Anda di halaman 1dari 10

JURNAL INTERVENSI PSIKOLOGI

P-ISSN: 2085-4447; E-ISSN: 2579-4337


Volume 11, Nomor 2, Desember 2019
DOI :10.20885/intervensipsikologi.vol11.iss2.art4
`

PERAN SOCIAL SKILL TRAINING DALAM MENINGKATKAN


KETERAMPILAN SOSIAL PASIEN SKIZOFRENIA KATATONIK

Muhamad Febrian Al Amin1

Universitas Muhammadiyah Malang,


Kota Malang, Jawa Timur, Indonesia

ABSTRACT: This study aimed to determine the role of social skill training in improving social skills.
Data collection methods used in this study are interviews, WAIS testing, projective test, and SSCT.
The subject of the study was an 18 years old male who had a catatonic schizophrenic disorder who
did not want to interact socially before entering Menur Psychiatric Hospital. The intervention given
was Social Skill Training to improve social skills in 7 sessions. Through Social Skill Training, subjects
are trained in various social skills, such as greeting, introducing themselves, communicating lightly
and to make friends so that the subject is no longer to be silent and sculpting in the room and make
the subject be able to go to school again. The results showed a number of changes, such as subjects
who were able to greet, introduce themselves first, even able to have small conversations with people
around the subject.

Keywords: Diathesis Stress, Schizophrenia, Social Skill Training

ABSTRAK: Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui peranan Social Skill Training dalam
meningkatkan keterampilan sosial. Metode pengumpulan data yang dilakukan pada penelitia ini
adalah wawancara, pemberian tes WAIS, Grafis, dan SSCT. Subjek penelitian adalah seorang laki-
laki berusia 18 tahun yang mengalami gangguan skizofrenia katatonik yang sebelum masuk RSJ
Menur sama sekali tidak mau berinteraksi sosial. Intervensi yang diberikan adalah Social Skill
Training untuk meningkatkan keterampilan sosial yang dilakukan sebanyak 7 sesi. Melalui Social
Skill Training, subjek dilatih berbagai ketrampilan sosial, seperti mengucap salam,
memperkenalkan diri, berkomunikasi ringan dan hingga menjalin pertemanan sehingga subjek
tidak lagi sering diam mematung berada di kamar dan membuat subjek bisa bersekolah lagi. Hasil
penelitian menunjukkan adanya beberapa perubahan, seperti subjek yang mampu menyapa,
memperkenalkan diri terlebih dahulu, bahkan mampu mengobrol ringan dengan orang yang
berada di sekitar subjek.

Kata kunci: Diathesis Stress, Skizofrenia, Social Skill Training

1
Korespondensi mengenai artikel dapat melalui muhamadfebrian95@gmail.com

Copyright @ 2019 Authors. This is an open-access article distributed under the terms of the 101
Creative Commons Attribution License. (http://creativecommons.org/licences/by-sa/4.0/)
Muhammad Febrian Al Amin

Skizofrenia didefinisikan sebagai fungsi sosial dan isolasi sosial. Gejala positif
penyakit mental dengan gangguan otak yang dapat dikontrol dengan pengobatan, tetapi
kompleks. Skizofrenia adalah suatu penyakit gejala negatif seringkali menetap sepanjang
pervasif yang mempengaruhi lingkup yang waktu dan menjadi hambatan utama
luas dari proses psikologis mencakup pemulihan dan perbaikan fungsi dalam
kognisi, afek, dan perilaku. Mereka kehidupan sehari-hari (Videbeck, 2008).
kehilangan jati diri dan mengalami Ada beberapa kategori dalam
kegagalan dalam menjalankan peran dan skizofrenia salah satunya adalah skizofrenia
fungsinya di dalam masyarakat. Pikiran dan katatonik. Menurut Maramis (2004),
perasaan yang tidak seimbang skizofrenia katatonik atau disebut juga
menyebabkan penderita skizofrenia katatonia, timbulnya pertama kali antara
terputus dari realitas (Nevid, Rathus, & umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta
Beverly, 2002). Skizofrenia adalah suatu sering didahului stres emosional. Mungkin
psikosis fungsional dengan gangguan utama terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor
pada proses pikir serta disharmonisasi katatonik dan ciri diam dan membisu. Pada
antara proses pikir, afek atau emosi, stupor katatonik, penderita tidak
kemauan dan psikomotor disertai distorsi menunjukkan perhatian sama sekali
kenyataan, terutama karena waham dan terhadap lingkungannya dan emosinya
halusinasi, assosiasi terbagi-bagi sehingga sangat dangkal. Secara tiba-tiba atau
muncul inkoherensi, afek dan emosi perlahan-lahan penderita keluar dari
inadekuat, serta psikomotor yang keadaan stupor ini dan mulai berbicara dan
menunjukkan penarikan diri (Maramis, bergerak. Pada gaduh gelisah katatonik,
2009). terdapat hiperaktivitas motorik, tapi tidak
Pada fase awal atau prodormal disertai dengan emosi yang semestinya dan
penderita akan terlihat murung, menarik tidak dipengaruhi rangsangan dari luar.
diri dari lingkungannya, sedikit bicara, dan Dewasa ini skizofrenia katatonik
malas dalam beraktivitas. Dari sini akan jarang ditemukan, mungkin karena terapi
terjadi penurunan peran dan fungsi dalam obat bekerja secara efektif bagi proses-
sosial kemasyarakatan. Fase ini sering tidak proses motorik yang aneh tersebut.
disadari oleh keluarga, teman dekat atau Meskipun terapi obat mampu bekerja secara
bahkan penderita skizofrenia sendiri. Secara efektif, tetap saja hal tersebut sangat
tidak sadar penderita akan memasuki fase dipengaruhi faktor lingkungan dan
berikutnya, yaitu fase akut saat mereka pembelajaran sosial. Onset reaksi katatonik
mengalami waham dan halusinasi dapat lebih tiba-tiba dibanding skizofrenia
Gejala skizofrenia dibagi menjadi dua yang lain, meskipun orang yang
kategori utama, yaitu gejala positif dan bersangkutan sebelumnya telah
gejala negatif. Gejala positif terdiri atas menunjukkan semacan menarik diri dari
delusi (waham), halusinasi dan perilaku kenyataan.
aneh (Videbeck, 2008). Gejala negatif (defisit
perilaku) meliputi afek tumpul dan datar, Social Skill Training
menarik diri dari masyarakat, tidak ada Kondisi subjek skizofrenia katatonik
kontak mata, tidak dapat mengekpresikan memang banyak tidak mengganggu dan
perasaan, tidak mampu berhubungan tidak merusak lingkungan, tetapi banyak
dengan orang lain, dan motivasi menurun. aktivitas sosial yang terabaikan, salah satu
Gejala negatif pada skizofrenia dapat terapi yang tepat untuk pasien tipe katatonik
menyebabkan klien mengalami gangguan adalah social skill training (pelatihan

102 Jurnal Intervensi Psikologi,


Peran Social Skill Training dalam Meningkatkan Keterampilan
Sosial Pasien Skizofrenia Katatonik

keterampilan sosial). Keterampilan sosial meningkatkan stres emosional yang harus


sendiri dapat diartikan sebagai kemampuan dihadapi pasien skizofrenia. Menurut
individu untuk berkomunikasi efektif pandangan ini, anak-anak yang nantinya
dengan orang lain baik secara verbal mengalami skizofrenia mempelajari reaksi
maupun nonverbal sesuai dengan situasi dan cara berpikir yang tidak rasional dengan
dan kondisi yang ada pada saat itu, di mana mengimitasi orang tua yang juga memiliki
keterampilan ini merupakan perilaku yang masalah emosional yang signifikan.
dipelajari. Gimpel dan Merrel (1998) Hubungan interpersonal yang buruk dari
mendefinisikan keterampilan sosial sebagai pasien skizofrenia berkembang karena pada
perilaku-perilaku yang dipelajari, yang masa anak-anak mereka belajar dari model
digunakan individu pada situasi-situasi yang buruk.
interpersonal dalam lingkungan. Ajaran di dalam Islam pun telah
Social Skill Training (SST) membahas tentang tanggung jawab orang
mengajarkan tiga kemampuan sosial yakni: tua atas pola asuh terhadap anak,
1) kemampuan berkomunikasi, yaitu sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an
bagaimana kemampuan menggunakan surah al-Anfal ayat 28.
bahasa tubuh yang tepat, mengucapkan
salam, memperkenalkan diri, menjawab ”Dan ketahuilah bahwa hartamu
pertanyaan, menginterupsi pertanyaan dan anak-anakmu itu hanyalah
dengan baik, dan kemampuan bertanya; 2) sebagai cobaan dan sesungguhnya
disisi Allahlah pahala yang besar.”
kemampuan menjalin persahabatan, yaitu
menjalin pertemanan, mengucapkan dan
Ayat di atas menjelaskan salah satu
menerima ucapan terima kasih,
ujian yang diberikan Allah kepada orang tua
memberikan dan menerima pujian, terlibat
adalah anak-anak mereka. Itulah sebabnya
dalam aktifitas bersama, berinisiatif
setiap orangtua hendaklah benar-benar
melakukan kegiatan dengan orang lain,
bertanggung jawab terhadap amanah yang
meminta dan memberikan pertolongan; 3)
diberikan Allah Swt sekaligus menjadi batu
kemampuan dalam menghadapi situasi sulit,
ujian yang harus dijalankan. Jika anak yang
yaitu memberikan kritik dan menerima
dididik mengikuti ajaran Islam maka
penolakan, bertahan dalam tekanan
orangtua akan memperoleh ganjaran pahala
kelompok dan minta maaf (McQuaid, 2000).
yang besar dari hasil ketaatan mereka.
Berdasarkan uraian tersebut, intervensi ini
Dinamika terbentuknya gangguan
ingin melihat sejauh mana keterampilan
skizofrenia pada subjek yang dilihat dari
sosial pada orang yang mengalami gangguan
faktor penyebabnya dapat dijelaskan
skizofrenia dapat ditingkatkan dengan
melalui model diathesis stress. Berdasarkan
pemberian intervensi pelatihan
perspektif diathesis stress, individu dapat
keterampilan sosial (social skill training)
mengalami gangguan patologis seperti
dengan teknik modeling.
psikotik disebabkan adanya interaksi antara
kerentanan genetik, kepribadian dan stresor
Model Diathesis Stress
lingkungan (Myin-Germeys et al, 2001;
Menurut sudut pandang ilmu
Brennan & Walker, 2001). Dalam diathesis
perilaku, skizofrenia terjadi salah satunya
stress gangguan yang dialami seseorang
berkaitan dengan pola asuh orang tua yang
dapat dipengaruhi faktor genetis atau
diterapkan kepada anaknya, yaitu berupa
neurotis, lingkungan dan psikologis.
pola asuh patogenik. Skizofrenia berasal dari
Penyebab terjadinya gangguan pada
perilaku keluarga, terutama keluarga
diri subjek karena kerentanan psikologis
patologis, yang secara signifikan

Jurnal Intervensi Psikologi, 103


Muhammad Febrian Al Amin

yaitu masalah kepribadiannya. Kepribadian subjek acuh dan permisif karena jarang
subjek yang tertutup, cenderung pasif dalam berkomunikasi sehingga subjek sehingga
tindakan dan sangat bergantung pada subjek menjadi sosok yang tertutup dan
dorongan serta perhatian orang lain lebih banyak menghabiskan waktu di dalam
membuat subjek mudah tertekan ketika kamar. Kebiasaan subjek juga banyak diam
menghadapi stressor. Kemampuan sosial di kamar dan tidak ada komunikasi dengan
subjek yang rendah membuat subjek keluarga atau sekitarnya, menjadikan subjek
menarik diri dari lingkungan sekitar. Faktor tidak sempat mengungkapkan pendapatnya.
lingkungan juga mendukung seperti pola Hal-hal di atas membuat subjek
asuh sangat permisif membuat subjek tidak menjadi seseorang yang kurang dalam hal
tahu dan tidak pernah belajar coping stress. keterampilan sosialnya. Hal ini terbukti saat
Memiliki diathesis stress dapat di RSJ, subjek lebih sering barada di kamar
meningkatkan resiko seseorang mengalami dan enggan untuk berinteraksi dengan
gangguan. Selain itu secara umum stress lingkungan sekitar. Untuk menghadapi
juga dapat mengarah pada stimulus yang keadaan ini, perlu dilakukan pelatihan
menyebabkan psikopatologis. Dalam ketrampilan sosial. Pelatihan keterampilan
diathesis stress gangguan yang dialami sosial dimaksudkan agar individu meningkat
seseorang tidak mungkin disebabkan faktor untuk berkomunikasi efektif dengan orang
tunggal namun ada faktor lainnya yang juga lain baik secara verbal maupun nonverbal
berperan dalam gangguan. Faktor - faktor sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada
tersebut seperti karakteristik kepribadian, pada saat itu. Ketrampilan ini merupakan
pengalaman masa kecil, strategi perilaku yang dipelajari. Pelatihan
menghadapi stress, stressor yang dialami keterampilan sosial mengajarkan tiga
dimasa dewasa serta berbagai faktor lainnya kemampuan sosial yakni: 1) kemampuan
(Davidson, Neale & Kring, 2006). Model berkomunikasi, 2) kemampuan menjalin
diathesis stress memandang skizofrenia pertemanan, 3) kemampuan dalam
sebagai interaksi atau kombinasi dari menghadapi situasi sulit (MqQuaid, 2000).
diathesis, dalam bentuk predisposisi genetis Dalam penelitian ini, pelatihan hanya
maupun psikologis untuk berkembangnya berfokus pada kemampuan menjalin
gangguan dengan stres lingkungan yang pertemanan seperti Mampu menyapa,
melebihi batas atau coping individu. memperkenalkandiri, berkomunikasi ringan
Stressor lingkungan mencakup faktor dengan lingkungan sekitar.
psikologis seperti konflik keluarga, Keterampilan sosial sejalan dengan
perlakuan yang salah terhadap anak, atau teori belajar sosial dari Bandura yang
kehilangan figur yang memberikan mengemukakan bahwa individu
dukungan dan lain sebagainya (Nevid, mempelajari sesuatu melalui pengalaman
Rathun & Greene, 2005). langsung atau observasi (Bandura, 1986)
Dinamika terbentuknya masalah dalam hal ini dengan menggunakan teknik
pada subjek dapat dijelaskan melalui modeling sehinga subjek mampu
perspektif behavioral. Perspektif mempelajari hal baru dengan cara
behaviorisme mengemukakan bahwa mencontoh perilaku yang ada di sekitarnya.
individu dan lingkungan merupakan dua hal Menurut Bandura, proses mengamati dan
yang saling berkaitan dan memengaruhi meniru perilaku dan sikap orang lain sebagai
satu sama lain untuk menciptakan sebuah model merupakan tindakan belajar. Teori
perilaku (Bandura, 1977). Dalam hal ini Bandura menjelaskan perilaku manusia
lingkungan subjek tidak memberikan hal dalam konteks interaksi timbal balik yang
positif terhadap subjek, seperti orang tua berkesinambungan antara kognitif, perilaku

104 Jurnal Intervensi Psikologi,


Peran Social Skill Training dalam Meningkatkan Keterampilan
Sosial Pasien Skizofrenia Katatonik

dan pengaruh lingkungan. Kondisi penggunaan metode observasi untuk


lingkungan sekitar individu sangat melihat pola perilaku subjek sehari-hari.
berpengaruh pada pola belajar sosial jenis Wawancara dilakukan dengan subjek
ini. (autoanamnesa) dan keluarga, perawat,
Teori pembelajaran sosial dokter (allowanamnesa) yang bertujuan
merupakan perluasan dari teori belajar untuk mengumpulkan data data terkait
perilaku yang tradisional (behavioristik). dengan subjek. Tes psikologi meliputi tes
Teori pembelajaran sosial ini dikembangkan Grafis yang diberikan terdiri dari BAUM,
Albert Bandura (1986). Teori belajar sosial HTP, DAP untuk mengungkap kepribadian
mengemukakan bahwa individu dan dinamika subjek yang ada kaitan dengan
mempelajari sesuatu melalui pengalaman permasalahannya.
langsung atau observasi (Bandura, 1986). Tes psikologi Wescler Adult
Proses pengamatan ini tentunya tidak Inteligence Scale (WAIS) yang digunakan
berlangsung begitu saja, melainkan untuk memprediksikan potensi-potensi
melibatkan fungsi kognitif individu. psikologis penunjang dari IQ itu sendiri yang
Olehsebab itu, perilaku sederhana dipengaruhi faktor: lingkungan, latihan,
cenderung mudah untuk ditiru (Bandura, motivasi, dan minat.Walaupun hasil dari tes
1989). Proses pengamatan dan WAIS ini berupa angka inteligensi, baik yang
pembelajaran keterampilan sosial dalam berupa Full IQ, Verbal IQ maupun
bentuk sederhana ini diharapkan mampu Performance IQ; namun diketahui juga
diikuti dengan baik oleh subjek agar dapat bahwa subtes yang terdapat dari tes WAIS
mengalihkan pemikiran negatifnya. dapat digunakan untuk memprediksikan
Berdasarkan penjelasan di atas permasalahan klinis yang dialami seseorang,
dapat dirumuskan tujuan penelitian, yaitu baik untuk memprediksikan kemungkinan
mengetahui peranan pelatihan ketrampilan adanya brain damage, cronic alkoholism,
sosial dalam meningkatkan ketrampilan mental retarded. Tes psikologi Sack’s
sosial skizofrenia. Sentence Completion Test (SSCT) digunakan
untuk mengungkap masalah - masalah yang
METODE PENELITIAN muncul pada diri subjek.
Subjek Penelitian
Subjek adalah seorang laki-laki Prosedur Intervensi
berusia 18 tahun yang mengalami gangguan Model social skill training (SST)
skizofrenia katatonik. Permasalahan subjek dengan mengacu pada 4 (empat) tahapan
adalah semenjak putus sekolah subjek social skills training yang dikemukakan
sering berdiam diri di kamar dan diam saja Stuart dan Laraia (2005), yakni melatih
seperti mematung, tidak mau turun dari kemampuan klien berkomunikasi, menjalin
ranjang. Selama 6 bulan sebelum datang ke persahabatan dan menghadapi situasi sulit,
RSJ Menur, subjek sama sekali tidak mau dengan menggunakan metode modelling,
berinteraksi sosial. role play, feedback dan transfer training.
Sistem tersebut teridentifikasi oleh tindakan
Metode Pengumpulan Data dan perilaku yang teratur dan terkontrol
Proses pengumpulan data subjek faktor–faktor biologis, psikologis, dan
dilakukan dengan metode observasi, sosiologis.
wawancara, dan tes psikologi. Observasi Pada kasus ini, intervensi yang
dilakukan pada saat wawancara dan digunakan adalah terapi perilaku dengan
observasi keadaan keluarga pada waktu target untuk meningkatkan ketrampilan
berkunjung kerumah subjek, tujuan dari sosial seperti menyapa, memperkenalkan

Jurnal Intervensi Psikologi, 105


Muhammad Febrian Al Amin

diri berkomunikasi ringan dengan kabar kepada orang-orang yang berada


lingkungan. Terapi perilaku berupa dalam lingkungan bangsal subjek, kemudian
keterampilan sosial merupakan salah satu terapis menyuruh subjek untuk
intervensi dengan teknik modifikasi memperhatikan apa yang terapis lakukan
perilaku yang didasarkan pada prinsip- agar dapat dicontoh dan dilakukan. Pada sesi
prinsip bermain peran, praktek dan umpan ini subjek mengamati bagaimana cara
balik guna meningkatkan kemampuan klien berinteraksi ringan yang terapis contohkan
dalam menyelesaikan masalah pada klien seperti bagaimana cara tersenyum,
depresi, skizofrenia, klien dengan gangguan menyapa, berkenalan dan menanyakan
perilaku kesulitan berinteraksi, mengalami kabar orang-orang yang berada di
fobia sosial dan klien yang mengalami lingkungan subjek agar dapat dipraktekkan
kecemasan (Kneisl, 2004, Stuart & Laraia, pada sesi selanjutnya.
2005, Varcarolis, 2006). Sesi keempat: Role play. Terapis
Intervensi ini berjalan dalam 7 sesi. meminta subjek untuk mencoba
Sesi pertama: Membangun Rapport dengan menghampiri orang yang berada di
subjek, pada sesi ini terapis berusaha sekitarnya, kemudian subjek diminta
membuat subjek nyaman dan percaya tersenyum lebih dulu kepada orang
kepada terapis agar intervensi tersebut tersebut, menyapa, berkenalan,
berjalan dengan lancar. menanyakan kabar.
Sesi kedua: Orientasi pengenalan Sesi kelima: Pemberian Tugas.
terapi dan identifikasi pemicu masalah, pada Terapis meminta subjek melakukan
sesi ini subjek dikenalkan tentang terapi interaksi dengan lingkungan subjek tanpa
yang akan terapis berikan, yaitu berupa ditemani oleh terapis. Terapis juga meminta
pelatihan keterampilan sosial. Terapis juga subjek agar dapat berkomunikasi ringan
menjelaskan prosedur apa saja yang akan dengan orang-orang sekitar subjek. Setelah
dilalui oleh subjek selama terapi dan subjek 4 kali pertemuan subjek baru mampu
harus memperhatikan instruksi yang terapis melakukan tugas yang diberikan oleh terapis
berikan. Pada sesi ini juga terapis mengajak dengan baik. Subjek mampu berkomunikasi
subjek membuat target perubahan yang ringan dengan orang-orang sekitar subjek,
akan dicapai yaitu untuk meningkatkan sehingga subjek tidak hanya berada di
keterampilan sosial subjek yaitu mampu dalam kamar
mengucap salam, memperkenalkan diri, Sesi keenam: Evaluasi. Terapis
berkomunikasi ringan dan tidak lagi sering mengevaluasi kegiatan yang dilakukan
berada di kamar.Pada sesi ini terapis subjek, terapis memberikan umpan balik
meminta subjek untuk mengenali masalah kepada subjek dan memberikan penguatan
atau situasi yang dapat membuat subjek terus menerus kepada subjek dengan
memilih untuk menarik diri dan berdiam mengatakan bahwa apa yang telah subjek
diri di dalam kamar. Terapis juga lakukan sudah baik dan benar, sehingga
memberikan penjelasan tentang dampak subjek mampu memenuhi target perubahan
yang akan terjadi jika subjek memilih untuk yang telah dibuat yaitu, subjek sudah
menarik diri dan berdiam diri di dalam mampu menyapa, berkenalan bahkan
kamar setelah menonton video. menanyakan kabar, subjek merasa tidak
Sesi ketiga: Modelling, terapis sendiri dan memiliki banyak temanorang
mengajarkan subjek keterampilan dengan yang sayang dan peduli kepada subjek.
cara memberikan contoh terlebih dahulu. Sesi ketujuh: Terminasi. Pada sesi ini
Terapis mencontohkan bagaimana cara terapis menyimpulkan hal-hal yang telah
menyapa, berkenalan dan menanyakan dipelajari subjek selama proses intervensi,

106 Jurnal Intervensi Psikologi,


Peran Social Skill Training dalam Meningkatkan Keterampilan
Sosial Pasien Skizofrenia Katatonik

memberikan bekal perilaku agar subjek mau subjek. Subjek juga sudah mau mulai
membiasakan diri untuk bersosialisai menyapa dan mengajak berkenalan orang
dengan lingkungan dan meningkatkan yang berada di sekeliling subjek. Subjek juga
interaksi sosial subjek agar merasa tidak sudah mulai terlibat obrolan dengan
sendiri dalam menghadapi masalah . Terapis keluarga dan sepupu-sepupunya yang
juga meminta pada perawat untuk tetap berada di rumah.
mengontrol subjek meskipun proses Subjek juga menyadari bahwa sikap
intervensi sudah berakhir. Terminasi ini subjek yang selama ini hanya diam, tertutup
dilakukan ketika target perubahan yang dan enggan berkomunikasi dengan orang-
diinginkan yaitu ketika keterampilan sosial orang di lingkungan sekitar subjek
subjek untuk meningkatkan interaksi sosial merupakan hal yang kurang tepat.
subjek sudah meningkat. Perubahan yang terjadi pada diri subjek ini
Sesi kedelapan: Follow-up dua didukung oleh keinginan subjek untuk
minggu setelah intervensi berakhir. Follow- merubah sikapnya agar dapat berinteraksi
up dilakukan untuk mengetahui dengan orang lain dan bisa bersekolah lagi
perkembangan subjek dalam interaksinya seperti anak seusia subjek. Selain faktor
terhadap lingkungan sosial subjek. Saat diatas keberhasilan intervensi ini juga
follow up subjek bahkan sudah sering karena adanya dukungan dari lingkungan
berkomunikasi bahkan menjalin sekitar seperti nenek subjek, bibi subjek dan
pertemanan dengan orang-orang sekitar. beberapa sepupu-sepupu subjek yang
mendukung dan membantu agar subjek
Hasil Penelitian mampu untuk melaksaan intervensi ini
Berdasarkan pelaksanaan intervensi sehingga membuat subjek merasa diterima
yang telah dilakukan, subjek sudah mulai dan merasa tidak sendiri dan banyak yang
menunjukkan perubahan secara bertahap. menyanyangi subjek.
Setelah intervensi subjek yang awalnya lebih Berikut ini adalah hasil perubahan
banyak diam dan sering mengurung diri di subjek setelah berlangsungnya intervensi
dalam kamar sudah mau untuk keluar kamar pelatihan ketrampilan sosial.
dan berinteraksi dengan orang di sekitar

Tabel 1. Hasil Intervensi


Sebelum Intervensi Setelah Intervensi Sumber Data
Subjek sering berada di dalam Subjek sudah mau keluar Observasi
kamar dan hanya keluar saat kamar untuk berinteraksi
terapis datang dengan orang sekitar
Subjek tidak mau menyapa dan Subjek mampu menyapa Observasi dan Wawancara
menegur orang lebih dulu dan menegur orang yang
meskipun berada di dekat subjek berada di dekatnya.
Subjek kurang berkomunikasi dan Subjek mulai terlibat dalam Observasi dan Wawancara
berinteraksi dengan orangyang sebuah obrolan ringan
berada di lingkungan sekitarnya bersama temannya

Jurnal Intervensi Psikologi, 107


Muhammad Febrian Al Amin

Pembahasan mendukung maka tugas tersebut dapat


Dalam intervensi Social Skill dilaksanakan dengan baik.
Training (SST) ini terapis sebagai model Pada tahap terakhir yaitu motivasi,
memberikan contoh bagaimana berinteraksi terapis akan membawa dan menerapkan
dengan lingkungan sekitar dari bagaimana motivasi yang tinggi terhadap subjek untuk
cara berkenalan sampai berkomunikasi dapat melakukan tingkahlaku modelnya.
ringan dengan lingkungan sekitar yang Observasi mungkin memudahkan orang
harus subjek pelajari dan kemudian untuk menguasai tingkahlaku tertentu,
terapkan. Menurut Bandura (1986), tetapi kalau motivasi untuk itu tidak ada,
terdapat empat proses yang terlibat di tidak bakal terjadi proses belajar. Selama
dalam pembelajaran melalui pendekatan proses belajar berlangsung, pemberian
modeling, yaitu perhatian (attention), penguatan positif dari lingkungan sekitar
pengendapan (retention), reproduksi dirasa mampu meningkatkan motivasi
(reproduction), dan penguatan (motivasi). individu untuk memperkuatperilaku baru
Pada tahap attention dan retention, yang dipelajari (Bandura, 1989).
yaitu tahap melihat dan penyerapan Secara keseluruhan, perubahan
informasi subjek akan meniru tingkah laku, dapat terjadi karena individu telah
dan disimbolisasikan dalam ingatan, baik menjalani proses belajar yang melibatkan
dalam bentuk verbal maupun dalam bentuk unsur pengamatan, adanya pemberian
gambaran/imajinasi. Attention verbal pengetahuan mengenai konsekuensi tentang
memungkinkan orang mengevaluasi secara pemikiran negatifnya, dan latihan agar
tingkah laku yang diamati, dan menentukan memperoleh keterampilan perilaku baru
mana yang dibuang dan mana yang akan yang secara terus-menerus (Bandura, 1977).
dicoba dilakukan. Representasi imajinasi
memungkinkan dapat dilakukannya latihan Kesimpulan
simbolik dalam fikiran, tanpa benar-benar Pada dasarnya subjek merupakan
melakukannya secara fisik. Saat proses seseorang yang cenderung pendiam dan
intervensi berlangsung subjek di ajarkan tertutup, subjek juga jarang berinteraksi
untuk memikirkan bahwa semua orang yang dengan lingkungan dan lebih senang berada
ada di sekitar subjek adalah orang yang baik di dalam kamar. Teknik keterampilan sosial
dan menyenangkan. dengan teknik modeling terbukti efektif
Pada tahap produksi, individu untuk meningkatkan keterampilan sosial
diajarkan untuk menerapkan perilaku yang subjek yang berfokuas pada meningkatkan
telah dipelajari ke lingkungan nyata sehari- keterampilan sosial seperti menyapa,
hari (Bandura, 1986). Setelah mengetahui memperkenalkan diri, berkomunikasi
atau mempelajarai sesuatu tingkahlaku, ringan dengan lingkungan. Hasil penelitian
subjek harus mempunyai keahlian untuk menunjukkan bahwa sedikit demi sedikit
mewujudkan atau menghasilkan apa yang subjek mengalami perubahan yaitu subjek
disimpan dalam bentuk tingkahlaku. Dalam yang mampu menyapa, memperkenalkan
proses intervensi subjek diberikan tugas diri terlebih dahulu bahkan mampu
oleh terapis untuk menerapkan apa yang mengobrol ringan dengan orang yang
telah terapis ajarkan dalam kehidupan berada di sekitar subjek sehingga subjek
subjek sehari hari. Meskipun tidak mudah tidak lagi sering berada di kamar,. Subjek
tetapi karena lingkungan sekitar subjek juga senang karena merasa dirinya tidak
sendiri lagi.

108 Jurnal Intervensi Psikologi,


Peran Social Skill Training dalam Meningkatkan Keterampilan
Sosial Pasien Skizofrenia Katatonik

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatry Association. (2010). Kendal, P.C. & Hammen, C., 1998. Abnormal
Diagnostic and Statistical Manual Of Psychology Understanding Human
Mental Disorders fifth edition. Problem. New York : Houghton Mifflin
Washington DC: American Psychiatry Company
Association.
Kneisl, C. R, Wilson, H. S. & Trigoboff, E.
Bandura, A. (1977). Social learning theory. (2004). Contemporary Psychiatric
New Jersey: Prentice-Hall. Mental Health Nursing New Jersey:
Pearson Prentice Hall
Bandura, A. (1986). Social foundations of
thought and action: A social cognitive Maramis, WF. (2009). Catatan Ilmu
theory. New Jersey: Prentice-Hall. Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
University Press
Bandura, A. (1989). Social cognitive theory.
In R. Vasta (Ed.). Annals of child McQuaid. (2000). Development of an
development, vol.6. Six theories of child integrated cognitive-bahavior and
development (pp.1-60). Greenwich, social skill training intervention for
CT:JAI Press. older patients with schizoprenia. The
Journal of Psychotherapy Practise and
Corey, G. (1999). Teori dan Praktek Konseling Research, 9(3), 149-156.
Dan Psikoterapi. Bandung:PT Refika
Aditama. Nevid, J., Rathus S., & Beverly G. (2005).
Psikologi Abnormal. Jakarta: Penerbit
Davison, G.C & Neale J.M. (2006). Psikologi Erlangga
Abnormal. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. Varcarolis, E.M. (2006). Psychiatric Nursing
Clinical Guide: AssessmentTools &
Gimpel, G.A. & Merrell, K.W. 1998. Social Skill Diagnosis. Philadelphia: W.B. Saunders
of Children and Adolescents: Company.
Conceptualization, Assessment,
Treatment. New Jersey: Lawrence Stuart, G.W & Laraia,M.T. (2005). Principles
ErlbaumAssociates Publisher. and Practice of Psychiatric Nursing.
(7th Edition). St.Louis: Mosby.

Videbeck, SL. (2008). Buku Ajar


Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit
buku kedokteran EGC.

Jurnal Intervensi Psikologi, 109


Muhammad Febrian Al Amin

110 Jurnal Intervensi Psikologi,

Anda mungkin juga menyukai