Dosen Pengampu :
Disusun oleh:
BKI D
TA 2021 M/1442 H
KATA PENGANTAR
Segala puji dan puja kita panjatkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan saya kemudahan dan kelancaran sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini. Shalawat serta salam saya limpahkan kepada baginda nabi kita Nabi
Muhammad SAW yang kita nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Namun tak luput dari itu manusia adalah tempatnya salah dan dosa kami
menyadari dalam makalah ini masih terdapat banyak sekali kekurangan maupun
kesalahan. Oleh karena itu saya selaku penyusun berlapang dada dan membuka
tangan kepada Ibu dosen atau pun teman-teman sekalian sekiranya dapat
memberikan kritik atau pun saran yang membangun, agar dapat menjadi bahan
pengalaman saya untuk kedepannya agar menjadi lebih baik.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab I Pendahulua
n
A. Latar Belakang...............................................................................................
Bab II Pembahasan
p
A. Kesimpulan....................................................................................................
C. Saran...............................................................................................................
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Adnan murya, Etika dan tangggung jawab profesi, (Yogyakarta : Deepublish, 2018).
Hlm. 3-4.
2
Dr.H Yarsadin, S.H. M.Hum, Asas kebebasan berkontrak syariah, (Jakarta : Prenada
Media, 2018). Hlm. 70.
3
Bertens, K, Etika. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004).
praktek Psikologi. Dalam Materi ini hal tersebut salah satunya untuk
memperjelas dan sekaligus menjawab pertnayaan-pertanyaan diatas.
B. Rumusan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Etika dan Prinsip Dalam Pemeriksaan Psikologi
4
Sujadi, E, Kode etik profesi konseling serta permasalahan dalam penerapannya,
Jurnal Tarbawi: Jurnal Ilmu Pendidikan, 2018, 14 (2). Hlm. 69-77.
seperti kompas yang menunjukkan arah moral bagi suatu profesi dan
sekaligus menjamin mutu moral profesi itu sendiri di mata masyarakat.5
Meskipun belum ada suatu keputusan yuridis formal mengenai hal itu,
tetapi telah diperoleh suatu konsensus di kalangan para ahli psikologi dan
ahli bidang lainnya yang bekerja sama dengan ahli psikologi (misalnya
ahli pendidikan, ahli medis, ahli sosial), guna memperlancar
penyelenggaraan pemeriksan psikologi dan kewenangannya. Secara ideal
dan teoritis, hanya ahli psikologi dan mereka yang telah mendapat
pelatihan khusus yang berhak dan berwenang untuk menyelenggarakan
pemeriksaan psikologi dan psikodiagnostik.
5
Dua, M, Etika dan Kode Etik Profesi. Makalah (Disajikan pada Pertemuan Pra- Kode
Etik BRI di BRI Pusat), (Jakarta: 2005).
6
Levin, M.M., & Buckett, A, Discourses regarding ethical challenges in assessments
Insights through a novel approach, SA Journal of Industrial Psychology, 2011. 37(1).
Hlm. 1-13.
7
Sugiyatno, Testing dalam bimbingan konseling, Paradigma, 2006, 1 (1). Hlm. 91-100.
Dalam Gibson dan Mitchell mengidentifikasi standar-standar yang
berhubungan dengan pengukuran dan evaluasi yang tersusun pada bagian
kode etik: Konselor harus mengenali batas kompetensi mereka dan
melakukan hanya fungsi asesmen dimana mereka telah menerima
pelatihan atau supervisi yang tepat; konselor yang menggunakan
instrumen-instrumen asesmen harus mendapat pelatihan yang tepat dan
keterampilan dalam pengukuran pendidikan dan psikologi, kriteria,
validasi, riset tes dan petunjuk pengembangan dan penggunaan tes;
konselor harus menyediakan orientasi atau informasi tentang instrumen
yang akan digunakan sebelum dan selama pemberian tes sehingga hasil tes
dapat ditempatkan dalam perspektif yang tepat; konselor harus
mengevaluasi dengan cermat basis teoretis dan karakteristik, validitas,
reliabilitas dan ketepatan instrumen; konselor harus menyediakan
informasi yang akurat dan menghindari klaim keliru atau kesalahan terkait
pemaknaan reliabilitas dan validitas instrumen; konselor harus mengikuti
semua arahan dan prosedur riset bagi pemilihan, pemberian dan
penginterpretasian semua instrumen evaluasi; konselor harus berhati-hati
ketika menginterpretasikan hasil-hasil instrumen yang mengandung data
teknis yang tidak cukup; konselor harus memproses dengan hati-hati
ketika mengevaluasi dan menginterpretasi performa subjek; konselor
wajib secara profesional untuk memastikan Seminar Nasional Daring
IIBKIN 2020 “Penggunaan Asesmen dan Tes Psikologi dalam Bimbingan
dan Konseling di Era Adaptasi Kebiasaan Baru” 92 keamanan tes;
konselor harus mempertimbangkan keterbatasan psikometrik ketika
memilih dan menggunakan suatu instrumen.9
8
Seminar Nasional Daring IIBKIN 2020 “Penggunaan Asesmen dan Tes Psikologi dalam
Bimbingan dan Konseling di Era Adaptasi Kebiasaan Baru
9
Gibson, R. L. & Mitchell, M. H, Bimbingan dan Konseling. Terjemahan Yudi
Santoso, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011). Hlm. 789-790.
mengaburkan arti etika pemeriksaan psikologi, karena seolah-olah terdapat
kelonggaran penyelenggaraan untuk jenis kasus-kasus tertentu. Yang
menjadi permasalahan dalam etika pemeriksaan psikologi biasanya
mencakup hal berikut ini :10
10
Esty Aryani Safithry, Asesmen Teknik Tes Dan Non Tes, (Purwokerto : Cv IRDH,
2018). Hlm. 93.
bisa atau tidak bisa menyelenggarakannya. Karena itu latihan untuk
tujuan ini sangat penting.
2. Diagnosa mengenai prestasi belajar Diagnosa untuk tuuan ini
diselenggarakan untuk melihat sejauh mana penyelenggaraan
pendidikan telah mencapai hasil seperti yang diharapkan. Untuk tu
diperiukan pengujian dengan melalui seperangkat tes prestasi. Para
pendidik dapat merancang dan menggunakannya untuk kepertuan ini.
Tetapi bila dalam pemeriksaan nampak adanya gejala
kelainan/penyimpangan, maka seyogyanya kasus ini diserahkan
kepada ah yang lebih berwenang untuk menanganinya Kasus
semacam ini banyak ditemukan dalam ruang lingkup bimbingan dan
konseling dalam dunia pendidikan.
3. Diagnosa dengan menggunakan tes psikologi Untuk tujuan ini
penyelenggaraan tes Tidak diperkenarkan dilakukan oleh
sembarangan orang melainkan harus dikerjakan cleh ahli psikologi
atau mereka yang mendapat pendidikan dan pelatihan khusus untuk
Itu. Tes psikologi sebagal alat diagnostik manfaatnya sangat
tergantung dari siapa yarng menggunakan dan bagaimana tes tersebut
digunakan. Di tangan seorang ahli yang berwenang untuk itu, tes
psikologi akan sangat bermanfaat. Tetapi jika tangan mereka yang
bukan ahli tes ini mungkin akan mendatangkan bahaya.
11
Ibid., Hlm. 94-95
2. Pemeriksaan dengan tujuan mendeskripsikan. Nilai dari tes ini terletak
sepenuhnya pada interpretasinya artinya terletak pada analisis
psikologi tentang hasil tes. Oleh karena itu, syarat yang esensial
adalah menguasai sepenhnya teari kepribadian dan arti diagnostik dan
materi tes yang digunakan. Untuk tujuan ini seorang ahli psikologi-
lah yang berkompeten menyelenggarakan pemeriksaan tersebut.
3. Pemeriksaan dengan tujuan terapi. Syarat untuk memakai material tes
dalam tujuan ini harus dilatarbelakangi oleh pengetahuan psikologi
yang khusus dan pengetahuan tentang terapi. Untuk berhasil dalam
tujuan tes ini ahli terapi harus mengerti secara mendalam tentang arti,
syarat-syarat dan sifat-sifat materi tes tersebut. Beberapa jenis tes
dalam penyelenogaraannya tidak terlalu menuntut keahlian psikologi
tertentu, jadi dapat diselenggarakan oleh administrator tes yang cukup
cekatan melalui pelatihan yang sederhana. Tetapi cukup banyak pula
tes psikolagi yang tidak dapat dilaksanakan oleh administrator tes,
seperti misalnya jenis tes dengan teknik projektit (Sumardi
Suryabrata, 1971).
4. Kompetensi penggunaan alat tes berkaitan erat dengan tingkatan atau
level kompleksitas pada alat tes itu sendiri. American Psychological
Association (APA) telah mengkategorikan alat tes psikologi ke dalam
tiga level sebagai berikut:
a. Level A :
b. Level B :
c. Level C :
14
Popoola, B. I. & Oluwatosin, S. A., Assessment and testing in counseling practice,
Advances in Social Sciences Research Journal, 2018, 5 (3). Hlm. 266-275.
menghargai juga latar belakang agama, politik dan lingkungan
sosialnya.
2. Menjaga rahasia pribadi subjek.
3. Membuat diagnosa dengan penuh hati-hati.
4. Dengan penuh simpati berusaha memahami kesulitan-kesulitan subjek
5. Menciptakan rasa aman bagi subjek yang diperiksa selama
pemeriksaan berlangsung15.
Prinsip 3: Mengenai Standar Moral dan Hukum Dalam hal perilaku yang
menyangkut moral dan etik, serta legal psikolog mengakuinya sebagai
masalah pribadi yang sama dengan warga lainnya.
19
Ibid., Hlm.103.
4. Apabila hasil tes dan data penilaian lainnya digunakan untuk menilai
komunikasi dengan orang tua individu atau orang lain yang tepat maka
mereka harus disertai dengan interpretasi yang adekuat.
10. Guru pembimbing atau konselor harus bekerja dengan teliti dalam
menilai dan menginterpretasikan minoritas anggota kelompok atau
orang lainnya yang tidak menyajikan norma-norma kelompok terhadap
pembekuan instrument.
20
Ibid., Hlm. 104.
1. Suatu jenis tes hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwanang
menngunakan dan menafsirkan hasilnya. Konselor harus selalu
memeriksa dirinya apakah ia mempunyai kewenangan yang dimaksud.
2. Testing diperlukan bila dibutuhkan data tentanng sifat atau ciri lebih
luas, misalnya, taraf intelegensi, bakat,minat, dan kecenderungan
pribadi seseorang.Data yang diperoleh dari hasil testing itu harus
diintegrasikan dengan informasi lain yang telah diperoleh dari klien
sendiri atau sumber lain.21
3. Data hasil testing harus dilakukan setara dengan seperti data atau
informasi lain tentang klien.
5. Hasil testing hanya dapat diberitahukan kepada pihak lain sejauh pihak
yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan kepada
klien dan tidak merugikan klien.
21
Ibid., Hlm. 105.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bila suatu tes telah dikanstruksi dan telah terbukti manfaatnya untuk
keperluan diagnostik. sangat perlu untuk mengamankannya dan menjaga
keobjektifannya. Hal ini menjadi tanggung jawab para ahli yang selalu
menggunakan materi tes tersebut.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnan. Oleh
karena itu, kritik dan saran dari teman-teman yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.Penulis juga menyarankan
pembaca untuk banyak membaca buku-buku yang berkaitan guna mengurangi
kesalahpahaman jika terjadi kesalahan dalam penulisan.
DAFTAR PUSTAKA
Dua, M. 2005. Etika dan Kode Etik Profesi. Makalah (Disajikan pada Pertemuan
Pra-workshop Kode Etik BRI di BRI Pusat). Jakarta.
Safithry, Esty Aryani. 2018. Asesmen Teknik Tes Dan Non Tes. Purwokerto : Cv
Irdh.
Seminar Nasional Daring IIBKIN. 2020. Penggunaan Asesmen dan Tes Psikologi
dalam Bimbingan dan Konseling di Era Adaptasi Kebiasaan Baru.