Umar Tangke
Staf Pengajar Faperta UMMU-Ternate, e-mail: khakafart@yahoo.com
ABSTRAK
9
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
10
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
11
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
habitat, dalam hal ini status nutrien yang berbentuk sangat panjang seperti ikat
diperlukan sangat berpengaruh. Lamun pinggang (belt), kecuali jenis Halophila
dapat hidup mulai dari rendah nutrien dan memiliki bentuk lonjong.
melimpah pada habitat yang tinggi nutrien. Berbagai bentuk pertumbuhan
Lamun pada umumnya dianggap tersebut mempunyai kaitan dengan
sebagai kelompok tumbuhan yang perbedaan ekologi lamun (den Hartog,
homogen. Lamun terlihat mempunyai 1977). Misalnya Parvozosterid dan
kaitan dengan habitat dimana banyak Halophilid dapat dijumpai pada hampir
lamun (Thalassia) adalah substrat dasar semua habitat, mulai dari pasir yang kasar
dengan pasir kasar. Menurut Haruna sampai lumpur yang lunak, dari daerah
(Sangaji, 1994) juga mendapatkan Enhalus dangkal sampai dalam, dari laut terbuka
acoroides dominan hidup pada substrat sampai estuari. Magnosterid juga
dasar berpasir dan pasir sedikit berlumpur dijumpai pada berbagai substrat, tetapi
dan kadang-kadang terdapat pada dasar terbatas pada daerah sublitoral sampai
yang terdiri atas campuran pecahan karang batas rata-rata daerah surut. Secara
yang telah mati. umum lamun memiliki bentuk luar yang
sama, dan yang membedakan antar spesies
2.3. Karakteristik Vegetatif adalah keanekaragaman bentuk organ
Bentuk vegetatif lamun dapat vegetatif. Berbeda dengan rumput laut
memperlihatkan karakter tingkat (marine alga/seaweeds), lamun memiliki
keseragaman yang tinggi dimana Hampir akar sejati, daun, pembuluh internal
semua genera memiliki rhizoma yang yang merupakan sistem yang
berkembang dengan baik serta bentuk menyalurkan nutrien, air, dan gas.
daun yang memanjang (linear) atau
12
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
13
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
hal yang lebih penting daripada daun. Pelepah daun menutupi rhizoma
reproduksi dengan pembibitan karena yang baru tumbuh dan melindungi daun
lebih menguntungkan untuk penyebaran muda. Tetapi genus Halophila yang
lamun. Rhizoma merupakan 60-80% memiliki bentuk daun petiolate tidak
biomas lamun. memiliki pelepah.
2.3.3. Daun Anatomi yang khas dari daun lamun adalah
Seperti semua tumbuhan ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel
monokotil, daun lamun diproduksi dari yang tipis. Kutikel daun yang tipis
meristem basal yang terletak pada tidak dapat menahan pergerakan ion dan
potongan rhizoma dan percabangannya. difusi karbon sehingga daun dapat
Meskipun memiliki bentuk umum yang menyerap nutrien langsung dari air laut.
hampir sama, spesies lamun memiliki Air laut merupakan sumber bikarbonat
morfologi khusus dan bentuk anatomi yang bagi tumbuh-tumbuhan untuk
memiliki nilai taksonomi yang sangat penggunaan karbon inorganik dalam
tinggi. Beberapa bentuk morfologi sangat proses fotosintesis.
mudah terlihat yaitu bentuk daun,
bentuk puncak daun, keberadaan atau 2.4. Faktor Pembatas
ketiadaan ligula. Contohnya adalah Faktor-faktor pembatas yang menjadi
puncak daun Cymodocea serrulata penghalang bagi pertumbuhan lamun
berbentuk lingkaran dan berserat, adalah diantaranya dapat di lihat pada
sedangkan C. Rotundata datar dan Tabel 1.
halus. Daun lamun terdiri dari dua
bagian yang berbeda yaitu pelepah dan
Tabel 1. Faktor-Faktor Pembatas Bagi Pertumbuhan Lamun
14
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
didasarkan atas ditemukannya sejumlah ditemukan jenis jantan dan betina. Pada
bentuk yang berbeda dari cangkang beberapa spesimen teridentifikasi biota
fauna pada material lamun yang disampel. Katianira sp. dengan ukuran sekitar 3
Beberapa organisme krustasea mm pada rhizome Thalassia. Diduga
yang ditemukan, sebagian besar adalah pada spesimen tersebut juga ada
bukan merupakan taxa utama. Pada bagian genus Heteromesus yang termasuk
daun lamun ditemukan potongan-potongan suku Ischnomesidae pada beberapa
kecil dari biota yang menempel pada material rhizome lamun dari
lapisan substrat yang tebal. Lebih Thalassia tersebut. Kemudian satu
kurang 100 organisme dengan panjang jenis baru dari marga Macrostylis
antara 5-15 mm ditemukan pada material yang panjangnya 3 mm juga
lamun. Dari hasil pengamatan, fauna ditemukan dalam rhizome dan jenis dari
krustasea yang teridentifikasi antara lain marga Haploniscus juga ditemukan
adalah: pada sejumlah rhizome.
1. Cirripedia; biota ini ditemukan pada 2. Amphipoda; Berdasarkan
rimpang lamun yang menyerupai pengamatan ada satu jenis baru
sebuah tabung polikhaeta. dari marga Onesimoides dari suku
Teridentifikasi bahwa pada satu teritip Lyasinassidae yang ditemukan pada
dengan panjang 5,2 mm, ditemukan bagian pangkal rhizome dan daun dari
lebih dari 300 jenis yang termasuk lamun Thalassia.
marga Arcoscalpellum. 3.1.3. Makanan
2. Tanaidacea; biota assosiasi ini Telah diketahui bahwa bahan
ditemukan pada daun Thalassia organik merupakan sumber energi untuk
dengan panjang spesimen 2-3 mm. beberapa fauna laut dalam (Wolff,
Biota ini termasuk famili 1962). Di sepanjang perairan Carolina
Paratanaidae. ditemukan adanya hubungan antara
3.1.2. Tempat berlindung konsentrasi detritus organik dari material
Sejumlah spesimen dari Thalassia dengan distribusi dari beberapa
Echinothambema ditemukan pada rizhome biota pemakan suspensi (suspension
lamun, Biota tersebut menggunakan feeders). Lebih lanjut dikatakan bahwa
rhizome lamun hanya sebagai tempat di perairan Puerto Rico dan Cayman di
berlindung. Kondisi ini juga ditemukan temukan fauna Amphipoda dari jenis
pada beberapa jenis biota dari Isopoda. Onesimoides sp. yang menggunakan
Spesimen Isopoda ada yang ditemukan Thalassia sebagai sumber makanan.
pada bagian dalam dan luar dari rhizoma Biasanya fauna ini ditemukan dalam
Thalassia (WOLFF, 1975). Fauna potongan-potongan kayu yang
krustasea yang menggunakan lamun didalamnya terdapat detritus lamun.
sebagai tempat berlindung diantaranya Beberapa hasil penelitian menunjukkan
adalah: bahwa lamun merupakan makanan dari
1. Isopoda; Dari 55 spesimen yang fauna herbivorous di perairan laut dalam
diteiiti dalam rhizome lamun tersebut yang berdekatan dengan daerah padang
ada sekitar 8-9 jenis Isopoda, biota ini lamun yang padat di daerah laut dangkal.
mempunyai kelimpahan lebih tinggi di Hal ini membuktikan bahwa walaupun
dalam rhizome lamun Thalassia. Jenis tidak ada angin topan atau badai, potongan
umum dari Isopoda yang lamun dapat saja terbawa dan terjebak
teridentifikasi adalah dari jenis dilaut dalam. Biasanya daun, seludang
Echinothambema sp. dengan panjang 4- atau rhizome dari lamun dijadikan
5 mm yang ditemukan sekitar 80% makanan bagi fauna herbifora di laut
dalam rhizome dan 20% diluar rhizome. dalam dalam waktu yang relatif
Kadang-kadang pada satu rhizome lama, berdasarkan kondisi lingkungan yang
15
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
16
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
mikroflora (bakteri dan jamur). Banyak dicerna akan didekomposisi lagi oleh
dari metozoa yang dapat mencerna protein mikroba decomposer sehingga sumbar
bakteri dan serasah daun lamun diekskresi detritus akan meningkat.
oleh fauna dan bentuk yang belum
Aliran materi dari padang mencapai 10% dari total produksi padang
lamun ke sistem lain (terumbu lamun. Dengan kata lainpadang lamun
karang atau mangrove) kecil sekali ini merupakan sistem yang mandiri
(Nienhuis at al .1989). Jumlah materi yang (self suistainable system). Namun
di alirkan ke sistem lain di duga tidak kemandirian padang lamun tidak
17
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
Gambar 4. Tipe interaksi antara ekosistem padang lamun dengan ekosistem mangrove dan
terumbu karang (Ogden dan Gladfelter, 1983 dalam Bengen, 2001)
18
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
pendauran berbagai zat hara dan substrat dasar dengan pasir kasar. Menurut
elemen-elemen yang langka di Haruna (Sangaji, 1994) juga mendapatkan
lingkungan laut. khususnya zat-zat hara Enhalus acoroides dominan hidup pada
yang dibutuhkan oleh algae epifitik. substrat dasar berpasir dan pasir sedikit
berlumpur dan kadang-kadang terdapat
IV. PEMANFAATAN DAN pada dasar yang terdiri atas campuran
ANCAMAN TERHADAP pecahan karang yang telah mati.
PADANG LAMUN Keberadaan lamun pada kondisi habitat
Philips & Menez (1988) menytakan tersebut, tidak terlepas dan ganguan
bahwa, lamun digunakan sebagai komoditi atau ancaman-ancaman terhadap
yang sudah banyak dimanfaatkan oleh kelansungan hidupnya baik berupa
masyarakat baik secara tradisional ancaman alami maupun ancaman dari
maupun secara modern. Secara tradisional aktivitas manusia.
lamun telah dimanfaatkan untuk : Banyak kegiatan atau proses, baik
1. Kompos dan pupuk alami maupun oleh aktivitas manusia
2. Cerutu dan mainan anak-anak yang mengancam kelangsungan
3. Dianyam menjadi keranjang ekosistem lamun. Ekosistem lamun
4. Tumpukan untuk pematang sudah banyak terancam termasuk di
5. Mengisi kasur Indonesia baik secara alami maupun
6. Ada yang dimakan oleh aktifitas manusia. Besarnya pengaruh
7. Dibuat jaring ikan terhadap integritas sumberdaya, meskipun
Pada zaman modern ini, lamun telah secara garis besar tidak diketahui, namun
dimanfaatkan untuk : dapat dipandang di luar batas
1. Penyaring limbah kesinambungan biologi. Perikanan laut
2. Stabilizator pantai yang meyediakan lebih dari 60 %
3. Bahan untuk pabrik kertas protein hewani yang dibutuhkan dalam
4. Makanan menu makanan masyarakat pantai,
5. Obat-obatan sebagian tergantung pada ekosistem
6. Sumber bahan kimia. lamun untuk produktifitas dan
Lamun kadang-kadang membentuk pemeliharaanya. Selain itu kerusakan
suatu komunitas yang merupakan habitat padang lamun oleh manusia
bagi berbagai jenis hewan laut. akibat pemarkiran perahu yang tidak
Komunitas lamun ini juga dapat terkontrol (Sangaji, 1994).
memperlambat gerakan air. bahkan ada Ancaman-ancaman alami terhadap
jenis lamun yang dapat dikonsumsi bagi ekosistem lamun berupa angin topan,
penduduk sekitar pantai. Keberadaan siklon (terutama di Philipina), gelombang
ekosistem padang lamun masih belum pasang, kegiatan gunung berapi bawah
banyak dikenal baik pada kalangan laut, interaksi populasi dan komunitas
akdemisi maupun masyarakat umum, (pemangsa dan persaingan), pergerakan
jika dibandingkan dengan ekosistem lain sedimen dan kemungkinan hama dan
seperti ekosistem terumnbu karang dan penyakit, vertebrata pemangsa lamun
ekosistem mangrove, meskipun diantara seperti sapi laut. Diantara hewan
ekosistem tersebut di kawasan pesisir invertebrata, bulu babi adalah pemakan
merupakan satu kesatuan sistem lamun yang utama. Meskipun dampak
dalam menjalankan fungsi ekologisnya dari pemakan ini hanya setempat, tetapi
Keberadaaan lamun pada jika terjadi ledakan populasi pemakan
daerah mid-intertidal sampai tersebut akan terjadi kerusakan berat.
kedalaman 0,5-10 m, dan juga terlihat Gerakan pasir juga mempengaruhi
mempunyai kaitan dengan habitat sebaran lamun. Bila air menjadi keruh
dimana banyak lamun (Thalassia) adalah karena sedimen, lamun akan bergeser ke
19
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
tempat yang lebih dalam yang tidak gangguan yang cukup serius akibat
memungkinkan untuk dapat bertahan pembuangan limbah indusri dan
hidup (Sangaji, 1994). pertumbuhan penduduk dan diperkirakan
Limbah pertanian, industri, dan sebanyak 60% lamun telah mengalami
rumah tangga yang dibuang ke laut, kerusakan. Di pesisir pulau Bali dan
pengerukan lumpur, lalu lintas perahu pulau Lombok ganguan bersumber dari
yang padat, dan lain-lain kegiatan penggunaan potassium sianida dan telah
manusia dapat mempunyai pengaruh yang berdampak pada penurunan nilai dan
merusak lamun. Di tempat hilangnya kerapatan sepsiens lamun (Fortes, 1989).
padang lamun, perubahan yang dapat Selanjutnya dijelaskan oleh Fortes
diperkirakan menurut Fortes (1989), yaitu: (1989) bahwa rekolonialisasi ekosistem
1. Reduksi detritus dari daun lamun padang lamun dari kerusakan yang telah
sebagai konsekuensi perubahan dalam terjadi membutuhkan waktu antara 5 -
jaring-jaring makanan di daerah pantai 15 tahun dan biaya yang dibutuhkan
dan komunitas ikan. dalam mengembalikan fungsi ekosistem
2. Perubahan dalam produsen primer padang lamun di daerah tropis berkisar
yang dominan dari yang bersifat 22800 - 684.000 US $/ha. Oleh karena
bentik yang bersifat planktonik. itu aktiviras pembangunan di wilayah
3. Perubahan dalam morfologi pantai pesisir hendaknya dapat memenimalkan
sebagai akibat hilangnya sifat-sifat dampak negatif melalui pengkajian yang
pengikat lamun. mendalam pada tiga aspek yang tekait
4. Hilangnya struktural dan biologi dan yaitu: aspek kelestarian lingkungan, aspek
digantikan oleh pasir yang gundul. ekonomi dan aspek sosial.
Banyak kegiatan atau proses dari Ancaman kerusakan ekosistem
alam maupun aktivitas manusia padang lamun di perairan pesisir berasal
yang mengancam kelangsungan hidup dari aktivitas masyarakat dalam
ekosistem lamun seperti Tabel 2. mengeksploatasi sumberdaya ekosistem
Selain beberapa ancaman padang lamun dengan menggunakan
tersebut, kondisi lingkungan potassium sianida, sabit dan gareng serta
pertumbuhan juga mempengaruhi pembuangan limbah industri pengolahan
kelangsungan hidup suatu jenis lamun, ikan, sampah rumah tangga dan pasar
seperti yang dinyatakan oleh Barber tradisional. Dalam hal ini Fauzi (2000)
(1985) bahwa temperatur yang baik menyatakan bahwa dalam menilai dampak
untuk mengontrol produktifitas lamun dari suatu akifitas masyarakat terhadap
pada air adalah sekitar 20 - 30oC untuk kerusakan lingkungan seperti ekosistem
jenis lamun Thalassia testudinum dan padang lamun dapat digunakan dengan
sekitar 30oC untuk Syringodium metode tehnik evaluasi ekonomi yang
filiforme. Intensitas cahaya untuk laju dikenal dengan istilah Environmental
fotosintesis lamun menunjukkan Impact Assesment (EIA). Metode ini
peningkatan dengan meningkatnya suhu telah dijadikam istrumen universal
dari 29 - 35oC untuk Zostera marina, dalam mengevaluasi dampak lingkungan
30oC untuk Cymidoceae nodosa dan 25 - akibat aktivitas pembangunan, disamping
30oC untuk Posidonia oceanica. itu metode evaluasi ekonomi dapat
Kondisi ekosistem padang lamun di menjembatani kepentingan ekonomi
perarain pesisir Indonesia sekitar 30-40%. masyarakat dan kebutuhan ekologi dari
Di pesisir pulau Jawa kondisi ekosistem sumber daya alam.
padang lamun telah mengalami
20
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
Tabel 2. Dampak Kegiatan Manusia Pada Ekosistem Padang Lamun (Bengen, 2001)
21
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
22
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
23
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
digunakan untuk jangkar tidak pada jarak 30 cm tidak ada tumbuhan yang
berpengaruh pada transplantasi untuk padat.
jenis lamun Halodule wrightii dan Untuk menghindari kerusakan
Thallasia testudinum. Tetapi Phillips yang permanen dari padang lamun
(1976) dengan jenis yang sama yang donor, maka pengambilan tanaman
dilakukan di Alaska akan mati jika dengan plug jangan terlalu dekat satu
menggunakan logam sebagai jangkarnya. dengan yang lain. Jarak satu sama lain
Sedangkan di Puget, Washington, untuk bervariasi antara 0,5 sampai 1,0 m
jenis Zostera marina tidak berpengaruh (Phillips et al. 1978; Van Breedveld
jika menggunakan besi atau logam 1975).
sebagai jangkar. 5.3.4. Waktu Penanaman
Mengingat dengan menggunakan Secara umum, di luar negeri
balok dan kawat akan meningkatkan waktu yang baik untuk transplantasi
biaya, maka disarankan menggunakan adalah pada musim semi. Tetapi,
plastik bentuk kasa (net). Beberapa transplantasi ini mungkin dapat dilakukan
tanaman dapat tumbuh dengan cepat kapan saja untuk Teluk Meksiko, Selatan
dengan menggunakan tehnik ini. Beufort pantai Atlantik, Carolina Utara,
Penanaman metode sprig tanpa jangkar dan pantai Pasifik mulai dari Washington
telah banyak berhasil untuk jenis Zostera sampai bagian selatan California, karena
marina dan Halodule wrightii. Biasanya daerah-daerah tersebut bebas dari laut es
untuk jenis Zostera cukup dengan 3 atau pada musim dingin, walaupun waktu yang
4 turion (shoot), sedangkan untuk jenis spesifik telah direkomendasikan dari studi
Halodule adalah 15-20 turion pada sebelumnya (Churcill et al. 1978;
rimpang (rhizome) yang sama. Metode Phillips, 1976; Phillips et al. 1978;
ini ditanam dengan menggali sebuah Thorhaug 1974,1976). Sedangkan di
lubang kecil pada substrat (dalamnya kira- bagian utara Beufort pantai Atlantik dan
kira 8 cm), kemudian ditutup dengan Alaska di pantai Pasifik, dimana ada laut es
substrat yang sama. Metode ini hanya pada musim dingin, maka transplantasi
dapat berhasil jika arus atau gelombang dilakukan jika es mencair dan tanaman
yang rendah. vegetatifnya mulia tumbuh. Tabel 3
5.3.3. Metode Plug menunjukkan daftar rekomendasi waktu
Metode plug yaitu pengambilan transplantasi untuk setiap jenis dan lokasi.
bibit tanaman dengan patok paralon dan Untuk perairan Indonesia, khsususnya di
tanaman dipindahkan dengan gugus Pulau Pari transplantasi dapat
substratnya. Biasanya menggunakan dilakukan sepanjang tahun. Untuk jenis
paralon (PVC) dengan diameter 10 cm Thalassiadan Cymodocea yang terbaik
untuk jenis Halodule, sedangkan untuk adalah pada Musim Barat (Azkab 1987,
Zostera, Thalassia dan Syringodium 1988). Pada Tabel 4 menunjukkan
dengan diameter 15-20 cm. Metode persentase tumbuh dari masing-masing
plug dengan menekan ke tanaman masuk jenis lamun pada beberapa lokasi.
ke substratnya, kemudian 5.3.5. Kondisi Lingkungan
ditransplantasi pada lobang yang sama Pada penanaman dan transplantasi
pada kedalaman 15-20 cm. Phillips et al. lamun beberapa faktor lingkungan yang
(1978) merekomendasikan bahwa metode perlu diperhatikan yaitu: kedalaman,
plug untuk Zostera ditransplantasi pada cahaya, temperatur, salinitas, nutrien,
kedalaman 45 cm atau lebih. Pada arus dan gelombang (Phillips, 1980).
percobaan di pelabuhan St. Joe, Florida a. Kedalaman
menunjukkan bahwa dengan jarak tanam Distribusi kedalaman lamun tergantung
15 cm muncul rumpun yang padat, tetapi dari hubungan beberapa faktor yaitu;
gelombang, arus, substrat, turbiditas dan
24
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
25
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
Tabel 4. Persentase tumbuh dari masing-masing jenis dengan metode yang berbeda
Jenis Lokasi Metode Persentase (%)
Thalassia testudinurn Biscaync Bay Sprig 90 (1)
North Biscaync Bay Seed 84 (2)
Turkey Point Seed 80 (2)
Halodule wrightii Nort Biscayne Bay Sprig 54 (2)
Jamaika Plug 63 (1)
Lake Surprise Sprig 100 (2)
Zostcro marina Whidbey Island Anchor 40 (3)
Cymoroceo rotundata Pulau Pari PIllR 38 (4)
Sprig 43 (4)
Thalassia hemprichii Pulau Pari Plug 78 (5)
Sprig 77 (5)
Sumber : Phillips 1980, Azkab 1987, 1988
Keterangan : (1) Thorhaug (1974), (2) Thorhaug (1986), (3) Phillips (1974), (4) Azkab (1987), (5) Azkab (1988).
26
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
DAFTAR PUSTAKA
Aswandy, I. 2003. Asosiasi Fauna Krustasea dengan Potongan-Potongan Lamun di
Laut Dalam. Jurnal Oseana Vol XXVIII, No 4. ISSN 0216-1877.
Azkab, M.H.1999. Kecepatan tumbuh dan produksi lamun dari Teluk Kuta,
Lombok.Dalam:P3O-LIPI, Dinamika komunitas biologis pada ekosistem lamun
di Pulau Lombok, Balitbang Biologi Laut, PustlibangBiologi Laut-LIPI, Jakarta.
Bengen,D.G. 2001. Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Instititut Pertanian Bogor.
ChurchilL, C.A., A.E. COK and M.1. RINER 1978. Stabilization of subtidal
sediments by the transplantation on the seagrass Zostera marina. Rept.
No.NYSSGJP-RS-78-15, New York, 25 p.
Cottam, C. and A.D. Munro 1954. Eel-grass status and environmental relations. ,J.
Wild.Manag. 8(4): 449-460.
27
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
Den Hartog, C. (1970). "Sea grasses of the world" North Holland Publishing c o . ,
Amsterdam, London pp. 272 .
Darovec, J.E., 1.M. Carlton, T.R. Pulver, M.D. Moffler, G.B. Smith, W.K. Whitfield, S.A.
Willis, K.A. Steidinger and E.A. Joyce 1975. Techniques for coastal restoration and
fishery enhancement in Florida. Nat.Kesour.Bur.Mar.Re.s.St. 15: 10-30.
Durak;O, M.J. and M.D. Moh-ler 1981. Variation in Thalassia testudinum seedling growth
related to geographic origin. In: Proc.8th Ann.Conf. Wetlands Restoration
and Creation. (R.H. Stovall, ed.). Hillsbrough Community Colege, Tampa,
Florida, p.132-154.
Fonseca, M.S. 1987. The management of seagrass system. Trop. Coast. Area. Manag.
2(2): 5-10.
Fonseca, M.S., G.W. thayer and W.J. KenworthY. 1987. The use ecological data
in the implimentation and management of seagrass restoration. In: Proc. of
the Symp. on Subtropical-Tropical Seagrass of the Souteastern United
Stated (M.J Durako, R. C. Phillips and R.R. Lewis, eds.). Fla.Mar.Res.Publ. 42:
1-209.
Gary, R. and S. Langley 1985. Seagrass mitigation in Biscayne Bay, Florida. In: Coastal
Zone (0.T. Magoon, ed.). ASCE, New York, p 904-919.
Ginsburg, R. and H.A. Lowestan 1958. The influence of marine bottom communities on
the depositional environments of sediment. J. Geol. 66 (3): 310-318.
Helferich (eds.) Seagrass ecosystem : A scientific perspective. Mar. Sci. Vol. 4 Marcel
Dekker Inc. New York: 357 pp.
Lewis, R.R., R.C. Phillips, D.J. Adamek and J.C. Cato 1982. Final report, seagrass
revegetation studies in Monroe County. Florida Oept. of
Transportation. Thallahassac, Florida, 95p.
28
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
McRoy, C.P. & C. Helferich. (1977). "Sea Grass Ecosystem" Marcel Dekker Inc.
New York & Basel pp. 314.
Phillips dan H.P.Calumpong. 1983. Sea Grass from the Philippines. Smithsonian Cont.
Mar. Sci. 21. Smithsonian Inst. Press, Washington.
Poiner, I.R. & G. Roberts,.(1986) "A brief review of seagrass studies in Australia.
Proc.National conference and Coastal Management. 2, 243-248.
Thayer, G.W., S.M. Adams and M.W. La Croix, 1975. Structural and functional aspects of
a recently established Zostera marina community. In : L.E. CRONIN
(ED.).
Wolff, T. 1980. Animals associated with seagrass in the deep sea. In: Handbook
of seagrass biology (R.C. Phillips and P.C. McRoy, eds.). Garland STPM Press,
New York, p. l99-2.24.
29