Anda di halaman 1dari 12

PENATALAKSANAAN OTOSKLEROSIS

Firman Nurdiansah, Devira Zahara


Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Abstark: Otosklerosis merupakan suatu penyebab umum tuli konduktif pada orang dewasa.
Etiologi belum diketahui pasti tetapi terdapat beberapa fakta yang berperan diantaranya
riwayat keluarga, ras kulit putih lebih banyak dari pada kulit hitam. Gambaran klinis
pendengaran terasa berkurang secara progresif dengan onset lambat dan lebih sering
terjadi bilateral, paracusis willisii, tinnitus. Otosklerosis khas terjadi pada usia dewasa
muda. Penatalaksanaan terdiri dari medikamentosa dengan sodium floride, operasi dengan
teknik stapedotomi dan stapedektomi serta penggunaan alat bantu dengar.

PENDAHULUAN
Otosklerosis merupakan penyakit pada kapsul tulang labirin yang mengalami
spongiosis di daerah kaki stapes, sehingga stapes menjadi kaku dan tidak dapat
menghantarkan getaran suara ke labirin dengan baik.1,2
Pada tahun 1881 Von Troltsch menemukan ketidaknormalan dimukosa telinga tengah
pada penyakit ini dan beliau yang pertama kali memberi istilah penyakit ini dengan
otosklerosis. Politzer pada tahun 1893, menjelaskan dengan benar mengenai otosklerosis
sebagai penyakit primer dari kapsul otik bukan hanya sebagai peristiwa inflamasi penyakit
telinga saja.3
Otosklerosis adalah salah satu dari bentuk hilangnya pendengaran pada orang dewasa
yang umum ditemukan, dengan prevalensi 0,3-0,4% pada Kaukasian. Prevalensinya rendah
pada orang kulit hitam, Asia. Perempuan terkena dua kali lebih banyak daripada laki-laki.
Penyakit ini ditandai dengan proses remodeling tulang yang abnormal yaitu pada kapsul otik.
Apabila lesi dari tulang yang remodeling menginvasi sendi stapedio-vestibulo, dan
menyebabkan gerakan stapes terganggu sehingga menjadi tuli konduktif, namun 10% dari
penderita mengalami tuli sensorineural walaupun penyebab tuli sensorineural disini tidak
diketahui, mungkin berkaitan dengan proses remodeling pada labirin, suatu proses sekresi
enzim menyebabkan kerusakan pada koklea.4,5
Penatalaksanan operasi dengan teknik stapedotomi dan stapedektomi telah digunakan
secara luas sebagai prosedur pembedahan yang dapat meningkatkan pendengaran pada
penderita dengan gangguan pendengaran akibat otosklerosis.1,6,7

ETIOLOGI 3,16,19,23

1
Penyebab otosklerosis belum diketahui pasti tetapi ada kemungkinan beberapa fakta
di bawah ini:
1. Berdasarkan anatomi.
Tulang labirin terbuat dari enchondral dimana terjadi sedikit perubahan selama
kehidupan, tapi terkadang pada tulang keras ini terdapat area kartilago yang oleh karena
faktor non spesifik tertentu diaktifkan untuk membentuk tulang spongios baru. Salah satu
area tersebut adalah fissula ante fenestram yang berada di depan oval window yang
merupakan predileksi untuk otospongiosis tipe stapedium.
2. Herediter, Sekitar 50% otosklerosis memiliki riwayat keluarga.
3. Ras, Kulit putih lebih banyak dari pada kulit hitam.
4. Jenis kelamin, Perempuan 2 kali lebih banyak dari pada laki-laki
5. Usia, Ketulian biasanya diawali pada usia 20 sampai 30 tahun dan jarang sebelum usia
10 dan sesudah 40 tahun
6. Faktor lain seperti kehamilan, menopause, kecelakaan, setelah operasi besar
7. Penyakit paget, secara histologi sama dengan otosklerosis namun untuk membedakannya
penyakit paget ini bermula dari lapisan periosteal dan melibatkan tulang endokondral.
Keterlibatan tulang temporal dapat mengakibatkan tuli sensorineural, namun keterlibatan
stapes jarang dijumpai.

PATOLOGI
Secara histologi proses otosklerosis terdiri dari dua fase. Fase awal ditandai oleh
resorbsi tulang dan peningkatan vaskularisasi. Bila kandungan dari maturasi kolagen
berkurang, tulang menjadi kelihatan spongios (otospongiosis).6,17 Pada fase lanjut, tulang
yang telah diresorbsi digantikan oleh tulang sklerotik yang tebal, sehingga dinamakan
otosklerosis.3 Pada pemeriksaan dengan pewarnaan hematoksilin eosin didapatkan warna
kebiruan yang disebut dengan mantel biru Manasse. 6, 5,18
PL. Dhingra mengklasifikasikan tipe otosklerosis sebagai berikut:16
1. Otosklerosis stapedial
Otosklerosis stapedial disebabkan karena fiksasi stapes dan tuli konduktif umumnya
banyak dijumpai. Lesi ini dimulai dari depan oval window dan area ini disebut ‘fissula
ante fenestram’. Lokasi ini menjadi predileksi (fokus anterior). Lesi ini bisa juga dimulai
dari belakang oval window (fokus posterior), disekitar garis tepi footplate stapes
(circumferential), bukan di footplate tetapi di ligamentum annular yang bebas (tipe

2
biskuit). Kadang-kadang bisa menghilangkan relung oval window secara lengkap (tipe
obliteratif).
2. Otosklerosis koklear
Otosklerosis koklear melibatkan region sekitar oval window atau area lain di dalam
kapsul otik dan bisa menyebabkan tuli sensorineural. kemungkinan disebabkan material
toksik di dalam cairan telinga dalam
3. Otosklerosis histologi
Tipe otosklerosis ini merupakan gejala sisa dan tidak dapat menyebabkan tuli
konduktif dan tuli sensorineural.

Gambar 4. Tipe otosklerosis stapedial. (A) Fokus anterior. (B) Fokus posterior. (C)
Sirkumperensial. (D) tipe biskuit. (E) Obliteratif.16

Lokasi predileksi untuk keterlibatan otosklerotik adalah:14


1. Anterior oval window (80-90%)
2. Tepi dari round window (30-50%)

GEJALA KLINIK
Penyakit otosklerosis mempunyai gejala klinis sebagai berikut:16
1. Penurunan pendengaran
Gejala ini timbul dan biasanya dimulai pada usia 20-an, tidak terasa sakit dan
progresif dengan onset yang lambat. Biasanya tipe konduktif dan bilateral.
2. Paracusis willisii
Seorang pasien otosklerotik mendengar lebih baik di keramaian dari pada di
lingkungan yang sepi. Hal ini disebabkan oleh karena orang normal akan meningkatkan
suara di lingkungan yang ramai.

3
3. Tinnitus seringkali dijumpai pada koklear otosklerosis dan lesi yang aktif
4. Vertigo merupakan gejala yang tidak lazim.
5. Pasien bicara pelan dan monoton.

DIAGNOSIS
Diagnosis otosklerosis berdasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan audiometri. Diagnosis pasti dengan eksplorasi telinga tengah. Pendengaran
terasa berkurang secara progresif dan lebih sering terjadi bilateral. Otosklerosis khas terjadi
pada usia dewasa muda. Setelah onset, gangguan pendengaran akan berkembang dengan
lambat. Penderita perempuan lebih banyak dari laki-laki, umur penderita antara 11-45 tahun,
1,3,
tidak terdapat riwayat penyakit telinga dan riwayat trauma kepala atau telinga sebelumnya
14, 18

Pada pemeriksaan ditemukan membran timpani utuh, kadang-kadang tampak


promontorium agak merah jambu, terutama bila membran timpaninya transparan. Gambaran
tersebut dinamakan tanda Schwartze yang menandakan adanya fokus otosklerosis yang
sangat vaskuler. 1, 2, 18
Pada pemeriksaan dengan garpu tala menunjukkan uji Rinne negatif. Uji Weber
sangat membantu dan akan positif pada telinga dengan otosklerosis unilateral atau pada
telinga dengan ketulian konduktif yang lebih berat.2
Pemeriksaan audiometri menunjukkan tipikal tuli konduktif ringan sampai sedang
yang menunjukkan adanya penurunan hantaran udara pada frekuensi rendah. Hantaran tulang
normal. Air-bone gap lebih lebar pada frekuensi rendah. Dalam beberapa kasus tampak
adanya cekungan pada kurva hantaran tulang. hal ini berlainan pada frekuensi yang berbeda
namun maksimal pada 2000 Hz yang disebut dengan Carhart’s notch (5 dB pada 500 Hz, 10
dB pada 1000 Hz, 15 dB pada 2000 Hz dan 5dB pad 4000 Hz) Pada otosklerosis dapat
dijumpai gambaran Carhart’s notch. 5,6,16,17

Gambar 5. Carhart’s notch.16

4
Timpanogram bisa menurun (As) atau normal. Refleks stapedial mungkin normal
pada fase awal tetapi tidak didapatkan pada fiksasi stapes. Speech reception threshold dan
speech discrimination sering normal, kecuali pada kasus dengan terlibatnya koklea.5,6,16,17

Gambar 6. Timpanogram.6
Secara klinis, pemeriksaan High-resolution computed tomography (CT) dan
magnetic resonance imaging (MRI) sedikit berguna untuk evaluasi otosklerosis. Pada high-
resolution computed tomography (CT), dapat diidentifikasikan lesi sklerotik.6

Gambar 6. CT Scan temporal potongan aksial menunjukkan


area kapsul otik yang radiolusen17

DIAGNOSIS BANDING 4,5,20


1. Otitis media sekretori (otitis media dengan efusi)
2. Otitis media adhesi
3. Ossicular chain disruption
4. Fiksasi ossikular kongenital
5. Sindrom Vander Hoeve
6. Timpanosklerosis

5
7. Penyakit paget

PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Shambaugh dan Scott memperkenalkan penggunaan sodium fluoride sebagai
pengobatan dengan dosis 30-60 mg/hari salama 2 tahun, berdasarkan keberhasilan dalam
terapi osteoporosis. Sodium fluoride ini akan meningkatkan aktivitas osteoblast dan
meningkatkan volume tulang. Efeknya mungkin berbeda, pada dosis rendah merangsang dan
pada dosis tinggi menekan osteoblast. Biphosphonat yang bekerja menginhibisi aktivitas
osteoklastik dan antagonis sitokin yang dapat menghambat resorbsi tulang mungkin bisa
memberi harapan di masa depan. Saat ini, tidak ada rekomendasi yang jelas terhadap
pengobatan penyakit ini.5, 6, 17

Indikasi pemberian sodium fluoride.5,19


- Pasien otosklerosis yang tidak dapat dilakukan tindakan bedah memperlihatkan tuli saraf
progresif yang tidak sebanding dengan usianya.
- Pasien dengan tuli saraf di mana menunjukkan otosklerosis koklea.
- Pasien yang secara politomografi memperlihatkan perubahan spongiotik pada kapsul
koklea.
- Pasien dengan tanda Schwartze positif.

Kontraindikasi pemberian sodium fluoride.5


- Pasien dengan nefritis kronis yang disertai retensi nitrogen
- Pasien dengan rheumatoid arthritis kronis
- Pada anak-anak yang pertumbuhan tulangnya belum sempurna
- Pasien yang alergi dengan fluorida
- Pasien dengan fluorosis tulang

Efek samping sodium floride.5


Gangguan gastrointestinal adalah efek samping yang paling sering ditemukan namun
bisa dicegah dengan mengkonsumsinya setelah makan. Peningkatan pada gejala-gejala pada
persendian dapat timbul pada penderita.
2. Operasi

6
Penatalaksanaan operasi dengan stapedektomi dan stapedotomi telah digunakan
secara luas sebagai prosedur pembedahan yang dapat meningkatkan pendengaran pada
penderita dengan gangguan pendengaran akibat otosklerosis.7
a. Stapedektomi
Penatalaksanaan dengan operasi stapedektomi merupakan pengobatan pilihan 16.
Stapedektomi merupakan operasi dengan membuang seluruh footplate. Operasi
stapedektomi pertama kali dilakukan oleh Jack dari Boston, Massachusetts pada 1893,
dengan hasil yang baik. Operasi stapedektomi pada otosklerosis disisipkan protesis di
antara inkus dan oval window. Protesis ini dapat berupa sebuah piston teflon, piston
stainless steel, piston platinum teflon atau titanium teflon. Piston teflon, merupakan
protesis yang paling sering digunakan saat ini. Hampir 90% pasien mengalami kemajuan
pendengaran setelah dilakukan operasi dengan stapedektomi.5,16,22

Gambar 7. (A). sebelum stapedektomi. (B). stapedektomi dan penggantian dengan Piston
teflon16

Gambar 8. Protesis stapes. (A) piston Teflon, (B) piston platinum Teflon,

(C) piston titanium teflon16


Dasar tindakan ini adalah membuat foramen oval yang paten, menutupnya suatu
membran baik alamiah maupun artifisial dan membuat hubungan antara inkus dengan
membran baru yang menutupi foramen ovale. Pemaparan daerah foramen ovale diperlukan
mikroskop operasi dan penahan spekulum. Insisi dibuat dibagian posterior dan superior

7
dinding liang telinga dan berjarak cukup dari anulus untuk menjamin tersedianya jabir
kulit yang cukup banyak yang menutup kerusakan dinding tulang yang dibuang untuk
memaparkan stapes.18 Lippy et al. 2008 menyatakan stapedektomi pada pasien tua (70-92
tahun) memberikan hasil yang sama baik seperti terlihat pada pasien yang lebih muda.
Pasien dengan usia tua bukan bearati tidak memiliki kestabilan yang lebih rendah dari
pada pasien dengan usia lebih muda. 21 Jika ditemukan footplate salah satu telinga tertutup
(obliterated) maka terdapat 40% kemungkinan akan ditemukan pada telinga lainnya.21
b. Stapedotomi
Pada teknik stapedotomi, dibuat lubang di footplate, dilakukan hanya untuk tempat
protesis (Gambar 9). Teknik yang diperkenalkan oleh Fisch, sebuah lubang setahap demi
setahap dibesarkan dengan hand-held drill sampai diameter 0,6 mm. Stapes digantikan
dengan protesis yang dipilih kemudian ditempatkan pada lubang dan dilekatkan ke inkus.
Ukuran protesis yang digunakan sedikit lebih panjang (0,25 mm) dibandingkan dengan
jarak antara inkus dan footplate untuk memastikan kontak dengan ruang perilimf dan
mencegah pergeseran selama proses penyembuhan.
Banyak ahli otologi menganjurkan penggunaan laser pada stapedotomi. Keuntungan
penggunaan laser adalah mengurangi manipulasi terhadap suprastruktur dan footplate.
Efek termalnya dapat diabaikan. Kerugiannya adalah waktu lebih lama, mahal dan
memerlukan peralatan. Perkin dan Curto mempopulerkan kombinasi stapedotomi laser
dengan jaringan untuk menutup lubang. Graft vena dipasang di atas lubang yang dibor
pada blok teflon. Protesis dipasang pada lubang dan graft vena dibiarkan mengering dan
melekat di protesis. Serpihan tulang yang dibuat laser secara lembut disisihkan dengan
sebuah pengait. Protesis dengan graft yang melekat dipasang di atas fenestra dengan
ujungnya menuju vestibulum dan kemudian diletakkan di bawah inkus. 5,6,22

Gambar 9. Teknik Stapedotomi (A) Fenestrasi footplate, (B) Menempatkan protesis di


fenestra.6

8
Gambar 10. Teknik stapedotomi dengan graft vena (A) Graft dilekatkan ke protesis,
(B) Laser stapedotomi, (C) Protesis dan graft dilekatkan6

Sejak diperkenalkan operasi stapes selama lebih dari 40 tahun yang lalu banyak
penelitian menunjukkan keberhasilan dalam penatalaksanaan penurunan pendengaran pada
pasien dengan otosklerosis. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Marshese et al. 2006
menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam hal hasil pendengaran antara
stapedektomi dengan stapedotomi.23

Seleksi Pasien.
Seleksi pasien untuk operasi didasarkan pada pemeriksaan audiologi dan pemeriksaan
fisik. Lebih disukai adalah pasien dengan aerasi telinga tengah yang normal, tidak ada infeksi
atau perforasi membran timpani dan dengan tes Rinne menunjukkan hantaran tulang lebih
besar daripada hantaran udara. 6,14
Bila penyakit bilateral, telinga yang lebih jelek diobati lebih dahulu, diikuti dengan
telinga lainnya, sekurang-kurangnya 6 bulan kemudian. 6,14

Kontraindikasi operasi 5,17


1. Pasien yang menderita penyakit diabetes melitus, hipertensi, gangguan pembekuan
darah.
2. Usia tua di atas 70 tahun.
3. Anak-anak.
4. Tuli konduktif dengan penyebab lain.
5. Adanya gangguan lain di telinga seperti otitis eksterna, otitis media aktif atau perforasi
membran timpani.

9
6. Pasien hanya memiliki satu telinga yang mendengar.
7. Kehamilan.

Teknik operasi 16
Langkah-langkah stapedektomi yaitu:
1. Insisi meatal dan elevasi dari flap timpanomeatal
2. Area stapes dibuka, hal ini mungkin memerlukan pengangkatan dari tulang bagian
posterosuperior yang mengantung di liang telinga
3. Pengangkatan bagian atas stapes
4. Dilakukan pembuatan lubang pada footplate dari stapes (stapedotomi) atau pengangkatan
sebagian dari footplate ( stapedektomi)
5. Protesis dipasang
6. Mereposisi flap timpanomeatal.

Gambar 11. Langkah-langkah stapedektomi.16


3,14,17,19
Kompikasi stapedektomi
1. Perforasi membran timpani
2. Paralisis nervus fasialis
3. Hematotimpanum
4. Fistula perilimf
5. Tuli sensorineural
6. Labirinitis
7. Otitis media akut
3. Alat bantu dengar

10
Alat bantu dengar dapat digunakan apabila pasien menolak untuk dilakukan operasi
atau keadaan umum yang tidak memungkinan untuk dilakukan tindakan operasi. Hal ini
merupakan penatalaksanaan alternatif yang efektif.16

PROGNOSIS
Dua persen dari pasien yang menjalani operasi stapedektomi mengalami penurunan
fungsi pendengaran tipe sensorineural hearing loss. Penurunan pendengaran setelah
stapedektomi diperkirakan muncul pada rata-rata 3,2 dB dan 9,5 dB per dekade. Penurunan
frekuansi tinggi secara lambat dapat terlihat pada follow up jangka panjang. Satu dari 200
pasien kemungkinan dapat mengalami tuli total.16,17

KESIMPULAN
1. Otosklerosis merupakan kelainan genetik pada kapsul tulang labirin yang disebabkan
oleh perubahan metabolisme tulang yang menyebabkan penebalan tulang pada fisula ante
fenestrum sehingga terjadi fiksasi pada footplate stapes.
2. Gejala klinis dari penyakit otosklerosis adalah penurunan pendengaran secara progresif,
biasanya tipe konduktif dan bilateral, paracusis willisii, tinnitus.
3. Diagnosis otosklerosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, audiometri dan
radiologi. Diagnosis pasti dengan eksplorasi telinga tengah.
4. Penatalaksanaan otosklerosis secara medikamentosa dengan sodium floride dosis 30-60
mg/hari salama 2 tahun, operasi dengan stapedektomi maupun stapedotomi dan alat bantu
dengar.

DAFTAR PUSTAKA
11
1. Djaafar ZA, Helmi & Restuti RD. Kelainan Telinga Tengah. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2007.
p.64-77.
2. Paparella MM, Adam GL & Levine S. Telinga Tengah dan Mastoid. Dalam: Boeis
Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6 . Jakarta: EGC; 1997. p. 88-95.
3. Roland PS & Samy RN. Otosclerosis. In : Bailey BJ. Head and Neck Surgery
Otolaryngology. Volume two. Philadelphia: J.B Lipincott Company; 2006.p. 2126-37.
4. Ealy M & Smith RJH. Otosclerosis. Medical Genetic in the Clinical Practice of ORL.
Adv Otorhinolaryngol. Basel. Kanger. 2011; 70: 122-9.
5. Smyth GD. Otosclerosis. In: Scot-Brown`s Otolaryngology. Volume 3. Sixth Ed.
Butterworth-Heinemann International Editions; 1999.p. 3/14/1-35.
6. Jenkins HA & Mc Kenna MJ. Otosclerosis. In: Ballenger’s. Otorhinolaryngology 17
Head and Neck Surgery. Centennial Edition. Bc Decker Inc; 2009.p. 247-51.
7. Migirov L & Wolf M. Distortion product otoacoustic emissions following
stapedectomy versus stapedotomy. The Journal of Laryngology & Otology: 2010;
124.p.16–18.
8. Austin DF. Anatomi dan embriologi. Dalam: Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok,
Kepala dan Leher. Jilid 2. Edisi 13. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997.p. 101-51.
9. Helmi. Otitis Media Supuratif Kronis. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2005.
10. Hain TC. Otosclerosis http://www.dizziness-and balance.com/disorders/
Hearing/otoscler.html. Page last modified: February 1, 201.
11. Soetrito I, Hendarmin H & Bashiruddin J. Gangguan pendengaran. Dalam: Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FK UI;
2007.p.10-22.
12. http://www.homebusinessandfamilylife.com/ear_and_hearing.html
13. Liston SL, Duvall AJ. Embriologi, anatomi dan fisiologi telinga. Dalam: Boeis Buku
Ajar Penyakit THT. Edisi 6 . Jakarta: EGC; 1997.p. 27-38.
14. Yanagisawa Eiji & Kmucha Steven. Diseases of The External and Middle Ear. In:
Text Book of Otolaryngology Head & Neck Surgery. Editor Lee KJ. New York:
Elsevier; 1989.p. 95-100.
15. Otosclerosis.http://www.healthtree.com/articles/auditory-system/hearing-
disorders/otosclerosis/. Last modified July 20, 2010.
16. Dhingra PL. Otosclerosis. In: Diseases of Ear,Nose and Throat. 5th Ed. New Delhi:
Elsevier; 2010.p. 97-100.
17. Boahene DK & Driscoll CL. Otosclerosis. In : Lalwani AK, ed. Current Diagnosis &
Treatment in Otolaryngology - Head & Neck Surgery. USA: The McGraw-Hill
Companies,Inc; 2008.p. 673-82.
18. Ballenger JJ. Otosklerosis. Dalam : Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan
Leher. Jilid 2. Edisi 13. Jakarta: Binarupa Aksara: 1997.p. 462-84.
19. Ramalingam K.K & Sreeramamoorthy B. Otosclerosis. In. A Short Practice of
otolaryngology. Chapter 15; 1990.p. 99-102.
20. Maqbool M. Otosclerosis. In. Text book of ear nose & throat disease. Sixth Edition.
New Delhi: Jaypee brothers medical publisher PVT. Ltd; 1997.p. 130-8.
21. Lippy WH & Berenholz LP. Pearls on otosclerosis and stapedectomy. Ear, Nose &
Throat Journal: 2008; 87 (6).p. 326
22. Kumar S. Otosclerosis. In. Fundamentals of ear, nose, throat diseases and head neck
surgery.Sixth Edition. Calcutta: 1996. p.138-41.
23. Meschese MR et al. Role of stapes surgery in improving hearing loss caused by
otosclerosis. The Journal of Laryngology & Otology :2007; 121.p. 438-43

12

Anda mungkin juga menyukai