Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PRAKTIK KLINIK V

ANALISIS PROSES KODEFIKASI PADA KASUS


NEOPLASMA DENGAN PROSES ASSEMBLING DI RUMAH
SAKIT TK.II 03.05.01 DUSTIRA

CYNTHIA FITRI MADANIA

P2.06.37.0.17.009

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TASIKMALAYA
JURUSAN EKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN
PRODI D III REKAM MEDIS DAN INFORMASI KESEHATAN
TASIKMALAYA
2020
HALAMAN PERSETUJUAN

LAPORAN PRAKTIK KLINIK V

ANALISIS PROSES KODEFIKASI PADA KASUS NEOPLASMA


DENGAN PROSES ASSEMBLING DI RUMAH SAKIT TK.II 03.05.01
DUSTIRA

Disusun Oleh:

Cynthia Fitri Madania


P2.06.37.0.17.009

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Menyetujui.
Pembimbing Akademik

Ayu Rahayu Lestari, A.Md.RMIK, SKM


NIP. 199207042015042109

2
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktik Klinik V yang dilaksanakan oleh:


ANALISIS PROSES KODEFIKASI PADA KASUS NEOPLASMA
DENGAN PROSES ASSEMBLING DI RUMAH SAKIT TK.II 03.05.01
DUSTIRA

Yang dilaksanakan oleh:


Cynthia Fitri Madania
P2.06.37.0.17.009

Mengesahkan,
Ketua
Jurusan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan

Dedi Setiadi, SKM, M.Kes


NIP. 196311191986031003

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah swt. karena atas berkat dan
rahmat-Nya, penyusun dapat menyelesaikan Laporan Praktik Klinik V ini.
Penyusunan laporan ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan
berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat :
1. Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Tasikmalaya,
2. Direktur Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira,
3. Ketua Jurusan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan, Politeknik Kesehatan
Kemenkes Tasikmalaya,
4. Pembimbing Paktik Klinik dari Institusi,
5. Dosen Jurusan Perekam dan Informasi Kesehatan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Tasikmalaya,
6. Semua pihak yang telah membantu dalam terselesainya penyusunan laporan
Praktik Klinik V yang tidak dapat penyusun sebutkan satu persatu.
Penyusun menyadari dalam penyusunan Laporan Praktik Klink V ini jauh
dari sempurna. Oleh sebab itu, penyusun mengharapkan saran dan kritik yang
membangun guna perbaikan untuk laporan selanjutnya. Penyusun berharap
laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Tasikmalaya, Juni 2020


Penyusun

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, dan tindakan lain yang diberikan
kepada pasien. dan yang dimaksud dengan ‘petugas’ adalah dokter atau
dokter gigi atau tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan kesehatan
langsung kepada pasien. Dokumen rekam medis adalah catatan dokter, dokter
gigi dan tenaga kesehatan tertentu, laporan hasil pemeriksaan penunjang,
catatan observasi dan pengobatan. Manfaat dokumen rekam medis adalah
untuk kepentingan administrasi hukum, keuangan, penelitian, pendidikan, dan
dokumentasi (Hatta, 2010).
Menurut Permenkes No. 269 Tahun 2008 rekam medis adalah berkas
yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien pada
sarana pelayanan kesehatan.
Rekam medis pada dasarnya merupakan berkas milik pasien dan rumah
sakit yang sangat penting akan kelengkapan dan keamanannya. Berkas rekam
medis tersebut dapat disimpan dengan cara manual dan elektronik, pada
umumnya berkas rekam medis disimpan secara manual dengan cara
dimasukkan pada satu folder. Dokumen rekam medis merupakan salah satu
standar pelayanan pasien yang harus dipenuhi dalam akreditasi, maka berkas
tersebut harus disimpan dan dipelihara untuk mencegah terjadinya kerusakan.
Salah satu tugas rekam medis adalah assembling. Menurut Budi (2011),
assembling berarti merakit. Kegiatan assembling termasuk juga mengecek kelengkapan
pengisian berkas rekam medis dan formulir yang harus ada pada berkas rekam medis.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 377/Menkes/SK/III/2007
tentang Standar Profesi Perekam Medis dan Infromasi Kesehatan dalam kompetensi ke 3
“Manajemen Rekam Medis dan Infromasi Kesehatan” kompetensi rekam medis dan
informasi kesehatan di Indonesia adalah mampu menyusun (assembling) rekam medis

5
dengan baik dan benar berdasarkan ketentuan. Setelah dilakukannya assembling,
selanjutnya melakukan kodefikasi penyakit pada dokumen rekam medis.
Kodefikasi adalah pemberian penetapan kode dengan menggunakan
huruf atau angka atau kombinasi huruf dalam angka yang mewakili
komponen data. Kegiatan dan tindakan serta diagnosa yang ada didalam
rekam medis harus diberi kode dan selanjutnya di indeks agar memudahkan
pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi perencanaan,
manajemen dan riset bidang kesehatan. Kode klasifikasi penyakit oleh
WHO (World Health Organization) bertujuan untuk meyeragamkan nama
dan golongan penyakit, cidera, gejala dan faktor yang mempengaruhi
kesehatan.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No 50/MENKES/SK/1/1998
yaitu tentang Pemberlakuan ICD-10 secara nasional tertanggal 13 Januari
1998. Kode untuk kasus neoplasma masuk dalam keluarga ICD-10 yang
dinamakan dengan International Classification of Diseases for Oncology
(ICD-O).
Neoplasma merupakan kasus yang dalam pengkodeannya harus
dibedakan dengan penyakit yang lain sesuai dengan kaidah yang ada di ICD.
Pengkodean pada kasus neoplasma yang harus memandang dari tiga aspek
yakni letak tumor , sifat tumor dan perangai/perilaku tumor . Dalam BAB II
pada ICD-10 kode topografi dapat menggambarkan sifat neoplasma (ganas
jinak, in situ, atau tidak pasti jenisnya), sedangkan dalam ICD-O sifat
keganasan neoplasma dijelaskan pada kode morfologi yang lebih spesifik.
Kode morfologi memiliki lima digit kode antara M-8000/0 sampai M9989/3.
Empat digit pertama mengindikasikan histologis yang spesifik sedangkan
kode setelah garis miring (/) menunjukan kode sifat dan digit tambahan
keenam menunjukan kode diferensiasi.
Pada proses kodefikasi penyakit pada dokumen rekam medis terdapat
beberapa tata cara salah satunya adalah dengan melakukan perakitan
(assembling). Proses assembling dan kodefikasi pada dokumen rekam medis
terdapat beberapa permasalahan yaitu: proses assembling pada dokumen

6
rekam medis yang tebal hanya dilakukan pada lembaran yang baru saja pada
lembaran formulir yang lama dibiarkan tidak tersusun, proses kodefikasipun
hanya diagnosis utama saja yang dikode untuk diagnosis awal atau diagnosis
komorbit tidak dikode. Berdasarkan latar tersebut penulis mengambil judul
“ANALISIS PROSES KODEFIKASI PADA KASUS NEOPLASMA
DENGAN PROSES ASSEMBLING DI RUMAH SAKIT TK.II 03.05.01
DUSTIRA”.

B. Identifikasi Masalah
1. Proses assembling pada dokumen rekam medis yang tebal hanya
dilakukan pada lembaran yang baru saja pada lembaran formulir yang
lama dibiarkan tidak tersusun;
2. Proses kodefikasipun hanya diagnosis utama saja yang dikode untuk
diagnosis awal atau diagnosis komorbit tidak dikode.

C. Tujuan
1. Capaian PBM Klinik Semester VI
Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Praktik Klinik V pada
semester VI yang merupakan praktik klinik terakhir.
2. Permasalahan terkait
Mengetahui pelaksanaan kodefikasi dengan proses assembling di
Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira.
3. Pemecahan masalah
a. Mengetahui proses kodefikasi pada kasus neoplasma di Rumah Sakit
TK.II 03.05.01 Dustira.
b. Menganalisis proses assembling di Rumah Sakit TK.II 03.05.01
Dustira.

D. Manfaat
1. Bagi penulis
Dapat memperluas wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang rekam
medis khususnya kodefikasi pada kasus neoplasma dengan cara
assembling.

7
2. Bagi Rumah Sakit
Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam proses akreditasi
yang dilihat berdasarkan analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
3. Bagi Akademik
Dapat digunakan sebagai literatur bagi mahasiswa yang akan
melakukan penelitian.

E. Ruang Lingkup
1. Tempat
Tempat kegiatan pelaksanaan yang diambil pada Praktik Klinik V ini
di Unit Rekam Medis Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira.
2. Waktu
Pelaksanaan Praktik Klinik V ini dilaksanakan mulai tanggal 29 Juni
2020 sampai dengan tanggal 11 Juli 2020.
3. Materi
Ruang lingkup materi dalam laporan individu praktik klinik V ini
adalah mengenai proses kodefikasi dengan proses assembling
khusunya pada kasus neoplasma yang dilakukan di Rumah Sakit TK.II
03.05.01 Dustira.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Rekam Medis
1. Pengertian Rekam Medis
Rekam medis merupakan keterangan baik yang tertulis maupun yang
terekam tentang identitas, anamnesa, penentuan fisik, labolatorium,
diagnosis segala pelayanan dan tindakan medis yang diberikan kepada
pasien, dan pengobatan baik yang dirawat inap, rawat jalan maupun yang
mendapatkan pelayanan gawat darurat (Depkes, 2006).
Berdasarkan definisi rekam medis di atas, dapat disimpulkan bahwa
rekam medis merupakan berkas yang berisikan catatan dan dokumen
tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan
lain kepada pasien di sarana pelayanan kesehatan (Hatta, 2017).
2. Tujuan Rekam Medis
Tujuan rekam medis adalah untuk menunjang tercapainya administrasi
dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Tanpa didukung suatu sistem pengelolaan rekam medis yang baik dan
benar, tidak akan tercipta tertib administrasi di rumah saki sebagaimana
yang diharapkan. Sedangkan tertib administrasi merupakan salah satu
faktor yang menentukan di dalam upaya pelayanan kesehatan di rumah
sakit (Depkes, 2006).
Tujuan utama (primary) rekam kesehatan terbagi dalam 5 kepentingan
yaitu:
a. Pasien, rekam kesehatan merupakan alat bukti utama yang mampu
membenarkan adanya pasien dengan identitas yang jelas dan telah
mendapatkan berbagai pemeriksaan dan pengobatan di sarana

9
pelayanan kesehatan dengan segala hasil serta konsekuensi biayanya;
b. Pelayanan pasien, rekam kesehatan mendokumentasikan pelayanan
yang diberikan oleh tenaga kesehatan, penunjang medis dan tenaga
lain yang bekerja dalam berbagai fasilitas pelayanan kesehatan.
Dengan demikian rekaman itu membantu pengambilan keputusan
tentang terapi, tindakan dan penentuan diagnosis pasien. Rekam
kesehatan juga sebagai sarana komunikasi antar tenaga lain yang
sama-sama terlibat dalam menangani dan merawat pasien. Rekaman
yang rinci dan bermanfaat menjadi akar penting dalam menilai dan
mengelola risiko manajemen. Selain itu rekam kesehatan setiap pasien
juga berfungsi sebagai tanda bukti sah yang dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Oleh karena itu rekam medis
yang lengkap harus setiap saat tersedia dan berisi data/informasi
tentang pemberian pelayanan kesehatan secara jelas;
c. Manajemen pelayanan, rekam kesehatan yang lengkap memuat segala
aktivitas yang terjadi dalam manajemen pelayanan sehingga
digunakan dalam menganalisis berbagai penyakit, menyusun pedoman
praktik serta untuk mengevaluasi mutu pelayanan yang diberikan;
d. Menunjang pelayanan, rekam kesehatan yang rinci akan mampu
menjelaskan aktivitas yang berkaitan dengan penanganan sumber-
sumber yang ada pada organisasi pelayanan di rumah sakit,
menganalisis kecenderungan yang terjadi dan menkomunikasikan
informasi di antara klinik yang berbeda;
e. Pembiayaan, rekam kesehatan yang akurat mencatat segala pemberian
pelayanan kesehatan yang diterima pasien. Informasi ini menentukan
besarnya pembayaran yang harus dibayar, baik secara tunai atau
melalui asuransi.

Sedangkan, tujuan sekunder rekam kesehatan ditujukan kepada hal


yang berkaitan dengan lingkungan seputar pelayanan pasien yaitu
untuk kepentingan edukasi, riset, peraturan dan pembuatan kebijakan.
Adapun yang dikelompokkan dalam kegunaan sekunder adalah

10
kegiatan yang tidak berhubungan secara spesifik antara pasien dan
tenaga kesehatan (Hatta, 2017).
3. Fungsi Rekam Medis
Fungsi rekam medis/rekam kesehatan (kertas) atau rekam kesehatan
elektronik (RKE) adalah untuk menyimpan data dan informasi pelayanan
pasien. Agar fungsi itu tercapai, beragam metode dikembangkan secara
efektif seperti dengan melaksanakan ataupun mengembangkan sejumlah
sistem, kebijakan dan proses pengumpulan, termasuk menyimpannya
secara mudah diakses disertai dengan keamanan yang baik. Dengan
semakin kompleksnya pelayanan kesehatan, RKE lebih berfungsi
dibandingkan dengan rekam medis/kesehatan kertas. Dengan menerapkan
RKE secara penuh, berbagai fungsi tambahan lain dimungkinkan sehingga
semakin menjadikannya sebagai alat interaktif dalam memecahkan
masalah klinis dan pengambilan keputusan (Hatta, 2017).
4. Kegunaan Rekam Medis
Kegunaan rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek, antara lain
(Depkes, 2006):
a. Aspek Administrasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi karena
isinya menyangkut tindakan berdasarkan wewenang dan tanggung
jawab sebagai tenaga medis dan paramedis dalam mencapai tujuan
pelayanan kesehatan;
b. Aspek medis
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medis, karena
catatan tersebut dipergunakan sebagai dasar untuk merencanakan
pengobatan/perawatan yang diberikan kepada seorang pasien dan
dalam rangka mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan
melalui kegiatan audit medis, manajemen risiko klinis serta
keaman/keselamatan pasien dan kendali biaya;

11
c. Aspek hukum
Menurut UU Praktik Kedokteran RI No. 29 Tahun 2004 Pasal 46
ayat 1 yaitu, suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum,
karena isinya menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum
atas dasar keadilan, dalam rangka usaha menegakkan hukum serta
penyediaan bahan sebagai tanda bukti untuk menegakkan keadilan,
rekam medis adalah milik dokter dan rumah sakit sedangkan isinya
yang terdiri dari identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan
dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien adalah sebagai
informasi yang dapat dimiliki oleh pasien sesuai dengan peraturan dan
perundang-undangan yang berlaku;
d. Aspek Keuangan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena isinya
mengandung data/informasi yang dapat dipergunakan sebagai aspek
keuangan. Kaitannya rekam medis dengan aspek keuangan sangat erat
sekali dalam hal pengobatan, tetapi serta tindakan-tindakan apa saja
yang diberikan kepada seorang pasien selama menjalani perawatan di
rumah sakit, oleh karena itu penggunaan sistem teknologi komputer
didalam proses penyelenggaraan rekam medis sangat diharapkan
sekali untuk diterapkan pada setiap instansi pelayanan kesehatan;
e. Aspek Penelitian
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian karena
isinya menyangkut data dan informasi yang dapat dipergunakan
sebagai aspek pendukung penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dibidang kesehatan
f. Aspek Pendidikan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena
isinya menyangkut data/informasi tentang perkembangan kronologis
dan kegiatan pelayanan medis yang diberikan kepada pasien.
Informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan/referensi
pengajaran dibidang profesi pendidikan kesehatan;

12
g. Aspek Dokumentasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena
isinya menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan dari
dipakai sebagai bahan pertanggung jawaban dan laporan rumah sakit.
Termasuk juga perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
informasi.
5. Isi Rekam Medis
Pada ‘rekam kertas’ ataupun ‘komputerisasi’, isi rekam kesehatan
dibagi dalam data administratif dan data klinis, sedangkan isi
(data/informasi) rekam kesehatan dipengaruhi oleh bentuk pelayanan
kesehatan (pelayanan rumah sakit atau pusat kesehatan masyarakat);
bentuk klasifikasi jenis pelayanan (umum atau khusus); serta bentuk status
kepemilikan sarana pelayanan kesehatan (swasta atau pemerintah
pusat/daerah) (Hatta, 2017).
a. Data Administratif
Data administratif mencakup data demografi, keuangan
(financial) disamping tentang informasi lain yang berhubungan
dengan pasien, seperti data yang terdapat pada beragam izin (consent),
pada lembaran hak kuasa (otorisasi) untuk kepentingan pelayanan
kesehatan dan dalam penanganan informasi konfidensial pasien.
Tujuan dari pengumpulan informasi demografi ini adalah untuk
menginformasikan identitas pasien secara lengkap. Rumah sakit dan
organisasi pelayanan kesehatan yang terkait juga menggunakan
informasi demografi pasien sebagai basis data statistik, riset dan
sumber perencanaan.
b. Data Klinis
Data klinis diartikan sebagai data hasil pemeriksaan, pengobatan,
perawatan yang dilakukan oleh praktisi kesehatan dan penunjang
medis terhadap pasien rawat inap maupun rawat jalan (termasuk
darurat). Data/informasi klinis yang terakumulasi dalam rekam
kesehatan merupakan basis data (database) yang dibedakan dalam

13
jenis data yang diinginkan dan fungsi kegunaannya sehingga
menghasilkan beragam data/informasi.

B. Sistem dan Prosedur Pengelolaan Dokumen Rekam Medis


Sistem pengelolaan rekam medis terdiri dari beberapa subsistem, yaitu:
assembling, coding, indexing, dan penyimpanan berkas rekam medis (filing)
dan retensi berkas. Pengelolaan berkas rekam medis dimulai dari tempat
penerimaan pasien (membuat atau menyiapkan berkas rekam medis),
dilanjutkan dengan assembling, coding, indexing, dan filing (Budi, 2011).
Berikut penjelasan dari assembling dan coding:
1. Assembling
Assembling dokumen rekam medis adalah perakitan dokumen rekam
medis dengan menganalisi kelengkapan berkas rekam medis. Assembling
adalah pengorganisasian formulir yang menggambarkan siapa, apa,
kapan dan bagaimana dalam hal pelayanan Kesehatan pasien yang
merupakan bukti tertulis tentang dokumen resmi rumah sakit secara
kronologis.
Kegiatan assembling termasuk juga mengecek kelengkapan
pengisian berkas rekam medis dan formulir yang harus ada pada
berkas rekam medis. Bagian assembling menerima berkas rekam medis
dari unit pelayanan, berkas rekam medis yang sudah lengkap kemudian
diserahkan ke bagian koding untuk dilakukan pengkodean penyakit dan
tindakan medisnya. Untuk berkas rekam medis yang belum lengkap
maka akan dikembalikan ke unit pelayanan.
Berkas rekam medis dari unit pelayanan akan dikembalikan ke unit
rekam medis bagian assembling. Bagian assembling mencatat pada buku
register semua berkas yang masuk sesuai tanggal masuk ke bagian
assembling dan tanggal pasien pulang. Pada proses ini akan
diketahui berkas yang kembali tepat pada waktunya dan yang terlambat
kembali ke unit rekam medis.
Menurut Huffman (1994) pada bagian assembling ada 2
tipe ketidaklengkapan berkas rekam medis, yaitu:

14
a. Incomplete Medical Record, merupakan tipe ketidaklengkapan
berkas rekam medis ketika berkas rekam medis kembali dari unit
pelayanan.
b. Delinguent Medical Record, merupakan tipe ketidaklengkapan
berkas rekam medis ketika berkas sudah dimintakan
kelengkapannya kepada tenaga kesehatan yang memberikan
pelayanan kepada pasien dalam waktu yang telah ditentukan,
tetapi setelah diambil dan diproses ke assembling ditemukan berkas
rekam medis yang masih belum lengkap juga.
Analisis untuk mengetahui kelengkapan pengisian pada item- item
berkas rekam medis dilakukan melalui analisis kuantitatif berkas rekam
medis. Analisis kuantitatif adalah review bagian tetentu dari isi rekam
medis dengan maksud menemukan kekurangan khusus yang berkaitan
dengan pendokumentasian (pencatatan) pada berkas rekam medis (Budi,
2011).
Untuk melakukan analisis kuantitatif dapat menggunakan 4
komponen utama pada analisis, yaitu:
a. Identitas pasien pada setiap lembar rekam medis,
b. Autentikasi dokter pada setiap tempat yang ditentukan,
c. Pengisian laporan yang penting pada berkas rekam medis,
d. Pendokumentasian yang baik.
Dari hasil analisis ini dapat diketahui jumlah berkas rekam medis
yang terisi lengkap, terisi tidak lengkap dan tidak terisi. Hal ini dapat
dijadikan tolak ukur mutu berkas rekam medis di fasilitas pelayanan
kesehatan.
Kegiatan pengecekan lembar yang harus ada pada kasus tertentu
pasien berobat di fasilitas pelayanan kesehatan juga harus dilakukan
pada kegiatan asssembling. Misalnya pada pasien rawat inap setelah
selesai rawat inap dan berkas kembali ke unit rekam medis, maka
seharusnya ditemukan antara lain surat pengantar dirawat,

15
persetujuan dirawat, lembar rekam medis masuk dan keluar, lembar
resume, dan resume keperawatan.
Beberapa parameter yang dapat dilihat untuk mengetahui mutu
rekam medis di rumah sakit khususnya yang melibatkan kegiatan
assembling diantaranya:
a. Ketepatan waktu pengembalian
b. Kelengkapan formulir pada berkas rekam medis
Kelengkapan pengisian pada berkas rekam medis
Unsur-unsur pengendalian yang menjamin pelaksanaan sistem
pelayanan rekam medis di assembling:
a. Kartu kendali, fungsi kartu kendali yaitu:
1) Mengendalikan rekam medis yang belum lengkap, pencatatan
dan rekam medis guna pengendalian rekam medis tidak lengkap
dari kodefikasi penyakit, kode operasi, kode sebab kematian dan
kode dokter;
2) Mengendalikan dokumen rekam medis tidak lengkap
dikembalikan ke unit rekam medis;
3) Melacak kehilangan dokumen, misalnya melacak keberadaan
dokumen rekam medis yang sedang dilengkapi;
4) Membuat indeks penyakit, operasi, kematian, dan indeks dokter;
5) Menghitung angka Inccomplate Medical Records (IMR) yaitu
membuat lapporan ketidaklengkapan isi dokumen.
b. Digunakan buku ekspedisi untuk serah terima dokumen rekam
medis;
c. Buku catatan penggunaan nomor;
d. Buku catatan penggunaan formulir;
e. Lembar pemantauan kelengkapan dokumen rekam medis;
f. Analisis kuantitatif;
g. Alat tulis kantor (ATK) misalnya pembolong kertas (perforator),
gunting;

16
h. Perlengkapan kantor furniture (meja, kursi, rak kertas, rak sortir),
alat komunikasi (telpon);
i. Perlengkapan lain untuk menjaga keberhasilan seperti tempat
sampah.

2. Coding (Kodefikasi)
Coding salah satu kegiatan pengolahan data rekam medis untuk
memberikan kode dengan huruf atau dengan angka atau kombinasi
huruf dan angka yang mewakili komponen data.
Kegiatan dan tindakan serta diagnosis yang ada dalam rekam
medis harus di beri kode dan selanjutnya di indeks agar memudahkan
pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang fungsi
perencanaan, managemen, dan riset bidang kesehatan.
Pemberian kode ini merupakan kegiatan klasifikasi penyakit dan
tindakan yang mengelompokan penyakit dan tindakan berdasarkan
criteria tertentu yang telah disepakati. Pemberian kode atas diagnosis
klasifikasi penyakit yang berlaku dengan menggunakan ICD-10 untuk
mengkode penyakit, sedangkan  ICOPIM dan ICD-9-CM digunakan
untuk mengkode tindakan, serta komputer (online) untuk mengkode
penyakit dan tindakan.
Dahulu, pemberian kode (coding) dilakukan hampir secara
ekslusif untuk studi klinis ke depan dan proses kendali mutu. Namun
seiring berjalannya waktu, fasilitas kesehatan juga mulai
menggunakannya untuk tujuan penggantian pembayaran. Setelah kode
pada rekam menjadi dasar penggantian pembayaran, maka timbul
dorongan terjadinya fraud dan abuse, seperti dengan cara mengkode
agar jumlah penggantian menjadi lebih besar, misrepresentasi atau
untuk tujuan menghindari konflik (Hatta, 2017).
Kecepatan dan ketepatan koding dari suatu diagnosis dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya tulisan dokter yang sulit dibaca,
diagnosis yang tidak spesifik, dan keterampilan petugas koding

17
dalam pemilihan kode. Pada proses koding ada beberapa
kemungkinan yang dapat mempengaruhi hasil pengkodean dari
petugas koding, yaitu bahwa penetapan diagnosis pasien merupakan
hak, kewajiban, dan tanggungjawab tenaga medis yang memberikan
perawatan pada pasien, dan tenaga koding di bagian unit rekam
medis tidak boleh mengubah (menambah atau mengurangi) diagnosis
yang ada. Apabila ada hal yang kurang jelas, tenaga rekam medis
mempunyai hak menanyakan atau berkomunikasi dengan tenaga
kesehatan yang bersangkutan. Dalam proses koding mungkin terjadi
beberapa kemungkinan, yaitu:
a. Penetapan diagnosis yang salah sehingga menyebabkan hasil
pengkodean salah,
b. Penetapan diagnosis yang benar, tetapi petugas pengkodean
salah menentukan kode, sehingga hasil pengkodean salah
Penetapan diagnosis dokter kurang jelas, kemudian dibaca
salah oleh petugas pengkodean, sehingga hasil pengkodean salah
(Budi, 2011). Oleh karena itu, kualitas hasil pengkodean bergantung
pada kelengkapan diagnosis, kejelasan tulisan dokter, serta
profesionalisme dokter dan petugas pengkodean.
C. Klasifkasi Kodefikasi Penayakit Dan Masalah Serta Tindakan
1. Neoplasma
a. Pengertian Neoplasma
Neoplasma adalah masa jaringan yang abnormal, tumbuh
berlebihan, tidak terkordinasi dengan jaringan normal dan tumbuh
terus- menerus meskipun rangsang yang menimbulkan telah hilang.
Sel neoplasma mengalami transformasi, oleh karena mereka terus-
menerus membelah. Pada neoplasma, proliferasi berlangsung terus
meskipun rangsang yang memulainya telah hilang. Proliferasi
demikian disebut proliferasi neoplastik, yang mempunyai sifat
progresif,tidak bertujuan, tidak memperdulikan jaringan

18
sekitarnya,tidak ada hubungan dengan kebutuhan tubuh dan bersifat
parasitic.
Sel neoplasma bersifat parasitic dan pesaing sel atau jaringan
normal atas kebutuhan metabolismenya pada penderita yang berada
dalam keadaan lemah . Neoplasma bersifat otonom karena ukurannya
meningkat terus. Proliferasi neoplastik menimbulkan massa
neoplasma, menimbulkan pembengkakan / benjolan pada jaringan
tubuh membentuk tumor.
b. Klasifikasi dan Tata Nama
Semua tumor baik tumor jinak maupun ganas mempunyai dua
komponen dasar adalah parenkim dan stroma. Parenkim adalah sel
tumor yang proliferatif,yang menunjukkan sifat pertumbuhan dan
fungsi bervariasi menyerupai fungsi sel asalnya. Sebagai contoh
produksi kolagen,musin,atau keratin. Stroma merupakan pendukung
parenkim tumor,terdiri atas jaringan ikat dan pembuluh darah.
Penyajian makanan pada sel tumor melalui pembuluh darah dengan
cara difusi.
Klasifikasi neoplasma yang digunakan biasanya berdasarkan :
1) Klasifikasi Atas Dasar Sifat Biologik Tumor
Atas dasar sifat biologiknya tumor dapat dibedakan atas tumor
yang bersifat jinak (tumor jinak) dan tumor yang bersifat ganas
(tumor ganas) dan tumor yang terletak antara jinak dan ganas
disebut “ Intermediate”.
a) Tumor Jinak (Benign)
Tumor jinak tumbuhnya lambat dan biasanya mempunyai
kapsul. Tidak tumbuh infiltratif, tidak merusak jaringan
sekitarnya dan tidak menimbulkan anak sebar pada tempat
yang jauh. Tumor jinak pada umumnya disembuhkan dengan
sempurna kecuali yang mensekresi hormon atau yang terletak
pada tempat yang sangat penting, misalnya disumsum tulang

19
belakang yang dapat menimbulkan paraplesia atau pada saraf
otak yang menekan jaringan otak.
b) Tumor ganas (malignant)
Tumor ganas pada umumnya tumbuh cepat, infiltratif. Dan
merusak jaringan sekitarnya. Disamping itu dapat menyebar
keseluruh tubuh melalui aliran limpe atau aliran darah dan
sering menimbulkan kematian.
c) Intermediate
Diantara 2 kelompok tumor jinak dan tumor ganas
terdapat segolongan kecil tumor yang mempunyai sifat
invasif lokal tetapi kemampuan metastasisnya kecil.Tumor
demikian disebut tumor agresif lokal tumor ganas berderajat
rendah. Sebagai contoh adalah karsinoma sel basal kulit.
Tabel 2.2
Klasifikasi Atas Dasar Sifat Biologik Tumor
Tumor Ganas
Tumor
derajat rendah Tumor ganas
jinak
(agresif local)
Sifat Pertumbuhan Lambat Bervariasi Cepat
Sumbuh Infiltratif Tidak Lokal Infiltratif
Kemampuan Metastasis Tidak Ada Rendah/Tidak Tinggi
Eksisi luas,
pengangkatan
Pengobatan Eksisi Aksisi Luas kebagian rasional,
pengobatan system
k (kemoterapi)
Buruk, cenderung
Angka Kesembuhan Cenderung
Tinggi residef dan
Setelah Operasi Residif
metastasis
Sumber : Suwandono. A (2010). Introduce Neoplasma

c. Klasifikasi Atas Dasar Asal Sel / Jaringan (Histogenesis)

20
Tumor diklasifikasikan dan diberi nama atas dasar asal sel tumor
yaitu:
1) Neoplasma berasal sel totipoten
Sel totipotenadalah sel yang dapat berdeferensiasi kedalam
tiap jenis sel tubuh.Sebagai contoh adalahzigot yang berkembang
menjadi janin. Paling sering sel totipoten dijumpai pada gonad
yaitu sel germinal. Tumor sel germinal dapat berbentuk sebagai
sel tidak berdifensiasi, contohnya : Seminoma atau diseger
minoma.Yang berdiferensiasi minimal contohnya : karsinoma
embrional, yang berdiferensiasi kejenis jaringan termasuk
trofobias misalnya chorio carcinoma dan yolk sac carcinoma
yang berdiferensiasi somatic adalah teratoma.
2) Tumor sel embrional pluripoten
Sel embrional pluripoten dapat berdiferensiasi kedalam
berbagai jenis sel-sel dan sebagai tumor akan membentuk
berbagai jenis struktur alat tubuh. Tumor sel embrional
pluripoten biasanya disebut embiroma atau biastoma, misalnya
retinobiastoma, hepatoblastoma.
3) Tumor sel yang berdiferensiasi
Jenis sel dewasa yang berdiferensiasi, terdapat dalam bentuk
sel alat-lat tubuh pada kehidupan pot natal. Kebanyakan tumor
pada manusia terbentuk dari sel berdiferensiasi.
Tata nama tumor ini merupakan gabungan berbagai faktor
yaitu perbedaan antara jinak dan ganas, asal sel epnel dan
mecsenkim lokasi dan gambaran deskriptif lain.
d. Sifat Tumor Jinak dan Tumor Ganas
1) Diferensiasi dan Anaplasia
Istilah diferensiasi dipergunakan untuk sel parenkim tumor.
Diferensiasi yaitu derajat kemiripan sel tumor (parenkim tumor).
Jaringan asalnya yang terlihat pada gambaran morfologik dan
fungsi sel tumor. Proliferasi neoplastik menyebabkan

21
penyimpangan bentuk. Susunan dan sel tumor. Hal ini
menyebabkan set tumor tidak mirip sel dewasa normal jaringan
asalnya. Tumor yang berdiferensiasi baik terdiri atas sel-sel yang
menyerupai sel dewasa normal jaringan asalnya,sedangkan tumor
berdiferensi buruk atau tidak berdiferensiasi menunjukan
gambaran sel primitive dan tidak memiliki sifat sel dewasa
normal jaringan asalnya. Semua tumor jinak umumnya
berdiferensiasi baik. Sebagai contoh tumor jinak otot polos yaitu
leiomioma uteri. Sel tumornya menyerupai sel otot polos.
Demikian pula lipoma yaitu tumor jinak berasal dari jaringan
lemak ,sel tumornya terdiri atas sel lemak matur,menyerupai sel
jaringan lemak normal.
Tumor ganas berkisar dari yang berdiferensiasi baik sampai
kepada yang tidak berdiferensiasi. Tumor ganas yang terdiri dari
sel-sel yang tidak berdiferensiasi disebut anaplastik. Anaplastik
berasal tanpa bentuk atau kemunduran ,yaitu kemunduran dari
tingkat diferensiasi tinggi ke tingkat diferensiasi rendah.
Anaplasia ditentukan oleh sejumlah perubahan gambaran
morfologik dan perubahan sifat, pada anaplasia terkandung 2
jenis kelainan organisasi yaitu kelainan organisasi sitologik dan
kelainan organisasi posisi.Anaplasia sitologik menunjukkan
pleomorfi yaitu beraneka ragam bentuk dan ukuran inti sel tumor.
Sel tumor berukuran besar dan kecil dengan bentuk yang
bermacam-macam mengandung banyak DNA sehingga tampak
lebih gelap (hiperkromatik).
Anaplasia posisional menunjukkan adanya gangguan
hubungan antara sel tumor yang satu dengan yang lain . terlihat
dari perubahan struktur dan hubungan antara sel tumor yang
abnormal.
2) Derajat Pertumbuhan

22
Tumor jinak biasanya tumbuh lambat sedangkan tumor ganas
cepat. tetapi derajat kecepatan tumbuh tumor jinak tidak
tetap,kadang – kadang tumor jinak tumbuh lebih cepat daripada
tumor ganas karena tergantung pada hormone yang
mempengaruhi dan adanya penyediaan darah yang memadai.
Pada dasarnya derajat pertumbuhan tumor berkaitan dengan
tingkat diferensiasi sehingga kebanyakan tumor ganas tumbuh
lebih cepat daripada tumor jinak. Derajat pertumbuhan tumor
ganas tergantung pada 3 hal,yaitu :
a) Derajat pembelahan sel tumor
b) Derajat kehancuran sel tumor
c) Sifat elemen non-neoplastik pada tumor
Pada pemeriksaan mikroskopis jumlah mitosis dan gambaran
aktivitas metabolisme inti yaitu inti yang besar,kromatin kasar
dan anak inti besar berkaitan dengan kecepatan tumbuh tumor.
Tumor ganas yang tumbuh cepat sering memperlihatkan
pusat-pusat daerah nekrosis / iskemik. Ini disebabkan oleh
kegagalan penyajian daerah dari host kepada sel – sel tumor
ekspansif yang memerlukan oksigen.
3) Invasi Lokal
Hampir semua tumor jinak tumbuh sebagai massa sel yang
kohesif dan ekspansif pada tempat asalnya dan tidak mempunyai
kemampuan mengilfiltrasi,invasi atau penyebaran ketempat yang
jauh seperti pada tumor ganas. Oleh karena tumbuh dan menekan
perlahan – lahan maka biasanya dibatasi jaringan ikat yang
tertekan disebut kapsul atau simpai, yang memisahkan jaringan
tumor dari jaringan sehat sekitarnya. Simpai sebagian besar
timbul dari stroma jaringan sehat diluar tumor, karena sel
parenkim atropi akibat tekanan ekspansi tumor. Oleh karena ada
simpai maka tumor jinak terbatas tegas, mudah digerakkan pada

23
operasi. Tetapi tidak semua tumor jinak berkapsul,ada tumor jinak
yang tidak berkapsul misalnya hemangioma.
Tumor ganas tumbuh progresif,invasive,dan merusak
jaringan sekitarnya. Pada umumnya terbatas tidak tegas dari
jaringan sekitarnya. Tetapi demikian ekspansi lambat dari tumor
ganas dan terdorong ke daerah jaringan sehat sekitarnya. Pada
pemeriksaan histologik, masa yang tidak berkapsul menunjukkan
cabang-cabang invasi seperti kaki kepiting mencengkeram
jaringan sehat sekitarnya.
Kebanyakan tumor ganas invasive dan dapat menembus
dinding dan alat tubuh berlumen seperti usus, dinding pembuluh
darah, limfe atau ruang perineural. Pertumbuhan invasive
demikian menyebabkan reseksi pengeluaran tumor sangat sulit.
4) Metastasis / Penyebaran
Metastasis adalah penanaman tumor yang tidak berhubungan
dengan tumor primer. Tumor ganas menimbulkan metastasis
sedangkan tumor jinak tidak. Infasi sel kanker memungkinkan sel
kanker menembus pembuluh darah, pembuluh limfe dan rongga
tubuh,kemudian terjadi penyebaran. Dengan beberapa
perkecualian semua tumor ganas dapat bermetastasis.
Kekecualian tersebut adalah Glioma (tumor ganas sel glia) dan
karsinoma sel basal, keduanya sangat infasif, tetapi jarang
bermetastasis.
Umumnya tumor yang lebih anaplastik,lebih cepat timbul dan
padanya kemungkinan terjadinya metastasis lebih besar. Tetapi
banyak kekecualian. Tumor kecil berdiferensiasi baik, tumbuh
lambat, kadang- kadang metastasisnya luas. Sebaliknya tumor
tumbuh cepat ,tetap terlokalisir untuk waktu bertahun- tahun.
e. Penyebab Kanker

24
Segala sesuatu yang menyebabkan terjadinya kanker disebut
karsinogen. Dan berbagai penelitian dapat diketahui bahwa karsinogen
dapat dibagi ke dalam 4 golongan :
1) Karsinogen kimia
Kebanyakan karsinogen kimia ialah pro-karsinogen yaitu
karsinogen yang memerlukan perubahan metabolis agar menjadi
karsinogen aktif, sehingga dapat menimbulkan perubahan pada
DNA, RNA, atau Protein sel tubuh.
2) Karsinogen virus
Virus yang bersifat karsinogen disebut virus onkogenik.
Virus DNA dan RNA dapat menimbulkan transformasi sel.
Mekanisme transformasi sel oleh virus RNA adalah setelah virus
RNA diubah menjadi DNA provirus oleh enzim reverse
transeriptase yang kemudian bergabung dengan DNA sel
penjamin. Setelah mengenfeksi sel, materi genitek virus RNA
dapaat membawa bagian materi genitek sel yang di infeksi yang
disebut V-onkogen kemudian dipindahkan ke materi genitek sel
yang lain.
3) Karsinogen Radrasi
Radrasi Ultraviolet berkaitan dengan terjadinya kanker kulit
terutama pada orang kulit putih. Karena pada sinar / radiasi UV
menimbulkan dimmer yang merusak rangka fosfodiester DNA.
4) Agen Biologik
a) Hormon : bekerja sebagai kofaktor pada karsinogenesis
b) Mikotoksin : Mikotoksin ialah toksin yang dibuat oleh jamur
c) Parasit : Parasit yang dihubungkan dengan terjadinya kanker
ialah schistosoma dan clonorchis sinensis.
Faktor-faktor mempengaruhi angka kejadian kanker :
1) Jenis kelamin
2) Umur
3) Ras (suku bangsa)

25
4) Lingkungan
5) Geografik
6) Herediter
f. Biologi Pertumbuhan Tumor
Faktor-faktor mempengaruhi pertumbuhan tumor :
1) Kinetik pertumbuhan sel tumor
Ini akan terlihat dari pernyataan beberapa lama waktu yang
diperlukan oleh suatu sel transformasi untuk membentuk massa
tumor yang jelas secara klinis.
2) Angiogenesis Tumor
Pasokan darah terhadap jaringan tumor. Tanpa ada pembuluh
darah atau pembuluh limfe tumor ganas akan gagal untuk
bermetastasis.

3) Progresi dan Heterogenitas Sel Tumor


Tumor ganas berasal morokional dengan berjalannya waktu
mereka menjadi heterogen pada tingkat molecular progresi tumor
dan heterogenitas sebagai akibat dari mutasi multiple yang
terkumpul dan saling tidak tergantungpada sel yang berbeda
sehingga menurunkan subklonal dengan sifat yang berbeda.
g. Penyebab Tumor Ganas
Dua penyebab yang dimiliki oleh sel tumor ganas (kanker) ialah
kemampuan untuk menginvasi jaringan setempat dimana tumor ganas
itu tumbuh (lokal) dan metastasis / menyebar ketempat yang jauh dari
tumor induk. Invasi dan metastasis merupakan sifat biologik utama
tumor ganas.
h. Gambaran Klinik Neoplasma
Pengaruh tumor pada penderita :
1) Akibat lokal
Masa jaringan tumor yang tumbuh menimbulkan tekanan pada
alat-alat penting di sekitarnya. Misalnya pembuluh darah, saraf,

26
saluran visceral, duktus dan alat padat yang menimbulkan
berbagai komplikasi.
2) Akibat umum
Pada umumnya penderita kanker menjadi kurus diikuti oleh badan
lemah,anemia, dan anoreksia. Koheksi (kumpulan gejala- gejala)
disebabkan oleh kelainan metabolisme, bukan dari kebutuhan
makanan, melainkan akibat dari kerja faktor terlarut seperti
sitoksin yang diproduksi tumor.
3) Aktivitas Fungi
Aktifitas fungi lebih khas pada tumor jinak dari pada tumor ganas
/ kanker,karena tumor ganas selnya mudah berdiferensiasi maka
kemampuannya hilang.

i. Pendekatan Diagnosis Tumor


1) Kecurigaan klinis
Kecurigaan diagnosa kanker ialah badan lemah, anoreksia, berat
badan turun. Menegakkan diagnosis dengan adanya riwayat
penyakit.
2) Diagnosis Lab Kanker
3) Pemeriksaan Histopatologi dan Sitologi
Diagnosis hispatologi adalah cara yang pasti untuk menegakkan
diagnosis neoplasma. Kedua ujung sprektum jinak – ganas
memang tidak ada masalah,tetapi diantara keduanya terletak
daerah abu – abu daerah yang sukar dan sebaiknya kita bijaksana
dan hati – hati.
4) Diagnosis Dini Kanker
Untuk menemukan stadium dini kanker harus dilakukan
pemeriksaan rutin pada pasien yang tidak menunjukkan gejala.
Beberapa usaha penemuan kanker tingkat dini :

27
a) Pemeriksaan sitologi serviks (PAPTES) rutin tahunan pada
wanita berusia > 35 tahun.
b) Usia 50 tahun atau lebih diadakan pemeriksaan
sigmoideskopi tiap 3-5 tahun,untuk menemukan lesi pada
rectum.
c) SADARI (memeriksa payudara sendiri) bulanan,untuk
menemukan benjolan kecil pada payudara sendiri.
d) Pemeriksaan kesehatan menyeluruh secara berkala.
e) Agar memperhatikan tanda WASPADA akan kanker
(Suwandono, 2010).
j. ICD 10 : Chapter II Neoplasma
Pada International Statistical Classification of Diseases and
Related Health ProblemsTenth Revision (ICD-10) Volume 1 Chapter
II yang membahas mengenai Neoplasma memiliki 4 Blok, 4 Sub-blok
dan 12 Sub-blok dari kategori Sub-blok. Chapter II Neoplasma terdiri
dari :

C00-C97 Malignant neoplasms


C00-C75 Malignant neoplasms, stated or presumed to
be primary, of specified sites, except of
lymphoid, haematopoietic and related tissue
C00-C14 Malignant neoplasms of lip, oral
cavity and pharynx
C15-C26 Malignant neoplasms of digestive
organs
C30-C39 Malignant neoplasms of respiratory
and intrathoracic organs
C40-C41 Malignant naoplasms of bone and
articular cartilage
C43-C44 Melanoma and other malignant
neoplasms of skin

28
C45-C49 Malignant neoplasms of mesothelial
and soft tissue
C50-C50 Malignant neoplasms of breast
C51-C58 Malignant neoplasms of female
genital organs
C60-C63 Malignant neoplasms of male genital
organs
C64-C68 Malignant neoplasms of urinary
tract
C69-C72 Malignant neoplasms of eye, brain
and other parts of central nervous
system
C73-C75 Malignant neoplasms of thyroid and
other endocrine glands
C76-C80 Malignant neoplasms of ill-defined,
secondary and unspecified sites
C81-C96 malignant neoplasms, stated or presumed to
be primary, of lymphoid, haematopoietic
and related tissue
C97-C97 malignant neoplasms of independent
(primary) multiple sites
D00-D09 In situ neoplasms
D10-D36 Benign neoplasms
D37-D48 Neoplasms of uncertain or unknown behavior
[ CITATION Wor101 \l 1033 ]
Pada ICD-10 Volume 1 terdapat catatan mengenai Neoplasma
yang harus diperhatikan, yaitu :
1) Primer, tidak jelas, sekunder dan tidak spesifik tempat neoplasma
ganas
Kategori C76-C80 termasuk neoplasma ganas yang tidak ada
indikasi yang jelas dari tempat asal kanker atau kanker dinyatakan

29
menjadi “disebarluaskan”, “tersebar” atau “menyebar” tanpa
menyebutkan tempat utama. Dalam kedua kasus, tempat primer
dianggap tidak diketahui.
2) Aktifitas Fungsional
Semua neoplasma diklasifikasikan ke dalam bab ini, baik
secara fungsional aktif atau tidak. Kode tambahan dari bab 4
dapat digunakan, jika diinginkan, untuk mengidentifikasi aktifitas
fungsional yang terkait dengan neoplasma apapun. Misalnya,
katekolamin malignant phacochromocytoma kelenjar adrenal
harus dikodekan ke C74 dengan kode tambahan E27.5, adenoma
basophil kelenjar pitutari dengan sindrom cushing harus
dikodekan ke D35.2 dengan kode tambahan E24.0
3) Morfologi
Ada sejumlah kelompok morfologis (histologis) utama
neoplasma ganas: karsinoma termasuk skuamosa (sel) dan
adenokarsinoma; sarkoma; tumor jaringan lunak lainnya termasuk
mesothelioma; limfoma (hodgkin dan non-Hodgkin); leukemia;
jenis spesifik dan spesifik lokasi lainnya, dan kanker yang tidak
spesifik. kanker adalah istilah generik dan dapat digunakan untuk
salah satu dari kelompok di atas, meskipun jarang diterapkan pada
neoplasma ganas dari jaringan limfatik, haemotopoietic dan
terkait. karsinoma kadang-kadang digunakan secara tidak benar
sebagai sinonim untuk kanker.
Di Bab II neoplasma diklasifikasikan terutama oleh situs
dalam kelompok luas untuk perilaku. dalam beberapa kasus luar
biasa morfologi ditunjukkan dalam judul kategori dan
subkategori.
Bagi mereka yang ingin mengidentifikasi jenis histologis
neoplasma, kode morfologi terpisah yang komprehensif
disediakan (lihat bagian Morfologi neoplasma). kode morfologi
ini berasal dari edisi kedua Klasifikasi Internasional Penyakit

30
untuk Onkologi (ICD-O), yang merupakan klasifikasi sumbu
ganda yang menyediakan sistem pengkodean independen untuk
topografi dan morfuiologi. Kode morfologi memiliki enam digit:
empat digit pertama mengidentifikasi tipe histologis; digit kelima
adalah kode perilaku (primer ganas, sekunder ganas (metastatik),
in situ, jinak, tidak pasti apakah ganas atau jinak); dan digit
keenam adalah kode penilaian (diferensiasi) untuk tumor padat,
dan juga digunakan sebagai kode khusus untuk limfoma dan
leukemia.
4) Penggunaan subkategori dalam Bab ll
Perhatian ditarik ke penggunaan khusus subkategori 8 dalam
bab ini (lihat catatan 5). Jika diperlukan untuk menyediakan
subkategori untuk 'lain', ini secara umum telah ditetapkan sebagai
subkategori .7

5) Neoplasma ganas yang tumpang tindih dengan batas situs dan


penggunaan subkategori .8 (lesi tumpang tindih)
Kategori C00-C75 mengklasifikasikan neoplasma ganas
primer menurut titik asal mereka. Banyak kategori tiga karakter
dibagi lagi menjadi bagian-bagian yang dinamai atau subkategori
dari organ yang bersangkutan. Neoplasma yang tumpang tindih
dengan dua atau lebih lokasi berdekatan dalam kategori tiga
karakter dan yang titik asalnya tidak dapat ditentukan harus
diklasifikasikan ke subkategori .8 ('lesi tumpang tindih), kecuali
kombinasinya diindeks secara khusus di tempat lain. misalnya,
karsinoma esofagus dan lambung secara khusus diindeks ke
C16.0 (cardia), sementara karsinoma ujung dan permukaan
ventral lidah harus diberikan pada C02.8. Di sisi lain, karsinoma
ujung lidah memanjang untuk melibatkan permukaan ventral
harus dikodekan ke C02.1 sebagai titik asal, ujung, diketahui.

31
'Tumpang tindih menyiratkan bahwa situs yang terlibat
berdekatan (bersebelahan). Subkategori numerik berurutan sering
berdampingan secara anatomis, tetapi ini tidak selalu demikian
(misalnya kandung kemih C67.-) dan koder mungkin perlu
berkonsultasi dengan teks anatomi untuk menentukan hubungan
topografi.
Kadang-kadang neoplasma tumpang tindih dengan batas-
batas kategori tiga karakter dalam sistem tertentu. Untuk merawat
ini subkategori berikut telah ditetapkan:
C02.8 Lesi tumpang tindih lidah
C08.8 Lesi tumpang tindih kelenjar ludah utama
C14.8 Lesi tumpang tindih bibir, rongga mulut dan faring
C21.8 Lesi tumpang tindih rektum, anus dan saluran anal
C24.8 Lesi tumpang tindih saluran empedu
C26.8 Lesi tumpang tindih sistem pencernaan
C39.8 Lesi tumpang tindih organ pernapasan dan
intratoraks
C41.8 Tumpang tindih lesi tulang dan tulang rawan
artikular
C49.8 Lesi tumpang tindih dari jaringan ikat dan lunak
C57.8 Lesi tumpang tindih organ kelamin perempuan
C63.8 Lesi tumpang tindih organ kelamin laki-laki
C68.8 Lesi tumpang tindih organ kemih
C72.8 Lesi tumpang tindih sistem saraf pusat
Contohnya adalah karsinoma lambung dan usus kecil, yang
seharusnya dikodekan ke C26.8 (Tumpang tindih lesi sistem
pencernaan).
6) Neoplasma ganas jaringan ektopik
Neoplasma ganas jaringan ektopik harus dikodekan ke situs
yang disebutkan, misalnya neoplasma ganas ektopik pankreas
dikode ke pankreas, tidak spesifik (C25.9)

32
7) Penggunaan Indeks Alfabet dalam pengkodean neoplasma
Selain situs, morfologi dan perilaku juga harus
dipertimbangkan ketika mengkode neoplasma, dan referensi harus
selalu dibuat terlebih dahulu ke entri Indeks Alfabetis untuk
deskripsi morfologi.
Halaman pengantar Volume 3 mencakup petunjuk umum
tentang penggunaan yang benar dari Indeks Alfabet. Instruksi dan
contoh spesifik peritaining ke neoplasma harus dikonsultasikan
untuk memastikan penggunaan yang benar dari kategori dan
subkategori dalam Bab II.
8) Penggunaan edisi kedua Klasifikasi Internasional Penyakit untuk
Onkologi (ICD-O)
Untuk jenis morfologi tertentu, Bab Il memberikan klasifikasi
topografi yang agak terbatas, atau tidak ada sama sekali. Kode
topografi penggunaan ICD-O untuk semua neoplasma pada
dasarnya kategori tiga dan empat karakter yang sama yang Bab I
digunakan untuk neoplasma ganas (C00-C77, C80), sehingga
memberikan peningkatan spesifisitas situs untuk neoplasma lain
(sekunder ganas (metastatik) ), jinak, in situ dan tidak pasti atau
tidak dikenal).
Oleh karena itu, disarankan agar agensi tertarik untuk
mengidentifikasi situs dan morfologi tumor, misalnya pendaftar
kanker, rumah sakit kanker, departemen patologi, dan lembaga
lain yang mengkhususkan diri dalam kanker, menggunakan ICD-
O. [ CITATION Wor101 \l 1033 ]
k. ICD-O
Terdapat perbedaan mendasar antara struktur ICD-O dan ICD 10.
Bab II dari ICD 10 pada dasarnya adalah kode topografik yang turut
diperhitungkan dalam menentukan kode perilaku neoplasma (ganas,
jinak atau tidak dapat ditentukan). Penulisan sandi yang lengkap
menggunakan 10 digit/ karakter yaitu :

33
1) 4 (empat) karakter untuk sandi topografik;
2) 4 (empat) digit untuk sandi morphologi;
3) 1 (satu) digit untuk sandi behavior neoplasma;
4) 1 (satu) digit untuk sandi grade/ deferensiasi.
Tabel berikut ini menunjukkan hubungan antara kode perilaku
ICD-O dan berbagai bagian dalam Bab II ICD 10.
Tabel 2.3
Kode Perilaku Neoplasma
Kode Perilaku Kategori Terminology
/0 D10-D36 Neoplasma Jinak
Neoplasma tidak diketahui. Tidak
/1 D37-D48
ditentukan
/2 D00-D09 Neoplasma in situ
C00-C76 Neoplasma ganas yang diasumsikan/
/3
C80-C97 dinyatakan primer
Kode Perilaku Kategori Terminology
Neoplasma ganas yang dinyatakan/
/6 C77-C79
diasumsikan sekunder

Tabel berikut ini menunjukkan digit ke-6 untuk untuk kode


grade dan deferensiasi.
Tabel 2.4
Kode Grade dan Diferensiasi Neoplasma
Kode Grade Grade Differentiation
Well differentiated,
1 Grade I
Differentiated, NOS
Moderately differentiated
Moderately well
2 Grade II
differentiated
Intermediate differentiated
3 Grade III Poorly differentiated
Undifferentiated
4 Grade IV
Anaplastic
Grade or differentiation not determined, not
9
stated or not applicable

34
Tabel berikut ini menunjukkan digit ke-6 untuk
Immunophenotype designation untuk lymphoma dan leukemia.
Tabel 2.5
Kode Immunophenotype designation untuk lymphoma dan leukemia
Kode Keterangan
5 T-cell
B-cell
6 Pre-B
B-precursor
Null cell
7
Non T non-B
Kode Keterangan
8 NK (Natural Killer) cell
Cell type not determined, not
9
stated or not applicable
Sumber : [ CITATION WHO00 \l 1033 ]

35
BAB III

PEMBAHASAN DAN PEMECAHAN MASALAH

A. Pembahasan
1. Pelaksanaan Proses Assembling di Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira
Pelaksanaan assembling di Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira
dilaksanakan pada dokumen rekam medis rawat inap. Assembling
dilaksanakan guna untuk mengendalikan data rekam medis yang belum
lengkap, melacak dokumen yang hilang dan membuat laporan ketidak
lengkapan isi dokumen. Assembling merupakan perakitan dokumen
rekam medis dengan menganalisis kelengkapan berkas rekam medis.
Proses aseembling di Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira:
a. Menerima pengembalian dokumen rekam medis dan sensus harian
dari unit-unit pelayanan dengan menandatangani buku ekspedisi
Petugas rekam medis yang berada di unit rekam medis akan
melakukan proses assembling jika menerima dokumen rekam medis
dari unit-unit pelayanan, petugas rekam medis menandatangani buku
ekspedisi. Akan tetapi, proses assembling tidak dilakukan hari itu
sehingga terjadinya penumpukkan dokumen rekam medis, maka
proses assembling pun dilakukan pada dokumen rekam medis
kemarin atau dua hari yang lalu bukan yang hari itu.
b. Mencocokkan jumlah dokumen rekam medis dengan jumlah pasien
yang tertulis pada sensus harian
Petugas rekam medis akan melakukan pengecekkan kesesuaian
antara jumlah dokumen rekam medis dengan jumlah pasien, tetapi
sering terjadinya ketidaksesuaian antara jumlah dokumen rekam
medis dengan jumlah jumlah pasien yang ditulis.
c. Merakit atau menyusun dokumen rekam medis
Petugas rekam medis akan merakit ulang dokumen rekam medis
apabila formulirnya belum berurutan dan memberikan pembatas
pada dokumen rekam medis. Akan tetapi, proses perakitan ini hanya

36
dilakukan pada pelayanan terbaru sehingga apabila dokumen rekam
medis yang tebal (pelayanan yang lama) akan dibiarkan saja tidak
berurutan.
d. Meneliti isi kelengkapan dokumen rekam medis dan menuliskannya
pada lembar analisis kuantitatif
Petugas rekam medis meneliti isi kelengkapan dokumen rekam
medis dan menuliskannya pada lembar analisis kuantitatif, setelah itu
dilakukan coding. Apabila terdapat ketidaklengkapan dokumen
rekam medis, petugas tidak melakukan pengembalian dokumen
rekam medis ke unit pelayanan terkait untuk dilengkapi oleh petugas
yang bertanggung jawab.
e. Menyerahkan dokumen rekam medis ke bagian filing yang sudah
dilakukan assembling dan coding
Petugas rekam medis setelah melakukan assembling, coding dan
analisis kuantitatif, dokumen rekam medis tersebut disimpan
menunggu petugas filing datang untuk disimpan Kembali pada rak.

2. Pelaksanaan Proses Coding di Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira


Pelaksaan coding di Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira
dilaksanakan pada lembar formulir ringkasan masuk keluar pasien rawat
inap. Coding dilaksanakan guna untuk keperluan indexing agar
memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk menunjang
fungsi perencanaan, managemen dan riset bidang kesehatan. Coding
merupakan kegiatan pengolahan data rekam medis untuk memberikan
kode dengan huruf atau dengan angka atau kombinasi huruf dan angka
yang mewakili komponen data.
Proses coding di Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira:
a. Memberi kode penyakit pada diagnosis pasien yang terdapat pada
berkas rekam medis
Petugas rekam medis akan memberikan kode penyakit apabila
dokumen rekam medis telah dilakukan assembling. Pemberian kode
pada lembar ringkasan masuk keluar khusunya pada diagnosis

37
utama, tidak diberi kode pada diagnosis masuk, diagnosis komorbit,
ataupun diagnosis lainnya maupun tindakan.
b. Diagnosis yang tidak dapat terbaca
Petugas rekam medis akan melihat pada lembar formulir resume
medis dan formulir penunjang lainnya apabila diagnosis utama tidak
terbaca.

3. Proses Kodefikasi Pada Kasus Neoplasma di Rumah Sakit TK.II


03.05.01 Dustira
Pelaksanaan kodefikasi pada kasus neoplasma di Rumah Sakit TK.II
03.05.01 Dustira dilaksanakan pada lembar formulir ringkasan masuk
keluar khususnya pada diagnosis utama dan hanya menggunakan ICD-10
saja itupun hanya diberi kode topografinya saja, tidak diberi kode untuk
morfologinya. ICD-O untuk kasus neoplasma pun tidak digunakan.
a. Contoh kasus neoplasma pada dokumen rekam medis pasien
Gambar 3.1
Formulir ringkasan masuk keluar rs

Sumber: Data Primer Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira

38
Pada gambar 3.1 terlihat bahwa pada formulir ringkasan masuk
keluar khusunya pada diagnosis utama tidak diberi kode pada
dokumen rekam medis, diberi kode hanya pada saat verifikasi BPJS
saja. Tapi pada dua tahun terakhir pada dokumen rekam medis rawat
inap mulai dikode walaupun hanya pada diagnosis utamanya saja.
Gambar 3.2
Formulir resume medis rs

Sumber: Data Primer Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira

b. Abstraksi kasus
Kondisi neoplasma yang penulis temukan di Rumah Sakit TK.II
03.05.01 Dustira salah satunya adalah dengan diagnosis utama
Cancer Mammae Snistra. Pasien perempuan inisial Ny. N nomor
rekam medis 549xxx berusia 52 tahun mengeluh merasakan sedikit
keras pada bagian payudara kiri dan terdapat satu benjolan, kulit
payudara tampak pucat disertai keluarnya cairan pada puting sejak
dua bulan yang lalu, pasien dilakukan pemeriksaan biopsy insisi dan
examination of blood, Pasien melakukan pemeriksaan fisik dengan

39
hasil tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 80 kali/menit, pernafasan 20
kali/menit dan suhu 36,70C. Selain itu pasien melakukan tindakan
Modified Radical Mastectomy.
Kode yang ditemukan pada abstarksi kasus neoplasma yaitu
pada diagnosa utama Cancer Mammae Sinistra dengan kode C50.9 .
Kode tindakan untuk Biopsy Insisi 90.59, Modified Radical
Mastectomy 85.41.

B. Pemecahan Masalah
1. Pelaksanaan Proses Assembling di Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira
Proses assembling atau perakitan dokumen rekam medis pasien di
Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira tidak sesuai dengan fungsi
assembling yang ada pada teori, akan tetapi sudah sesuai dengan SOP
yang berlaku di rumah sakit tersebut. Dimulai dari dokumen rekam medis
pasien rawat inap yang pulang dikirim oleh petugas ruangan diperiksa
kekurangannya, untuk formulir yang kosong dikeluarkan lalu formulir
rekam medis disusun sesuai urutan. Formulir yang sudah tersusun
dimasukkan kembali dalam map rekam medis. Petugas assembling
mengecel nomor rekam medis dan identitas pasien. Lalu melakukan
analisis kuantitatif berupa mengidentifikasi pasien, kelengkapan laporan
atau formulir yang penting, autentifikasi penulis dan catatan yang baik.
Setelah itu dokumen rekam medis diserahkan kepada bagian
penyimpanan dan pengembalian rekam medis.
Permasalahan yang sering muncul pada saat melakukan assembling
adalah penumpukkan yang terjadi karna pasien banyak setiap harinya
sehingga loker penyimpanan sementara dokumen rekam medis menjadi
penuh, pada saat pengecekan buku ekspedisi ada yang tidak ada dokumen
rekam medisnya kemungkinan terjadi pasien dating pada hari itu atau
peminjaman dokumen rekam medis yang tidak tercatat.

40
2. Pelaksanaan Proses Coding di Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira
Pelaksanaan proses coding tidak sepenuhnya dilaksanakan sesuai
teori, begitu juga di Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira tidak memiliki
SPO tentang pemberian kode penyakit (coding), sehingga tidak ada alur
yang jelas mengenai kodefikasi di unit rekam medis. Kodefikasi yang
dilakukan dimulai dengan membaca diagnosis utama pada lembar
formulir ringkasan masuk keluar, apabila belum terbaca lihat pada
lembar formulir resume medis, masih belum terbaca lihat pada lembar
formulir obat yang telah diberikan. Diagnosis sudah diketahui
selanjutnya, mencari pada buku ICD-10 volume 3 lalu dicek kembali
pada ICD-10 volume 1, apabila kodenya sudah ditemukan lalu ditulis
pada formulir ringkasan masuk keluar khususnya diagnosis utama. Akan
tetapi pada diagnosis awal, diagnosis komorbit, diagnosis lainnya dan
tindakan tidak diberi kode.
Permasalahan yang sering muncul pada saat coding adalah
membiarkan atau tidak dilakukan pemberian kode penyakit pada
dokumen rekam medis dengan alasan sudah tercatat pada sistem INA-
CBG sehingga tidak perlu dikode ulang. Padahal guna untuk keperluan
indexing agar memudahkan pelayanan pada penyajian informasi untuk
menunjang fungsi perencanaan, managemen dan riset bidang kesehatan.
Sehingga memiliki dokumentasi yang jelas apabila sewaktu-waktu
diperlukan mendadak, menjadi lebih mudah dan tertata tanpa harus
membuka lagi sistem.

3. Proses Kodefikasi Pada Kasus Neoplasma di Rumah Sakit TK.II


03.05.01 Dustira
Pelaksaan proses kodefikasi pada kasus neoplasma di Rumah Sakit
TK.II 03.05.01 Dustira karena tidak memiliki SPO sehingga tidak dikode
menggunakan ICD-O hanya dikode menggunakan ICD-10 dengan diberi
kode topografinya saja tidak diberi kode morfologi.
a. Contoh kasus neoplasma pada dokumen rekam medis

41
Di Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira pada dokumen rekam medis
tidak diberikan kode penyakit karena sudah tertera pada system INA-
CBG. Pada dua tahun terakhir mulai diberikan kode pada diagnosis
utama di dokumen rekam medis guna keperluan akreditasi rumah
sakit.
b. Abstraksi kasus
Seorang wanita inisial Ny N berumur 52 tahun dilarikan ke Rumah
Sakit dengan keluhan utama adanya benjolan pada payudara kiri.
1) Kode Penyakit
a) Diagnosis Utama : Carcinoma Mammae Sinistra
(1) Terminologi Medis
Carcinoma (keterangan) : Tumor/kanker
Mammae (word root) : Payudara
Sinistra (keterangan) : Kiri
Arti : neoplasma ganas pada payudara kiri
(2) ICD 10 Edisi 2010 (Topography)
Lead Term : Neoplasm
Vol.3 (Halaman 441) : Neoplasm
- Breast C50.9
Vol.1 (Halaman 185) : C50.9 Malignant Neoplasm of
breast, unspecified
Kode : C50.9
(3) ICD 10 Edisi 2010 (Morphology)
Leadterm : Carcinoma
Vol. 3 (Halaman 95) : Carcinoma
- Lobular
-- Non infiltrating (M8520/2)
Vol.1 (Halaman 1035) : M8520/2 Lobular carcinoma in
situ
Kode Akhir : M8520/2
(4) ICD O (Topography)

42
Leadterm : Breast

Alphabetical Index (Halaman 118): Breast


C50.9 NOS
Tabular list (Halaman 59) : C50.9 Breast NOS
Mammae gland
Kode Akhir : C50.9
(5) ICD O (Morphology)
Leadterm : Carcinoma
Index (Halaman 122) : Carcinoma, continued
Lobular
M-8520/2 in situ
Tabular list (Halaman 70) : M8520/2 Lobular carcinoma
in situ, NOS
Kode Akhir : M8520/2
b) Pemeriksaan Penunjang : Biopsy
(1) Terminologi Medis
Biopsy (Keterangan) : Berukuran sangat kecil
Arti : tindakan pemeriksaan meggunakan mikroskop untuk
melihat spesimen
(2) ICD-9-CM
Leadtem : Examination
Alphabetical Index (Halaman 313) : Examination
Microscopic
Examination
Blood 90.5
Tabular list (Halaman 235) :
90.5 Microsopic Examination of Blood
.9 Other Microsopic Examination
Kode Akhir : 90.59

43
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
1. Proses assembling di Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira tidak sesuai
dengan fungsi assembling yang ada pada teori, akan tetapi sudah sesuai
dengan SOP yang berlaku di rumah sakit tersebut. Sehingga
penumpukkan yang terjadi karna pasien banyak setiap harinya sehingga
loker penyimpanan sementara dokumen rekam medis menjadi penuh.
2. Proses coding di Rumah Sakit TK.II 03.05.01 Dustira tidak sepenuhnya
sesuai dengan teori bahkan tidak memiliki SOP tentang pemberian kode
penyakit (coding), sehingga tidak ada alur yang jelas mengenai
kodefikasi di unit rekam medis. Sehingga membiarkan atau tidak
dilakukan pemberian kode penyakit pada dokumen rekam medis dengan
alasan sudah tercatat pada sistem INA-CBG sehingga tidak perlu dikode
ulang.
3. Proses kodefikasi pada kasus neoplasma di Rumah Sakit TK.II 03.05.01
Dustira, pada dua tahun terakhir dilaksanakan pada lembar formulir
ringkasan masuk keluar khususnya pada diagnosis utama tidak dikode
menggunakan ICD-O hanya dikode menggunakan ICD-10 dengan diberi
kode topografinya saja tidak diberi kode morfologi.

B. Saran
1. Petugas rekam medis assembling diharapkan melaksanakan tugasnya
tepat waktu agar tidak terjadi penumpukan dokumen rekam medis.
2. Kepada pihak rumah sakit agar segera membuat SOP mengenai
pemberian kode penyakit supaya menjadi lebih terarah dalam proses
kodefikasinya.
3. Petugas rekam medis harus membiasakan diri memberi kode penyakit
pada lembar formulir ringkasan masuk keluar di dokumen rekam medis
karena agar pada saat akreditasi tidak keteteran.

44

Anda mungkin juga menyukai