Anda di halaman 1dari 7

AL-ISLAM & KEMUHAMMADIYAHAN V

“Pidato & Ceramah”

Oleh :

Kelompok 5

Nama : Monica Septa Sari

Nim : 332018005

Dosen Pembimbing :
Mardiah, S.PD.I.,M.PD.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020/2021
Bab I
Pendahuluan
 
1.1 Latar Belakang
Menurut islam, Berpidato dan Berceramah adalah keterampilan mulia yang Allah
karuniakan pada para kekasih-Nya yang berjuang di medan da’wah. Generasi muda perlu untuk
berlatih berpidato sebagai latihan mental menghadapi masyarakat umum umat Islam.
Makalah ini penyusun maksudkan sebagai dasar untuk memahami secara umum bagaimana
cara kita dalam melakukan pidato dan ceramah.dengan mengetahui hal tersebut kita akan lebih
memahami bagaimana seharusnya kita saat berbicara di depan khalayak umum.
Sesuai dengan judul yang diemban makalah ini yaitu “Pidato dan Ceramah”, maka makalah
ini mengupas segala yang ada kaitannya dengan kegiatan berpidato dan berceramah.
 
1.2  Rumusan Masalah
1. Menurut islam, Berpidato dan Berceramah
2. Tujuan Berpidato dan Berceramah, Menurut Rasulullah.
3. Unsur-unsur, Rukun maupun Syarat dalam Berpidato dan Berceramah Menurut Sahabat
Nabi.
4. Jenis-jenis dan Metode, dalam Berceramah Menurut Definisi Sastra Indonesia.
5. Praktek, dalam Berpidato dan Berceramah Menurut Para Ulama.
6. Contoh, dalam Berpidato dan Berceramah.

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ini ialah untuk memberi informasi dan pengetahuan
mengenai pengertian dan tujuan berpidato dan berceramah, unsur-unsur, rukun maupun syarat
dalam berpidato dan berceramah, jenis-jenis dan metode dalam berceramah, praktek dalam
berpidato dan berceramah dan contoh dalam berpidato dan berceramah.
Bab II
Pembahasan

A. Menurut islam, Berpidato dan Berceramah adalah keterampilan mulia yang Allah
karuniakan pada para kekasih-Nya yang berjuang di medan da’wah. Generasi muda perlu untuk
berlatih berpidato sebagai latihan mental menghadapi masyarakat umum umat Islam.
Yang perlu diingat seorang da’i harus berilmu luas, memahami islam secara kaffah tidak
sepotong-potong dan berbudi pekerti luhur. Dalam setiap berda’wah / berbicara di depan umum
senantiasa  diniatkan hanya karena Allah SWT, yaitu berharap senantiasa mendapat bimbingan-
Nya dan memperoleh ridho-Nya, dan merasa diri rendah dihadapkan-Nya serta tidak mampu
apa-apa melainkan atas kekuatan-Nya.

B. Tujuan Berpidato dan Berceramah, Menurut Rasulullah:


1. Menyebarkan islam kepada umat sebagai individu dan masyarakat sehingga meratalah
rahmat Allah sebagai “ rahmatan lil‟alamin” bagi seluruh makhluk Allah.
2. Melestarikan nilai-nilai islam dari generasi ke generasi kaum muslimin berikutnya,
sehingga kelangsungan ajaran islam beserta pemeluknya dari satu generasi ke generasi
berikutnya tidak terputus.
3. Korektif,
artinya meluruskan akhlak yang bengkok, mencegah kemungkaran, dan mengeluarkan manusia
dai kegelapan rohani.

C. Unsur-unsur, Rukun maupun Syarat dalam Berpidato dan Berceramah Menurut


Sahabat Nabi:
a) Unsur-unsur dalam Berpidato:
1. Salam pembuka
Salam pembuka adalah salam untuk memulai jalannya pidato
2. Sapaan
Sapaan kepada orang penting. Mulai dari yang mempunyai jabatan tinggi sampai bawah
3. Puji syukur
Unsur pidato yang satu ini merupakan tanda terimakasih kepada tuhan yang maha esa ...
4. Isi pidato
Isi pidato atau pokok pidato
5. Penutup pidato
Penutup pidato itu termasuk himbauan, ajakan, dan rasa terimakasih ...
6. Salam penutup
Salam penutup berarti salam terakhir karena pidato telah selesai setelah penutup. Contohnya
kata: wasalam atau sebagainya.

b) Rukun maupun Syarat, dalam Berceramah:


Rukun:
1. Memuji Allah
Dengan mengucapkan lafadz seperti "alhamdulillah", "nahmadu lillah", "lillahi al hamdu",
"innalhamda lillah", "hamidu allah", dan bisa juga dengan "asy-syukru lillahi".
2. Membaca Sholawat Nabi
Shalawat bisa diawali dengan kata "al shalatu" dan penyebutan nama nabi muhammad bisa
mengunakan "muhammad", "al rasul", "ahmad", "al-basyir", "al-nadzir". Misalnya dengan
mengucapkan "ash shalatu 'alan nabi", "ana mushallin 'ala muhammad", dan "ana ushalli 'ala
rasulillah".
3. Berwasiyat
Pesan kebaikan seperti mengajak kepada ketakwaan dan menjauhi kemunkaran, misalnya seperti
mengucapkan:
"athiullaha" yang berarti "taatilah allah", atau
"ittaqullaha" yang artinya "bertakwalah pada allah", atau
"inzajiru 'anil makshiyat" yang artinya "jauhilah maksiyat"
4. Membaca Ayat suci Al-Qur’an
Ayat suci ini harus dibaca setidaknya satu kalimat lengkap jika diartikan. Jadi bukan potongan
ayat yang jika diartikan tidak dapat dipahami apa maksudnya.
5. Berdoa untuk kaum mukmin di khutbah terakhir.
Pemilihan doa ini disyariatkan berisi tentang doa yang berorientasi pada akhirat. Misalnya
seperti:
- "allahumma ajirna minannar" yang artinya "ya allah semoga engkau menyelamatkan kami dari
neraka"
- "allahumma ighfir lil muslimin wal muslimat" yang artinya "ya allah ampunilah kaum
muslimun dan muslimat"
Syarat:
1. Tafaqquh fiddin, (mendalami imu agama) yang memadai.
2. Memahami ilmu komunikasi, (menguasai teknik ceramah) sehingga menguasai teori
terhadap komunikasi yang beliau sampaikan itu bisa tepat sasaran.
3. Mampu menjadi tauladan serta contoh yang baik terhadap ucapan yang telah beliau
sampaikan terhadap umat, sebagai panutan sehingga mampu memaparkan tidak hanya di
khalayak secara lisan saja, namun juga dilakukan melalui perbuatan.

D. Jenis-jenis dan Metode, dalam Berceramah Menurut Definisi Sastra Indonesia:


Jenis-jenis:
1. Ceramah khusus
Ceramah khusus memiliki sebuah tujuan untuk memberikan sebuah nasihat atau petunjuk-
petunjuk kepada khalayak atau pendengar tertentu dan bersifat khusus. Baik itu dari segi materi
ataupun faktor lainnya.
2. Ceramah umum
Ceramah umum adalah sebuah ceramah yang berisi pesan yang bertujuan untuk memberikan
informasi yang ditujukan kepada para pendengar yang umum atau masyarakat luas.
Metode:
1. Impromptu merupakan metode ceramah tanpa ada persiapan sebelumnya. Penceramah
akan menyampaikan ceramah sesuai dengan apa yang dipikirkannya dan tidak ada bantuan
dalam bentuk naskah atau apa pun.
2. Menghafal adalah metode ceramah di mana sang penceramah sudah melakukan
persiapan dan kemudian menghafal ceramah yang akan disampaikannya.
3. Membaca naskah adalah metode ceramah dengan membaca naskah lengkap yang
sebelumnya sudah dipersiapkan.
4. Ekstemporan merupakan metode ceramah yang menuliskan pokok-pokok pikiran
sebagai catatan pengingat. Catatan tersebut bisa digunakan sebagai panduan dari penceramah
ketika menyampaikan ceramahnya.

E. Praktek, dalam Berpidato dan Berceramah Menurut Para Ulama:


1. Menguasai betul materi yang akan disampaikan. Sebab bagaimana audience (hadirin)
dapat mengerti, jika pembicara itu sendiri tidak memahami pembicaraannya.15Hasan bisri, Ilmu
Dakwah Pengembang Masyarakat,(Surabaya: Cahaya Intan, 2014),4016 Hamzah Ya‟qub,
Publistik Islam: Teknik Da’wah dan Leadership, (Bandung: Diponegoro, 1992), 9917Hamzah
Ya‟qub, Publistik Islam: Teknik Da’wah dan Leadershi,(Bandung: Diponegoro, 1992), 100
2. Babak atau urutan pembicaraan harus diatur awal, pertengahan dan ujungnya;
pembukaan, isi dan kesimpulannya.
3. Sifat penyampaiannya, apakah bersifat penjelasan, penanaman kesan, dorongan beramal
(bertindak) ataukah bersifat menghibur.
4. Argumen atau dalil-dalil yang ditampilkan harus sesederhana mungkin, jika ummat itu
sederhana, sederhana pula daya tangkapnya. Juga harus dipertimbangkan pembawaan dalil-dalil
aqli dan dalil-dalil naqli.
5. Sampaikan dengan tegas, jelas, dan tidak grogi. Banyak sekali orang yang sering grogi
dalam berkhitobah. Hal ini bisa dikarenakan tidak biasa bicara di depan umum. Grogi dapat
diatasi dengan banyak berlatih, sering-sering menambah wawasan, menumbuhkan
rasakepercayaan pada diri sendiri, tak perlu takut terhadap audience dan lain-lain.

F. Contoh, dalam Berpidato dan Berceramah:


Contoh Pidato/Ceramah Islami-INDAHNYA ILMU
Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum wr.wb.,
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. Karena atas berkat rahmat, taufik, hidayah, dan
kesehatan-Nyalah, kita dapat berkumpul di tempat yang sederhana namun sangatlah bermanfaat
ini.
Tak henti-hentinya pula kita kirimkan shalawat dan salam terhangat bagi Rasulullah Saw.
Karena ianya pula kita semua dapat keluar dari alam yang gelap, kelam, hitam, dan pekat,
menuju alam yang indah, terang benderang, nan menawan.
Teman-temanku saya banggakan, tahukah kamu apa senjata yang paling ampuh untuk
manaklukkan dunia? Dan apa pula kendaraan yang menawan tuk bertamasyah ke akhirat? Ya,
ilmulah itu.
Dalam KBBI, ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh melalui metode ilmiah. Dengan
serangkain percobaan maka pengetahuan pun dipatenkan menjadi ilmu pengetahuan.
Contohnya begini, kita semua tahu bahwa air jika mendidih pastilah panas. Ini yang disebut
pengetahuan. Namun, untuk mengetahui seberapa panas suhu air ketika mendidih, kita
melakukan penelitian, maka didapatilah air mendidih pada suhu 100° C. inilah yang disebut ilmu
pengetahuan.
Ilmu senantiasa tumbuh dan berkembang, ilmu itu haruslah berguna dan dapat dipraktekkan
untuk kehidupan sehari-hari, serta ilmu tersebut untuk kesejahteraan umat manusia.
Dalam islam, Al quran dan sunnah, merupakan sandaran paling hakiki dari semua ilmu
pengetahuan. Tidak saja menjadi sandaran dan sumber, tapi sekaligus menjadi perintah dan
orientasi kehidupan.
Teman-teman, Imam syafi’I suatu ketika menggubah syair. Sebuah syair tentang para pencari
ilmu dan syarat-syarat memperoleh ilmu. Kata Iman Syafi’I, tidaklah mungkin ilmu didapat,
kecuali dengan enam syarat. Enam syarat itu ialah dzaka, hirsh, ishtibar, bulghah, irsyadu
ustadzin, dan zaman.
Bagaimanapun, seorang pencari ilmu, kata Iman Syafi’I, harus memiliki kecerdasan, dzaka.
Dzaka adalah syarat yang tak bisa ditawar. Begitu pula hirz, seorang pencari ilmu harus pula
memiliki semangat yang tinggi untuk belajar. Tanpa semangat, seorang pencari ilmu hanya akan
tenggelam dalam cita-cita palsunya yang tak pernah selesai dibangun. Kecerdasan dan semangat
saja, tak cukup untuk mendapatkan ilmu yang sempurna. Para pencari ilmu harus membekali diri
mereka dengan ishtibarin, kesabaran yang luas layaknya samudera. Karena semangat tanpa
kesabaran hanya akan membuat pencari ilmu muda terjerembab pada keputusasaan.
Selanjutnya, Imam Syafi’i juga mensyaratkan bhulghatin, modal. Jer bersuki mawa bea, setiap
kesuksesan selalu meminta biaya, kata orang Jawa demikian. kemajuan ilmu pengetahuan
pengetahuan, memang bukan tiba-tiba jatuh dari langit. Semua usaha dikerahkan, termasuk dana
dalam pencarian, penelitian, dan sekian banyak percobaan. Dan, unsur paling penting dalam
syarat Imam Syafi’I adalah irsyadul ustadzin, guru yang membimbing. Ilmu memang bisa dicari
tanpa guru. Ilmu pun bisa didapat tanpa ustadz. Tapi guru dan pembimbing, tak akan pernah bisa
tersingkir. Sebab, ilmu bukan hanya soal matematika atau bahasa Indonesia, tapi juga soal
transfer akhlak, moral, dan akidah. Dan terakhir kata Imam Syafi’I, dalam ilmu pengetahuan, tak
satu hal pun bersifat instan. Ilmu selalu membutuhkan thulu zaman, perjalanan waktu. Tak ada
ilmu untuk orang-orang yang berpikir instan dan menghendaki hasil seperti mata yang
dikedipkan. Tak ada ruang untuk orang-orang yang ingin hasil secepat kilat.
Cukuplah enam syarat seperti yang dicatat oleh Imam Syafi’i. Janganlah berkurang, meski satu
saja darinya. Sebab semuanya mempunyai kaitan yang sangat erat.
Teman-teman sekalian yang saya cintai, tujuan ilmu sama sekali bukan hanya tentang
kenikmatan intelektual. Tujuan ilmu, bukan pula mencari puncak pencapaian. Tapi, untuk
memperbaiki kualitas hidup, amal, dan menjernihkan pandangan, serta arah kehidupan.
Ilmu pun, bukan pula kebenaran yang bersifat mutlak, tak berubah, apalagi kekal. Kebenaran
ilmu pengetahuan jauh di bawah kenenaran hakikat, kalamullah, firman Allah.
Dan Ibrahim a.s. telah membuktikannya. Secara ilmu, tentu api terasa panas, tidak dingin. Tapi
ketika Allah azza wa jalla menghendaki, apapun bisa terjadi.
Orang-orang yang mengejar ilmu untuk ilmu, ilmu untuk kepuasan berpikir, dan ilmu untuk
menjadi gagah dan bangga, seperti berjalan dalam labirin pekat yang membuat sesak. Sikap kita
pada ilmu, tentu akan menentukan segalanya. Dan sebaik-baiknya sikap, tentu saja sikap yang
mampu mengubah ilmu menjadi kekuatan yang menyelamatkan.
Dan akhir dari semua usaha, tentu dengan tengadah tangan dan berlapang dada, memanjat doa.
Semoga Allah, dengan ilmu yang kita dapat, memberikan kesempatan seluas-luasnya, sehingga
kita bermanfaat bagi umat. Dan memetik kemenangan, di dunia pun di akhirat. Semoga Allah
meringankan langkah para pencari ilmu dan meridhainya dengan cahaya di jalan yang
benderang.
Dan semoga apa yang saya bawakan ini, sangatlah bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi
saya pribadi. Akhir kata, subehanaka allahumma wabiahamdik ashaduallailaha anta astagfiruka
waatub ilaik, wass’alamualaikum wr.wb.
Bab III
Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan:
Menurut islam, Berpidato dan Berceramah adalah keterampilan mulia yang Allah
karuniakan pada para kekasih-Nya yang berjuang di medan da’wah. Generasi muda perlu untuk
berlatih berpidato sebagai latihan mental menghadapi masyarakat umum umat Islam.
Mencangkup:
1. Tujuan Berpidato dan Berceramah, Menurut Rasulullah.
2. Unsur-unsur, Rukun maupun Syarat dalam Berpidato dan Berceramah
Menurut Sahabat Nabi.
3. Jenis-jenis dan Metode, dalam Berceramah Menurut Definisi Sastra Indonesia.
4. Praktek, dalam Berpidato dan Berceramah Menurut Para Ulama.
5. Contoh, dalam Berpidato dan Berceramah.

Saran: “Sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu yang bermanfaat, ilmu yang bermanfaat
adalah ilmu yang diamalkan.”

Anda mungkin juga menyukai