Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Status gizi adalah suatu keadaan gizi seseorang sebagai hasil dari
metabolisme dan ultilisasi zat-zat gizi atau zat makanan sehari-hari. Status
gizi yang baik terjadi apabila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang
digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,
perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada
tingkat yang optimal(Almatsier, 2001).
Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang
dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di
dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu status gizi kurang,
gizi normal, dan gizi lebih(Almatsier, 2005).
Remaja merupakan salah satu periode dalam kehidupan antara pubertas
dan maturitas penuh (10-21 tahun), juga suatu proses pematangan fisik dan
perkembangan dari anak-anak sampai dewasa. Perkembangan remaja dibagi
menjadi tiga periode, yaitu remaja awal (10-14 tahun), remaja pertengahan
(15-17 tahun), dan remaja akhir (18-21 tahun). Mahasiswa dapat dikatakan
sebagai remaja, dengan kisaran umur antara 17-22 tahun(Indrawagita, 2009).
Menurut Handajani dalam Sulistyoningsih (2012) pola makan adalah
berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah
bahan makanan yang dimakan dalam setiap hari oleh seseorang dan
merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Pola makan
yang terbentuk sangat erat kaitannya dengan kebiasaan makan seseorang,
pola makan yang seimbang dan pemilihan bahan makanan yang tepat
merupakan hal yang harus dilakukan.
Meningkatnya aktivitas, kehidupan sosial, dan kesibukan mahasiswa
akan memperngaruhi pola makan mereka. Berubahnya pola makan dan gaya
hidup berpengaruh pada kebutuhan dan asupan nutrisi. Ketidakseimbangan
antara nutrisi/makanan yang dikonsumsi dengan kebutuhan pada individu
akan menimbulkan masalah gizi kurang atau masalah gizi lebih. Status gizi

1
ini menjadi penting karena merupakan salah satu faktor resiko terjadinya
kesakitan dan kematian. Kekurangan gizi pada mahasiswa mengakibatkan
menurunya daya tahan tubuh terhadap penyakit, meningkatkan mordibilitas,
mengalami pertumbuhan tidak normal, tingkat kecerdasan rendah,
produktivitas rendah dan terhambatnya pertumbuhan organ
reproduksi(Soekirman, 2002).
Berdasarkan latarbelakang tersebut untuk mengetahui pola makan dan
status gizi di lingkungan sekitar, maka pada blok XVIII dilakukan Tugas
Pengenalan Profesi dengan judul “Hubungan frekuensi makan dan pola
makan dengan status gizi pada mahasiswa FKUMP”.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana hubungan frekuensi makan dan pola makan dengan status gizi
pada mahasiswa FKUMP?

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan umum:
Mengetahui hubungan frekuensi makan dan pola makan dengan status gizi
pada mahasiswa FKUMP.
1.3.2. Tujuan khusus:
1. Mengetahui status gizi (IMT) pada mahasiswa FKUMP
2. Mengetahui frekuensi dan pola makan pada mahasiswa FKUMP
3. Mengetahui hubungan frekuensi makan dengan status gizi pada
mahasiswa FKUMP
4. Mengetahui hubungan pola makan dengan status gizi pada mahasiswa
FKUMP

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Ilmiah
Mengetahui pengaruh frekuensi makan dan pola makan dengan status gizi
pada mahasiswa FKUMP
1.4.2 Manfaat Praktis

2
1.4.2.1 Bagi Mahasiswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
kepada responden tentang frekuensi dan pola makan serta
penerapan pola makan yang baik untuk mencapai status gizi yang baik
1.4.2.2 Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah pengetahuan
dan sebagai pengalaman dalam merealisasikan teori yang telah
didapat mengenai pengaruh frekuensi makan dan pola makan
dengan status gizi pada mahasiswa.
1.4.2.3 Bagi Institusi
Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dipergunakan
sebagaimasukan dan bahan perbandingan serta dijadikan dasar
pemikiran dalampenelitian selanjutnya.

1.5 Keaslian Penelitian


Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Nama Judul Desain Penelitian Hasil
Penelitian

Lismah Hubungan analitik observasional Status gizi tidak


Sayidatul Pengetahuan dengan pendekatan berhubungan dengan
Fatimah, Gizi dan Pola cross sectional pengetahuan gizi dan
Deris Makan dengan pola makan. Sebaiknya
Aprianty Status Gizi anak kelas 4 dan 5
Anak Sekolah meningkatkan konsumsi
Dasar di SDN lauk pauk, sayur dan
Suka Senang buah, sehingga lebih
Kecamatan beragam
Singaparna
Tahun 2015

Cut Nika Hubungan Pola metode observasi Penelitian ini dapat


Nurul Makan dengan dengan pendekatan disimpulkan bahwa

3
Fadhilah Status Gizi cross sectional terdapat hubungan yang
Mahasiswa signifikan antara pola
Program Studi makan dengan status
Pendidikan gizi mahasiswa
Biologi FKIP Program Studi
Unsyiah Pendidikan Biologi
FKIP Unsyiah Banda
Aceh

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Status Gizi


2.1.1 Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang
yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-
zat gizi di dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu
status gizi kurang, gizi normal, dan gizi lebih(Almatsier, 2005).
Status gizi normal merupakan suatu ukuran status gizi dimana
terdapat keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke dalam
tubuh dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan
kebutuhan individu. Energi yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal
dari karbohidrat, protein, lemak dan zat gizi lainnya. Status gizi normal
merupakan keadaan yang sangat diinginkan oleh semua orang(Khairina,
2008).
Status gizi kurang atau yang lebih sering disebut undernutrition
merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk
lebih sedikit dari energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi
karena jumlah energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran
kebutuhan individu(Wardlaw, 2007).

2.1.2 Penilaian Status Gizi


Penilaian status gizi merupakan penjelasan yang berasal dari data
yang diperoleh dengan menggunakan berbagai macam cara untuk
menemukan suatu populasi atau individu yang memiliki risiko status
gizi kurang maupun gizi lebih(Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
Penilaian status gizi terdiri dari dua jenis, yaitu :
1. Penilaian Langsung
a. Antropometri
Antropometri merupakan salah satu cara penilaian status
gizi yang berhubungan dengan ukuran tubuh yang disesuaikan
dengan umur dan tingkat gizi seseorang. Pada umumnya

5
antropometri mengukur dimensi dan komposisi tubuh
seseorang(Supariasa, 2001). Metode antropometri sangat
berguna untuk melihat ketidakseimbangan energi dan protein.
Akan tetapi, antropometri tidak dapat digunakan untuk
mengidentifikasi zat-zat gizi yang spesifik(Gibson, 2005).
b. Klinis
Pemeriksaan klinis merupakan cara penilaian status gizi
berdasarkan perubahan yang terjadi yang berhubungan erat
dengan kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi.
Pemeriksaan klinis dapat dilihat pada jaringan epitel yang
terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa mulut, dan organ yang
dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid)(Hartriyanti
dan Triyanti, 2007).
c. Biokimia
Pemeriksaan biokimia disebut juga cara laboratorium.
Pemeriksaan biokimia pemeriksaan yang digunakan untuk
mendeteksi adanya defisiensi zat gizi pada kasus yang lebih
parah lagi, dimana dilakukan pemeriksaan dalam suatu bahan
biopsi sehingga dapat diketahui kadar zat gizi atau adanya
simpanan di jaringan yang paling sensitif terhadap deplesi, uji ini
disebut uji biokimia statis. Cara lain adalah dengan
menggunakan uji gangguan fungsional yang berfungsi untuk
mengukur besarnya konsekuensi fungsional daru suatu zat gizi
yang spesifik Untuk pemeriksaan biokimia sebaiknya digunakan
perpaduan antara uji biokimia statis dan uji gangguan
fungsional(Baliwati, 2004).
d. Biofisik
Pemeriksaan biofisik merupakan salah satu penilaian
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi jaringan dan
melihat perubahan struktur jaringan yang dapat digunakan dalam
keadaan tertentu, seperti kejadian buta senja(Supariasa, 2001).

6
2. Penilaian Tidak Langsung
a. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan merupakan salah satu penilaian
status gizi dengan melihat jumlah dan jenis makanan yang
dikonsumsi oleh individu maupun keluarga. Data yang didapat
dapat berupa data kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif
dapat mengetahui jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi,
sedangkan data kualitatif dapat diketahui frekuensi makan dan
cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan
sesuai dengan kebutuhan gizi(Baliwati, 2004).
b. Statistik Vital
Statistik vital merupakan salah satu metode penilaian status
gizi melalui data-data mengenai statistik kesehatan yang
berhubungan dengan gizi, seperti angka kematian menurut
umur tertentu, angka penyebab kesakitan dan kematian, statistik
pelayanan kesehatan, dan angka penyakit infeksi yang
berkaitan dengan kekurangan gizi(Hartriyanti dan Triyanti,
2007).
c. Faktor Ekologi
Penilaian status gizi dengan menggunakan faktor ekologi
karena masalah gizi dapat terjadi karena interaksi beberapa
faktor ekologi, seperti faktor biologis, faktor fisik, dan
lingkungan budaya. Penilaian berdasarkan faktor ekologi
digunakan untuk mengetahui penyebab kejadian gizi salah
(malnutrition) di suatu masyarakat yang nantinya akan sangat
berguna untuk melakukan intervensi gizi(Supariasa, 2001).

2.1.3 Indeks Antropometri


Indeks antropometri adalah pengukuran dari beberapa parameter.
Indeks antropometri bisa merupakan rasio dari satu pengukuran
terhadap satu atau lebih pengukuran atau yang dihubungkan dengan
umur dan tingkat gizi. Salah satu contoh dari indeks antropometri

7
adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) atau yang disebut dengan
Body Mass Index(Supariasa, 2001). IMT merupakan alat sederhana
untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan
dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka
mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat
mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang. IMT hanya dapat
digunakan untuk orang dewasa yang berumur diatas 18 tahun.
1. Cara Mengukur Indeks Massa Tubuh
Dua parameter yang berkaitan dengan pengukuran Indeks Massa
Tubuh, terdiri dari :
a. Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu parameter massa tubuh yang
paling sering digunakan yang dapat mencerminkan jumlah dari
beberapa zat gizi seperti protein, lemak, air dan mineral. Untuk
mengukur Indeks Massa Tubuh, berat badan dihubungkan
dengan tinggi badan(Gibson, 2005).
b. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan parameter ukuran panjang dan
dapat merefleksikan pertumbuhan skeletal (tulang)
(Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
Indeks Massa Tubuh diukur dengan cara membagi berat
badan dalam satuan kilogram dengan tinggi badan dalam satuan
meter kuadrat(Gibson, 2005).
IMT = Berat badan (kg)
Tinggi badan (m) x Tinggi badan (m)

2. Kategori Indeks Massa Tubuh


Untuk mengetahui status gizi seseorang maka ada kategori ambang
batas IMT yang digunakan, seperti yang terlihat pada tabel 2.1
yang merupakan ambang batas IMT untuk Indonesia.
Tabel 2.1. Kategori Batas Ambang IMT untuk Indonesia Tabel
Kategori 2
IMT (kg/m )

8
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,1 – 18,4
Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan 25,1 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat ≥ 27,0
Sumber : Depkes, 2003
Pada tabel 2.2, dapat dilihat kategori IMT berdasarkan klasifikasi
yang telah ditetapkan oleh WHO.
Tabel 2.2 Kategori IMT berdasarkan WHO (2000)

Kategori 2
IMT (kg/m )
Underweight < 18,5
Normal 18,5 – 24,99
Overweight ≥ 25,00
Preobese 25,00 – 29,99
Obesitas Tingkat 1 30,00 – 34,99
Obesitas Tingkat 2 35,00 – 39,9
Obesitas Tingkat 3 ≥ 40,0
Sumber : WHO (2000) dalam Gibson (2005)

2.1.4 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi


1. Umur
Kebutuhan energi individu disesuaikan dengan umur, jenis
kelamin, dan tingkat aktivitas. Jika kebutuhan energi (zat
tenaga) terpenuhi dengan baik maka dapat meningkatkan
produktivitas kerja, sehingga membuat seseorang lebih
semangat dalam melakukan pekerjaan. Apabila kekurangan
energi maka produktivitas kerja seseorang akan menurun, dimana
seseorang akan malas bekerja dan cenderung untuk bekerja lebih
lamban. Semakin bertambahnya umur akan semakin meningkat
pula kebutuhan zat tenaga bagi tubuh. Zat tenaga dibutuhkan untuk
mendukung meningkatnya dan semakin beragamnya kegiatan
fisik(Apriadji, 1986).

2. Frekuensi Makan
Frekuensi konsumsi makanan dapat menggambarkan berapa
banyak makanan yang dikonsumsi seseorang. Menurut Hui (1985),

9
sebagian besar remaja melewatkan satu atau lebih waktu makan,
yaitu sarapan. Sarapan adalah waktu makan yang paling banyak
dilewatkan, disusul oleh makan siang. Ada beberapa alasan yang
menyebabkan seseorang malas untuk sarapan, antara lain mereka
sedang dalam keadaan terburu-buru, menghemat waktu, tidak
lapar, menjaga berat badan dan tidak tersedianya makanan yang
akan dimakan. Melewatkan waktu makan dapat menyebabkan
penurunan konsumsi energi, protein dan zat gizi lain(Brown et
al, 2005).
Pada bangsa-bangsa yang frekuensi makannya dua kali dalam
sehari lebih banyak orang yang gemuk dibandingkan bangsa
dengan frekuensi makan sebanyak tiga kali dalam sehari. Hal ini
berarti bahwa frekuensi makan sering dengan jumlah yang sedikit
lebih baik daripada jarang makan tetapi sekali makan dalam
jumlah yang banyak(Suyono, 1986).

3. Asupan Energi
Energi merupakan asupan utama yang sangant diperlukan oleh
tubuh. Kebutuhan energi yang tidak tercukupi dapat menyebabkan
protein, vitamin, dan mineral tidak dapat digunakan secara efektif.
Untuk beberapa fungsi metabolisme tubuh, kebutuhan energi
dipengaruhi oleh BMR (Basal Metabolic Rate), kecepatan
pertumbuhan, komposisi tubuh dan aktivitas fisik(Krummel &
Etherton, 1996).
Energi yang diperlukan oleh tubuh berasal dari energi kimia
yang terdapat dalam makanan yang dikonsumsi. Energi diukur
dalam satuan kalori. Energi yang berasal dari protein menghasilkan
4 kkal/gram, lemak 9 kkal/gram, dan karbohidrat 4 kkal/
gram(Baliwati, 2004).

4. Asupan Protein
Protein merupakan zat gizi yang paling banyak terdapat

10
dalam tubuh. Fungsi utama protein adalah membangun serta
memelihara sel-sel dan jaringan tubuh(Almatsier, 2001). Fungsi
lain dari protein adalah menyediakan asam amino yang diperlukan
untuk membentuk enzim pencernaan dan metabolisme, mengatur
keseimbangan air, dan mempertahankan kenetralan asam basa
tubuh. Pertumbuhan, kehamilan, dan infeksi penyakit
meningkatkan kebutuhan protein seseorang(Baliwati, 2004).
Sumber makanan yang paling banyak mengandung protein
berasal dari bahan makanan hewani, seperti telur, susu, daging,
unggas, ikan dan kerang. Sedangkan sumber protein nabati berasal
dari tempe, tahu, dan kacang-kacangan. Catatan Biro Pusat
Statistik (BPS) pada tahun 1999, menunjukkan secara nasional
konsumsi protein sehari rata-rata penduduk Indonesia adalah
48,7 gram sehari(Almatsier, 2001). Anjuran asupan protein
berkisar antara 10 – 15% dari total energi(WKNPG, 2004).

5. Asupan Karbohidrat
Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi kehidupan
manusia yang dapat diperoleh dari alam, sehingga harganya pun
relatif murah (Djunaedi, 2001). Sumber karbohidrat berasal dari
padi-padian atau serealia, umbi-umbian, kacang- kacangan dan
gula. Sumber karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi oleh
masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok adalah beras,
singkong, ubi, jagung, taslas, dan sagu(Almatsier, 2001).
Karbohidrat menghasilkan 4 kkal / gram. Angka kecukupan
karbohidrat sebesar 50-65% dari total energi. (WKNPG, 2004).
WHO (1990) menganjurkan agar 55 – 75% konsumsi energi total
berasal dari karbohidrat kompleks. Karbohidrat yang tidak
mencukupi di dalam tubuh akan digantikan dengan protein untuk
memenuhi kecukupan energi. Apabila karbohidrat tercukupi, maka
protein akan tetap berfungsi sebagai zat pembangun(Almatsier,
2001).

11
6. Asupan Lemak
Lemak merupakan cadangan energi di dalam tubuh.
Lemak terdiri dari trigliserida, fosfolipid, dan sterol, dimana ketiga
jenis ini memiliki fungsi terhadap kesehataan tubuh
manusia(WKNPG, 2004). Konsumsi lemak paling sedikit adalah
10% dari total energi. Lemak menghasilkan 9 kkal/ gram. Lemak
relatif lebih lama dalam sistem pencernaan tubuh manusia. Jika
seseorang mengonsumsi lemak secara berlebihan, maka akan
mengurangi konsumsi makanan lain. Berdasarkan PUGS, anjuran
konsumsi lemak tidak melebihi 25% dari total energi dalam
makanan sehari- hari. Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-
tumbuhan, seperti minyak kelapa, kelapa sawit, kacang tanah,
jagung, dan sebagainya. Sumber lemak utama lainnya berasal dari
mentega, margarin, dan lemak hewan(Almatsier, 2001).

7. Tingkat Pendidikan
Pendidikan memiliki kaitan yang erat dengan pengetahuan.
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka sangat
diharapkan semakin tinggi pula pengetahuan orang tersebut
mengenai gizi dan kesehatan. Pendidikan yang tingggi dapat
membuat seseorang lebih memperhatikan makanan untuk
memenuhi asupan zat-zat gizi yang seimbang. Adanya pola makan
yang baik dapat mengurangi bahkan mencegah dari timbulnya
masalah yang tidak diinginkan mengenai gizi dan
kesehatan(Apriadji, 1986).
Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi, akan
mudah dalam menyerap dan menerapkan informasi gizi, sehingga
diharapkan dapat menimbulkan perilaku dan gaya hidup yang
sesuai dengan informasi yang didapatkan mengenai gizi dan
kesehatan. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh terhadap
derajat kesehatan(WKNPG, 2004).

12
Pendidikan juga berperan penting dalam meningkatkan
status gizi seseorang. Pada umumnya tingkat pendidikan pembantu
rumah tangga masih rendah (tamat SD dan tamat SMP).
Pendidikan yang rendah sejalan dengan pengetahuan yang
rendah, karena dengan pendidikan rendah akan membuat seseorang
sulit dalam menerima informasi mengenai hal-hal baru di
lingkungan sekitar, misalnya pengetahuan gizi. Pendidikan dan
pengetahuan mengenai gizi sangat diperlukan oleh pembantu rumah
tangga. Selain untuk diri sendiri, pendidikan dan pengetahuan gizi
yang diperoleh dapat dipraktekkan dalam pekerjaan yang mereka
lakukan.

8. Pendapatan
Pendapatan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi
status gizi, Pembantu rumah tangga mendapatkan gaji (pendapatan)
yang masih di bawah UMR (Gunanti, 2005). Besarnya gaji yang
diperoleh terkadang tidak sesuai dengan banyaknya jenis pekerjaan
yang dilakukan. Pendapatan seseorang akan menentukan
kemampuan orang tersebut dalam memenuhi kebutuhan makanan
sesuai dengan jumlah yang diperlukan oleh tubuh. Apabila
makanan yang dikonsumsi tidak memenuhi jumlah zat-zat gizi
dibutuhkan oleh tubuh, maka dapat mengakibatkan perubahan pada
status gizi seseorang(Apriadji, 1986).
Ada dua aspek kunci yang berhubungan antara pendapatan
dengan pola konsumsi makan, yaitu pengeluaran makanan dan tipe
makanan yang dikonsumsi. Apabila seseorang memiliki
pendapatan yang tinggi maka dia dapat memenuhi kebutuhan
akan makanannya(Gesissler, 2005).
Meningkatnya pendapatan perorangan juga dapat
menyebabkan perubahan dalam susunan makanan. Kebiasaan
makan seseorang berubah sejalan dengan berubahnya pendapatan
seseorang(Suhardjo, 1989). Meningkatnya pendapatan seseorang

13
merupakan cerminan dari suatu kemakmuran. Orang yang
sudah meningkat pendapatannya, cenderung untuk berkehidupan
serba mewah. Kehidupan mewah dapat mempengaruhi seseorang
dalam hal memilih dan membeli jenis makanan. Orang akan mudah
membeli makanan yang tinggi kalori. Semakin banyak
mengonsumsi makanan berkalori tinggi dapat menimbulkan
kelebihan energi yang disimpan tubuh dalam bentuk lemak.
Semakin banyak lemak yang disimpan di dalam tubuh dapat
mengakibatkan kegemukan(Suyono, 1986).

9. Pengetahuan
Tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi
tingkat pengetahuannya akan gizi. Orang yang memiliki tingkat
pendidikan hanya sebatas tamat SD, tentu memiliki pengetahuan
yang lebih rendah dibandingkan orang dengan tingkat pendidikan
tamat SMA atau Sarjana. Tetapi, sebaliknya, seseorang dengan
tingkat pendidikan yang tinggi sekalipun belum tentu
memiliki pengetahuan gizi yang cukup jika ia jarang
mendapatkan informasi mengenai gizi, baik melalui media iklan,
penyuluhan, dan lain sebagainya. Tetapi, perlu diingat bahwa
rendah-tingginya pendidikan seseorang juga turut menentukan
mudah tidaknya orang tersebut dalam menyerap dan memahami
pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Berdasarkan hal ini,
kita dapat menentukan metode penyuluhan gizi yang tepat.
Di samping itu, dilihat dari segi kepentingan gizi keluarga,
pendidikan itu sendiri amat diperlukan agar seseorang lebih
tanggap terhadap adanya masalah gizi di dalam keluarga dan
dapat mengambil tindakan secepatnya(Apriadji, 1986).
Pengetahuan gizi sangat penting, dengan adanya
pengetahuan tentang zat gizi maka seseorang dengan mudah
mengetahui status gizi mereka. Zat gizi yang cukup dapat
dipenuhi oleh seseorang sesuai dengan makanan yang dikonsumsi

14
yang diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan. Pengetahuan
gizi dapat memberikan perbaikan gizi pada individu maupun
masyarakat(Suhardjo, 1986).

2.2 Pola Makan


2.2.1 Pengertian Pola Makan
Pola makan dapat diartikan suatu kebiasaan menetap dalam
hubungan dengan konsumsi makan yaitu berdasarkan jenis bahan
makanan : makanan pokok, sumber protein, sayur, buah, dan
berdasarkan frekuensi: harian, mingguan, pernah, dan tidak pernah
sama sekali. Dalam hal pemilihan makanan dan waktu makan manusia
dipengaruhi oleh usia, selera pribadi, kebiasaan, budaya dan sosial
ekonomi(Almatsier, 2002).
Nutrisi sangat berguna untuk menjaga kesehatan dan mencegah
penyakit. Selain karena faktor kekurangan nutrisi, akhir-akhir ini juga
muncul penyakit akibat salah pola makan seperti kelebihan makan atau
makan makanan yang kurang seimbang. Bahkan, kematian akibat
penyakit yang timbul karena pola makan yang salah / tidak sehat
belakanan ini cenderung meningkat. Penyakit akibat pola makan yang
kurang sehat tersebut diantaranya diabetes melitus, hiperkolesterolemia,
penyakit kanker, penyakit arteri koroner, sirrhosis, osteoporosis, dan
beberapa penyakit kardiovaskuler.
Untuk menghindari penyakit-penyakit akibat pola makan yang
kurang sehat, diperlukan suatu pedoman bagi individu, keluarga, atau
masyarakat tentang pola makan yang sehat. Seperti dijelaskan
sebelumnya, bahwa pola makan itu dibentuk sejak masa kanak-kanak
yang akan terbawa hingga dewasa. Oleh karena itu, untuk membentuk
pola makan yang baik sebaiknya dilakukan sejak masa kanak-kanak.
Namun sebagai orang tua harus mengetahui bagaimana kebiasaan dan
karakteristik anaknya(Dirjen Binkesmas Depkes RI (1997)).

2.2.2 Pola Makan Sehat

15
Pola makan sehat dalam penelitian yang akan saya lakukan
mengandung pengertian sebagai suatu cara atau usaha dalam
pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti
mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu
kesembuhan penyakit. Dalam pola makan sehari-hari seseorang harus
menjaga dan berhubungan dengan kebiasaan kesehariannya. Agar pola
makan anak dapat terbentuk dengan baik, berikut ini disampaikan tips
membentuk dan menjaga pola makan yang sehat, (dikutip dari tabloid
Ibu dan Anak):

1. Jangan memberikan makanan lain sebelum anak makan makanan


utama (pagi, siang, sore/malam);
2. Jangan mulai membiasakan anak mengkonsumsi makanan
pembuka atau selingan yang tinggi kalori (manis);
3. Mengusahakan anak mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna
tiap hari;
4. Membiasakan menu bervariasi, sehingga anak terbiasa dengan
bermacam cita rasa;
5. Membiasakan anak makan pada tempat yang semestinya (ruang
makan atau duduk di kursi makan);
6. Jangan membiasakan anak makan sambil digendong, berjalan-jalan
di depan rumah, dan sebagainya;
7. Memberi contoh positif dengan menghentikan kebiasaan jajan
orang tua;
8. Membiasakan anak makan pagi agar dapat menghindarkan
kebiasaan jajan;
9. Jangan mulai menuruti semua permintaan anak terhadap makanan
kecil;
10. Kalau tidak terpaksa, jangan membiasakan anak makan makanan
siap saji karena gizi makanan ini kurang seimbang (terlalu banyak
lemak dan kalori);
11. Mengembangkan sikap tegas, terbuka, dan logis ketika menolak
permintaan anak dengan mencoba memberikan alternatif;

16
12. Membiasakan menanyakan pendapat anak seperti menanyakan mau
makan apa hari ini. Ini merupakan awal proses pendidikan agar
anak dapat memilih dan bertanggung jawab atas pilihannya;
13. Menyediakan wadah makan yang menarik sesuai ketertarikan anak,
misalnya dunia binatang, boneka, bunga, robot, pesawat terbang
dan lain-lain;
14. Mengusahakan agar siapa saja yang menemani anak makan
mempunyai koleksi cerita-cerita menarik yang bisa memikat anak

2.2.3 Pedoman pola makan sehat


Pedoman pola makan sehat untuk masyarakat secara umum yang
sering digunakan adalah pedoman Empat Sehat Lima Sempurna,
Makanan Triguna, dan pedoman yang paling akhir diperkenalkan
adalah 13 Pesan dasar Gizi Seimbang. Pengertian makanan triguna
adalah bahwa makanan atau diet sehari-hari harus mengandung: 1)
karbohidrat dan lemak sebagai zat tenaga; 2) protein sebagai zat
pembangun; 3) vitamin dan mineral sebagai zat pengatur(Dirjen
Binkesmas Depkes RI (1997)).
Pedoman 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang menyampaikan pesan-
pesan untuk mencegah masalah gizi ganda dan mencapai gizi seimbang
guna menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang andal. Garis
besar pesan-pesan tersebut seperti dijelaskan oleh Dirjen Binkesmas
Depkes RI (1997) antara lain:

1. Makanlah makanan yang beraneka ragam. Makanan yang beraneka


ragam harus mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin,
mineral, dan bahkan serat makanan dalam jumlah dan proporsi
yang seimbang menurut kebutuhan masing-masing kelompok
(bayi, balita, anak, remaja, ibu hamil dan menyusui, orang dewasa
dan lansia).
2. Makanlah makanan untuk memenuhi kebutuhan energi. Energi dan
tenaga dapat diperoleh dari makanan sumber karbohidrat, lemak
serta protein. Energi dibutuhkan untuk metabolisme dasar (seperti

17
untuk menghasilkan panas tubuh serta kerja organ-organ tubuh) dan
untuk aktivitas sehari-hari seperti belajar, bekerja serta berolah
raga. Kelebihan energi akan menghasilkan obesitas, sementara
kekurangan energi dapat menyebabkan kekurangan gizi seperti
marasmus.
3. Makanlah makanan sumber karbohidrat setengah dari kebutuhan
energi. Karbohidrat sederhana, seperti gula dan makanan manis
sebaiknya dikonsumsi dengan memperhatikan azas tepat waktu,
tepat indikasi dan tepat jumlah. Makanan ini sebaiknya dimakan
pada siang hari ketika kita akan atau sedang melakukan aktivitas
dan jumlahnya tidak melebihi 3-4 sendok makan gula/hari.
Karbohidrat kompleks sebaiknya dikonsumsi bersama makanan
yang merupakan sumber unsur gizi lain seperti protein,
lemak/minyak, vitamin dan mineral. Seyogyanya 50-60% dari
kebutuhan energi diperoleh dari karbohidrat kompleks.
4. Batasi konsumsi lemak dan minyak sampai seperempat dari
kecukupan energi. Konsumsi lemak dan minyak berlebihan,
khususnya lemak/minyak jenuh dari hewan, dapat beresiko
kegemukan atau dislipidemia pada orang-orang yang mempunyai
kecenderungan ke arah tersebut. Dislipidemia atau kenaikan kadar
lemak (kolesterol atau trigliserida) dalam darah merupakan faktor
untuk terjadinya penyakit jantung koroner dan stroke. Konsumsi
lemak/minyak dianjurkan tidak melebihi 20% dari total kaori dan
perlu diingat bahwa unsur gizi ini juga memiliki peran tersendiri
sebagai sumber asam lemak esensial serta juga membantu
penyerapan beberapa vitamin yang larut dalam lemak.
5. Gunakan garam beryodium. Penggunaan garam beryodium dapat
mencegah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY).
Namun, penggunaan garam yang berlebihan juga tidak dianjurkan
karena garam mengandung natrium yang bisa meningkatkan
tekanan darah. Sebaiknya konsumsi garam tidak melebihi 6 gram
atau 1 sendok teh per hari.

18
6. Makanlah makanan sumber zat besi. Makanan seperti sayuran
hijau, kacang-kacangan, hati, telur dan daging banyak mengandung
zat besi dan perlu dikonsumsi dalam jumlah yang cukup untuk
mencegah anemia gizi.
7. Berikan ASI saja pada bayi sampai berumur 4 bulan. Untuk dapat
memberikan ASI dengan baik, ibu menyusui harus meningkatkan
jumlah dan mutu gizi makanannya selama hamil dan menyusui.
Makanan Pendamping ASI (PASI) hanya boleh diberikan setelah
usia bayi lebih dari 4 bulan dan pemberiannya harus
bertahapmenurut umur, pertumbuhan badan serta perkembangan
kecerdasan.
8. Biasakan makan pagi. Makan pagi dengan makanan yang beraneka
ragam akan memenuhi kebutuhan gizi untuk mempertahankan
kesegaran tubuh dan meningkatkan produktifitas dalam bekerja.
Pada anak-anak, makan pagi akan memudahkan konsentrasi belajar
sehingga prestasi belajar bisa lebih ditingkatkan.
9. Minumlah air bersih, aman dan cukup jumlahnya. Air minum harus
bersih dan bebas kuman. Minumlah air bersih sampai 2 liter per
hari sehingga metabolisme tubuh kita bisa berjalan lancar mengingat air
sangat dibutuhkan sebagai pelarut unsur gizi bagi keperluan
metabolisme tersebut. konsumsi air yang cukup dapat menghindari
dehidrasi dan akan menurunkan resiko infeksi serta batu ginjal.
10. Lakukan kegiatan fisik atau olah raga yang teratur. Kegiatan itu
akan membantu mempertahankan berat badan normal disamping
meningkatkan kesegaran tubuh, memperlancar aliran darah dan
mencegah osteoporosis khususnya pada lansia.
11. Hindari minum minuman beralkohol. Alkohol bersama-sama rokok
dan obat-obatan terlarang lainnya harus dihindari karena dapat
membawa risiko untuk terjadinya berbagai penyakit degeneratif,
vaskuler dan kanker.
12. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan. Makanan yang
tidak tercemar, tidak mengandung kuman atau parasit lain, tidak

19
mengandung bahan kimia berbahaya dan makanan yang diolah
dengan baik sehingga unsur gizi serta cita rasanya tidak rusak,
merupakan makanan yang aman bagi kesehatan.
13. Bacalah label pada makanan yang dikemas. Label pada makanan
kemasan harus berisikan tanggal kadaluwarsa, kandungan gizi dan
bahan aktif yang digunakan. Konsumen yang berhati-hati dan
memperhatikan label tersebut akan terhindar dari makanan rusak,
tidak bergizi dan makanan berbahaya. Selain itu, konsumen dapat
menilai halal tidaknya makanan tersebut (Dirjen Binkesmas
Depkes RI, 1997).

2.2.4 Pola Makan Remaja


Pada masa usia remaja biasanya membutuhkan kalori yang cukup
tinggi karena pada umumnya aktivitas diluar rumah padat. Biasanya
para remaja usia 15 – 17 senang dengan pola makan yang tidak sehat
misalnya makanan cepat saji, soft drink, mie instant sehingga
menimbulkan efek yang kurang bagus terhadap kesehatan mereka.
Tetapi sebagian remaja juga yang mempunyai aktivitas padat di luar
rumahseringkali melupakan waktu untuk makan sehingga menimbulkan
rasa sakit.Oleh sebab itu perlu ada pengawasan dari orang tua mengenai
pola makan anak remaja sehingga semua kebutuhan kalorinya terpenuhi
dengan baik.

2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi pola makan


Menurut Sulistyoningsih (2011), pola makan dipengaruhi
olehbeberapa faktor, yaitu faktor ekonomi, sosial budaya,
agama,pendidikan, dan lingkungan.
1. Faktor ekonomi
Variabel ekonomi yang cukup dominan dalam mempengaruhi
konsumsi pangan adalah pendapatan keluarga dan harga.
Meningkatnya pendapatan akan meningkatkan peluang
untuk membeli pangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih

20
baik, sebaliknya penurunan pendapatan akan menyebabkan
menurunnya daya beli pangan baik secara kualitas maupun secara
kuantitas. Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi
pengetahuan gizi yang cukup akan menyebabkan seseorang
menjadi sangat konsumtif dalam pola makannya sehari-hari,
sehingga pemilihan bahan makanan lebih didasarkan pada selera
dibanding aspek gizi.
2. Faktor sosial budaya
Pantangan dalam mengonsumsi jenis makanan tertentu dapat
dipengaruhi oleh faktor budaya/kepercayaan. Pantangan yang
didasari oleh kebudayaaan umumnya mengandung perlambang atau
nasihat yang dianggap baik ataupun tidak baik yang lambat laun
menjadi kebiasaan atau adat. Kebudayaan mempunyai kekuatan
cukup besar untuk mempengaruhi seseorang dalam memilih dan
mengolah pangan yang akan dikonsumsi. Kebudayaan juga
menentukan kapan seseorang boleh dan tidak boleh mengonsumsi
makanan yang dikenal dengan tabu makanan, meskipun tidak
semua tabu makanan masuk akal dan baik dari segi kesehatan.
Tidak sedikit hal yang dilarang dalam suatu kebudayaan
merupakan hal yang baik dalam dunia kesehatan.
3. Agama
Pantangan yang didasari agama, khususnya agama Islam
disebut haram dan individu yang melanggar hukumnya dosa.
Adanya pantangan terhadap makanan/ minuman tertentu dari sisi
agama dikarenakan makanan/minuman tersebut membahayakan
jesmani dan rohani bagi yang mengkonsumsinya. Konsep halal
haram sangat mempengaruhi pemilihan makanan yang akan
dikonsumsi. Perayaan hari besar agama juga mempengaruhi
pemilihan makanan yang disajikan. Bagi agama Kristen, telur
merupakan bahan makanan yang selalu ada pada saat perayaan
Paskah, sedangkan bagi umat Islam, ketupat adalah bahan makanan
pokok yang selalu tersedia pada saat hari raya lebaran.

21
4. Pendidikan
Pendidikan dalam hal ini biasanya dikaitkan
denganpengetahuan, yang akan mempengaruhi pemilihan bahan
makanandan pemenuhan kebutuhan gizi. Salah satu contoh, bagi
orang yangmemiliki pendidikan rendah, makan itu yang penting
mengenyangkan, sedangkan bagi orang yang memiliki pendidikan
tinggi cenderung memilih bahan makanan secara seimbang.
5. Lingkungan
Faktor lingkungan cukup besar pengaruhnya terhadap
pembentukan perilaku makan. Lingkungan dapat mencakup
lingkungan keluarga, sekolah dan adanya promosi melalui media
elektronik maupun cetak. Kebiasaan makan di keluarga sangat
berpengaruh besar terhadap pola makan seseorang, kesukaan
makan seseorang terhadap makanan terbentuk dari kebiasaan
makan yang terdapt dalam keluarga.
Lingkungan sekolah termasuk di dalamnya para guru, teman
sebaya dan keberadaan tempat jajanan sangat mempengaruhi
terbentuknya pola makan bagi siswa sekolah. Anak-anak yang
mendapatkan informasi yang tepat tentang makanan sehat dari
gurunya dan didukung oleh tersedianya kantin atau tempat
jajanyang sehat akan membentuk pola makan yang baik pada anak.
Keberadaan iklan atau promosi makanan atau pun minuman
melalui media elektronik atau pun media cetak sangat besar
pengaruhnya dalam membentuk pola makan, tidak sedikit orang
tertarik untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu karena
melihatiklan di televisi. Akan sangat mendukung jika seruan
mengonsumsi makanan seimbang dipromosikan melalui media
iklan di televisi sehingga masyarakat dapat tetap memilih makanan
yang diinginkan dengan tetap menerapkan prinsip gizi seimbang.

2.2.6 Klasifikasi Pola Makan

22
Pola makan ideal berdasarkan frekuensi makan menurut Tilong
(2014) ada tiga pembagian.
1. Dua Kali Sehari
Pola makan ini dianjurkan karena didasarkan pada
psikologipelik dari manusia, dimana seseorang yang ingin makan
harus mengambil jeda sebelum menyantap makanan berikutnya.
Jeda tersebut dimaksudkan untuk menunggu hingga perut telah
kosong atau sensasi lapar terasa kembali. Umumnya makanan
dicerna di dalam perut selama enam hingga delapan jam. ini
menunjukkan bahwa jeda makan yang pertama dan yang kedua
berselang antara 8 hingga 10 jam. Pola makan dua kali sehari dapat
memberikan kesempatan pada perut beristirahat selama 12 jam.
Sepanjang durasi itu, tubuh dapat menyimpan enzim yang
dibutuhkan, memperbaharui selaput lendir dan memperbaiki fungsi
normal kontraksi dari sistem pencernaan. Atas dasar inilah
disarankan untuk sarapan mulai dari jam 7 hingga 10 pagi,
sedangkan untuk makan kedua dimulai jam 1 siang hingga  jam 3
sore.
2. Tiga Kali Sehari
Makan tiga kali sehari dapat dilakukan dalam tiga
waktuutama, yaitu sarapan, makan siang dan makan malam. Di
antara ketiga waktu makan ini, dianjurkan untuk melakukan 2 kali
makan selingan antara jam 10 pagi dan jam 3 sore. Hal ini
didasarkan atas kondisi irama tubuh, dimana setiap 2-3 jam gula
darah akan mengalami penurunan. Hal ini ditandai kondisi perut
yang merasa lapar sebagai isyarat bahwa tubuh perlu
mendapatkan asupan energi. Asupan pada selingan tidak harus
berupa nasi, bisa berupa makanan pengganti lainnya.
3. Lebih dari Tiga Kali Sehari
Ada pendapat yang menyatakan bahwa makan dua tau tiga
kali kurang baik untuk tubuh. Sebaliknya, makan lebih dari tiga
kali diyakini dapat meningkatkan metabolisme, mengontrol kadar

23
gula darah dan menstabilkan berat badan. Selain itu makan lebih
dari tiga kali dapat menekan jumlah porsi makan
sehingga tidak lagi makan dengan porsi yang banyak. Anjuran
ini didasarkan pada kemampuan ritme tubuh dalam menanggapi
keadaan tubuh yang lapar atau tidak. Kelompok yang menyatakan
bahwa makan ideal lebih dari tiga kali menyatakan pola makan
ideal adalah lima kali sehari.Ada pun pembagian makan yang ideal
berdasar kanpemaparan di atas adalah makan tiga kali sehari,
dengan dua kali makan selingan. (Almatsier, 2011)

24
BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Desain Penelitian


Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain studi cross-
sectional, dalam penelitian cross sectional variabel sebab atau risiko dan akibat
atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan dalam
waktu yang bersamaan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara
status gizi dan pola maka dari mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Palembang.

3.2 Lokasi dan waktu pelaksanaan


Tempat Pelaksanaa : Fakultas Kedokteran Muhammadiyah Palembang,
Jl KH Balqi, Plaju
Waktu Pelaksanaan :

3.3 Populasi dan sample


3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas
Kedokteran Muhammadiyah Palembang angkatan 2013 yang berjumlah
88 orang.

3.3.2 Sample
Sampel dalam penelitian ini adalah subyek yang diambil dari
populasi yang memenuhi kriteria penelitian yang diambil dengan metode
simple random sampling dan menyatakan bersedia dengan lisan ataupun
tertulis.
Besar sampel yang ditentukan dengan rumus Slovin menurut
Notoadmojo (2010) sebagai berikut :

25
N
n=
1+ N ( d 2)
Keterangan :
n : Besar sampel
N : Jumlah Populasi (N= 88)
d : Tingkat kepercayaan (5%)

88
n= 2 = 72,28
1+88 (0.05 )

3.4 Variable Penelitian


Pada penelitian ini didapatkan variable bebas sebagai berikut :
1. Pola makan responden
2. Umur responden
3. Jenis kelamin responden

3.5 Definisi Operasional


No Variable Definisi Alat Ukur Cara ukur Hasil Ukur Skala
Variable
indepedent
1 Pola makan Kuisioner Wawancara 1. Teratur Nominal
2. Tidak
teratur
2 Umur Kuisioner Wawancara Berusia 18 - 21 Numerik
tahun
3 Jenis Kuisioner Wawancara 1. Laki-laki Nominal
kelamin 2. Perempuan
Variable
dependent
1 Obesitas Timbangan Menimbang Numerik : Numerik
dan meteran berat badan, Ordinal : dan
tinggi badan 1. Obesitas ordinal
dan ringan
menghitung 2. Obesitas

26
menggunak sedang
an rumus 3. Obesitas
Index berat
Massa
Tubuh
(IMT)

3.6 Pengumpulan Data


Data yang di kumpulkan peneliti berupa data primer dan data sekunder,
data sekunder didapat dari bagian akademik Fakultas Kedokteran Muhammadiyah
Palembang berupa banyaknya jumlah mahasiswa dan mahasiswi angakatan 2013.
Data primer diperoleh langsung dari sumber data yaitu melalui pengisian
kuisoner yang terdiri dari nama, usia, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan,
dan pola makan responden. Kuisoner yang digunakan adalah kuisioner yang telah
valid.

3.7 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan pada penelitian yang berjudul
Hubungan Index Massa Tubuh dengan Pola Makan Mahasiswa dan Mahasiswi di
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah adalah :
1. Kuisoner
2. Kamera
3. Alat tulis
4. Laptop

3.8 Langkah Kerja


Dalam penelitian yang berjudul Hubungan Index Massa Tubuh dengan
Pola Makan Mahasiswa dan Mahasiswi di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah, langkah kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Membuat proposal Tugas Pengenalan Profesi (TPP).
2. Konsultasi kepada pembimbing TPP.
3. Menyiapkan alat yang akan digunakan pada saat melakukan kegiatan.
4. Melakukan observasi dan analisis pasien ISK di RSMP.

27
5. Mencatat hasil hasil observasi.
6. Membuat pembahasan.
7. Membuat kesimpulan.
8. Membuat laporan hasil.

Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka


Utama.
Almatsier, S. 2005. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Soekirman. 2002. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk keluarga dan masyarakat.
Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi.
Sulistyoningsih, H. 2012. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Graha ilmu.
Yogyakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai