Anda di halaman 1dari 20

Kurikulum sebagai Mekanisme

Terbentuknya Keteraturan Sosial

Alan

A. Mengenal Pendekatan Fungsional

Pendekatan fungsional atau sering disebut juga struktural

fungsional adalah sebuah pendekatan yang menjelaskan

masyarakat sebagai sebuah struktur dan saling berkaitan satu

dengan lainnya, Fungsionalisme menempatkan masyarakat

secara keseluruhan dalam hal fungsi dari unsur-unsur

pembentuknya, yaitu norma-norma, kebiasaan, tradisi,

dan institusi. Tokoh-tokoh yang pertama kali mencetuskan

fungsional yaitu August Comte, Herbert Spencer, dan

Emile Durkheim. Pendekatan ini sangat dipengaruhi oleh

pemikiran biologis yaitu menganggap masyarakat sebagai

organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang

saling ketergantungan. Ketergantungan tersebut merupakan

hasil atau konsekuensi agar organisme tersebut tetap dapat

bertahan hidup. Pendekatan ini tujuan akhirnya mencapai

keteraturan sosial (social order).

Perintis pendekatan fungsional adalah Emile Durkheim,

Durkheim sendiri dipengaruhi oleh Auguste Comte dan

Herbert Spencer, Herbert Spencer dikenal sebagai bapak

91

Darwinisme sosial. Spencer sering kali menganalisis

masyarakat sebagai sistem evolusi, ia juga menjelaskan

definisi tentang "hukum rimba" dalam ilmu sosial. Berakar

konservatif pada perkembangan pemikirannya kemudian

dari teori evolusi Charles Darwin, Spencer yang sangat

Pada dasarnya hampir sama dengan teori evolusi Darwin


mengeluarkan teori yang dinamakan survival of the fittest.

yang menggambarkan bahwa manusia bagaikan makhluk

bertahan dan yang lemah akan menemui ajalnya.

hidup lainnya di dunia di mana yang kuat itulah yang akan

Gambar 6.1 Foto Herbert Spencer (1820-1903)

Seperti pemikiran Spencer dan Comte, Emile Durkheim

juga memiliki pemikiran mengenai evolusi dari masyarakat,

yaitu dari masyarakat yang solidaritas mekanik yang primitif

di mana komunitas yang homogen hidup bersama tumbuh

menuju solidaritas organis yang semakin heterogen, setiap

orang lebih individual, dan hubungan sosial yang terjalin

didasari kebutuhan dasar tiap orang. Di karyanya The

Division of Labor in Society (1893-1964) ia menyimpulkan

bahwa masyarakat dipersatukan terutama oleh fakta

sosial berupa ikatan moralitas bersama yang disebut juga

kesadaran kolektif. Durkheim mencoba untuk menjawab

mengapa masyarakat dengan keberagamannya tetap bisa

92 Bab 6 Kurikulum sebagai Mekanisme

hidup bersama? Jawaban yang diberikannya menjadi bagian

dari fungsionalismenya.

Studi Durkheim tersebut sangat tampak dalam kajian

tentang organisme tersebut. Durkheim mengungkapkan

bahwa masyarakat adalah sebuah kesatuan di mana di

dalamnya terdapat bagian-bagian yang dibedakan. Bagian-

bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing-masing

yang membuat sistem menjadi seimbang, Bagian tersebut

saling interdependensi satu sama lain dan fungsional,

sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak

keseimbangan sistem. Pemikiran inilah yang menjadi


sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan Merton

mengenai struktural fungsional.

Gambar 6.2 Foto Emile Durkheim

Pendekatan fungsionalisme menjadi teori yang dominan

dalam perspektif sosiologi hingga tahun 1950-an. Selain

dirintis Emile Durkheim maupun teori fungsional menjadi

karya Talcott Parsons dan Robert K. Merton di bawah

pengaruh tokoh-tokoh yang telah dibahas di atas. Sebagai

ahli teori yang paling mencolok di zamannya, Talcott Parsons

menimbulkan kontroversi atas pendekatan fungsionalisme

yung ia gulirkan Parsons berhasil mempertahankan

fungsionalisme hingga lebih dari dua setengah abad sejak

ia memublikasikan The Structure of Social Action (1937).

Dalam karyanya ini Parsons membangun teori sosiologinya

melalui "analytical realism", maksudnya adalah teori sosiologi

harus menggunakan konsep-konsep tertentu yang memadai

dalam melingkupi dunia luar. Konsep-konsep ini tidak

bertanggung jawab pada fenomena konkret, tapi kepada

elemen-elemen di dalamnya yang secara analitis dapat

dipisahkan dari elemen-elemen lainnya. Oleh karenanya,

teori harus melibatkan perkembangan dari konsep-konsep

yang diringkas dari kenyataan empirik, tentunya dengan

segala keanekaragaman dan kebingungan-kebingungan yang

menyertainya. Dengan cara ini, konsep akan mengisolasi

fenomena yang melekat erat pada hubungan kompleks yang

membangun realitas sosial. Keunikan realisme analitik

Parsons ini terletak pada penekanan tentang bagaimana

konsep abstrak ini dipakai dalam analisis sosiologi. Sehingga

yang didapat adalah organisasi konsep dalam bentuk sistem


analisis yang mencakup persoalan dunia tanpa terganggu

oleh detail empiris.

Sistem tindakan diperkenalkan Parsons dengan skema

AGILnya yang terkenal. Parsons meyakini bahwa terdapat

empat karakteristik terjadinya suatu tindakan, yakni

Adaptation, Goal Atainment, Integration, Latency. Sistem tindakan

hanya akan bertahan jika memenuhi empat kriteria ini. Teori

fungsional didefinisikan sangat mementingkan kestabilan,

integrasi antarhubungan yang serasi dan konsensus. Teori

ini yang mengambil masyarakat sebagai suatu sistem.

Oleh karena itu, harmoni dan integrasi dipandang sebagai

fungsional, bernilai tinggi dan harus ditegakkan, sedangkan

94 Bab 6 Kurikulum sebagai Mekanisme

kontlik harus dihindari. Memberikan teori ini menekan

pada keteraturan-keteraturan yang disusun secara sistematis

dan mengabaikan konflik yang akan terjadi. Teori ini

mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam

masvarakat. Konsep utamanya adalah fungsi, disfungsi.

fingst laten, fungsi manifes dan keseimbangan (equilibrium).

Masyarakat menurut teori ini merupakan suatu sistem

sosial yang terdiri atas bagian/elemen yang saling berkaitan

dan menyatu dalam keseimbangan. Perubahan yang terjadi

pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap

bagian yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap

struktur dalam sistem sosial fungsional terhadap yang

lain. Sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur

tidak akan ada atau hilang dengan sendirinya.

B. Kurikulum Menurut Pendekatan Fungsional

Emile Durkheim (1858-1917) dikenal sebagai perintis


sosiologi pendidikan. Durkheim menghasilkan berbagai

karya akademik yang sangat berpengaruh dalam dunia

sosiologi. Beberapa referensi tersebut di antaranya The

Division of Labour in Society (1893), The Rules of Sociological

Method (1895). Suicide (1897). The Elementary Forms of

Religious Life (1915). Durkheim adalah sosiolog pertama

yang secara sistematis menjelaskan keterkaitan pendidikan

dengan masyarakat (Saha dan Zubrzycki, 1997:11). Hal

itu tertuang dalam dua buku klasiknya yang membahas

pendidikan yaitu Education and Sociology (1922) dan Moral

Education (1925). Ia memiliki peran signifikan dalam

sistem pendidikan di Prancis khususnya universitas.

Durkheim juga menjadi tokoh kunci dalam reorganisasi

sistem universitas.

Gambar 6.3 Buku-buku Karya Emile Durkheim

Pada saat karier akademiknya, Durkheim menyarankan

Departemen Pendidikan untuk membantu memperkenalkan

sosiologi ke dalam kurikulum sekolah. Saat itu Pemerintah

Prancis menganggap ilmu sosial tidak menarik sehingga

tidak diajarkan di sekolah maupun di universitas. Perannya

dalam mengembangkan kurikulum pelajaran sosiologi

di Prancis tidak lepas dari pesimisme setelah ia berhasil

mendapatkan gelar doktornya filsafatnya dari École Normale

Supérieure, Paris tahun 1879. Durkheim mengambil program

doktor filsafat karena di Prancis belum terdapat kurikulum

sosiologi di seluruh universitas yang ada. Setelah lulus,

meski tidak tertarik pada sosiologi ilmiah, tetapi waktu

itu belum ada bidang studi sosiologi sehingga ia sempat

mengajar filsafat di sejumlah sekolah di Paris.


Ia mulai mensosialisasikan secara intensif pelajaran

sosiologi dalam kurikulum sekolah di Prancis. Pada konteks

inilah, ia mulai terlibat dalam reformasi sistem pendidikan

di Prancis khususnya untuk memasukkan ilmu sosial

ke dalam kurikulum sekolah. Durkheim lulus tes yang

dibutuhkan untuk mengajar di sekolah menengah negeri

96 Bab 6 Kurikulum sebagai Mekanisme

milik Pemerintah Prancis. Durkheim mulai mengajarkan

ilmu pedagogi dan ilmu sosial di Sens Saint-Quentin dan

Troves antara 1882-1885. Ini merupakan yang pertama

dalam sejarah sekolah Prancis. Selama satu tahun Durkheim

tinggal di Jerman (1885-1886). Pada 1887 ia diangkat

dosen di Universitas Bordeaux, di mana ia kemudian

menjadi seorang profesor dan mengajar filsafat sosial.

Karier akademiknya semakin cemerlang. Durkheim menjadi

professor sosiologi pertama di Prancis.

Setelah tahun 1887, dengan jabatannya itu Durkheim terus

memperbarui sistem sekolah Prancis dan memperkenalkan

studi ilmu-ilmu sosial dalam kurikulumnya. Perhatian

Durkheim yang sangat besar terhadap pendidikan ia banyak

bekerja untuk melatih guru sekolah di Prancis. Tujuannya

agar guru-guru tersebut menggunakan kemampuannya

untuk menciptakan kurikulum untuk mengembangkan

sosiologi diajarkan seluas mungkin.

Selain itu, Durkheim juga tertarik pada bagaimana

pendidikan dapat digunakan untuk memberikan basis moral

dan sosial kepada warga Prancis untuk mencegah anomi

keadaan tanpa hukum) dalam masyarakat modern. Menurut

Durkheim guru memiliki peran sangat penting dalam sekolah


karena menanamkan cita-cita dan pengetahuan masyarakat

pada siswa mereka. Dengan demikian, perubahan baik dalam

metode dan isi pengajaran harus mewujudkan perubahan-

perubahan penting dan substansial yang dalam budaya yang

lebih besar. Pada bagian ini sebenarnya Durkheim percaya

bahwa dengan penyampaian metode dan isi pengajaran yang

menanamkan nilai, norma, kepercayaan kepada murid dapat

menciptakan masyarakat yang harmonis dan tertib. Tujuan

jangka panjangnya adalah menciptakan keteraturan sosial.

Keteraturan sosial adalah masyarakat yang dicita-citakan

Pengantar Sosiologi Kurikulum 97

dalam pandangan Durkheim. Pendidikan menjadi aspek sangat

penting karena dengan pendidikan dapat mencerminkan

masyarakat sekaligus dapat mengantisipasi terjadinya

perubahan sosial yang dampaknya dapat mengganggu

keseimbangan masyarakat.

Gambar 6.4 Buku Karya Emile Durkheim Berjudul Education and Society

Buku pertama tentang pendidikan yang ditulis Durkheim

adalah Education and Sociology (1922). Buku ini secara tegas

menjelaskan keterkaitan antara pendidikan dan masyarakat.

Cara pandang ini menegaskan bahwa Durkheim seorang

fungsionalis sejati. Durkheim melihat generasi tua memiliki

peran dan tanggung jawab untuk mengajarkan kepada anak-

anak muda tentang kehidupan sosial. Dengan kata lain,

akan tercipta transmisi kebudayaan di dalam masyarakat.

Durkheim juga menjelaskan bahwa di setiap masyarakat

selalu mengadopsi pendidikan untuk menyesuaikan dengan

nilai dan tujuannya. Sistem pendidikan menurut Durkheim

berkontribusi untuk eksistensi sebuah masyarakat. Dalam


hal ini, melalui kurikulum yang diajarkan di sekolah,

98

Bab 6 Kurikulum sebagai Mekanisme

pendidikan akan mempersiapkan murid-murid untuk

mengantisipasi kondisi di masa yang akan datang. Singkatnya,

menurut Durkheim pendidikan melalui praktik kurikulum

di sekolah akan menghasilkan individu dewasa yang ideal

untuk masyarakat.

Emile Durkheim juga menulis buku Moral Education. Buku

ini mengamati bahwa lebih banyak diajarkan dan dipelajari di

sekolah-sekolah dari yang ditentukan dalam kurikulum mapan

buku teks dan manual guru. Dalam bukunya Moral Education

(1961), Durkheim menjelaskan ada sistem keseluruhan aturan

di sekolah yang mewajibkan seorang murid harus datang

ke kelas secara teratur. Ia harus tiba pada waktu tertentu.

Murid itu harus mematuhi peraturan di kelas dan tidak

boleh mengganggu hal-hal di kelas. Murid itu juga harus

mengerjakan tugasnya dan melatih disiplin dalam suasana

belajar sehari-hari (Saha dan Zubrzyki, 1997:11). Penjelasan

Durkheim ini memberikan kontribusi pada analisis tentang

kurikulum maupun hidden curriculum.

Gambar 6.5 Buku Karya Emile Durkheim Berjudul Moral Education

Pengantar Sosiologi Kurikulum

99

Sebagai sosiolog fungsional

, dalam bukunya itu, Durkheim

mengatakan seluruh pendidikan adalah pendidikan moral

(all education is moral education). Durkheim mendefinisikan

moralitas sebagai satu set tugas dan kewajiban yang


memengaruhi perilaku individu. Walaupun gagasan awal

moralitas yang dikaitkan dengan keyakinan agama, Durkheim

berpendapat bahwa masyarakat industri modern tetap

membutuhkan moralitas sekuler. Masa depan kohesifitas

suatu masyarakat bertumpu pada pemeliharaan basis

moral dan kewajiban sosial yang bermanfaat bagi individu

maupun masyarakat. Ringkasnya, menurut Durkheim sistem

pendidikan formal maupun nonformal merupakan pusat

perhatiannya untuk menciptakan sekaligus mempertahankan

konsensus dan solidaritas dalam masyarakat yang semakin

industri yang semakin terspesialisasikan, semakin heterogen

dan semakin kompleks.

Selain Emile Durkheim terdapat juga Talcott Parsons yang

merupakan sosiolog utama pendekatan fungsional. Parsons

adalah sosiolog dari Amerika Serikat yang menggunakan

pendekatan fungsional dalam melihat masyarakat, baik yang

menyangkut fungsi dan prosesnya. Pendekatannya selain

diwarnai oleh adanya keteraturan masyarakat yang ada di

Amerika juga dipengaruhi oleh pemikiran Auguste Comte,

Emile Durkheim, Vilfredo Pareto, dan Max Weber.

Hal tersebut di ataslah yang menyebabkan Teori Fungsio-

nalisme Talcott Parsons bersifat kompleks. Meski tidak

sedalam kajian Emile Durkheim, Parsons tetap memberikan

pengaruh signifikan dalam kajian sosiologi pendidikan dan

di dalamnya sedikit menyinggung kurikulum. Menurut

Parsons, individu berinteraksi satu sama lain melalui

media struktur sosial. Mereka menerima standar umum

evaluasi, yang merupakan standar moral atau “norma”.

100 Bab 6 Kurikulum sebagai Mekanisme


Acuon

Gambar 6.6 Buku Karya Talcott Parsons

Proses sosial int mempertahankan struktur-struktur.

dan menjamin srabilitas melalui kepatuhan terhadap

nerma-norma.Analisis fingsi masvarakat menurut Farson

terdapar dalam empat hal penting. Rertame, adaptation

yaitu penyediaan kebutuhan fisik. Parsons menjelaskan

ni sebagai sistem ekonomi. Masyarakat harus beradaptasi

untuk mendapatkannya. Kedua, goal attainment, yaitu

adanya pembentukan tujuan secara keseluruhan yang

lebih merupakan sistem politik. Misalnya melaksanakan

distribusi kekuasaan dan monopoli unsur paksaan yang

sah. Menurut Parsons ini adalah sistem politik. Keriga,

integration yaitu sosialisasi individu untuk menerima

norma dan kentrol mereka. Ini lebih kepada sekolah,

gereja media, polisi dan sistem peradilan. Keempat,

latent, pattern dan maintenance yaitu pola pemeliharaan

dan manajemen ketegangan berfungsi untuk memotivasi

individu dan menyelesaikan konflik. Bagian lebih kepada

Pengantar Sosiologi Kurikulum 101

Eab 7

Kurikulum sebagai Arena Reproduksi

Ketimpangan Sosial

A. Perkembangan Awal Neo-Marxist

Neo-Marxist adalah sebuah perspektif yang secara kritis

terpengaruh dan berupaya mengembangkan pemikiran-


pemikiran Karl Marx. Perspektif ini sering kali meng-

gabungkan beberapa tradisi intelektual seperti teori

kritik, psikoanalisis maupun eksistensialisme. Perspektif

ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran Hegel, Nietzsche,

dan Freud. Asumsi dasarnya dibangun atas pemikiran

adanya keterkaitan antara proses di level makro seperti

budaya dan efek dari psikologi dan kesadaran individual.

Perspektif ini dirintis oleh Frankfurt School (sering juga

disebut Mazhab Frankfurt) pada 1923. Idenya dikembangkan

oleh beberapa tokoh seperti Max Horkheimer, Theodor

Adorno, Herbert Marcuse, dan Erich Fromm. Herbert

Marcuse pada 1960 memiliki reputasi intelektual yang

sangat berpengaruh dalam perspektif neo-Marxian ini.

Bahkan, Marcuse disebut sebagai sebagai "father of the

New Left." Mazhab Frankfurt ialah sebuah nama yang

diberikan kepada kelompok filsuf yang memiliki afiliasi

105

dengan Institut fur Sozialforschung (Institute for Social Research)

di Frankfurt, Jerman. Mereka memiliki sebuah ketertarikan

intelektual dengan pemikiran neo-Marxisme dan kritik

terhadap budaya (yang di kemudian hari memengaruhi

munculnya bidang ilmu Studi Budaya). Masing-masing

pemikir mengaplikasikan kedua hal ini dengan cara-cara

dan terhadap subjck kajian yang berbeda.

Gambar 7.1 Foto Herbert Marcuse

Ketertarikan Mazhab Frankfurt terhadap pemikiran Kar

Mars disebabkan antara lain oleh ketidakpuasan mereka

terhadap penggunaan teori-teori Marxisme oleh kebanyakan

orang lain, yang mereka anggap merupakan pandangan


sempit terhadap pandangan asli Karl Marx. Menurut mereka,

pandangan sempit ini tidak mampu memberikan "jawaban"

terhadap situasi mereka pada saat itu di Jerman. Setelah

Perang Dunia Pertama dan meningkatnya kekuatan politik

Nazi, Jerman yang ada pada saat itu sangatlah berbeda

dengan Jerman yang dialami Karl Marx. Sehingga jelaslah

bagi para pemikir Mazhab Frankfurt bahwa Marxisme

harus dimodifkasi untuk bisa menjawab tantangan zaman.

Mazhab Frankfurt memiliki dua ide pokok. Pertama, semua

ide dipengaruhi oleh waktu saat ini berdasarkan pola-pola

yang berlaku. Kedua, tidak dapat dipisahkan antara fakta

106 Bab 7 Kurikulum sebagai Arena Reproduksi Ketimpangan Sosial

dan nilai. Hal ini memerlukan reflekst diri dan kritik diri

untuk mengembangkan sikap kritis terhadap masyarakat.

Mazhab ini juga menjelaskan keterkaitan antara budaya

dengan pembentukan kepribadian, menjelaskan bagaimana

ideologi kapitalisme dan alienasi membentuk kepribadian

individual, mengembangkan kritik budaya massa, kritik

terhadap manipulasi budaya populer terhadap individu,

standardisasi rasa (taste), manipulasi dari dunia nyata. Salah

satu tokoh Mazhab Frankfurt adalah Jurgen Habermas.

Pada 1956, Habermas pernah menjadi asisten Theodore

Adorno di Heidelberg. Beberapa varian dari neo-Marxian

adalah Hegelian Marxism (Antonio Gramsci), Neo-Marxian

Economic Theory (Braverman), Fordism and Post-Fordism,

Historical Marxism, Analytical Marxism, Post-Modern

Marxian Theory (Laclau/Mouffe). Neo-Marxian memang

tidak terlembagakan, tetapi lebih menekankan kepada

aspek dan basis analisis yang digunakan. Tidak heran jika


terdapat varian pemikiran yang lebih spesifik dan dapat

digolongkan sebagai perspektif neo-Marxian.

B. Kurikulum sebagai Arena Eksploitasi

Pendekatan neo-Markist menjelaskan bahwa kurikulum

memiliki kontribusi dalam menciptakan reproduksi

ketimpangan sosial dalar masyarakat kapitalis. Perspektif

in juga menjelaskan juga proses reproduksi dari strukiur

kelas. Kurikulum dan juga seluruh yang terkait dengan

pendidikan merupakan sebuah mekanisme untuk menciptakan

reproduksi kelas sosial yang timpang Hal penting lainnya

yang dijelaskan perspektif ini adalah sangat mungkin akan

lahir kontestasi proses produksi dan ini bisa memunculkan

perubahan politik yang radikal dalam ranah pendidikan.

Fengantar Sosiolog Kunikudom 107

Menurut Gordon (dalam Lewy, 1991: 28), generasi

kelompok neo-Marxis pertama yang berkembang di pertengahan

1970-an sebenarnya adalah bagian dari perkembangan

rekonseptualisasi tentang kurikulum yang dilakukan kelompok

the New of Sociology Education. Pada dasarnya dua kelompok

pemikir ini (generasi kelompok neo-Marxis pertama dan

the New of Sociology Education) menjelaskan kontribusi dan

pembatasan teori neo-Marxist terhadap penelitian kurikulur

dan pendidikan secara umum.

The New of Sociology Education muncul sebagai sebuah

reaksi terhadap paradigma dominan sosiologi di akhir tahun

1960, yaitu fungsionalis. Paradigma dominan ini sering

juga disebut pendekatan input-output. Pendekatan the new of

Sociology Education menolak fungsionalisme. Penolakan ini

dikarenakan proses itu dibebankan kepada sosiolog yang


mengabaikan proses pendidikan itu sendiri, dan khususnya

mengabaikan apa yang terjadi di ruang kelas. Padahal

dalam pandangan the New of Sociology Education menganggap

bahwa aspek penting dalam ruang kelas adalah transmisi

pengetahuan kepada murid. Sosiolog generasi baru dari

Institute of Education London ini kemudian mengembangkan

sosiologi kurikulum yang menggunakan pendekatan

sosiologi pengetahuan. Mereka cenderung menghindari

sebuah teori besar dan tingkat makro analisis.

Pada level analisis ini munculah teori reproduksi (the

reproduction theory) yang digagas oleh Pierre Bourdieu di

awal 1970. Teori ini berdasarkan penjelasan Bourdieu bahwa

dalam masyarakat modern sistem pendidikan digunakan

hanya untuk "mereproduksi" budaya kelas dominan dalam

rangka untuk kelas dominan untuk terus memegang dan

melepaskan kekuasaan. Bourdieu bersama Jean-Claude

Passeron menulis buku Cultural Reproduction and Social

108 Bab 7 Kurikulum sebagal Arena Reproduksi Ketimpangan Sosial

Reproduction. Ide Bourdieu yang mirip dengan gagasan Louis

Althusser tentang ideological state apparatus yang muncul

sekitar waktu yang sama. Ia mulai belajar sosialisasi dan

bagaimana dominan budaya dan norma-norma tertentu dan

tradisi banyak dipengaruhi hubungan sosial. Kontribusi

teori reproduksi adalah untuk mengisi kekosongan ini

dengan menghubungkan sosiologi kurikulum untuk proses

sosial makro, dengan dalam kerangka Marxisme, yaitu salah

satu tema besar utama dalam tradisi sosiologis.Penjelasan

pemikiran Bourdieu dijelaskan dalam bab khusus karena

memiliki pemikiran yang sangat mendalam.


Salah satu pemikir neo-Marxist yang sangat berpengaruh

adalah Louis althusser. Althusser dikenal sebagai filsuf

dan sosiolog beraliran Marxis yang paling berpengaruh

pada dekade 1960-an dan 1970-an. Louis Althusser lahir

di Aljazair 19 Oktober 1918 dan meninggal di utara Paris

pada 23 Oktober 1990.Studi filsafat diperolehnya di Ecole

Normale Superieure di Paris, di mana ia kemudian menjadi

profesor filsafat. Karyanya yang berjudul Pour Marx (Untuk

Marx) dan Lire le Capital (Membaca Modal) membuat

Althusser menjadi terkenal di kalangan intelektual Prancis

dan menarik perhatian pembaca di luar negeri. Ia juga

merupakan intelektual yang bergabung dengan Partai

Komunis Prancis.

Pemikiran Althusser yang menjelaskan posisi sekolah

vis a vis kurikulum tertuang dalam bukunya Ideology and

Ideological State A pparatus (1971). Althusser menjelaskan dua

karakteristik apparatus. Pertama, repressive state apparatus (RSA)

seperti polisi, pemerintah, birokrasi, penjara, pengadilan atau

militer. Kedua, ideological state apparatus (ISA) seperti gereja,

politik, hukum, kebudayaan, komunikasi, media massa,

keluarga, sekolah, kurikulum. Praktik berlangsungnya ISA

Pengantar Sosiologi Kurikulum 109

dilakukan melalui ideologisasi berbeda dengan RSA yang

ih menggunakan fisik dan kontrol. Dalam penjelasa

Althusser mengatakan praktik ISA berlangsung secara

halus dan tanpa disadari. Fenomena ini betlangsung seperti

sesuatu yang natural. Bahkan, ia menyebut praktik ISA

bisa melalui musik. Adapun praktik di sekolah ia melibat

itu berlangsung sejak usia bayi hingga usia sekolah. Anak-


anak tersebut diwajibkan hadir di sekolah selama 8 jam

sehari selama 5 hari dalam seminggu. Anak-anak ini sangat

rentan mengalami proses ideologisasi tersebut. Proses

itu menurut Althusser menggunakan metode pengajaran

lama maupun metode baru berbasiskan ideologi dominan.

Saat itu, Althusser menyebutnya dengan Bahasa Prancis,

Matematika dan sejarah alam.

Gambar 7.2 Foto Louis Althusser

Praktik itu berlangsung melalui konstruksi ideologi

resmi negara seperti pelajaran etik atau kewarganegaraan.

Menurut Althusser, setiap massa anak-anak diberikan

ideologi yang sesuai dengan peran yang harus dipenuhi

dalam masyarakat kelas. Penanaman ideologi melalui ISA

ini adalah bentuk dari formasi masyarakat kapitalis yaitu

relasi yang timpang kelas borjuis dengan kelas pr

Menurut Althusser semua sistem yang ada seperti sistem

hukum, sistem ekonomi atau sistem pendidikan merupakan

eyarat keberadaan ekonomi kapitalis, Mekanisme dan

prosedural pembentukan masyarakat kapitalis menurut

Althusser dilakukan secara halus dan terselubung melalui

ideologi sckolah. Althusser melihat ideologi tidak hanya

mendiami sektor ckonomi saja, namun menyebar ke seluruh

tatanan. Segala tatanan yang menjadi alat ideologi bias

disebut sebagai aparatus. Dengan demikian, media melalui

pemikiran Althusser didudukkan sebagai media ideologis,

artinya media senantiasa memiliki dan menjalankan ideologi

tertentu. Media bisa dilihat sebagai aparatus ideologi

(ISA). Media sebagai aparatus sckaligus menggambarkan

bahwa ideologi memiliki cksistensi material. Penjelasan


ini menempatkan Althusser sebagai pemikir neo-Marxist

generasi pertama yang konsen dengan kurikulum. Gagasannya

juga kemudian dikenal dengan teori reproduksi.

Selain Althusser, terdapat juga ekonom neo-Marxist yang

menulis sekolah menjadi alat reproduksi sosial ekonomi

yaitu Samuel Bowles, Samuel Bowles lahir pada 1939. Ia

seorang ekonom asal Amerika Serikat dan menjadi Profesor

Emeritus di University of Massachusetts, Amherst. la

mengajar sejumlah mata kuliah seperti mikroekonomi dan

teori institusi. Gelar sarjana ia raih dari Yale University

tahun 1960. Gelar doktor ekonomi ia dapatkan dari Harvard

University tahun 1965. Saat ini, Bowles adalah Profesor

Ekonomi di University of Siena, Italy. Ia juga menjadi

Profesor di Arthur Spiegel Research dan Director of the

Behavioral Sciences Program di Santa Fe Institute, Santa

Fe, New Mexico.

Pengantar Sosiologi Kurikulum 111

Gambar 7.3 Foto Samuel Bowles

ada 2006, Bowles mendapatkan penghargaan

Leontief Prize karena kontribusi signifikannya untuk teori

ekonomi. Ia menulis sejumiah buku antara lain: Pla

Educational Systems for Economic Growth. Harvard University

Press (1969), Schooling in Capitalist America: Educational

Reform and the Contradictions of Economic Life, Basic Books,

N.Y (1976), Notes and Problems in Microeconomic Theory. With

David Kendrick, Ist ed., with Peter Dixon, 2"d ed. North

Holland Texts in Mathematical Economics, Amsterdam

(1980), Democracy and Capitalism: Property, Community, and

the Contradictions of Modern Social Thought.


Samuel Bowles sering berkolaborasi untuk menulis

sejumlah buku dengan sesama ekonom bernama Herbert

Gintis. Gintis lahir tahun 1940. Ia dikenal sebagai ekonomi

neo-Marxian asal Amerika yang menulis berbagai tema tentang

Altruisme, Cooperation, Epistemic Game Theory, Gene-

Coevolution, Efficiency wages, Strong Reciprocity, dan teori human

capital. Gintis mendapatkan gelar sarjana dari Departemen

Matematika University of Pennsylvania tahun 1961. Gelar

masternya juga didapatkan dari Departemen Matematika

Harvard University. Pada 1969, ia meraih doktor ekonomi

dari Harvard University dengan menulis disertasi berjudul

Alienation and Power: Towards a Radical Welfare Economics.

112 Bab 7 Kurikulum sebagai Arena Reproduksi Ketimpangan Sosial

Gambar 7.4 Foto Herbert Gintis

Buku Bowles dan Gintis yang berjudul Schooling in

Capitalist America: Educational Reform and the Contradictions of

Economic Life (1976), dianggap oleh berbagai kalangan sebagai

karya berpengaruh dalam sosiologi pendidikan. Dalam buku

itu, Bowles dan Gintis mengkritik sebuah analisis yang

menjelaskan bahwa sekolah di Amerika Serikat mempunyai

dampak pemerataan pendapatan dan bisa melakukan

perubahan pada tingkat kesejahteraan masyarakat Amerika

yang berada di strata kelas bawah. Berdasarkan berbagai

kajian dan hasil penelitiannya, Bowles dan Gintis sampai

pada satu kesimpulan bahwa justru sekolah dan pendidikan

di Amerika Serikat mereproduksi ketidakadilan sosial dan

kelas (reproduces social and class-based inequalities).

Bowles dan Gintis berargumen dengan prinsip

keterkaitan yang menjelaskan relasi organisasi internal


sekolah dengan organisasi internal tenaga kerja kapitalis

dalam struktur, norma, dan nilai-nilai. Sebagai contoh,

Bowles dan Gintis menyebutkan bahwa sistem hierarki

dalam sekolah mencerminkan struktur pasar tenaga kerja

yaitu dengan kepala sekolah sebagai managing director,

murid berada dalam hierarki tersebut. Murid memakai

seragam, dan sekolah tersebut mempromosikan disiplin

Pengantar Sosiologi Kurikulum 113

karena akan berada di tempat kerja. Pendidikan memberikan

pengetahuan tentang bagaimana cara berinteraksi di tempat

kerja dan memberikan persiapan langsung untuk masuk

ke pasar tenaga kerja.

Secara khusus, Bowles dan Gintis berusaha untuk menun-

jukkan cara-cara sekolah di Amerika Serikat sangat terlibat

dan terkait dengan struktur produksi kapitalis. Sekolah

dan kurikulum mereka atau secara lebih umum adalah

struktur pendidikan sangat signifikan "pekerja yang baik"

yang akan mengisi berbagai stratifikasi sosial pekerjaan.

Dengan demikian, mempertahankan ketidakadilan berbasis

kelas dan manfaat alat-alat produksi ekonomi kapitalis dan

keuntungan. Sistem pendidikan dalam pandangan Bowles

dan Gintis merupakan elemen penting dalam reproduksi

pembagian kerja yang secara luas merupakan refeksi dari

hegemoni kelas kapitalis. Dalam pandangan mereka, tidak

mungkin memahami cara kerja sistem pendidikan secara

114 Bab 7 Kurikulum sebagai Arena Reproduksi Ketimpangan Sosial

terpisah dari analisis struktur kelas yang telah terikat.

Sistem pendidikan itu terkait dengan bagaimana posisi

dan pentingnya kurikulum yang diberlakukan di semua


sekolah. Ini sekaligus menunjukkan bahwa kurikulum pun

menjadi elemen penting yang melahirkan ketimpangan

sosial ekonomi dalam sekolah khususnya dan masyarakat

umumnya.

sosiak

fini dalam sckolah khususnya dan masyarakat

umumnya

Bowles dan Gintis menjelaskan bahwa pendidikan

elalui praktik kurikutum digunakan oleh kaum be

untuk mengontrol tenaga kerja. Dari sudut pandang mereka,

sekolah mereproduksi ketidaksetaraan yang ada dan mereka

menolak gagasan bahwa ada kesempatan yang sama bagi

semua. Dengan cara ini mereka berpendapat pendidikan

yang membenarkan dan menjelaskan ketimpangan sosial.

Selain mengkritisi peran sekolah melalui kurikulum dalam

mereproduksi ketidakadilan kelas, Bowles dan Gintis juga

mengkaji tentang reformasi sekolah yang berlangsung di

merika Serikat. Bowles dan Gintis melihat eformasisek

di akhir 1970-an sebagai sebuah proyek berkelanjutan

yang berakar dari sistem kapitalis. Hasilnya, menunjukkan

adanya kegagalan sistematis. Bowles dan Gintis percaya

bahwa reformasi sekolah yang dilakukan hanya menguatkan

tatanan kapitalis dengan kedok perubahan pro-aktif. Buku

Bowles dan Gintis tersebut dianggap sebagai referensi

berpengaruh dalam teori sosiologi pendidikan.

Pengantar Sosiologl Kurikulum 115

Anda mungkin juga menyukai