Anda di halaman 1dari 2

Perbedaan pendapat antara kelompok Keynesian dan Monetarist

Perbedaan pendapat antara kelompok Keynesian dan Monetarist pada dasarnya


menyangkut keberadaan sumber-sumber yang mendorong perkembangan permintaan agregat
serta perilaku penawaran agregat. Dalam hal ini, kelompok Monetarist berpendapat bahwa
permintaan agregat semata-mata dipengaruhi oleh perkembangan uang beredar dan bahwa
pengaruh perkembangan uang beredar terhadap permintaan agregat adalah stabil. Kelompok
Monetarist berasumsi bahwa mekanisme pasar di dalam perekonomian dapat berjalan secara
otomatis sehingga harga-harga dapat segera menyesuaikan (naik atau turun) apabila terjadi
perbedaan (lebih besar atau lebih kecil) antara permintaan dan penawaran di pasar.

Kelompok Keynesian memandang bahwa permasalahan dalam suatu perekonomian pada


dasarnya sangat kompleks sehingga tidak hanya uang yang berperan penting dalam mendorong
kegiatan ekonomi, tetapi juga variabel-variabel lain. Di sisi lain, kelompok Keynesian berasumsi
bahwa terjadi sejumlah kekakuan dalam bekerjanya mekanisme pasar di dalam perekonomian,
misalnya, karena adanya kontrak kerja antara majikan dan pekerja atau pengaturan harga
sejumlah komoditas oleh pemerintah. Dengan kondisi ini, apabila terjadi shocks dalam
perekonomian, misalnya, karena adanya kebijakan moneter secara yang aktif melakukan
pelonggaran atau pengetatan, maka dalam jangka pendek pertumbuhan ekonomi riil akan
terpengaruh, meskipun pada akhirnya dalam jangka menengah-panjang perkembangan harga
juga akan terpengaruh.

Kelompok Monetarist, berpendapat bahwa uang hanya berpengaruh pada tingkat inflasi


dan tidak pada pertumbuhan ekonomi. Implikasinya adalah bahwa kebijakan moneter harus
diarahkan hanya untuk pengendalian inflasi dan tidak bisa dipergunakan untuk mempengaruhi
kegiatan ekonomi riil. Lebih lanjut lagi, pelaksanaan kebijakan moneter tersebut perlu dilakukan
dengan rules yang dibakukan dan diarahkan untuk mengendalikan inflasi. Kebijakan moneter
tidak dapat dipergunakan secara aktif mempengaruhi kegiatan ekonomi riil, dalam arti dapat
dilonggarkan apabila sector riil sedang lesu dan diketatkan apabila terjadi peningkatan kegiatan
ekonomi secara berlebihan.

Di sisi lain, kelompok Keynesian berpendapat bahwa uang dapat mempengaruhi kegiatan


ekonomi riil di samping pengaruhnya terhadap inflasi. Implikasinya adalah bahwa kebijakan
moneter dapat dipergunakan sebagai salah satu instrumen kebijakan untuk secara aktif
mempengaruhi naik turunnya kegiatan ekonomi riil. Dengan kata lain, bank sentral
mempunyai discretion untuk mempergunakan kebijakan moneter secara aktif membantu upaya-
upaya untuk mempengaruhi naik turunnya kegiatan ekonomi riil. Apabila kegiatan ekonomi riil
dirasakan terlalu lesu, kebijakan moneter dapat dilonggarkan sehingga jumlah uang beredar
dalam perekonomian bertambah dan dapat mendorong peningkatan kegiatan ekonomi.
Sebaliknya, apabila kegiatan ekonomi riil dinilai terlalu cepat dan cenderung memanas,
kebijakan moneter perlu diketatkan sehingga terjadi penurunan kegiatan ekonomi riil dan tingkat
inflasi dapat terkendali.

Dengan latar belakang pemikiran yang berkembang dalam teori ekonomi moneter,
pandangan yang lebih dominan akan tergantung pada kondisi yang terjadi pada perekonomian
suatu negara. Tidak ada satu teori ataupun pandangan yang sesuai dan dapat menggambarkan
sepenuhnya kondisi di semua negara, karena perbedaan yang terjadi baik pada bekerjanya
mekanisme pasar, system perekonomian, ataupun cara-cara otoritas dalam melaksanakan
kebijakan moneter. Dengan demikian, pernyataan mengenai pandangan mana yang sesuai pada
suatu perekonomian, apakah Monetarist atau Keynesian, senantiasa menjadi suatu pertanyaan
empiris meskipun hasil pengujian di banyak negara dapat memberikan kesimpulan umum
mengenai kecenderungan-kecenderuangan yang terjadi.

Daftar Pustaka : Warjiyo, P. dan Solikin. (2003). Kebijakan Moneter di Indonesia.


Jakarta: Bank Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai