Anda di halaman 1dari 6

A.

Profil Negara Brunei Darussalam


Brunei Darussalam adalah sebuah negara monarki absolut yang terletak di Asia
Tenggara tepatnya di bagian utara pulau Kalimantan. Monarki absolut adalah sistem
pemerintahan yang kepala Negara dan kepala pemerintahannya adalah seorang Raja
atau Sultan. Di Brunei Darussalam, Kepala Negara dan Kepala Pemerintahannya
adalah seorang Sultan yaitu Sultan Hassanal Bolkiah yang juga merangkap sebagai
Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan. Ibukota Brunei Darrussalam adalah Kota
Bandar Seri Begawan.
Secara astronomis, Brunei Darussalam berada di antara 4°LU – 5°LU dan antara
114°BT – 115°BT. Brunei Darussalam yang terdiri dari dua wilayah terpisah ini
dikelilingi oleh Serawak yang dimiliki oleh Malaysia. Hanya sebelah utaranya adalah
Laut China Selatan sedangkan di sebelah selatan, barat dan timur berbatasan
dengan Serawak Malaysia.
Luas wilayah Brunei Darussalam adalah sebesar 5.765 km2 dengan jumlah
penduduk sebanyak 436.620 jiwa. Mayoritas penduduk Brunei Darussalam memeluk
agama Islam yaitu sebanyak 78,8%. Bahasa Melayu adalah bahasa resmi negara yang
kebanyakan etnisnya adalah etnis Melayu (65,7%).
B. Sistem Pemerintahan Negara Brunei Darussalam
Sistem pemerintahan: Presidensil (Raja berperan dominan)
Hakikinya, konstitusi Brunei merupakan fusi dari konsep pemerintahan Melayu
Brunei dan Sistem Westminster/Inggris. Konsep pemerintahan Melayu Brunei
menekankan pada kepemimpinan otokratik, ketuhanan, dan absolutisme kuasa
sultan. Namun, sultan mempersilakan seluruh warganegara berkonsultasi dengan
dirinya lewat aneka pertemuan di desa-desa, masjid-masjid, dan kantor-kantor, di
mana mekanisme ini dikenal sebagai "Living Democracy.". Sultan adalah khalifah
Allah di bumi, dengan demikian, negara Brunei mempromosikan nilai-nilai dan
syariat Islam disegala aspek kehidupan kesultanan. Dari Barat, Brunei mengadopsi
sistem kerja kabinet, independensi lembaga peradilan, dan HAM.  Singkatnya, Sultan
Brunei memangku jabatan Kepala Negara, Kepala Pemerintahan, dan Pemimpin
Agama Islam (Brunei mayoritas bermazhab Syafi'i).
Segala urusan kenegaraan dijalankan oleh Sultan. Namun dalam proses
pelaksanaan roda pemerintahan Sultan tidaklah bekerja sendiri, namun sultan
dibantu oleh penasihat-penasihat dan menteri-menteri negara. Penasihat-penasihat
dan menteri-menteri negara tersebut tergabung kedalam suatu kabinet negara
Brunei Darussalam.
Brunei Darussalam memiliki suatu konsep dasar negara yang berlandaskan atas
nilai-nilai luhur dari kebudayaan melayu dan keagamaan Islam di negara ini. Konsep
dasar yang dijadikan falsafah Brunei Darussalam itu bernama Monarki Islam Melayu
atau lebih dikenal dengan nama Melayu Islam Beraja (MIB). Dalam konsep Melayu
Islam Beraja ini, Sultan merupakan pusat kekuasaan negara ini. Dalam konteks
Beraja, Sultan memiliki enam (6) kedudukan, yaitu:
1.      Raja sebagai payung Allah di muka bumi 
2.      Raja sebagai pemimpin tertinggi Agama Islam 
3.      Raja sebagai kepala negara
4.      Raja adalah kepala pemerintahan
5.      Raja sebagai pemimpin tertinggi adat istiadat
6.      Raja sebagai panglima tertinggi angkatan bersenjata
C. Penerapan Hukum Islam di Brunei Darussalam
Setelah Brunei merdeka, kerajaan berusaha menjadikan Islam sebagai landasan
undang-undangnya dalam falsafah Negara yang disebut Melayu Islam Beraja (MIB).
Jika ditelusuri lebih lanjut, asas MIB telah digagas sejak sebelum lahirnya
Perlembagaan Brunei 1959, yang digagas oleh Sultan Haji Omar Ali Saifuddin dan
Jawatan Kuasa Penasihat Kerajaan tahun 1954. Perjuangan kemerdekaan dilakukan
beriringan dengan usaha penataan kelembagaan Brunei, antara lain dengan
menempatkan Sultan sebagai Kepala Negara yang berdaulat dan berkuasa penuh,
menjadikan Islam sebagai agama resmi, bahasa Melayu sebagai bahasa resmi, dan
kedudukan khusus bangsa Melayu.
Dalam pelembagaan Brunei 1959, terdapat pasal-pasal yang merupakan asas
utama identitas Negara Brunei, yaitu sebagai berikut :
1. Bab 3 pasal 1 menyatakan: “agama resmi bagi Negara ialah ugama Islam
menurut Ahlus Sunnah wal-jama’ah, tetapi agama-agama yang lain boleh
diamalkan dengan aman dan sempurna oleh mereka yang mengamalkannya ”.
2. Bab 4 pasal 1 menyatakan: “kuasa pemerintahan yang tertinggi bagi negeri
adalah terletak di dalam tangan Sultan”.
3. Bab 4 pasal 5 menyebutkan: “maka tiada siapa pun boleh dilantik menjadi
Menteri Besar atau Timbalan Menteri atau Setiausaha melainkan orang itu orang
Melayu yang berugama Islam mengikuti Mazhab Syafi’I Ahlus Sunnah wal
Jama’ah ”.
4. Bab 82 pasal 1menyatakan: “Bahasa resmi Negara ialah bahasa Melayu dan
hendaklah ditulis dengan huruf yang ditentukan oleh undang-undang bertulis ”.
5. Bab 82 pasal 2 menyatakan: “Ketua agama ialah Sultan”.
Sultan berkuasa atas seluruh soal dalam Negara, karena raja menjadi ketua
Melayu, Ketua Agama, ketua adat istiadat, dan ketua pemerintahan. Di Negara ini,
sultan merupakan wakil rakyat yang mutlak dan menjadi pilar Negara untuk
mengawasi dan menjalankan roda pemerintahan Negara yang terdiri dari empat
bahagian: Kanun, Syarak, Resam dan Adat Istiadat. “Kanun” merujuk kepada Hukum
Kanun Brunei yang telah ada sejak Sultan Hassaan,sultan ke Sembilan (1582-1598).
Syarak merujuk kepada ajaran agama Islam. Adat Istiadat merujuk kepada adat
istiadat Brunei Kuno, yang berkaitan dengan sultan. Adapun Resam merujuk kepada
perkara yang di luar adat istiadat atau adat yang diadatkan.
Hukum Kanun Brunei berlaku hingga tahun 1906 ketika sistem pemerintahan
kesultanan Brunei Darussalam berada di bawah sistem pemerintahan Residen dari
Kerajaan Inggris. Isi Hukum Kanun Brunei meliputi: Undang-undang Jenayah Islam
yang terdiri dari hudud, qisas, dan takzir. Undang-undang Muamalah yang terdiri
dari jual-beli, gadai, mudharabah, dan amanah. Undang-undang Tanah seperti
pertanian; Undang-undang keluarga seperti pernikahan dan perceraian; dan
undang-undang Pentadbiran Mahkamah, keterangan, dan Acara seperti mengenai
Sultan Brunei Darussalam. Hukum Kanun terdapat 47 pasal dan sekurang-
kurangnnya terdapat 29 pasal yang mengandung unsur-unsur Islam, pasal-pasal
tersebut antara lain:
1. Pasal 4 : jinayah, bunuh, menikam, memukul, merampas, mencuri, menuduh
dan lain sebagainya.
2. Pasal 5, 8 dan 41 : qishas
3. Pasal 7 dan 11 : pencurian
4. Pasal 12 dan 42 : perzinaan
5. Pasal 15 : pinjam meminjam
6. Pasal 18 : pinang meminang 
7. Pasal 20 : tanah
8. Pasal 25 : perkawinan
9. Pasal 26 dan 27 : saksi
10. Pasal 28 : khiar dan pasakh nikah
11. Pasal 29 : thalak
12. Pasal 31 : jual beli
13. Pasal 33 : utang piutang
14. Pasal 34 : muflis dan sulhu
15. Pasal 36 : ikrar
16. Pasal 38 : murtad
17. Pasal 39 : syarat saksi
18. Pasal 44 : minuman keras dan mabuk
Dalam mukadimah Hukum Kanun Brunei disebutkan bahwa isi hukum ini adalah
adat yang dijunjung tinggi dan diwariskan secara turun temurun. Hukum ini dibuat
dengan tujuan sebagai panduan dan teladan bagi para sultan, wazir, cheteria, hingga
menteri dalam menjalankan pemerintahan untuk kepentingan rakyat. Selain itu,
hukum ini juga mengatur tentang hukuman bagi orang-orang yang telah melanggar
aturan Kesultanan Brunei Darussalam.
Hukum Kanun Brunei jelas mencerminkan bahwa Hukum Islam ditegakkan di
wilayah Kesultanan Brunei Darussalam, bahkan menjadi azas dan dasar
pemerintahan. Hukum Islam yang dipadukan dengan unsur hukum adat Melayu ini
senantiasa diwariskan kepada setiap Sultan yang memerintah Brunei Darussalam
sejak masa pemerintahan Sultan Muhammad Hasan. Sultan telah melakukan usaha
penyempurnaan pemerintah, antara lain dengan membentuk Majelis Agama Islam
atas dasar Undang-Undang Agama dan Mahkamah kadi tahun 1955. Majelis ini
bertugas menasehati Sultan dalam masalah Agama Islam. Langkah ini yang
ditempuh Sultan adalah menjadikan Islam benar-benar berfungsi sebagai pandangan
hidup rakyat Brunei dan satu-satunya ideologi negara. Untuk itu, dibentuk jabatan
hal ikhwal Agama yang tugasnya menyebarluaskan paham Islam, baik kepada
pemerintah beserta aparatnya maupun kepada masyarakat luas. Untuk kepentingan
penelitian Agama Islam, pada tanggal 16 september 1985 didirikan pusat Dakwah,
yang juga bertugas melaksanakan program dakwah serta pendidikan pada pegawai-
pegawai agama.
Konsep falsafah Negara MIB adalah ekspresi bahwa Brunei tidak bergeser dari
tradisi lama yang bersifat kesultanan. Kalau institusi kesultanan di kawasan
Nusantara lainnya kecuali Malaysia untuk wilayah tertentu berakhir sejak datangnya
kolonialisme Barat, Brunei sebelum kemerdekaan telah bertekad untuk
mempertahankan sistem kesultanan. Falsafah Negara MIB bagi Brunei merupakan
konsep yang final, yang terus disosialisasikan melalui lembaga pendidikan dan
masyarakat umum.
D. Kondisi Sosial Masyarakat Brunei Darussalam
E. Perbandingan dengan Negara Indonesia

Anda mungkin juga menyukai