Anda di halaman 1dari 2

PENILAIAN ASET TETAP

Seperti aset lainnya, perusahaan harus mencatat aset tetap sebesar nilai wajar yang
diserahkan atau sebesar nilai wajar aset yang diterima, mana yang lebih jelas. Namun
demikian, proses perolehan aset kadang dapat mengaburkan nilai wajar.
1. DISKON TUNAI
Ada dua sudut pandang yang bisa digunakan atas pertanyaan ini. Salah satu
pendekatan menganggap diskon, baik diambil atau tidak, sebagai pengurangan
biaya perolehan aset. Argumen untuk pendekatan ini adalah bahwa biaya riil dari
aset adalah harga kas atau setara kas dari aset. Selain itu, beberapa pihak
berpendapat bahwa termin diskon tunai sangat menarik, sehingga kegagalan
memanfaatkan diskon tersebut mengindikasikan adanya kesalahan atau inefisiensi
manajemen.
Sehubungan dengan pendekatan kedua, para pendukungnya berpendapat
bahwa kegagalan untuk mengambil diskon tidak harus selalu dianggap sebagai
kerugian. Termin yang ada mungkin tidak menguntungkan, atau mungkin tidak
bijaksana bagi perusahaan untuk mengambil diskon tersebut. Saat ini, perusahaan-
perusahaan di dunia menggunakan kedua metode tersebut, meskipun sebagian
besar lebih memilih metode yang pertama.
2. KONTRAK PEMBAYARAN TANGGUHAN
Perusahaan sering membeli aset tetap dengan kontrak kredit jangka panjane
dengan menggunakan wesel, hipotek, obligasi, atau kewajiban peralatan. Untuk
mencerminkan biaya perolehan dengan tepat, perusahaan mencatat aset yang dibeli
dengan kontrak kredit jangka panjang pada nilai sekarang dari kompensasi yang
dipertukarkan antara kedua belah pihak pada tanggal transaksi.
Bila tidak ada suku bunga yang dinyatakan, atau jika suku bunga tidak masuk
akal, perusahaan memperhitungkan suku bunga yang sesuai. Tujuannya adalah
untuk mendekati suku bunga mana yang pembeli dan penjual dapat bernegosiasi
secara wajar (arm's length) dalam transaksi pinjaman yang serupa. Dalam
memperhitungkan suku bunga, perusahaan mempertimbangkan faktor-faktor seperti
peringkat kredit peminjam, jumlah dan tanggal jatuh tempo wesel, dan tingkat suku
bunga yang berlaku. Perusahaan menggunakan harga pertukaran kas dari aset yang
diperoleh (fika dapat ditentukan) sebagai dasar untuk mencatat aset dan mengukur
elemen bunga.
3. PEMBELIAN LUMSUM
Masalah khusus dalam penilaian aset tetap muncul ketika perusahaan
membeli sekelompok aset pada satu harga lumsum (lump-sum price). Ketika situasi
umum ini terjadi, perusahaan mengalokasikan total biaya antara berbagai aset atas
dasar nilai wajar relatif. Asumsinya adalah bahwa biaya akan bervariasi sesuai
dengan proporsi nilai wajarnya. Prinsip ini adalah prinsip yang sama yang
diberlakukan perusahaan untuk mengalokasikan biaya lumsum antara barang-
barang persediaan yang berbeda.
Untuk menentukan nilai wajar, perusahaan harus menggunakan teknik
penilaian yang sesuai dengan situasi. Dalam beberapa kasus, teknik penilaian
tunggal akan menjadi lebih sesuai. Dalam kasus lain, perusahaan mungkin harus
menggunakan beberapa pendekatan penilaian.
4. PENERBITAN SAHAM
Ketika perusahaan membeli properti dengan menerbitkan efek, seperti saham
biasa. nilai pari atau nilai dinyatakan dari saham tersebut kurang tepat untuk
mengukur biaya perolehan properti. Jika perdagangan saham adalah pasar aktif,
maka harga pasar saham yang diterbitkan adalah indikasi wajar dari biaya perolehan
properti yang dibeli. Saham adalah ukuran yang baik dari harga setara kas saat ini.
Jika perusahaan tidak dapat menentukan nilai wajar dari saham biasa yang
dipertukarkan (berdasarkan harga pasar), maka perusahaan dapat memperkirakan
nilai wajar dari properti. Perusahaan kemudian menggunakan nilai properti sebagai
dasar untuk pencatatan aset dan penerbitan saham biasa.
5. PERTUKARAN ASET NONMONETER
Biasanya, perusahaan mencatat pertukaran aset nonmoneter (non-
monetary assets) atas dasar nilai wajar aset yang diserahkan atau nilai wajar aset
yang diterima, mana yang lebih jelas. Dengan demikian, perusahaan harus
mengakui dengan segera semua keuntungan atau kerugian atas pertukaran
tersebut. Alasan untuk pengakuan dengan segera adalah bahwa sebagian besar
transaksi memiliki substansi komersial, sehingga keuntungan dan kerugian harus
diakui.
a) Anti Substansi Komersial
Seperti yang telah ditunjukkan di atas, nilai wajar merupakan dasar
untuk mengukur aset yang diperoleh dalam pertukaran nonmoneter jika
transaksi memiliki substansi komersial. Pertukaran memiliki substansi
komersial (commercial substance) jika arus kas masa depan berubah
sebagai hasil transaksi. Artinya, jika posisi ekonomi kedua pihak berubah
maka transaksi memiliki substansi komersial.
b) Pertukaran – Situasi Rugi
Ketika perusahaan menukar aset nonmoneter dan menghasilkan
kerugian, perusahaan mengakui kerugian dengan segera. Alasanya:
Perusahaan tidak harus menilai aset lebih dari harga setara kasnya; jika
pengakuan kerugian ditangguhkan, maka aset akan dinilai terlalu tinggi. Oleh
karena itu, perusahaan mengakui kerugian dengan segera apakah
pertukaran memiliki substansi komersial atau tidak.
c) Pertukaran – Situasi Untung
Memiliki Substansi Komersial. Sekarang mari kita pertimbangkan
situasi di mana pertukaran nonmoneter memiliki substansi komersial dan
menghasilkan keuntungan. Dalam kasus seperti itu, perusahaan biasanya
mencatat biaya perolehan aset nonmoneter yang diperoleh dalam pertukaran
dengan aset nonmoneter lain pada nilai wajar aset yang diserahkan, dan
segera mengakui keuntungan. Perusahaan harus menggunakan nilai wajar
aset yang diterima hanya jika nilai itu lebih jelas terlihat daripada nilai wajar
aset yang diserahkan.
Tanpa Substansi Komersial. Kita sekarang berasumsi bahwa
pertukaran Interstate TransportationCompany tidak memiliki substansi
komersial. Artinya, posisi ekonomi Interstate tidak berubah secara signifikan
sebagai akibat dari pertukaran ini.
Jika pertukaran tidak memiliki substansi komersial, maka perusahaan
mengakui keuntungan (tercermin dalam basis semitruk) jika nanti perusahaan
menjual semitruk tersebut, bukan pada saat pertukaran.
Perusahaan mengungkapkan pertukaran nonmoneter selama satu
periode dalam laporan keuangannya. Pengungkapan tersebut menyajikan
sifat transaksi, metode akuntansi untuk aset yang dipertukarkan, dan
keuntungan atau kerugian yang diakui atas pertukaran.

Anda mungkin juga menyukai