Disusun oleh :
BAKHITAH
Zahro Ubaydilla (041711433055) 2017
Retno Wulan Dari (041511233241) 2015
Arintis Wahyu Susanti (041511333124) 2015
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2018
LEMBAR PERNYATAAN
i
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama Ketua : Zahro Ubaydilla
Tempat, Tanggal Lahir : Tulungagung, 31 Maret 199
Jurusan/Fakultas : S1 Ekonomi Islam/ Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Perguruan Tinggi : Universitas Airlangga
materai
6000
(Zahro Ubaydilla)
ii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur ataskKehadirat-nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan karya tulis dengan judul “Optimalisasi QR code Payment untuk
Memperkuat Sektor Perbankan Di Era Fintech And The Rise Of Shadow banking”.
Karya tulis ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan karya ini. Untuk itu kami
menyampaikan terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan karya tulis ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan dalam karya tulis ini. Oleh karena itu, kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki karya tulis selanjutnya. Akhir
kata kami berharap semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
LEMBAR PERNYTAAN...................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................. v
iv
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 34
5.1 Kesimpulan................................................................................................. 34
5.2 Saran .......................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA
v
OPTIMALISASI QR CODE PAYMENT UNTUK
MEMPERKUAT SEKTOR PERBANKAN DI ERA FINTECH
AND THE RISE OF SHADOW BANKING
BAKHITAH
ABSTRAK
Indonesia telah memasuki era disruption yang disebabkan oleh pengaruh teknologi,
sehingga muncul inovasi-inovasi baru termasuk di sektor keuangan seperti Shadow
banking. Adanya Shadow banking tentu bisa menjadi ancaman bagi sektor
perbankan. Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini yaitu optimalisasi sistem
pembayaran melalui QR code untuk memperkuat sektor perbankan di tengah
maraknya Shadow banking serta mengakselerasi inklusi keuangan. Metode yang
digunakan dalam penulisan ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan
kualitatif. Bank saat ini berada dalam transformasi digital yang mengharuskan
sektor perbankan terus berinovasi dalam memberikan nilai atau jasa baru.
Penguatan sektor perbankan dalam layanan digital diperlukan di tengah
persaingan lembaga keuangan non bank yang memanfaatkan pesatnya
perkembangan tekhnologi dan memberi kemudahan bagi sektor mikro dalam
mengakses layanan keuangan seperti perusahaan peer to peer lending. Salah satu
inovasi yang bisa dilakukan sektor perbankan adalah dengan memanfaatkan digital
banking. Digital banking dapat dioptimalkan untuk menyasar sektor mikro.
Pengoptimalan digital banking bisa melalui transaksi penjualan barang ataupun
produk dari PKL (Pedagang Kaki Lima) yang menggunakan teknologi pembayaran
digital dengan QR code. Pemilihan pangsa pedagang kaki lima didasarkan dengan
beberapa pertimbangan diantaranya kuantitas pedagang kaki lima yang sangat
banyak di Indonesia selain itu juga bisa mempercepat inklusi keuangan.
Optimalisasi pembayaran QR code dalam transaksi pedagang kaki lima memiliki
peluang besar karena Bank Indonesia pada tahun 2018 akan merilis peraturan
baru untuk pembayaran QR code dengan keterbukaan system.
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
industri keuangan karena merupakan Shadow banking. Shadow banking merupakan
sebutan untuk lembaga keuangan nonbank yang menjalankan bisnis atau bertindak
seolah-olah perbankan.
2
1.3 Tujuan Penelitian
1. Memaparkan dampak fenomena shadow banking terhadap sektor perbankan
2. Mendeskripsikan potensi penggunaan QR code Payment perbankan untuk
pedagang kaki lima di Indonesia
3. Menjelaskan inovasi mengembangkan QR code Payment perbankan untuk
pedagang kaki lima
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
2. Pooling : Pada gilirannya, intermediasi yang dilakukan oleh lembaga -
lembaga shadow banking memungkinkan perpindahan aliran kas dan risiko
keuangan.
3. Structuring : yakni penataan, dana yang masuk ke lembaga-lemba ga
Shadow banking, ditata ulang dan dibentuk menjadi instrument baru dan
dijual atau ditawarkan kembali kepada investor.
4. Maturity transformation : intermediasi dan penataan (structuring)
memungkinkan lembaga-lembaga shadow banking melakukan konversi
instrumen berjangka panjang menjadi instrumen jangka pendek.
5. “Money”creation : intermediasi, jaringan, penataan, dan transformasi yang
dilakukan lembaga-lembaga shadow banking memungkinkan mereka untuk
menawarkan instrumen yang berlikuiditas tinggi dan berisiko rendah. Pada
kelompok ini, lembaga-lembaga shadow banking juga melayani pertukaran
uang, dan pembukaan rekening.
6. Opacity : Dengan semakin banyaknya praktek Shadow banking ini, hal ini
menaikkan tingkat keburaman (opacity, tidak jelas) sehingga menyulitka n
investor untuk menilai risiko keuangan, termasuk risiko kredit, dan asset
yang mendasari instrumen yang telah dibeli.
5
perkembangan teknologi dan sistem informasi terus melahirkan berbagai inovasi,
khususnya yang berkaitan dengan Financial Technology ( Fintech ) dalam rangka
memenuhi kebutuhan masyarakat termasuk dibidang jasa sistem pembayaran, baik
dari sisi instrumen, penyelenggara, mekanisme, maupun infrastruktur
penyelenggaraan pemrosesan transaksi pembayaran. Fintech akan menghadirka n
proses transaksi keuangan yang lebih praktis, aman serta modern.
Pedagang Kaki Lima (PKL) merupakan bagian dari pelaku usaha infor ma l
yang tidak dapat dilepaskan dari roda perekonomian Indonesia. Keberadaannya
yang terus berkembang menjadi tantangan bagi Pemerintah untuk dapat menata,
6
membina dan menjawab tantangan pengelolaan Usaha Mikro dan Kecil termasuk
Pedagang Kakilima (PKL) ini.
2.3.3 Pedagang Kaki Lima (PKL) “Melek Digital” di era Financial Technology
Potensi bisnis Pedagang Kaki Lima (PKL) yang terus berkembang kini telah
dibidik sejumlah kalangan sebagai potensi bisnis yang menguntungkan. Sejalan
dengan kemajuan jaman, bisnis PKL terus dikembangkan sejumlah kalangan
dengan melibatkan teknologi digital di dalamnya. Berdasarkan data Kementerian
Komunikasi dan Informatika Indonesia, hingga saat ini ada 59 juta PKL di
Indonesia. Namun, hanya 8 persen yang telah mengoperasikan usahanya melalui
7
media online.Indonesia akan menjadi kuat jika dibantu Pedagang Kaki Lima
(Achmad, 2018). Berkembangnya bisnis PKL saat ini harus diimbangi dengan
memberikan pelatihan di sektor digital bagi para pelaku usaha, hal ini sangat di
perlukan agar Pedagang Kaki Lima (PKL) dapat memiliki daya saing dan mampu
berinovasi di era disruption ekonomi saat ini.
Sejumlah PKL yang diberikan pelatihan saat ini cukup beragam. Mereka bergerak
di sektor makanan, pakaian, perdagangan, jasa dan sebagainya. Penggunaan media
sosial saat ini saja belum mencukupi apabila tidak ditunjang dengan manajemen
pemasaran, keuangan dan promosi yang memadai. Pada dasarnya, penerapan dari
platform digital dapat memberikan keuntungan yang variatif bagi PKL, tidak hanya
dari cakupan tetapi juga ke aktivitas operasional hingga pendanaan. Karena itu,
penerapan teknologi digital menjadi hal sangat penting bagi perkembangan bisnis
PKLdi Indonesia.
Quick Response Code atau yang biasa disebut dengan QR code merupakan
sebuah barcode dua dimensi yang diperkenalkan oleh Perusahaan Jepang Denso
Wave pada tahun 1994. Jenis barcode ini awalnya digunakan untuk pendataan
inventaris produksi suku cadang kendaraan dan sekarang sudah digunakan dalam
berbagai bidang layanan bisnis dan jasa untuk aktivitas marketing dan promosi.
Pada dasarnya bahwa QR code dikembangkan sebagai suatu kode yang
memungkinkan isinya untuk dapat diterjemahkan dengan kecepatan
tinggi(Rouillard, 2008). Tujuan dari QR code ini adalah untuk menyampa ika n
informasi secara cepat dan juga mendapat tanggapan atau respon secara cepat. Pada
awalnya QR code digunakan untuk pelacakan bagian kendaraan untuk perusahaan
manufacturing. Akan tetapi sekarang QR code telah digunakan untuk komersil
yang ditujukan pada pengguna telepon seluler. QR code adalah perkembangan dari
barcode atau kode batang yang hanya mampu menyimpan informasi secara
horizontal, sedangkan QR code mampu menyimpan informasi lebih banyak baik
secara horizontal maupun vertikal.
8
Gambar 2.1 Contoh Gambar QR code
sumber : google.co.id
QR code biasanya berbentuk persegi putih kecil dengan bentuk geometris
hitam (dapat dilihat di Gambar 1), meskipun sekarang banyak yang telah berwarna
dan digunakan sebagai brand produk. Informasi yang di kodekan dalam QR code
dapat berupa URL (Uniform Resource Locator), nomor telepon, pesan SMS (Short
Message Service), V-Card, atau teks apapun (Ashford,2010). QR code telah
mendapatkan standarisasi internasional ISO/IEC 18004 dan Jepang JIS-X-0510
(Denso, 2011)
9
perusahaan J Vineyards & Winery (Anonymous, 2011) dan aplikasi pemesanan
tiket nonton bioskop berbasis android (Habibi, Purwantoro dan Akbar, 2012).
Metode pembayaran mobile saat ini telah menarik minat banyak peneliti.
Banyak penelitian dilakukan seperti pelaksanaan smartcard contactless atau
pembayaran berbasis RFID. Metode ini memberikan skema pembayaran mobile
dengan memanfaatkan Quick Response (QR ). Dengan menggunakan metode ini,
sistem pembayaran tidak memerlukan perangkat khusus untuk membaca dan
menghasilkan kode QR . Kode QR diperkenalkan pada tahun 1994 oleh sebuah
perusahaan Jepang (Denso-Wave), yang dimana bentuknya seperti kode bar dua
dimensi. Metode ini memiliki banyak keuntungan dibandingkan kode bar
tradisional karena dapat menyimpan hingga 4296 karakter alfanumerik dan dapat
dibaca di bawah tingkat kerusakan tertentu. Para peneliti menggunakan sistem ini
untuk keperluan lain, seperti otentikasi web dan tiket elektronik.
10
Gambar 2.2 Anatomi QR code
sumber : google.co.id
Gambar 2 menampilkan anatomi QR code. Ariadi (2011) menjelaska n
bagian-bagian dari anatomi QR -Code sebagai berikut ini :
11
3. Dapat mengoreksi kesalahan. Tergantung pada tingkat koreksi kesalahan yang
dipilih, data pada QR code yang kotor atau rusak sampai 30% dapat
diterjemahkan dengan baik.
4. Banyak jenis data. QR code dapat menangani angka, abjad, simbol, karakter
bahasa Jepang, Cina atau Korea dan data biner.
5. Kompensasi distorsi QR code tetap dapat dibaca pada permukaan melengk ung
atau terdistorsi.
6. Kemampuan menghubungkan Sebuah QR code dapat dibagi hingga 16 simbol
yang lebih kecil agar sesuai dengan ruang. Simbolsimbol kecil yang dibaca
sebagai kode tunggal apabila di scan menurut urutan.
12
Aplikasi ini memberikan keamanan dan kenyamanan lebih dalam transaksi mob ile
tanpa harus terkoneksi dengan internet.
13
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah
studi pustaka.
14
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini literatur yang sudah dikumpulkan seperti jurnal maupun
prosiding konferensi dibaca dan dirangkum sehingga menghasilkan suatu
data acuan.
Studi Pustaka
Jurnal Informasi
Prosiding laman web
konferensi Berita terkait
Buku
15
BAB IV
16
keuangan Indonesia. Jumlah shadow banking yang tidak masuk pengawasan BI dan
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun makin banyak dengan berbagai model.
Dari skema diatas diketahui sistem kerja peer to peer lending yaitu
website peer to peer lending sebagai intermediasi peminjam dan investor.
Peminjam mendaftarkan kebutuhan pinjamannya dan berkewajiban melakukan
pengembalian pokok hutang dan bunga yang dijanjikan. Kemudian investor yang
17
tertarik meminjamkan uang bisa langsung menanamkan modal secara online lewat
website. Peer to peer lending sebagai intermdiasi memiliki wewenang untuk
menganalisis data dari peminjam.
Data yang dikeluarkan oleh otoritas jasa keuangan pada tahun 2017
menunjukkan ada 160 perusahaan financial technology di Indonesia. Dominasi dari
jumlah tersebut adalah peer to peer lending. Meskipun financial technology sudah
diatur oleh otoritas jasa keuangan pada peraturan POJK Nomor 77/POJK.01/2016
akan tetapi peraturan tersebut belum sepenuhnya menjadikan financial technology
di Indonesia bebas dari sebutan Shadow banking dari sisi regulasi. Hal ini
dikarenakan walaupun sudah terdapat aturan tersebut akan tetapi masih terdapat
banyak financial technology yang ilegal. Tahun 2018 terdapat sebanyak 227 fintech
peer to peer lending dinyatakan ilegal oleh otoritas jasa keuangan. Selain itu masih
terdapat banyak sekali permasalahan inkosistensi dalam regulas i OJK untuk
financial technology.
Selain peer to peer lending juga terdapat crowdfunding. Crowdfunding
merupakan praktik penggalangan dana dari sejumlah besar orang untuk memodali
suatu proyek atau usaha yang umumnya dilakukan melalui internet.
Terdapat tiga pihak dalam skema crowdfunding yaitu pebisnis, platform dan
investor. Pada mekanismenya pebisnis mengajukan ide yang dituangkan dalam
proposal dan diupload pada platform crowdfunding, kemudian juga menjelaska n
return yang diterima oleh investor. Investor yang tertarik, mendanai ide bisnis dari
pebisnis dengan tujuan mendapatkan return. Jadi platform berfungsi sebagai
18
intermediasi antara investor dan pebisnis. Crowdfunding juga berkembang di
Indonesia, khususnya pada sektor mikro yang membutuhkan pendanaan usaha.
Inovasi merupakan salah satu cara yang bisa digunakan untuk semua
perusahaan termasuk perbankan agar tetap sustainability terhadap risiko Shadow
banking. Menghadapi risiko Shadow banking maka pihak perbankan harus
berinovasi atau mengoptimalkan layanan digital banking. Salah satu digital
banking yang bisa dioptimalkan oleh perbankan adalah QR code, yang mampu
meraih pangsa sektor mikro.
Quick Response Code (QR code) Technology bukan suatu hal yang baru
lagi dalam bisnis kuliner. Teknologi ini memberikan kemudahan dalam melakukan
pelayanan maupun bertransaksi kepada masyarakat pelanggan kuliner tersebut. Hal
ini telah dibuktikan dalam beberapa penelitian. Salah satunya adalah penelitia n
mengenai penggunaan QR code technology yang dipublikasikan Denisse
Andriyanto tahun 2015. hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa penggunaa n
QR code Technology mampu memudahkan masyarakat untuk mencari restoran,
melakukan pesanan, melakukan proses billing, memanggil pelayan, hingga
settlement atas transaksi di restoran tersebut. QR code technology juga sudah
diaplikasikan di singapura sebagai salah satu metode pembayaran yang terintegras i
dengan sistem perbankan dan dompet digital (e-wallet). Melalui provider bernama
NETS (Network for Electronic Transfers) metode ini dikembangkan untuk
19
menyelesaikan transaksi pembayaran di beberapa hawker centers, kedai kopi dan
kantin tertentu. Di Indonesia sendiri mulai bermunculan platform e-wallet yang
menyediakan jasa penyelesaian transaksi tanpa uang tunai (cashless). platform ini
menyasar pedagang-pedagang kecil untuk mengenalkan transaksi non tunai
tersebut.
Tabel 4.1 Proyeksi penduduk Indonesia tahun 2010 -2035 (dalam ribuan)
Tahun
Provinsi
2010 2015 2020 2025 2030 2035
Jumlah penduduk 238,518,800 255,461,700 271,066,400 284,829,000 296,405,100 305,652,400
sumber : bps.go.id
Pada table 4.1 dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Indonesia akan
mengalami peningkatan sejumlah 128% dari tahun 2010 ke tahun 2035. Angka ini
menunjukkan terjadi kelahiran sejumlah 67.133.60 jiwa dari tahun 2010 hingga
2035. Angka kelahiran tersebut menambah jumlah penduduk usia muda yang ada
di Indonesia.
20
Gambar 4.3 Piramida Penduduk Indonesia tahun 2017 Bedasarkan
Kelompok Umur
sumber : bps.go.id
21
Gambar 4.3 Jumlah Usaha Non Pertanian Hasil Sensus Ekonomi tahun 2016
sumber : bps.go.id
Kondisi perekonomian penduduk Indonesia untuk sasaran implementas i
metode pembayaran QR code juga cukup potensial. hal ini dapat dilihat dengan
jumlah usaha non pertanian di Indonesia. bedasarkan data BPS jumlah usaha non
pertanian di Indonesia sebanyak ±26.700.000 usaha. Jumlah ini di dominasi oleh
usaha pedagang kaki lima dan pedagang kecil yang tidak memiliki bangunan tetap
dengan proporsi sebanyak 70,8%.
22
1. relatif aman terhadap pembajakan 1. pedagang dapat mengawasi arus
data nasabah kas perdagangannya melalui
2. mempermudah penggunaan laporan rekening koran bank
pelanggan untuk membayar, 2. masyarakat (pelanggan) merasa
karena masyarakat hanya perlu lebih aman untuk memasukkan
menggesekan kartu dan pin saat bertransaksi
memasukkan pin 3. tidak perlu menggunakan alat
EDC (electronic data capture)
yang mahal bagi pedagang kecil
4. biaya investasi murah
Kelemahan : Kelemahan :
1. biaya layanan kartu setiap bulan 1. relatif rentan terhadap malware
2. investasi EDC (electronic data dan pembajakan data
capture) relatig mahal 2. kode QR mudah terhapus
3. jika kartu hilang, proses
penggantiannya memerlukan
keterlibatan pihak ketiga (polisi)
4. mesin EDC tertentu hanya untuk
jenis bank tertentu
sumber : berbagai sumber, diolah
23
pembayaran menggunakan QR code, yaitu bank dan provider gerbang pembayaran
nasional (GPN).
Pendagang Pembeli
QR Code
Bank
Bank pembeli
Pedagang
GPN
Keterangan :
: Arus informasi
: Arus pembayaran transaksi
: Arus Alternatif pembayaran
24
dapat melalui dompet digital yang dimiliki. Pembayaran kemudian akan di teruskan
ke akun bank pembeli dan akan diterima oleh bank pedagang.
mulai
Log in ke akun m-
banking
Konfigurasi
pembayaran QR Code
input pesanan
konfirmasi penerimaan
pembayaran
selesai
25
mengkonfigurasi menu-menu pembayaran QR yang tersedia, hingga pedagang
dapat memilih mode akses sebagai pedagang. dalam mode akses sebagai pedagang,
pedagang harus mengisikan data pesanan. Akumulasi data ini dapat dilihat dalam
catatan transaksi QR Payment. Selanjutnya, data pesanan akan dikirimkan sebagai
informasi dalam tautan pedagang. Setelah itu pedagang akan menerima notifikas i
jika pembayaran sudah dilakukan pembeli sehingga pedagang dapat melakukan
konfirmasi penerimaan pembayaran secara langsung.
mulai
Log in ke akun m-
banking
Konfigurasi
pembayaran QR Code
scanning stiker QR
code penjual
konfirmasi
pembayaran
selesai
26
Gambar 4.6 Diagram proses pembayaran oleh pembeli
sumber : ilustrasi penulis
Gambar 4.6 menunjukkan diagram proses pembayaran oleh pembeli.
Proses ini dimulai dengan pembeli melakukan log in ke akun m-banking. kemudian,
sistem akan melakukan verifikasi terhadap data pembeli. Pembeli akan memilih
menu QR payment pada akun m-banking nya, setelah itu pembeli memilih mode
akses sebagai pembeli. sistem m-banking akan menghubungkan langsung aplikasi
dengan kamera pada ponsel pembeli sebagai scanner atas kode QR fisik yang
dimiliki pedagang. Pembeli melakukan pemindaian (scanning) stiker kode QR fisik
tersebut hingga pembeli terkoneksi ke jaringan pedagang dan mendapatkan
informasi jumlah yang harus dibayar. Sistem akan secara otomatis melakukan
pemeriksanaan terhadap ketersediaan saldo akun bank pembeli. apabila saldo
mencukupi, maka pembeli melakukan konfirmasi pembayaran secara langsung.
Apabila saldo tidak mencukupi, maka pembeli akan dialihkan ke halaman GPN
yang telah bekerja sama dengan bank tersebut. Pembeli harus melakukan input akun
GPN dan memilih metode alternatif pembayaran. Setelah itu pembeli baru dapat
melakukan konfirmasi pembayaran.
M-
aplikasi mobile banking
27
sumber : berbagai sumber, diolah
Perangkat keras yang dibutuhkan dalam implementasi QR code payment
adalah ponseldan stiker QR code. Ponsel akan digunakan sebagai media untuk
menjalankan aplikasi m-banking dan menjalankan fungsi kamera sebagai scanner.
ponsel ini wajib dimiliki oleh pedagang maupun pembeli. Pedagang akan
menggunakan ponsel untuk melakukan proses permintaan pembayaran dan
melakukan konfirmasi penerimaan pembayaran. Pembeli akan menggunaka n
ponsel untuk menjalankan proses pembayaran. Stiker QR code merupakan stiker
yang mana telah distandarisasi oleh pemerintah agar dapat dijalankan juga dalam
sistem GPN. Stiker QR code ini dikeluarkan oleh bank mitra pedagang dalam
bentuk fisik dan ditempelkan didepan lapak pedagang.
28
Gambar 4.7 Tampilan halaman depan aplikasi
29
Gambar 4.9 Mode akses pada menu “Gunakan QR ”
30
pembayaran akan berlangsung. menu ketiga, catatan transaksi. catatan transaksi ini
adalah menu untuk melihat daftar penjualan yang telah dilakukan. Data transaksi
tersebut disajiakan perbulan dan dapat di ekspor ke dalam bentuk dokumen
microsoft excel. Sub menu ke empat adalah menu konfigurasi. Sub menu ini
digunakan untuk tersambung dengan jaringan yang tertaut pada QR code jika
penyambungan langsung dari sub menu masukkan order tidak bekerja. Sub menu
terakhir adalah bantuan. Bantuan digunakan untuk memudahkan pengguna QR
code payment agar dapat bekerja dengan baik.
31
terdapat pada pojok kanan bawah jika mendapatkan kesulitan saat menggunaka n
QR code payment.
Strengths Weaknesses
a. cara pembayarannya mudah a. aplikasi memerlukan input
b. biaya implementasi murah manual untuk memasukka n
c. proses pembayaran cepat pesanan
d. pedagang tidak perlu menyediaka n b. QR code dalam bentuk stiker
uang kembalian dapat mudah rusak
e. pedagang dapat melihat data c. aplikasi mobile banking
penjualan yang dilakukan terkadang mengalami eror pada
f. catatan penjualan dapat dijadikan jenis ponsel tertentu
dasar untuk melihat omset yang d. pembayaran lebih dari satu
mungkin akan berguna dalam pembeli tidak dapat dilakukan
proses perpajakan sekaligus
Opportunities Threats
a. jumlah pedagang kaki lima yang a. aplikasi mobile banking dapat
belum mendapatkan akses jasa terkena virus
perbankan b. banyaknya pesaing (startup
b. kebijakan pemerintah dalam penyedia layanan e-wallet)
pelaksanaan gerbang pembayaran c. banyaknya metode pembayaran
nasional dan kampanye gerakan digital
cashless society
c. pengguna ponsel yang cukup
banyak di Indonesia
sumber : berbagai sumber, diolah
32
4.3.5 Peranan pihak-pihak terkait
a. Bank
Bank sebagai lembaga keuangan berperan penting menyediakan aplikasi
mobile banking dan stiker QR code. Selain itu bank juga berupaya
menarik calon pembeli untuk menjadi nasabah pada bank tersebut agar
pembeli dapat menggunakan layanan QR payment.
b. Penyedia layanan GPN
Penyedia layanan GPN menyediakan jaringan untuk melihat alternatif
pembayaran apabila pembeli tidak memiliki jumlah saldo bank yang
cukup untuk melakukan transaksi. keberadaan GPN menjadi alternatif
karena biaya bertransaksi yang melibatkan pihak ke tiga lebih tinggi dari
pada biaya transaksi antar bank secara langsung.
c. pemerintah
pemerintah bertindak sebagai regulator yang menentukan kebijakan
mengenai sistem pembayaran di Indonesia serta standarisasi aplikasi dan
stiker QR code. Selain itu pemerintah bertindak untuk mengawas i
jalannya sistem QR code payment agar sistem ini tidak dimanfaatka n
untuk kepentingan tertentu.
d. calon pembeli dan pedagang kaki lima
calon pembeli dan pedagang kaki lima berperan dalam mengeksekus i
aplikasi sistem QR code payment. Mereka dapat memberikan tanggapan
(feedback) atas jalannya QR code payment kepada bank-bank penyedia
sehingga upaya perbaikan QR code payment dapat disesuaikan dengan
minat penggunanya.
33
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Pada era financial technology ini, Lembaga keuangan disandingkan dengan
adanya shadow banking. Keberadaan shadow banking menyediakan intermed ias i
alternatif,yang lebih mudah. Shadow banking meningkatkan jumlah kredit yang
tersedia bagi peminjam khususnya sektor mikro seperti pedagang kaki lima yang
unbankable. Akan tetapi di sisi lain shadow banking bisa menyebabkan
ketidakstabilan sistem keuangan. Ketidakstabilan karena sistem shadow banking
bisa disebabkan karena leverage yang tinggi dan moral hazard. Oleh karena itu
perbankan harus mampu mempertahankan eksistensinya sebagai Lembaga
keuangan yang lebih aman.
5.2 Saran
Penelitian ini merupakan penelitian inovasi operasional atas QR code
payment. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan refensi untuk melakukan
penelitian teknis terkait pengembangan sistem QR code payment perbankan
34
DAFTAR PUSTAKA
1
Tuhirman, edy. 2017. “Disrupsi Akan Terjadi di Sektor Keuangan Korban
Pertama Perbankan”. https://www.wartaekonomi.co.id. (Diakses 8 agustus
2018)
Valančienė, L., & Jegelevičiūtė, S. (2014). Crowdfunding for creating value :
stakeholder approach. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 156, 599-
604
Younker, James. 2017. “Peer-to-Peer Lending:An Emerging Data Gap in
Shadow banking”. http://www.bis.org.(diakses 12 Agustus 2018)
2014.“ Pengembangan Sistem Pembayaran Elektronik Menggunakan Kode QR
Berbasis Android”. Jurnal Teknik Pomits Vol 2, No. (1).