Anda di halaman 1dari 5

Komunikaai Interprofesi

Adinda Aulia Syifa_2006523363_Fakultas Ilmu Keperawatan

Komunikasi Interprofesi

Proses penyampaian dan penerimaan informasi antar individu melalui berbagai


cara disebut juga komunikasi. Bahasa merupakan bentuk komunikasi bagi
manusia. Komunikasi dapat diartikan juga sebagai dasar untuk berbagi
pengalaman dalam berperilaku sosial. Komunikasi bersifat verbal, nonverbal,
interaktif, transaktif, dan bervariasi dalam berbagai bentuk. Komunikasi dapat
berupa komunikasi dalam diri sendiri atau intrapersonal dan komunikasi antara 2
individu atau lebih yang dapat disebut juga interpersonal. [ CITATION Rok17 \l
1033 ]

Komunikasi interprofesi merupakan komunikasi yang terjadi antar profesi


maupun antara profesi dengan pasien atau masyarakat yang dilakukan secara
kolaboratif, terbuka, dan responsive. Contohnya yang terjadi antara dokter dan
pasien. Komunikasi interprofesi yang baik dapat meningkatkan kualitas
pelayanan, menciptakan kolaborasi interprofessional, dan mengurangi terjadinya
medical errors. Menurut Komunikasi interprofesi akan berjalan efektif apabila
ketepatan dan kejelasan pesan terverifikasi, sikap tennag dan mendukung dibawah
tekanan, memelihara rasa memahami, dan menghormati peran unik masing-
masing. Komunikasi interprofesi yaitu komunikasi yang dilakukan antar profesi
kesehatan dalam rangka kolaborasi. [ CITATION Dia191 \l 1033 ]

Jenis-jenis Komunikasi Interprofesi

Komunikasi interprofesi terbagi menjadi dua, yaitu secara synchronus, yaitu


komunikasi secara langsung yang merujuk pada Tindakan komunikasi
antarindividu pada waktu bersamaan. Dapat berupa ronde, rapat, percakapan
spontan. Sedangkan secara Asynchronus yaitu komunikasi tidak langsung. Dapat
berupa komunikasi berwujud dokumentasi di catatan perkembangan, email, resep
obat, dll. Pembagian komunikasi interprofesi berdasarkan bentuknya terbagi
menjadi verbal dan nonverbal.

Komunikasi verbal menekankan pada penggunaan Bahasa secara lisan ataupun


tertulis yang dipengaruhi oleh kecepatan, efektivitas, intonasi, waktu dan
kesesuaian, makna konotatif dan denotative. Sedangkan, komunikasi nonverbal
merupakan komunikasi berupa penampilan, gaya berjalan, ekspresi wajah, kontak
mata, body language, sentuhan, suara, tatapan mata, jumlah lirikan, dll.[ CITATION
Muh19 \l 1033 ]

Kegagalan Komunikasi Interprofesi

Terdapat dua jenis akibat dari kegagalan komunikasi interprofesi, yaitu insiden
yang merugikan biaya maupun psikologis, kecelakaan yang berdampak pada
cedera ataupun kematian pasien. Komunikasi yang tidak efektif dapat
menyebabkan adanya keterlambatan dalam penanganan, kesalahan diagnosis,
medikasi, dan cedera. Terdapat berbagai jenis kegagalan komunikasi yang
mengurangi mutu pelayanan kesehatan, antara lain adalah komunikasi yang
terlambat. Apabila komunikasi berjalan lambat maka pelayanan yang diberikan
juga akan lambat, hal ini akan mengakibatkan keterlambatan Tindakan ataupun
tidak diterimanya pesan yang diberikan.

Selain itu, komunikasi yang gagal dapat membuat tujuan dari komunikasi tidak
tercapai, sehingga pesan yang disampaikan tidak diterima dengan baik. Kegagalan
komunikasi dapat menyebabkan informasi yang diberikan menjadi tidak akurat
dan kurang lengkap. Komunikasi yang gagal menyebabkan kualitas keputusan
kurang optimal dan bahkan merugikan pasien.[ CITATION Dia191 \l 1033 ]

Hambatan dalam Komunikasi Interprofesi

Dalam berkomunikasi antar profesi, dibutuhkan kesamaan gaya komunikasi


supaya tidak terjadi kesalahan interpretasi dan kesalahpahaman antarprofesi.
Namun, dalam berkomunikasi adanya hambatan merupakan suatu kemungkinan
yang dapat terjadi. Hambatan utama dalam komunikasi interprofesi biasanya
adalah adanya perbedaan budaya dan latar belakang tiap profesi. Karena, tiap
profesi memiliki pandangan nilai, norma, dan budaya masing-masing. Adanya
persaingan profesi juga dapat mempengaruhi pembentukan budaya suatu profesi.
[ CITATION Yun18 \l 1033 ]

Perbedaan gender juga dapat menjadi hambatan dalam berkomunikasi


interprofesi. Perbedaan dalam mengelola emosi tiap gender berbeda, contohnya
pada perempuan cenderung lebih kritis dalam menghadapi suatu permasalahan.
Sedangkan laki-laki, cenderung menghindar saat menghadapi masalah. Untuk itu,
diperlukan adanya kesadaran dalam diri masing-masing untuk lebih mempelajari
manajemen konflik sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik. Selain itu,
adanya perbedaan budaya juga dapat menjadi penghambat dalam komunikasi.
Terlebih Indonesia memiliki beragam suku dan budaya. Sehingga adanya
perbedaan dalam gaya bicara, cara menyampaikan pesan, intonasi, maupun
Bahasa verbal dan nonverbal. Hal tersebut bisa saja menjadi penghambat dalam
berkomunikasi interprofesi.

Terdapat pula factor yang berperan penting dalam keberhasilan komunikasi


interprofesi. Yaitu, factor kepribadian dimana manusia memiliki kepribadian yang
berbeda. Ada individu yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi
sehingga lebih mudah dalam mengungkapkan pendapatnya. Ada juga individu
yang cenderung lebih pasif dalam berkomunikasi karena adanya keraguan dalam
berpendapat sehingga dapat mempengaruhi keefektifan komunikasi. Selain
kepribadian, fisik juga dapat menjadi penghambat komunikasi interpersonal.
Misalnya, adanya hambatan pada pendengaran atau penglihatan yang kurang baik,
ataupun kesehatan yang kurang optimal. Sehingga pesan yang disampaikan tidak
optimal tersampaikan pada si penerima.

Semakin berkembangnya teknologi, tidak dapat menjamin komunikasi selalu


berjalan baik dan efektif. Meskipun, perkembangan teknologi system elektronik
dapat memudahkan para tenaga profesi dalam berkomunikasi, namun dapat juga
menjadi suatu hambatan. Karena, adanya perbedaan interpretasi pada komunikasi
menggunakan system elektronik. Untuk itu, diperlukan pula komunikasi langsung
atau tatap muka dalam membahas permasalahan pasien supaya tidak terjadi
kekeliruan dalam menginterpretasi pesan.
Hambatan yang sering terjadi yaitu terbatasnya sarana dan prasarana. Seperti,
kurangnya atau berlebihnya jumlah staf sehingga struktur organisasi yang tidak
jelas ataupun terlalu banyak birokrasi, Gedung yang terpisah, pelatihan dan
ketidakjelasan peran, system informasi yang tidak efisien juga dapat
mempengaruhi keberlangsungan komunikasi interprofesi.[ CITATION Dia191 \l
1033 ]

Membangun Komunikasi Interprofesi yang Efektif

Menurut [ CITATION Bla08 \l 1033 ] Komunikasi interprofesi yang efektif, sebaiknya


memiliki beberapa kemampuan yaitu dalam menyampaikan pendapat secara
asertif, mendengar dengan aktif, mampu percaya dan menghargai orang lain,
memberi dan menerima umpan balik, mengambil keputusan dengan proses yang
tepat, dan menerapkan manajemen konflik yang sesuai.

Komponen penting dalam Kerjasama interprofesi terbagi menjadi


tujuan,peran,dan prosedur yang jelas; model kepemimpinan dan proses
pengambilan keputusan yang tepat; dan nuansa komunikasi antaranggota.
a. Tujuan, peran, dan prosedur yang jelas
Tujuan kelompok didiskusikan dan disepakati bersama-sama sehingga semua
tindakan dan perilaku akan mengarah kepada tujuan tersebut. 
b. Model kepemimpinan dan proses pengambilan keputusan yang tepat
Setiap anggota kelompok diberi kesempatan untuk berpartisipasi sesuai
kompetensi dan tugasnya masing-masing serta berbagi tanggung jawab dalam
mencapai tujuan kelompok.
c. Hubungan antaranggota
Hubungan antar anggota yang terbuka bisa tercapai jika sesama anggota tidak
saling menghakimi dan memiliki perasaan saling percaya dengan komunikasi
rutin.
Referensi

Alfarizi, M. (2019). Komunikasi Efektif Interprofesi Kesehatan Sebagai Upaya


Peningkatan Kualitas Pelayanan Rumah Sakit. ETTISAL Journal of
Communication, vol 4 No 2.

Anggorowati, R. (2017). Komunikasi Efektif dalam Praktek Kolaborasi Interprofesi


sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Pelayanan. Journal of Health Studies, Vol
1 No 1 65-71.

Blais, K. K. (2008). Praktek Keperawatan Profesional Edisi 4. Jakarta: EGC.

Diantha Soemantri, Santi Purna S, dan Dian Ayubi. (2019). Kolaborasi dan Kerja Sama
Tim kesehatan RIK UI. Depok: Sagung Seto.

Purba, Y. V. (2018). Komunikasi Interprofesional sebagai Upaya Pengembangan


Kolaborasi Interprofesi di Rumah Sakit. Jurnal Kepemimpinan dan Manajemen
Keperawatan, Vol 1 No 1 hal 23.

Anda mungkin juga menyukai