebut dapat dijelaskan seperti berikut ini.
1. Sebelum tahun 2005, di Indonesia tidak ada atau belum memiliki Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP). Akuntansi Pemerintahan di Indonesia dalam masa-masa sebelum tahun
2005, masih menggunakan sistem akuntansi yang tradisional, yaitu sistem akuntansi anggaran,
berbasis kas, bahkan menggunakan sistem tata buku tunggal. Akibatnya, sampai dengan tahun
2005, Pemerintah di Indonesia tidak dapat mengetahui informasi tentang berapa total aset
pemerintah, berapa total kewajiban pemerintah, dan berapa total kekayaan bersih yang dikuasai
Pemerintah. Entitas Pemeritah belum dapat membuat dan menyajikan Neraca Pemerintahan.
2. Keputusan strategis yang dibuat waktu itu adalah, perlunya mengadopsi International Publik
Sector Accounting Standard (IPSA). Pada akhirnya diputuskanlah Pemerintah Indonesia
mengadopsi, dan sekaligus mengadaptasi IPSA, dengan disesuaikan dengan lingkungan dan
regulasi tentang Sistem Pemerintahan di Indonesia, sehingga lahirlah Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP), berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang SAP.
42
3. Terbitnya PP Nomor 24 Tahun 2005, merupakan tonggak awal sejarah baru, adanya akuntansi
pemerintahan Indonesia yang baru, yaitu sistem akuntansi pemerintahan dengan menggunakan
sistem akuntansi berpasangan, dengan cash toward accrual basic (basis kas menuju akrual).
Selanjutnya, PP Nomor 71 Tahun 2010, tentang SAP berbasis akrual. Perubahan dalam bidang
akuntansi pemerintahan, akhirnya berimbas/berdampak juga terhadap adanya perubahan dalam
bidang auditing/pemeriksaan keuangan Negara, serta bidang akuntasi pada sector privat, serta
regulasi yang terkait dengan profesi auditor dan AP/KAP di Indonesia.
4. Dalam bidang akuntansi sector bisnis/akuntansi komersial, IAI sepakat mengubah SAK, yang
telah ada dengan SAK yang baru, yang berbasis IFRS. Keputusan adpasi secara gradual terhadap
IFRS menjadi SAK telah dimulai sejak awal tahun 2008, dan prosesnya masih terus berlangsung
sampai dengan sekarang. IFRS hasil adaptasi telah mengubah penerapakan akuntansi keuangan,
yang semula rule based, berubah menjadi principles based. Dampak dari adopsi IFRS sangatlah
luas berpengaruh dalam perkembangan akuntansi di Indonesia. Pengaruhnya mulai dari adanya
pengaruh dalam duania pendidikan akuntansi, perlunya pengembangan kebijakan akuntansi baru
dalam setiap perusahaan, dan sebagainya. Penerapan IFRS sebagai Standar Akuntansi Keuangan
yang bersifat nasional terkendala soal bahasa yang digunakan, serta terkendala dalam ketidak
siapan sumber daya manusia yang ada pada perusahaan, terutama perusahaan berskala menengah
dan kecil. Akibatnya, menimbulkan kegaduhan di antara kalangan profesi akuntansi di tanah air,
dan kegelisahan di antara para praktisi akuntansi di Perusahaan, berskala menengaha dan kecil.
Akibat selanjutnya, IAI perlu mengembangkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Akuntansi
Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP, 2010), dan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Mikro,
Kecil dan Menengah (SAK EMKM, 2018).
5. Dalam bidang auditing, profesi AP/KAP juga mengalami perubahan yang besar. Lahirnya UU
Nomor 5 tahun 2011 tentang Akuntan Publik, telah berdampak luas terhadap profesi akuntansi
Publik, dan persyaratan yang wajib dimiliki oleh seorang Akuntan Publik. Persyaratan untuk
menjadi AP dan mendirikan KAP semakin sulit, terutama terkait dengan persyaratan masuk
menjadi AP, yang terkait dengan kualifikasi pendidikan akuntansi, serta adanya kewajiban
sertifikasi dan lulus ujian CPA. Sejalan dengan telah dilakukan adopsi IFRS menjadi SAK umum
di Indonesia oleh IAI, maka IAPI mengikuti langkah-langkah IAI. IAPI memetuskan untuk
mengubah SPAP yang bersumber dari Standar Audit Amerika, berubah menjadi SPAP yang
baru, yaitu SPAP yang dikembangkan berbasis International Standard on Auditing (ISA). Selain
itu, IAI dan IAPI sepakat mengadopsi kode etik akuntan internasional, yaitu kode etik yang
dikembangkan oleh International Accounting Federation Committee (IFAC). Proses adopsi dan
adaptasi baik SAK IFRS, ISA, dank ode etik, sampai sekarang belumlah selesai, dan masih terus
berlangsung.
6. Dalam bidang audit keuangan Negara, Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPKRI)
juga melkukan perubahan dalam Standar Audit Pemerintahan, menjadi Standar Pemeriksaan
Keuangan Negara (SPKN, 2007), dan selanjutnya telah direvisi kembali dan menjadi SPKN pada
tahun 2017. BPK menyadari akan tugas dan tanggung jawabnya yang semakin komplek, dan
menyadari bahwa sumber daya manuasia yang dimiliki sangatterbatas, maka sejak tahun 2010,
mulai dilakukan adanya rekruitmen audito keuangan Negara dari kalangan AK/KAP, untuk
melakukan audit keuangan Negara atas nama BPK. Auditor AP/KAP yang direkrut BPK diawali
dengan adanya kegiatan pelatihan, dan sertifikasi untuk memperoleh AP/KAP terdaftar di
BPKRI. Dalam perkembangannya sampai dengan sekarang, maka terdapat beberapa AP/KAP
terdaftar di BPKRI, dan kepadanya dapat direkruit untuk melaksanakan membantu audit BPK,
43
yang disebut dengan AP/KAP melakukan audit untuk dan atas nama BPK pada atas laporan
keuangan entitas Pemerintahan. Bahakan, terdapat beberapa entitas pelapor keuangan
pemerintah, yang pelaksanaan auditnya menjadi kewenangan BPK, tetapi diserahkan auditnya
kepada AP/KAP terdaftar di BPK, atas penunjukkan oleh Pimpinan BPK atau audit yang
dilakukan oleh AP/KAP atas nama undang-undang (Misalnya penugasan audit laporan keuangan
pada Perusahaan BUMN/BUMD/BLU/BLUD).
7. Dalam bidang audit internal, BPKP dan APIP dari semua jenjang telah melakukan reformasi
dalam banyak hal, terkait dengan adanya perubahan dalam sistem dan tata kelola keuangan
Negara, untuk mengikuti UU Keuangan Negara yang baru. Misalnya, di kalangan APIP telah
dibuat adanya Standar Audit Internal Pemerintah Indonesia (SAIPI), telah dikembangkan kode
etik di setiap kelompok profesi akuntan/auditor di lingkungan pemerintah; dikembangkannya
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), yang telah ditetapkan dalam Peraturan
Peemrintah Nomor 60 tahun 2008 tentang SPIP.
8. Profesi Akuntan Pajak di Indonesia, khususnya auditor bidang perpajakan, juga telah
mengembangkan adanya Standar Pemeriksaan Pajak, serta banyak perubahan dalam hal regulasi
perpajakan di tanah air. Perubahan regulasi dalam sector perpajakan masih terus berlangsung
sampai dengan sekarang ini.
Menanggapi rekomendasi Bank Dunia dan sebagai negara anggota G-20, Indonesia
berkewajiban untuk mengadopsi ISA (International Standards on Auditing). G-20 mendorong
anggotanya menggunakan standar profesi internasional. Audit atas laporan keuangan yang
dimulai pada atau sesudah tanggal 1 Januari 2013 menerapkan ISA. Dalam kaitannya dengan hal
ini, maka regulasi AP/KAP di Indonesia juga mengalami perubahan mendasar. Perubahan
tersebut, utamanya dengan adanya penerapan ISA sebagai ganti dari SPAP yang sudah ada
sebelumnya, dan adopsi kode etik akuntan yang dikembangkan oleh IFAC.
45
46
REFERENSI SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN SPAP YANG BARU
rd
1. Guide to Using ISAs in the Audits of SME, 3 ed. Volume 1 (“Guide, Vol 1”)
rd
2. Guide to Using ISAs in the Audits of SME, 3 ed. Volume 2 (“Guide, Vol 2”)
3. Collings, Steve, “Intepretation and Application of International Standards on
Auditing”, John Wiley & Son, 2011 (“Collings”).
Sumber: IAPI, 2012
Kode Etik AP yang baru (2010), ditetapkan oleh IAPI, dengan menyelaraskan kode Etik Akuntan
Internasional dari IFAC.
a. Dikeluarkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI), di Jakarta Oktober 2008.
Bersumber: Kode Etik IFAC.
b. Mulai berlaku efektif berlaku sejak 1 Januari 2010,
c. Menggantikan Aturan Etika dalam SPAP.
d. Menyelaraskan dengan Standar Profesi Internasional.
e. Mengikat dan mengatur setiap indvidu dalam KAP, atau jaringan KAP, baik anggota IAPI
maupun bukan anggota IAPI, yang memberikan jasa profesional, (baik jasa assurance
maupun jasa selain assurance) kepada pengguna jasa.
f.
47
Apa yang berbeda?
Perbedaan utama antara kode etik AP yang dikembangkan sebelumnya oleh IAI jika
dibandingkan dengan kode etik AP, yang dikembangkan oleh IFAC, sesungguhnya sama, tetapi
dalam implementasinya, kode etik seeblumnya (IAI) hanya mengatur perilaku AP yang
menjalankan praktek saja, dan orang-orang yang bekerja dalam lingkungan KAP saja; tetapi jika
kode etik yang dikembangkan oleh IFAC, mengikat untuk semua orang yang kekerja dalam
lingkuangn AP (AP, dan para pegawai dalam KAP), juga personil lainnya yang bekerja di luar
KAP, tetapi mempunyai hubungan kerja sama dalam jaringan KAP. Yang dimaksud dengan
jaringan KAP, misalnya adalah peagwai dari kantor konsultan pajak, dari konsultan tehnik
informatika, yang membatu bekerja sama, atau direkrut oleh KAP untuk membantu memberikan
jasa keahliannya lewat KAP. Walaupun mereka bukan pegawai KAP, dan tidak ada hubungan
kepemilikan lembaga KAP, tetapi jika kantor konsultan tersebut bekerja sama (misalnya kantor
konsultan memberikan klien atau merekomendasikan klien baru, untuk diaudit) oleh KAP, maka
kantor konsultan tersebut, dan semua personil yang terkait dengan kantor konsultan itu, maka
mereka terikat dan wajib patuh terhadap kode etik AP tersebut.
Apakah Profesi Auditor Selain Akuntan Publik Mempunyai Standar Profesional dan Kode Etik?
Jawabannya : lembaga auditor lainnya (BPK), dan lembaga pengawas keuangan Negara (BPKP,
dan APIP) juga memiliki standar professional tersendiri, yang berlaku untuk mengatur perilaku
para anggotanya. Secara konsep kode etiknya mirip dengan kode etik yang telah dibahas
sebelumnya. Namun demikian, dalam bab ini belum dibahas secara mendalam.
Jawabannya: YA.
Auditor keuangan Negara, seperti Badan Pemeriksa Keuangan Negara juga mempunyai standar
pemeriksaan keuangan Negara (SPKN). SPKN juga wajib dipahami bagi setiap auditor pada
KAP, karena dewasa ini AP/KAP tertentu juga telah mendapatkan kepercayaan dari Pimiminan
BPK, dan atau AP/KAP telah memperoleh mandate undang-undang, untuk dapat melakukan
audit yang menjadi kewenangan auditor BPK. Misalnya, AP/KAP dapat melaksanakan audit
alporan keuangan bagi entitas Perusahaan Milik Negara, Perusahaan Milik Daerah, Lembaga
Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah (BLU/BLUD), serta dapat
diminta/ditugaskan untuk melakukan audit laporan keuangan dari entitas pemerintah, seperti
mengaudit Laporan keuangan Kementrian (LKKL), Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
(LKKP), maupun Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD).
Ketika seorang auditor pada KAP, melaksanakan audit laporan keuangan tersebut di atas, maka
wajib berpedoman pada SPKN, Kode etik BPK, serta segala kenentuan lainnya, yang berkaitan
dengan tata kelola keuangan Negara, seperti misalnya penerapan peraturan undang undang
keuangan Negara, dan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). SAP adalah pedoman umum
dalam menyelenggarakan sistem akuntansi pemerintahan, pada semua jenis entitas pemerintahan
di Indonesia, di semua jenjang. SAP menajdi pedoman umum dalam menyusun, menyajikan
48
laporan keuangan dari entitas pelaporan dan entitas akuntansi pemerintahan. Dalam kaitannya
dengan penugasan audit atas laporan keuangan entitas pemerintahan, maka setiap auditor wajib
memahami dengan baik SPKN dan SAP. SPKN ditetapkan dalam Peraturan Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia, Nomor 1 Tahun 2007, dan telah direvisi menjadi SPKN (Revisi)
tahun 2017, sedangkan SAP diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010, tentang
Standar Akuntansi Pemerintahan. Keteriatkan antara SPAP, SPKN, SAK dan SAP digambarkan
sebagai berikut:
Standar Profesional Auditor Intern dan Aparatur Pengawas Instansi Pemerintah (APIP).
Profesi auditor intern secara umum juga telah mempunyai asosiasi profesi, yang dikenal dengan
Asosiasi Auditor Internal. APIP adalah termasuk profesi auditor internal, yang bekerja di dalam
lingkungan entitas pemerintahan. Misalnya auditor yang tergabung dalam lembaga seperi: Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP, auditor pada Inspektorat Jendral Kementrian,
auditor Inspektorat pada Pemerintah Propinsi, dan Kabupaten Kota, auditor inernal pada
berbahai entitas atau perusahaan Negara dan Daerah. Semua yang berprofesi sebagai auditor
intern, dan APIP telah mempunyai standar profesi Sebagai Auditor Intern (SAI), atau Standar
Audit Intern Pemerintah (SAIAPIP/SAIPI), serta kode etik yang berlaku untuk para auditor
intern.
Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia telah diterbitkan oleh AAIPI pada tanggal 24 April
2014, dan ditandatangani oleh Dewan Pengurus Nasional AAIPI, dengan Nomor KEP-
005/AAIPUDPN/2014 tentang Pemberlakuan Kode Etik Auditor Intern Pemerintah Indonesia,
Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia, dan Pedoman Telaah Sejawat Auditor Intern
Pemerintah Indonesia. SAIPI terdiri dari ketentuan berikut ini.
49
1. Prinsip-prinsip dasar Auditor Intern
2. Standar Umum
3. Standar Pelaksanaan Auditor Intern, yang terbagi menjadi jasa Assurance, dan Jasa
Consulting.
4. Standar Komunikasi Auditor Intern, yang terbagi menjadi jasa Assurance, dan Jasa
Consulting.
Standar Audit Intern ditetapkan untuk menjadi pedoman bagi setiap lembaga/unit pengawas
intern, dan auditor intern dalam melaksanakan tugasnya sebagai auditor intern. Secara spesifik,
tujuan ditetapkannya SAI adalah seperti yang diruuskan oleh AAIPI berikut ini (SAIPI, 2014.
1. Menetapkan prinsip-prinsip dasar yang merepresentasikan praktik-praktik audit intern yang
seharusnya;
2. Menyediakan kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan kegiatan audit intern yang
memiliki nilai tambah;
3. Menetapkan dasar-dasar pengukuran kinerja audit intern;
4. Mempercepat perbaikan kegiatan operasi dan proses organisasi (APIP);
5. Menilai, mengarahkan, dan mendorong auditor untuk mencapai tujuan audit intern;
6. Menjadi pedoman dalam penugasan audit intern; dan
7. Menjadi dasar penilaian keberhasilan penugasan audit intern.
O. PERTANYAAN PENUGASAN
50