Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN RESMI

PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI


“Analisis Kadar BKO (Bahan Kimia Obat) dalam Sampel Jamu Pegal
Linu yang Beredar di Daerah Ungaran dan Sekitarnya”

Kelompok 6
Munalisa 052191192
Yulida Fajeriyati 052191193
Fajriyah Nurul Ikhda 052191194
Kirana Aling Permadani 052191195
Riesya Nur Febriyani 052191196

Dosen Pengampu
1. Anita Kumala Hati, M.Sc., Apt
2. Tri Minarsih, S.Farm.,M.Si., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNVERSITAS NGUDI WALUYO

I
DAFTAR ISI

Cover ................................................................................................................ I

Daftar Isi .......................................................................................................... II

Pembagian Jobdesk .......................................................................................... 1

Judul Praktikum ............................................................................................... 1

Tanggal Pelaksanaan ........................................................................................ 1

Tinjauan Pustaka .............................................................................................. 1

Alat dan Bahan ................................................................................................. 3

Metode/ cara kerja............................................................................................ 3

Data dan Analisis ............................................................................................. 6

Pembahasan...................................................................................................... 7

Kesimpulan ...................................................................................................... 9

Daftar Pustaka .................................................................................................. 9

Lampiran .......................................................................................................... 16

II
1. Pembagian Jobdesk
a)

No. Nama NIM Tugas

1. Munalisa 052191192 Cara Kerja

2. Yulida Fajeriyati 052191193 Pembahasan

3. Fajriyah Nurul I. 052191194 Tinjauan pustaka

4. Kirana Aling Permadani 052191195 Alat bahan dan edit


keseluruhan laporan
5. Riesya Nur F. 052191196 Analisis Data

2. Judul Praktikum
Analisis kadar (Bahan Kimia Obat) dalam sampel jamu pegal linu yang beredar di daerah
Ungaran dan sekitarnya

3. Tanggal Pelaksanaan
Jumat 27 Maret 2020
4. Tinjauan Pustaka
Jamu adalah obat tradisional yang mengandung seluruh bahan tanaman yang ada
dalam resep dan disajikan secara tradisional dalam bentuk seduhan, serbuk, cair, pil atau
kapsul. Kriteria yang harus dipenuhi untuk kategori ini adalah aman sesuai dengan ketentuan
yang ditetapkan, memenuhi persyaratan mutu yang berlaku, dan klaim khasiat harus dapat
dibuktikan berdasarkan data empiris.( Tilaar, Widjaja). Jamu salah satu obat bahan alam
Indonesia dengan presentase konsumen sebanyak 59,12%. Cukup tingginya presentase
masyarakat yang menggunakan jamu karena dinilai memiliki efek samping yang relatif lebih
sedikit apabila aspek keamanannya terpenuhi.Semakin maraknya penggunaan obat tradisional
berdasarkan khasiat yang turun temurun, semakin memperluas kesempatan terjadinya
pemalsuan simplisia, bahkan ada beberapa jamu yang mengandung Bahan Kimia Obat
(BKO) yang telah jelas dilarang penambahannya, baik sengaja maupun tidak disengaja ke
dalam obat tradisional, seperti yang tertera pada Peraturan Menteri Kesehatan No.
246/Menkes/Per/V/1990 BAB V Pasal 23 (Soraya dkk, 2013), (Siska, 2015). Masyarakat saat
ini cenderung untuk memberlakukan kembali kealam (back to nature) dalam hal masalah

1
pengobatan. Hal-hal mendasar yang mendorong masyarakat menggunakan jamu atau
pengobatan tradisional karena jamu mudah didapat, harganya relative murah dan efek
samping yang ditimbulkan tidak seperti obat berbahan kimia/sintesis.

Menurut Permenkes No. 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional dan Izin
edar Obat Tradisional maka sega bentuk bahan atau ramuan yang berupa tumbuhan, bahan
hewan, bahan mineral sediaan sarian galenik atau campuran dari bahan tersebut yang secara
turun temurun telah digunakan untuk pengobatan dan dapat diterapkan sesuai dengan norma
yangberlaku maka harus dilakukan registrasi. Obat tradisional yang beredar diindonesia harus
menggunakan bahan yang memenuhi kriteria persyaratan keamanan dan mutu dibuat dengan
menerapkan CPOTB (Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik).

Namun akhir-akhir ini pola pikir masyarakat terhadap jamu atau pengobatan
Tradisional mulai berubah. Bagi masyarakat, obat tradisional yang bagus adalah yang
memberikan reaksi cepat terhadap penyakit yang diderita dengan harga yang terjangkau.
Begitupun dengan kemasan, jika kemasan suatu Jamu atau Obat Tradisional dikemas secara
modern maka masyarakat akan menyakini obat tersebut sebagai Jamu yang bagus. Akan
tetapi masyarakat tidak sadar akan jamu tersebut jika sudah dikemas atau diproduksi dengan
cara modern maka kemungkinan besar juga Jamu tersebut akan ditambah dengan BKO
(Bahan Kimia Obat) sebab produsen Jamu tersebut juga menginginkan Jamunya berkhasiat
lebih cepat dan tidak kalah dengan kemasannya.

Bahan kimia obat merupakan senyawa kimia obat yang ditambahkan dengan sengaja
ke dalam jamu, dengan tujuan agar efek yang diinginkan tercapai lebih cepat dari biasanya.
Salah satu cara yang paling tepat dan sederhana untuk mendeteksi adanya bahan kimia obat
dalam jamu adalah dengan mengamati efek penyembuhan yang dirasakan oleh konsumen.
Jika efek penyembuhan yang dirasakan cepat maka kemungkinan besar jamu tersebut
mengandung bahan kimia obat dengan dosis yang cukup tinggi. Berdasarkan analisis resiko
yang dilakukan oleh BPOM pada 10 tahun terakhir.( Badan POM)
Kecurangan yang dilakukan produsen-produsen jamu modern didasar oleh
meningkatnya minat dari masyarakat, sehingga para produsen Jamu yang memproduksi
Jamunya dengan menambahkan BKO kedalamnya. Sehingga jamu yang diproduksinya akan
diyakini oleh konsumen atau masyarakat sebagai Jamu yang manjur.

Salah satu contoh yang marak ditemukan dicampur dengan BKO yaitu Jamu Pegal
Linu dan jamu ini juga sangat digemari masyarakat terutama untuk msyarakat yang bermata

2
pencaharian sebagai pekerja lapangan. Menurut temuan BPOM, bahan kimia obat yang
sering digunakan adalah sibutramin hidroklorida, fenilbutazon, piroksikam, sildenafil, sitrat,
siproheptadin hidroklorida, dektametason, paracetamol, teofilin, metampiron, prednison,
natrium diklofenak, tadalafil dan asam mefenamat dan salah satu obat yang memiliki efek
analgesik adalah Paracetamol. Obat-obat yang mengandung bahanbahan kimia tersebut
memiliki efek samping berbahaya. Misalnya jamu yang mengandung Paracetamol dapat
menyebabkan peradangan lambung dan dalam jangka panjang akan merusak hati dan ginjal
(Badan Pengawasan Obat & Makanan RI, 2010). Karena maraknya penambahan BKO dalam
sediaan Jamu maka dilakukan praktikum analisis BKO (BAhan Kimia Obat) dalam Jamu di
Daerah Ungaran.
Analgesik (Paracetamol) merupakan senyawa yang berfungsi untuk menekan rasa
nyeri. Salah satu kelebihan dari analgesik yakni mampu menghilangkan rasa sakit pada
pasien tanpa menyebabkan pasien kehilangan kesadaran. Analgesik dibagi menjadi dua
yakni, analgesik kuat (tipe morfin) dan analgesik lemah. Analgesik lemah mempunyai kerja
farmakologi analgesik. Senyawa analgesik juga menunjukkan kerja antipiretik, dan
antireumatik (Ebel, 1992). Parasetamol merupakan derivat aminofenol yang mempunyai
aktivitas analgesik dan antipiretik. Seperti salisilat, parasetamol berefek menghambat sintesa
prostaglandin di otak sehingga dapat menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai
sedang. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus amino benzen yang menurunkan panas saat
demam (Wilmana, 1995).

Analisis BKO sudah banyak dilakukan menggunakan metode kromatografi lapis tipis
dengan pengembang yang sesuai. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan satu dari
banyak teknik kromatografi yang sering digunakan untuk menganalisis bahan analgesik.
Dasar pemisahan pada KLT adalah perbedaan kecepetan migrasi diantar fasedian yang
berupa padatan (alumina, silika gel, atau selulosa) dan fase gerak yang merupakan campuran
solven (eluen) yang juga dikenal dengan istilah pelarut pengembang campur. KLT
menggunakan parameter karakteristik faktor retardasi (Rf) untuk menganalisis baik secara
kualitatif maupun kuantitatif. Nilai Rf merupakan parameter karakteristik suatu senyawa
sehingga secara kualitatif senyawa dapat diidentifikasi dari nilai Rf (Ibnu Gholib Gandjar
2012). Fase gerak pada KLT biasanya dapat dipilih dari pustaka, tetapi lebih sering dipilih
dengan trial dan error. Sitem yang paling sederhana adalah sistem dua atau tiga pelarut
organik karena daya elusi campuran dari dua pelarut ini dapat dengan mudah diatur
sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara optimal.

3
5. Alat dan Bahan

a. Alat :

1) Gelas ukur 5 mL, 10 mL, 100 mL

2) Kertas saring

3) Auminium Foil

4) Beker gelas

5) Spatula

6) Timbangan analitik

7) Pipet tetes

8) Lempeng silica gel GF 254

9) Bejana kromatografi (chamber)

10) Pipa kapiler

11) Cawan uap

12) Penangas air ( waterbath)

13) Lampu Uv-Vis

14) Labu takar 50 mL, 25 mL, 10 mL

b. Bahan:

1) Jamu pegal linu dan baku pembanding paracetamol

2) Etanol

3) Methanol

4) Kloroform

5) Amoniak

6) Etil asetat

6. Metode / Cara Kerja


a. Uji organaleptik
Produk jamu pegal linu dideskripsikan meliputi komposisi, khasiat serta diuji secara
organaleptis meliputi bentuk, warna dan rasanya.

4
1. Pembuatan larutan uji

Sampel jamu pegal linu ditimbang sebanyak 2 gram

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 40 ml etanol

Dihomogenkan selama 30 menit kemudian disaring

Filtrat diuapkan di atas penangas air sampai kering

Tambahkan 5 ml etanol ad larut. Gunakan untuk penotolan KLT

Larutkan dengan 5 ml etanol, kemudian diencerkan sebanyak 20 kali.

B. Uji kualitatif dengan metode kromatografi lapis tipis (BPOM RI, 1995)

1. 9 ml Kloroform dan 5 mL etanol


Pembuatan Fase Gerak
diukur masing-masing dalam
Kloroform : Ethanol
(90 :10) gelas ukur.
2. Dimasukkan ke dalam chamber
untuk dijenuhkan.

Pembuatan Fase Diam 1. Plat KLT diaktifkan dengan cara


pemanasan pada oven selama 30 menit
pada suhu 120oC,
2. Kemudan diberi garis dengan pensil
dengan jarak 1 cm dari tepi bawah dan
jarak perambatan 5cm.
3. Skala masing-masing untuk tempat
penotolan larutan uji adalah 1,5 cm.

Fase diam = Silica GF254


Fase gerak = Kloroform p.a : Ethanol p.a
Penjenuhan = Kertas saring
Volume penotolan = 15μL
Jarak rambat = 5 cm
Penampak bercak = Sinar UV 254 nm dan 366 nm

5
C. Analisis kuantitatif parasetamol dengan spektrofotometer UV-Vis

1. Pembuatan larutan baku induk


Baku pembanding parasetamol ditimbang seksama 100 mg, dilarutkan dalam etanol
hingga volume tepat 100,0 mL (1000 ppm)

2. Pembuatan larutan baku seri


Larutan baku seri dibuat dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm sebanyak masing-
masing 100 ml dengan cara mengencerkan dari larutan baku induk.

3. Penentuan panjang gelombang maksimum


a. Larutan baku (salah satu seri larutan) diukur serapannya pada panjang gelombang
antara 200 nm–400 nm.
b. Panjang gelombang maksimum tersebut digunakan untuk menentukan kurva baku
dan pengukuran larutan uji.

4. Pembuatan kurva
Larutan baku seri dibuat dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, dan 10 ppm diukur serapannya
pada panjang gelombang maksimum dan dibuat persamaan regresinya.

5. Pengukuran larutan uji Filtrat


 Hasil preparasi sampel, masukkan dalam labu takar 100ml.
 Tambahkan etanol sampai tanda batas, dihomogenkan.
 Kemudian Larutan uji diukur serapannya pada panjang gelombang
maksimum, lalu kadar dalam sampel dihitung berdasarkan persamaan
garis regresinya.

7. Data dan Analisis


pengenceran?
A. Identifikasi Kualitatif
Data identifikasi Kualitatif senyawa dalam jamu:
Jarak rambat fase gerak = 5 cm
Jarak
Penampakan Penampakan pada Nilai
Keterangan Spot Rambat
pada UV 254 UV 366 Rf
(cm)
Baku 1 3,4 Noda hitam Berpendar putih 0,68
Parasetamol
1 2,7 Berwarna jingga 0,54
Jamu A
2 4,1 Berwarna kuning 0,82

6
1 2,2 Berwarna jingga 0,44
Jamu B 2 2,9 Berwarna biru hijau 0,58
3 4,1 Berwarna kuning 0,82
1 2,5 Berwarna jingga 0,5
Jamu C 2 3,2 Noda hitam Berpendar putih 0,64
3 4,2 Berwarna kuning 0,84

Nilai Rf masing-masing sampel:

Nilai Rf baku parasetamol = = 0,68


5

Nilai Rf Jamu A spot 1 = = 0,54


5
1
Nilai Rf Jamu A spot 2 = = 0,82
5

Nilai Rf Jamu B spot 1 = = 0,44


5

Nilai Rf Jamu B spot 2 = = 0,58


5
1
Nilai Rf Jamu B spot 3 = = 0,82
5
5
Nilai Rf Jamu C spot 1 = = 0,5
5

Nilai Rf Jamu C spot 2 = = 0,64


5

Nilai Rf Jamu C spot 3 = = 0,84


5

Baku paracetamol dan sampel jamu C spor 2 dapat berpendar pada lempeng fase diam
dibawah sinar UV 254 dan sinar UV 366. Pada sinar UV 254, baku paracetamol dan sampel
jamu C spot 2 menampakkan noda hitam dan pada sinar UV 366 baru parasetamol dan
sampel jamu C spot 2 berpendar putih.
Didapatkan bercak noda antara masing-masing sampel. Bercak noda sampel jamu C
memiliki jarak rambat sebesar 3,2 cm sehingga memiliki nilai Rf sebesar 0,64. Hal ini
menunjukkan bahwa sampel jamu C positif mengandung Paracetamol karena memiliki nilai
Rf yang hampir mendekati Rf baku paracetamol yaitu 0,68 dan juga sampel jamu C dapat
berpendar dibawah sinar UV 254 dengan menampakkan noda hitam dan 366 dengan
menampakkan warna putih yang mirip dengan baku paracetamol.

7
B. Analisis Kuantitatif
1. Data panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang maksimal = 244,8 nm

2. Data Operating Time (OT)

Operating Time (OT) didapatkan menit ke 20 hingga menit ke 30 dengan absorbansi 0,453.

3. Data Kurva Kalibrasi

8
Kurva Baku
1,200

1,000
y = 0.0606x + 0.2321
0,800 R = 0,9968
Absorbansi

0,600

0,400

0,200

0,000
0 5 10 15
Konsentrasi (ppm)
Nilai regresi linear:
a: 0,2321
b: 0,0606
r: 0,9968
Maka, persamaan regresi linearnya y= 0,2321 + 0,0606 x
4. Data penetapan kadar sampel Jamu C
Hasil preparasi 5 gram sampel Jamu C dalam 100 ml Ethanol, diambil sebanyak 1 ml
dimasukkan dalam labu takar 10 ml ditambahkan etanol sampai tanda batas. kemudian
larutan tersebut diencerkan lagi diambil sebanyak 1 ml dimasukkan dalam labu takar 10 ml,
di tambahkan ethanol sampai tanda batas, kemudian dibaca absorbansinya, didapatkan A =
0,543. Hitung kadar Paracetamol dalam sampel C.
Diketahui:
Absorbansi sampel = 0,543
Bobot sampel = 5 gram
Faktor pengenceran = 100

Perhitungan kadar dri persamaan regresi linear


y = a+ bx
y =0,2321 + 0,0606 x
0,543 = 0,2321+ 0,0606 x
0,543 – 0,2321 = 0,0606 x
0,3109 = 0,0606 x

9
1
x =

x = 5,1304 PPM

% Kadar = x 100%
1 1
1
= x 100%
5 1 1

= x 100%
5

= 1,026%

8. Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan analisis kandugan Parasetamol (BKO) pada
sampel jamu pegal linu secara kualitatif dan kuantitatif. Sampel jamu yang digunakan
pada praktikum ini ada 3, yaitu Sampel A, Sampel B, dan Sampel C. Analisis
kualitatif dilakukan dengan menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
dan analisis kuantitatif dengan menggunakan metode Spektrofotometri UV-Vis.
Bahan kimia obat (BKO) yang ditambahkan pada jamu dapat membahayakan
kesehatan. Jamu sering kali digunakan dalam jangka waktu yang lama dengan takaran
dosis yang tidak dapat dipastikan. Penggunaan BKO dalam jamu dapat menimbulkan
efek samping mulai dari mual, diare, sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri dada,
sampai kerusakan organ tubuh hingga kematian (BPOM RI, 2011)
Metode kromatografi lapis tipis (KLT) digunakan dengan tujuan untuk
mengetahui dan mengidentifikasi ada tidaknya senyawa bahan kimia parasetamol
yang terkandung dalam jamu tradisional. KLT merupakan metode pemisahan yang
lebih mudah, lebih cepat, dan dapat memisahkan senyawa-senyawa yang bersifak
hidrofobik yang sukar dipisahkan bila menggunakan metode kromatografi kertas
(Rahayu dan Wahyuningsih, 2016).
Prinsip kerjanya memisahkan sampel berdasarkan perbedaan kepolaran antara
sampel dengan pelarut yang digunakan. Teknik ini biasanya menggunakan fase diam
dari bentuk plat silika dan fase geraknya disesuaikan dengan jenis sampel yang ingin
dipisahkan (Skoong,1996).
Fase diam yang digunakan pada KLT adalah silica gel (silica GF 254). Silica
gel memiliki ukuran pori rata-rata 2,4 nm (Fahmi dan Nurfalah, 2016). Semakin kecil
ukuran rata-rata fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam maka

10
semakin baik kinerja KLT (Rahayu dan Wahyuningsih, 2016). Plat KLT diaktifkan
terlebih dahulu dengan cara pemanasan pada oven selama 30 menit pada suhu 120oC.
Hal ini dilakukan agar menghilangkan kadar air dan lemak, yang bisa mempengaruhi
elusi.
Fase gerak (eluen) yang digunakan adalah kloroform p.a : etanol p.a (90:10).
Kloroform: etanol adalah eluen terbaik untuk analisis Paracetamol. Cara
pembuatannya sebagai berikut: 9 ml kloroform dan 5 ml etanol diukur masing-masing
dalam gelas ukur, kemudian dimasukkan ke dalam chamber untuk dijenuhkan
(Indriatmoko,dkk, 2019). Peggunaan fase gerak ini bertujuan untuk meminsahkan
senyawa berdasarkan perbedaan kepolaran (Ziconia, 2015).
Pada preparasi, sampel jamu pegal linu sebanyak 2 gram mg ditambahkan
etanol. Etanol dipilih karena parasetamol larut dalam etanol. Sampel kemudian
dikocok dan disaring. Hal itu dilakukan untuk menghindari partikel serbuk jamu
menggangu saat melakukan penotolan pada plat KLT menggunakan pipa kapiler.
Pemanasan dilakukan agar etanol nya menguap dan menyisakan senyawa parasetamol
yang hendak dianalisis. Analit diencerkan kembali dengan etanol agar mudah terbaca
saat dilakukan elusi. Hal yang sama juga dilakukan pada sampel yang lain (Sampel A,
B, dan C)
Larutan baku pembandingnya digunakan parasetamol dalam etanol. Hal ini
digunakan sebagai pembanding untuk mengidentifikasi suatu analit sampel. Larutan
baku dibuat 100mg parasetamol dalam 100ml etanol.
Selanjutnya dilakukan penotolan larutan sampel A, B, C dan larutan baku
paracetamol pada fase diam (silica GF 254) dengan jarak 1 cm dari bawah dan jarak
elusi 5 cm. Jarak antar totolan larutan uji adalah 1,5 cm. Jarak antara penotolan
sampel satu dengan yang lain juga diatur, tidak boleh saling berdekatan, disesuaikan
dengan lebar dari kertas. Hal ini dilakukan untuk menghindari bergantungnya spot
sampel dengan spot larutan baku. Penotolan sampel harus dilakukan dengan hari-hati
dan ditotolkan secara bertahap, hal ini dimaksudkan agar diameter penotolon tidak
telalu besar yang mengakibatkan elusi akan melebar ke daerah penotolan samping.
Kemudian plat KLT yang telah ditotolkan dielusikan dalam chamber.
Dari hasil penotolaan dapatkan bercak noda antara masing-masing sampel.
Pada UV 254 terdapat 2 noda hitam pada baku parasetamol dan jamu C. Kemudian
dilajutkan dengan UV 336. Sampel jamu A dan B berpendar dengan UV 336. Sampel
A terdapat 2 spot berwarna jingga (Rf=0,54), dan kuning (Rf=0,82). Sampel B

11
terdapat 3 spot berwana jingga(Rf=0,44), biru-hijau (Rf=0,58), dan kuning (Rf=0,82).
Sampel C terdapat 3 spot berwana jingga (Rf=0,5), berpendar putih (Rf=0,64) dan
kuning (Rf=0,84).
Bercak noda sampel jamu C memiliki jarak rambat sebesar 3,2 cm sehingga
memiliki nilai Rf sebesar 0,64. Hal ini menunjukkan bahwa sampel Jamu C positif
mengandung Parasetamol karena memiliki nilai Rf yang hampir mendekati Rf baku
parasetamol yaitu 0,68 dan juga sampel jamu C dapat berpendar di bawah sinar UV
254 dengan menampakkan noda hitam dan UV 366 dengan menampakkan warna
putih yang mirip dengan baku Parasetamol.
Dari perhitungan nilai Rf, sampel C mendekati dengan nilai Rf baku
parasetamol. Hasil dapat diterima jika pola sidik jari identik terkait dengan jumlah,
letak, warna, intensitas warna, dan perbedaan nilai RF yang tidak lebih dari 0.05
(Reich dan Schibli 2006). Nilai perbedaan Rf sampel C (spot 2) dan baku Paracetamol
0,04. Nilai perbedaan dari kedua spot tersebut < 0,05.
Sampel jamu C dilanjutkan analisis kuantitatif dengan menggunakan
spektrofotometri UV-Vis untuk menentukan kadar Parasetamol yang terkandung
dalam sampel jamu C tersebut.
Panjang gelombang maksimum digunakan untuk menentukan kurva baku dan
pengukuran larutan uji. Penentuan panjang gelombang maksimal diukur
menggunakan larutan baku seri larutan yang diperoleh dari pengenceran larutan baku
1000 ppm. Diukur serapannya pada panjang gelombang 200nm – 400nm. Panjang
gelombang yang diperoleh adalah 244,8nm. Secara teoritis serapan maksimum untuk
parasetamol adalah 244 nm (Tulandi, dkk, 2015).
Larutan baku seri juga digunakan untuk penentuan Operating Time (OT)
selama 30 menit. Operating Time (OT) digunakan untuk mengetahui waktu
pengukuran yang stabil yang ditentukan dengan mengukur hubungan antara waktu
pengukuran dengan absorbansi larutan (Romadhani,2016). Operating Time (OT)
didapatkan menit ke 20 hingga menit ke 30 dengan absorbansi 0,453.
Larutan baku Parasetamol 100 ppm (100mg dalam etanol 100 ml) dibuat
larutan serinya dengan konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, 10 ppm, 12 ppm.
Dari larutan seri tersebut dibuat kurva kaliberasi. Pembuatan kurva kaliberasi ini
dilakukan untuk menunjukkan besarnya konsentrasi larutan sampel dari hasil
pengukuran sehingga konsentrasi sampel larutan bisa dieroleh dengn mudah.
Diperoleh nilai absorbansi dari masing-masing konsentrasi berturut-turut adalah

12
0,360; 0,473; 0,590; 0,695; 0,870; 0,949. Dari hasil kurva kaliberasi diperoleh nilai
regresi linier dengan rumus y = bx + a adalah y=0,0606 x + 0,2321 dengan nilai r
mendekati 1 yaitu 0,9968.
Larutan sampel C diuji kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer
UV-Vis. Filtrat hasil preparasi sampel ditambahkan etanol sampai 100 ml, kemudian
diukur serapannya. Diperoleh nilai absorbansi sampel C sebesar 0,543. Yang
kemudian akan dihitung sebagai nilai (y).
Untuk menentukan konsentrasi sampel dalam ppm dilakukan subtitusi pada
rumus yang telah didapatkan dari kurva baku y = 0,0606 x + 0,2321 sehingga
diperoleh nilai (x) sebesar 5,1304 ppm. Senyawa parasetamol positif terkandung
dalam jamu C dengan kadar 1,026%.

9. Kesimpulan
a. Sampel jamu C spot 2 positif mengandung Parasetamol karena memiliki nilai Rf yang
hampir mendekati Rf baku parasetamol yaitu 0,68 dan juga sampel jamu C dapat
berpendar di bawah sinar UV 254 dengan menampakkan noda hitam dan 366 dengan
menampakkan warna putih yang mirip dengan baku Parasetamol.
b. Diperoleh panjang gelombang maksima 244,8 nm dan Operating Time (OT)
didapatkan pada menit ke 20 hingga menit ke 30 dengan absorbansi 0,453.
c. Diperoleh persamaan regresi linear y= 0,2321 + 0,0606 x dengan absorbansi sampel
sebesar 0,543 sehingga didapatkan konsentrasi sampel sebesar 5,1304 PPM dan %
kadar sebesar 1,026%.

13
Daftar Pustaka
Ebel, S., 1992, Obat Sintetik, Penerjemah : Mathilda dan Samhoedi, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press

Fahmi, H. dan Nurfalah, A. L. (2016). Analisa Daya Serap Silika Gel Berbahan Dasar Abu
Sekam Padi. Jurnal Ipteks Terapan. Vol 10. No. 13. ISSN: 1979-9292.

Gandjar. G. I dan Rohman. A. 2012. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Siska dkk, 2015.Pengaruh Pemberian Jamu Pegal Linu Mengandung Bahan Kimia Obat
(BKO) Terhadap Fungsi Hati Tikus Wistar Jantan.FMIPA-Unisba.

Indriatmoko, dkk. (2019). Analisis Kandungan Parasetamol Pada Jamu Pegal Linu yang
Diperoleh Dari Kawasan Industri Kecamatan Kibin Kabupaten Serang. Jurnal
ITEKIMA Vol. 5 No. 1 ISSN: 2548-947x

Rahayu, M. dan Wahyuningsih, A. (2016). Identifikasi Zat Pewarna Rhodamin B dan


Methanyl Yellow dalam Geplak yang Beredar di Bebrapa Toko Oleh-oleh di Kota
Yogyakarta Tahun 2016. Jurnal Teknologi Laboratorium. Vol 5 No. 1. ISSN: 2338-
5634.

Reich E, Schibli A. 2006. High-Performance Thin-Layer Chromatography for the Analysis of


Medicinal Plants. New York (US): Thieme

Romadhani, H. (2016). Validasi Metode Penetapan Kadar Tablet Floating Metformin


Hidroklorida dengan Spektrofotometri. Purwokerto: Universitas Muhammadiyah
Purwokerto.

Skoog DA, West DM, Holler FJ. 1996. Fundamentals of Analytical Chemistry. 7th edition.
New York: Saunders College Publishing

Soraya dkk, 2013.Pemantauan Kualitas Jamu Pegal Linu Yang Beredar di Kota Cimahi.

Wilmana, P.F., 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi 4 , Jakarta : Bagian Farmakologi FKUI

Zirconia, A., Kurniasih, N., Amalia, V. (2015). Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Daun
Kembang Bulan (Tithonia diversifolia) dengan Metode Pereaksi Geser. Jurnal Al
Kimiya. Vol. 2 No. 1.

14
Lampiran

15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

Anda mungkin juga menyukai