Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

FARMAKONGNOSI I
PEMERIKSAAN SIMPLASIA

OLEH :

NAMA :ANJELY BENDELINA DJASING


NIM : NH0519011
KELAS : FARMASI A 2019

KEMENTRIAAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

NANI HASANUDDIN

MAKASSAR

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas segala
berkat dan karunia nya sehingga penulis boleh menyelasaikan makalah ini. Penulis
menyadari bahwa masih banyak kekurangan akan tulisan ini, namun penulis
berharap kepada pembaca agar memberikan kritik terhadap makalah ini supaya
ditulisan – tulisan selanjutnya boleh lebih baik lagi.
Makalah ini dibuat dengan harapan pembaca dapat mengetahui informasi
mengenai “Pemeriksaan Simplasia”. Penulis harapkan makalah ini dapat bermanfaat
bagi pertambahan pengetahuan para pembaca.

Makassar, 02 Desember 2020


Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………...
DAFTAR ISI………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………..
BAB II ISI…………………………………………………………………
BAB III PENUTUP………………………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
simplasia adalah bahan alam yang telah dikeringkan yang digunakan
untuk pengobatan dan belum mengalami pengolahan, kecuali dinyatakan lain
suhu pengeringan tidak lebih dari 60oC.
Dalam hal simplisia sebagai bahan baku (awal) dan produk siap
dikonsumsi langsung. kadar abu total merupakan Ukuran kandungan oksida
mineral karbon aktif berdasarkan berat. Ini diukur dengan mengubah
konstituen mineral menjadi oksida masing-masing pada 800°C + 25°C Abu
sebagian besar terdiri dari silika dan aluminium dan jumlahnya tergantung
pada bahan baku dasar yang digunakan untuk menghasilkan produk.
Memenuhi syarat standar kadar abu total yaitu <16,6%.
Abu yang tidak larut dalam asam terutama terdiri dari silika dan
silikat. Bahan ini, jika ada di kertas jadi atau kertas karton, dapat memiliki
efek abrasif pada pukulan, pisau, slitter, dan cetakan yang bersentuhan dengan
kertas selama operasi finishing. Kertas yang terbuat dari pulp dengan lebih
dari 400 mg / kg (berdasarkan massa yang dikeringkan dalam oven) abu yang
tidak larut dalam asam dapat menyebabkan peralatan tersebut kusam secara
dini. Kadar silika dalam pulp dapat sangat bervariasi tergantung pada
beberapa faktor, termasuk jenis kayu, kualitas air, dan adanya bahan tambahan
berbasis silikat, seperti tanah liat dan bedak. Misalnya, dalam pulp kraft yang
diputihkan, fraksi massa silika dapat berkisar dari di bawah 100 mg / kg
hingga lebih dari 1.000 mg / kg.
Penentuan kadar sari larut air dan etanol adalah metode kuantitatif
untuk jumlah kandungan senyawa dalam simplisia yang mampu tertarik oleh
pelarut. Kedua cara yang hampir sama tersebut didasarkan ada kelarutan
senyawa yang terkandung dalam simplisia.
B. Tujuan
Adapun makalah ini disusun untuk mengetahui lebih jelas tentang
prosedur kerja dan skema kerja penetapan kadar air, kadar abu total, kadar
abu tidak larut asam, kadar sari laut air dan larut etanol pada pemeriksaan
simplasia.
C. Rumusan Masalah
1. Apa itu paramenter non- spesifik?
2. Jelaskan Prosedur kerja dan skema kerja penetapan kadar air!
3. Jelaskan Prosedur kerja dan skema kerja kadar abu total!
4. Jelaskan Prosedur kerja dan skema kerja kadar abu tidak larut
asam!
5. Jelaskan Prosedur kerja dan skema kerja kaadar sari larut dan larut
etanol!
BAB II
ISI

A. Paramenter Non-spesifik
Parameter non spesifik meliputi uji terkait dengan pencemaran yang
disebabkan oleh pestisida, jamur, aflatoxin, logam berat, penetapan kadar abu,
kadar air, kadar minyak atsiri, penetapan susut pengeringan.

B. Prosedur kerja dan skema kerja penetapan kadar air


Kandungan air yang berlebihan pada bahan / sediaan obat tradisional akan
mempercepat pertumbuhan mikroba dan juga dapat mempermudah terjadinya
hidrolisa terhadap kandungan kimianya sehingga dapat mengakibatkan
penurunan mutu dari obat tradisional. Oleh karena itu batas kandungan air
pada suatu simplisia sebaiknya dicantumkan dalam suatu uraian yang
menyangkut persyaratan dari suatu simplisia.
1. Prosedur kerjanya menggunakan metode:
a) Metode Titrimetri
Metode ini berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan
larutan anhidrat belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar
yang bereaksi dengan ion hydrogen. Kelemahan metode ini adalah
stoikiometri reaksi tidak tepat dan reprodusibilitas bergantung pada
beberapa faktor seperti kadar relatif komponen pereaksi, sifat pelarut
inert yang digunakan untuk melarutkan zat dan teknik yang digunakan
pada penetapan tertentu. Metode ini juga perlu pengamatan titik akhir
titrasi yang bersifat relatif dan diperlukan sistem yang terbebas dari
kelembaban udara.
Zat yang akan diperiksa dimasukkan kedalam labu melalui
pipa pengalir nitrogen atau melalui pipa samping yang dapat disumbat.
Pengadukan dilakukan dengan mengalirkan gas nitrogen yang telah
dikeringkan atau dengan pengaduk magnit. Penunjuk titik akhir terdiri
dari batere kering 1,5 volt atau 2 volt yang dihubungkan dengan
tahanan variable lebih kurang 2.000 ohm. Tahanan diatur sedemikian
sehingga arus utama yang cocok yang melalui elektroda platina
berhubungan secara seri dengan mikroammeter. Setiap kali
penambahan pereaksi Karl Fishcer, penunjuk mikroammeter akan
menyimpang tetapi segera kembali ke kedudukan semula. Pada titik
akhir, penyimpangan akan tetap selama waktu yang lebih lama. Pada
zat-zat yang melepaskan air secara perlahan-lahan, umumnya
dilakukan titrasi tidak langsung.

b) Metode Azeotropi ( Destilasi Toluena ).

Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi


penyulingan berulang ulang kali di dalam labu dan menggunakan
pendingin balik untuk mencegah adanya penguapan berlebih. Sistem
yang digunakan tertutup dan tidak dipengaruhi oleh kelembaban.
Kadar air (V/B) = Vol. Air yang terukur / bobot awal simplisia x
100%.

c) Metode Gravimetri.

Dengan menghitung susut pngeringan hingga tercapai bobot tetap.

Skema kerja:
C. Kadar Abu Total
Langkah - langkah pengabuan kering ( abu total ) adalah sebagai berikut :
1. Cawan pengabuan dikeringkan dalam oven pada suhu 100 ⁰C - 105 ⁰C
selama 1 jam, didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian
timbang cawan kosong (W0).
2. Sebanyak 5-10 gram sampel ditimbang dalam cawan (W1).
3. Sampel dikeringkan dalam oven selama 24 jam dengan suhu 105
⁰C. Untuk sampel basah atau cairan, sampel dibakar diatas pembakar
burner dengan api sedang untuk menguapkan sebanyak mungkin zat
organik yang ada ( sampai sampel tidak berasap dan berwarna hitam ).
4. Sampel dipindahkan ke dalam tanur ( muffle furnace ) dan dipanaskan
pada suhu 300 ⁰C, kemudian suhu dinaikkan menjadi 550 ⁰C  dengan
waktu sesuai dengan karakteristik bahan ( umumnya 5 -7 jam ).
5. Sampel didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian timbang
cawan+abu (W3).
D. Kadar Abu Tidak Larut Asam
Total abu yang diperoleh dilarutkan dengan sejumlah air kemudian
dilewatkan pada kertas saring bebas abu. Abu yang tertinggal pada kertas
saring adalah abu yang tidak larut.
Prosedur kerja:

1. Abu total dalam cawan ( W2) ditimbang kemudian ditambah 10 ml air


distilat.
2. Cawan ditutup dan dipanaskan sampai hampir mendidih.
3. Sampel dilewatkan pada kertas saring bebas abu sambil dibilas dengan air
distilat panas beberapa kali. Kertas saring dikeringkan dan diabukan
kembali.
4. Hasil pengabuan ditimbang (W3) dan hasil penimbangan dinyatakan
sebagai abu tidak larut air.
E. Penetapan Kadar Sari Larut Etanol dan Kadar Sari Larut Air
Berbagai senyawa penyarian dari bahan obat alam seperti penyarian
dengan pelarut air atau alkohol digunakan untuk menentukan presentase
tersarinya dengan pelarut tersebut. Penetapan kadar sari yang larut dalam
etanol lebih sering digunakan untuk mengetahui apakah bahan baku obat
tradisional tersebut dapat larut dalam pelarut organik. Penetapan kadar sari
larut dalam air digunakan untuk menentukan kemampuan dari bahan obat
tersebut apakah tersari dalam pelarut air.
Kemampuan bahan obat terserap dalam air dapat menjadi acauan
penggunaan jamu dalam bentuk rebusan (infusa) oleh masyarakat. Sehingga
efek yang diinginkan tercapai, sedangkan kemampuan bahan obat tersari
dalam etanol dapat dijadikan standar dalam pembuatan sediaan ekstrak.
Besarnya kadar yang tersari dapat dijadikan standar atau control untuk mutu
dari suatu bahan atau obat herbal tersandarkan (Anonim, 2007).
Dalam menetapkan besarnya kadar sari yang terkandung dalam bahan obat
tradisional (ekstrak) dilakukan beberapa kali penimbangan hingga diperoleh
bobot tetap/konstan. Bobot konstan yang dimaksud adalah dua kali
penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa
yang ditimbang (Anonim, 2007).
Cara perhitungan kadar sari  (Anonim, 2007) :
Berat ekstrak      = [berat penimbangan total – berat cawan kosong]
Kadar sari larut etanol (N)   =  5 x berat ekstrak   x 100%
                                                        Berat sample
Kadar sari rata-rata               =      N1 + N2 + N3      x 100%
                                                                 3
Skema kerja:
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Parameter non spesifik meliputi uji terkait dengan pencemaran yang
disebabkan oleh pestisida, jamur, aflatoxin, logam berat, penetapan kadar
abu, kadar air, kadar minyak atsiri, penetapan susut pengeringan.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.mipa-farmasi.com/2016/05/pengertian-simplisia.html

https://khoirullisa.blogspot.com/2017/02/penetapan-kadar-air-pada-
simplisia.html

https://sites.google.com/site/wwwilmukitacom/materi-kuliah/pembuatan-
simplisia

https://www.jagadkimia.com/2018/01/penentuan-kadar-abu.html

Anda mungkin juga menyukai