Laporan Kasus Hiperbilirubin Neonatus Hari Ke 2
Laporan Kasus Hiperbilirubin Neonatus Hari Ke 2
Pembimbing
Disusun Oleh
Chairunnisa M
102120058
1
BAB I
PENDAHULUAN
Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering ditemu-
kan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat dalam minggu
pertama kehidupan disebab-kan oleh keadaan ini. Bayi dengan hiper-bilirubinemia tampak
1,2
kuning akibat aku-mulasi pigmen bilirubin yang berwarna kuning pada sklera dan kulit.
Pada janin, tugas mengeluarkan bilirubin dari darah dilakukan oleh plasenta, dan
bukan oleh hati. Setelah bayi lahir, tugas ini langsung diambil alih oleh hati, yang memerlukan
sampai beberapa minggu untuk penyesuaian. Selama selang waktu tersebut, hati bekerja keras
untuk menge-luarkan bilirubin dari darah. Walaupun demikian, jumlah bilirubin yang tersisa
masih menumpuk di dalam tubuh. Oleh karena bilirubin berwarna kuning, maka jumlah
bilirubin yang berlebihan dapat memberi warna pada kulit, sklera, dan jaringan-jaringan tubuh
1-3
lainnya.
Pada setiap bayi yang mengalami ikterus harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi
merupakan keadaan yang fisiologik atau non-fisiologik. Selain itu, perlu dimonitor apakah
keadaan tersebut mempunyai kecenderungan untuk berkem-bang menjadi hiperbilirubinemia
2-4
berat yang memerlukan penanganan optimal.
I.2. TUJUAN
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui cara menegakkan diagnosa,
melakukan pengelolaan pada penderita ikterus neonatorum serta membahas penatalaksanaan
yang telah dilakukan terhadap penderita ikterus neonatorum sesuai kepustakaan yang ada.
I.3. MANFAAT
Penulisan ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam proses belajar
menegakkan diagnosa dan melakukan penatalaksanaan terhadap ikterus neonatorum, serta
sebagai syarat kelulusan KKS Anak di RSUD Dabo.
2
BAB II
LAPORAN KASUS
Orang tua
Nama Ayah :H
Umur : 47 tahun
Pendidikan : Lulus SMA
Agama : Islam
Pekerjaan : Honorer Kelurahan
Alamat : Paya Luas
Nama Ibu :S
Umur : 35 tahun
Pendidikan : Lulus SMP
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Paya Luas
3
Riwayat Penyakit Sekarang:
Lahir bayi laki-laki pada tanggal 17 Juli 2020 pukul 09.10 wib dari ibu 65P5A0 hamil
aterm 38-39 minggu secara Sectio Caesaria et causa breech presentation di RSUD Dabo
ditolong Spog. Kulit ketuban pecah (+), ketuban bewarna jernih dan cukup. ANC (+)
dengan bidan, USG 1 kali sebelum melahirkan, minum obat-obatan disangkal, vitamin
(+), riwayat penyakit ibu DM (-), Hipertensi (-), Asma (-). Bayi lahir dengan berat badan
3500 gr, panjang badan 50 cm, lingkar kepala 35 cm. kaput suksedaneum (-), sefal
hematom (-). Bayi lahir menangis kuat dan segera dipindahkan ke ruang resusitasi bayi.
Pada menit ke 1, bayi lahir menangis kuat, warna kulit kemerahan dengan biru pada
ekstremitas, pernafasan baik, tonus otot baik, dan frekuensi denyut jantung >100x/menit.
Pada menit ke 5 dan 10, bayi lahir menangis kuat, warna kulit kemerahan, pernafasan
baik, tonus otot baik, dan frekuensi denyut jantung >100x/menit, sehingga APGAR score
nya adalah 9-10-10. Jaga kehangatan, memposisikan bayi, suction mulut dan hidung,
pengeringan bayi, rawat tali pusat dan pemberian vitamin K 1x1 mg dan vaksin Hb0
dilakukan setelah bayi lahir. Bayi kemudian dirawat gabung dengan ibu pasien.
Pada hari ke-2 (19 Juli 2020) ibu mencurigai bayi mengalami gerakan seperti kejang
yang terjadi 2 kali pada pukul 12.00 wib dan pukul 18.00 wib kemudian bayi diobservasi
oleh dokter pada pukul 22.45 dan didapati badan kuning (+) pada bayi. Pada observasi
neonatus hari ke-3 (20 Juli 2020) pukul 09.00 wib oleh dokter spesialis anak, didapatkan
kulit bayi bewarna kuning pada seluruh tubuh sampai ke telapak tangan dan kaki, kulit
kuning diketahui keluarga muncul sejak hari ke-2 yaitu 51 jam setelah bayi di lahirkan.
Pada hari ke-3 (20 juli 2020) pukul 09.30 wib bayi dipindahkan keruang di Peristi
RSUD Dabo. Setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil bilirubin total
13 mg/dl, bayi langsung di fototerapi selama 6 jam dengan tetap diberikan ASI oleh
ibunya, setelah fototerapi bayi di observasi selama 1 hari di ruang peristi. Saat di rawat di
Peristi RSUD Dabo bayi dalam keadaan compos mentis, HR : 110x/menit, RR :
60x/menit, Temp : 37,2’C, SpO2 : 99%.
4
Ass:/ Neonatus aterm, BBLN, sesuai masa Pulmo: SNV +/+ ; rh -/-;
kehamilan, Gizi baik perawakan normal. whz -/-
Abdomen: supel,BU (+)
Terapi: Ekstremitas : akral
jaga kehangatan hangat, sianosis (-)
rawat tali pusat Sp𝑂2 : 98-99%
injeksi vit K 1 x 1 mg
imunisasi Hb0
Rawat gabung
Program:
- pengawasan KU, TTV
- jaga kehangatan
- jaga kehangatan
5
Jam : refleks hisap (+) kuat, ASI + N : i/t c
22.45 muntah (-) Kepala: CH (-) ;CS (-)
Usia : kuning (+) Kramer IV Hidung: NCH (-)
2 hari BAK +, BAB + Thorax: simetris (+);
BBL : Ass:/ Neonatus aterm, BBLN, sesuai masa retraksi (-)
3500 gram kehamilan, Gizi baik perawakan normal, Pulmo: SNV +/+ ; rh -/-
ikterus neonatorum. ; whz -/-
Abdomen: supel, BU (+)
Program: Ekstremitas :akral
- pengawasan KU, TTV sianosis (-)
Sp𝑂2 : 98-99%
- memotivasi ibu untuk memberikan ASI
- jaga kehangatan
- obs. Ikterik
6
- cek Hb, Ht, leukosit, trombosit, dan
bilirubin total
Riwayat Antenatal:
ANC > 4x di bidan, USG di puskesmas 1 kali sebelum dirujuk breech
presentation, riwayat penyakit selama hamil dan trauma selama hamil disangkal, minum
obat dan jamu saat hamil disangkal,minum vitamin (+), Riwayat sakit saat kehamilan
disangkal, riwayat kejang saat kehamilan disangkal.
7
Riwayat Kehamilan dan Persalinan:
No. Kehamilan dan persalinan Usia
1. Laki-laki,16th, aterm, spontan, bidan, BBL: 3000gr, PB: 19 Tahun
49 cm
2. Laki-laki, 14th, aterm, spontan, bidan, BBL: 2800gr, PB: 21 Tahun
49 cm
3. Laki-laki, 9th, aterm, spontan, bidan, BBL: 3200gr, PB: 26 Tahun
48 cm
4. Laki-laki, 6th, preterm, spontan, bidan, BBL: 1990gr, 29 Tahun
PB: 47 cm
5. Laki-laki, aterm, SC, bidan, BBL: 3500gr, PB: 50 cm 35 tahun
Riwayat Postnatal:
Lahir bayi perempuan di Ruang Operasi RSUD Dabo dari ibu G5P5A0, usia
kehamilan 38-39 minggu, lahir dengan cara sectio secaria et causa breech presentation
pada tanggal 17 Juli 2020 pukul 11.25 WIB, ditolong oleh dokter SpOG RSUD Dabo.
Berat badan lahir 3500 gram, panjang badan 50 cm, lingkar kepala 35 cm, lingkar dada
33 cm, kaput suksedaneum (-), sefal hematom (-).
Bayi lahir menangis kuat, warna kulit kemerahan dengan biru pada ekstremitas,
pernafasan baik, tonus otot baik dan frekuensi denyut jantung >100 kali/menit
Menit ke-5 bayi menangis kuat, warna kulit kemerahan, pernafasan baik, tonus otot
baik, dan frekuensi denyut jantung >100 kali/menit
Menit ke-10 bayi menangis kuat, warna kulit kemerahan, pernafasan baik, tonus otot
baik, dan frekuensi denyut jantung >100 kali/menit
APGAR score didapatkan 9-10-10
Bayi diberikam vitamin K secara IM pada paha kiri dan imunisasi Hb0 secara IM
pada paha kanan. Pada hari ke-3 obsevasi di ruang VK RSUD Dabo, anak dinyatakan
mengalami ikterus neonatorum (Kramer derajat IV-V).
8
WHZ = +0.56 SD
HCZ = +0.42 SD
Kesan: Gizi baik, perawakan normal, mesosephal
b. Riwayat perkembangan
belum dapat dinilai dan dievaluasi
Riwayat Imunisasi:
Imunisasi Hb0 sesaat setelah lahir.
9
sklera ikterik (+/+), konjungtiva anemis (-/-)
Hidung
Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), deviasi septum (-)
Telinga
Normoti, discharge (-/-)
Mulut
Sianosis (-), stomatitis (-), labioschizis (-), palatoschizis (-)
Thorax
Tampak ikterik pada daerah dada
a. Paru
o Inspeksi: hemithorax dextra dan sinistra simetris pada keadaan inspirasi
dan ekspirasi. retraksi (-)
o Palpasi: stem fremitus tidak dilakukan, areola mammae teraba,
papilla mammae (+/+)
o Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-),
suara nafas tambahan (-/-)
b. Jantung
o Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak
o Palpasi : iktus kordis teraba
o Auskultasi : bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
o Inspeksi : datar, tampak ikterik
o Auskultasi : bising usus (+) normal
o Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar
o Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen
Tulang belakang
spina bifida (-), meningocele (-)
Genitalia dan anorektal
Jenis kelamin laki-laki, testis di skrotum,rugae jelas. Anus (+) dalam batas
normal.
Kulit
Sianotik (-), pucat (-), ikterik (+) Krammer II-III, sklerema (-)
10
Ekstremitas
Superior Inferior
Deformitas -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Akral sianosis -/- -/-
Ikterik +/+ +/+
CRT <2 detik <2 detik
Tonus otot normotonus Normotonus
Refleks Primitif:
o Refleks Hisap : (+)
o Refleks Rooting : (+)
o Rfleks Moro : (+)
o Refleks Palmar Grasp : (+)
o Refleks Plantar Grasp : (+)
11
II.4. PEMERIKSAAN KHUSUS
BALLARD SCORE
12
APGAR SCORE
APGAR
0 1 2 1” 5” 10”
SCORE
Tak ada <100 >100 Denyut jantung 2 2 2
Tak ada Tak teratur Baik Pernapasan 2 2 2
Lemah Sedang Baik Tonus otot 2 2 2
Tak ada Meringis Menangis Peka rangsang 2 2 2
Merah jambu,
Merah
Biru/putih ujung-ujung Warna 1 2 2
jambu
biru
TOTAL 9 10 10
III. RESUME
Telah lahir bayi jenis kelamin laki-laki dari seorang ibu G5P5A0, usia 35 tahun ,
hamil 38-39 minggu. Lahir dengan sectio saecaria et causa letak sungsang ditolong oleh
dokter SpOG RSUD Dabo pada tanggal 17 Juli 2020 pukul 09.10 WIB dengan berat
badan 3500 gram, panjang badan 50 cm, lingkar kepala 35 cm, lingkar dada 33 cm, kaput
suksedaneum (-), sefal hematom (-). Ketuban pecah saat persalinan, warna jernih,
jumlah cukup dan bau khas. Saat lahir bayi langsung menangis, warna kulit kemerahan
dengan biru pada ekstremitas, pernafasan baik, tonus otot baik dan frekuensi denyut
jantung >100 kali/menit. Didapatkan APGAR score 9-10-10. Bayi kemudian di rawat
gabung dan diobservasi di ruang VK RSUD Dabo.
Di ruang VK RSUD Dabo, pasien diobservasi bersama ibu pasien. Dari hari 1-2,
keadaan umum pasien aktif, masih menangis kuat dan refleks hisap kuat. Pada hari ke
3, warna kulit pasien menjadi kuning dari muka, leher, dada, punggung, perut, kedua
tangan kaki ampai ke telapak tangan dan telapak kaki (Krammer IV-V). Dilakukan
pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan biliburin total 13 mg/dl kemudian
difototerapi selama 6 jam.
13
III.1. DAFTAR MASALAH
IV. DIAGNOSIS
IV.1. DIAGNOSIS
1. Neonatus aterm, BBLN, sesuai masa kehamilan, lahir dengan SC et causa breech
presentation, gizi baik, perawakan normal.
2. Hiperbilirubinemia fisiologis (Kramer IV-V)
DD :
Breastfeed jaundice.
Hiperbilirubinemia patologis.
14
IPEx :
- Menjelaskan cara menyusui ASI dengan baik dan benar pada Ibu bayi.
- Menjelaskan pada orang tua bahwa saat ini bayi dalam kondisi status
gizi baik, sehingga orang tua harus mempertahankan keadaan gizi anak
dengan pemberian ASI secara teratur sesering mungkin (on demand )
minimal setiap 2 jam.
IPEx :
- Menjelaskan pada orang tua untuk menjemur bayi secara tidak langsung
di teras rumah pada pukul 10-11 wib selama 15 menit setiap hari.
- Memberikan asi secara teratur setiap jam sekali/on demand.
- Mengedukasi orang tua apabila kuning pada kulit bayi tidak berkurang
ataupun bertambah dan muncul gejala lain, orang tua dihimbau untuk
segera membawa bayi ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut
15
Halaman rumah : ada
Teras rumah : ada
Dinding rumah : tembok
Lantai rumah : keramik
Ruangan :
- 1 ruang tamu ukuran 3 x 6 m2
- 3 ruang tidur ukuran 3 x 3,5 m2
- 1 dapur ukuran 6 x 7 m2
- 1 kamar mandi dan WC ukuran 2 x 1 m2
Penghuni : 7 orang
Ventilasi : Memadai, terdapat jendela di ruang tamu dan kamar dengan model
tralis yang dapat buka-tutup.
Pencahayaan : Pencahayaan baik.
Kebersihan : Baik, rumah disapu setiap hari dan ketika berantakan, rumah setiap hari juga
di pel, teras disapu setiap hari, teras dan pekarangan selalu di bersihkan.
Sumber air minum : Air PAM digunakan untuk memasak, mencuci, dan mandi,
jumlah air cukup, kualitas cukup.
Air minum menggunakan air minum isi ulang
Tempat sampah : Memadai, ada di dapur dan terdapat 2 agak besar di luar rumah..
Tempat penampungan air : Tempat penampungan air diluar rumah ditampung di drum
air yang tertutup sebanyak 3 buah, ember untuk mencuci piring di kamar mandi, ember
tempat air memasak di dapur.
Kamar mandi : Ada, di dalam rumah, terdapat bak penampungan air, terbuka,
dibersihkan 1-2x/minggu, selokan ada mengalir lancar.
WC : Ada, aliran lancar
Dapur : Ada, kebersihan baik.
Kebiasaan sehari-hari
Asuh :
• Perawatan sehari-hari oleh ibu dan ayah. Ayah bekerja dari pagi sampai sore hari
hubungan dengan anak tetap terjaga dengan baik dan dekat.
• Sehari-hari ibu memasak makanan sendiri untuk konsumsi keluarga, bayi masih
dibawah asuhan ASI ekslusif ibu.
• Jika anak sakit ibu dan ayah membawa ke puskesmas dekat rumah.
Asih :
- Kasih sayang diberikan oleh ibu, dan ayah.
16
Asah :
• Stimulasi mental diperoleh terutama dari ibu yang berpendidikan tamat SMP dan
ayah yang berpendidikan tamat SMA.
Ayah dan ibu bekerja dan menanggung 5 orang anak yang belum mandiri.
Ayah bekerja sebagai honorer kelurahan dari pagi sampai sore hari, Ibu seorang ibu rumah
tangga. anak diasuh oleh ibunya sehingga sehari-harinya lebih sering menghabiskan waktu
bersama ibunya.bMakanan dan minuman dimasak sebelum dimakan. Sumber air minum
dari air isi ulang yang cukup bersih. Alat makan dicuci dengan air PAM dan sabun cuci
piring. Mandi dua kali sehari menggunakan air PAM dan sabun. Pakaian kotor dicuci setiap
hari. Piring kotor dicuci tiap hari setelah habis makan.Tempat cuci piring di dapur dan cuci
baju di luar rumah.Rumah disapu setiap hari, sampah dibuang di tempat sampah terbuka di
sebelah rumah. Jika ada keluarga yang sakit dibawa ke Puskesmas, bila tidak sembuh baru
berobat ke rumah sakit.
Lingkungan
Rumah penderita terletak di daerah Paya Luas, Lingga.Rumah ukuran cukup luas.
Rumah yang satu dengan yang lain berjarak cukup luas. Di samping dan depan rumah
penderita ada halaman cukup luas. Rumah penderita berdinding tembok dan bagian atas
terbuat dari asbes, lantai semen dan dikeramik, terdapat jendela, ventilasi dan pencahayaan
cukup. Dapur, kamar mandi, dan WC berada di dalam rumah. Penghuni rumah ada 7 orang
: penderita, ibu, ayah, dan 4 orang saudara kandung.
Denah rumah
Keterangan :
A. Ruang tamu
B. Kamar tidur
C. Ruang keluarga
D. Wc
E. Dapur/Ruang makan
F. Teras
G. Teras air belakang
17
Pemeriksaan Fisik s
saat kunjungan rumah
Tanggal 25 juli 2020
Tanda-tanda vital
frekuensi nadi : 121x/menit
frekuensi napas : 52 kali/menit
suhu : 36,8°C
Berat badan : 3380gr, mengalami penurunan berat badan sebanyak 3,42%.
Panjang badan : 50 cm
Status internus:
Kepala
caput succedaneum (-), cephal hematom (-), rambut hitam terdistribusi merata, muka
tampak ikterik
Mata
sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
Hidung
Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), deviasi septum (-)
Telinga
Normoti, discharge (-/-)
Mulut
Sianosis (-), stomatitis (-), labioschizis (-), palatoschizis (-)
18
Thorax
Tampak ikterik pada daerah dada
a. Paru
o Inspeksi: hemithorax dextra dan sinistra simetris pada keadaan inspirasi dan ekspirasi.
retraksi (-)
o Palpasi: stem fremitus tidak dilakukan, areola mammae teraba,
papilla mammae (+/+)
o Auskultasi : suara napas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-), suara nafas
tambahan (-/-)
b. Jantung
o Inspeksi : pulsasi iktus kordis tidak tampak
o Palpasi : iktus kordis teraba
o Auskultasi : bunyi jantung I/II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
o Inspeksi : datar, supel.
o Auskultasi : bising usus (+) normal
o Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba membesar
o Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen
Tulang belakang
spina bifida (-), meningocele (-)
Genitalia dan anorektal
Jenis kelamin laki-laki, testis di skrotum,rugae jelas. Anus (+) dalam batas normal.
Kulit
Sianotik (-), pucat (-), ikterik (+) Krammer II-III, sklerema (-)
Ekstremitas
Superior Inferior
Deformitas -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Akral sianosis -/- -/-
Ikterik -/- -/-
CRT <2 detik <2 detik
Tonus otot Normotonus Normotonus
19
Refleks Primitif:
o Refleks Hisap : (+)
o Refleks Rooting : (+)
o Rfleks Moro : (+)
o Refleks Palmar Grasp : (+)
o Refleks Plantar Grasp : (+)
20
BAB III
PEMBAHASAN
III.1. HIPERBILIRUBIN
III.1.1. Definisi
Hiperbilirubin merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering terjadi
pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali dirawat di rumah sakit
untuk pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini. Hiperbilirubin mengakibatkan bayi
berwarna kuning, keadaan ini timbul akibat akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna
ikterus pada sclera dan kulit. Isomer bilirubin ini berasal dari degeradasi heme yang
merupakan komponen hemoglobin mamalia. Pada masa transisi setelah lahir, hepar belum
berfungsi seccara optimal, sehingga proses glukuronidasi tak terkonjungasi tidak terjadi
secara maksimal. Keadaan ini akan meyebabkan dominasi bilirubin tak terkonjugasi di
dalam darah. Pada kebanyakan bayi baru lahir, hiperbilirubin tak terkonjugasi merupakan
fenomena transisional yang normal, tetapi pada beberapa bayi, terjadi peningkatan bilirubin
secara berlebihan sehingga bilirubin berpotensi menjadi toksisk dan dapat menyebabkan
kematian dan bila bayi tersebut dapat bertahan hidup pada jangka panjang akan
menimbulkan sekuele nerologis. Dengan demikian, setiap bayi yang mengalami kuning
harus dibedakan apakah ikterus yang terjadi merupakan keadaan yang fisiologis atau
patologis serta dimonitor apakah mempunyai kecenderungan untuk berkembang menjadi
hiperbilirubin yang berat. 1-2
Ikterus fisiologis
Umunya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi apda minggu pertama
>2 mg/dL. Pada bayi cukup bulan yang mendapat susu formula kadar bilirubin akan
mencapai puncaknya sekitar 6 – 8 mg / dL, pada hari ke 3 kehidupan dan kemudian akan
menurun cepat selama 2 -3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar 1 mg / dL
selama 1 – 2 minggu. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar bilirubin puncak
akan mencapai kadar yang lebih tinggi (7 – q4 mg / dL) dan penurunan terjadi lebih lambat.
Bisa terjadi dalam waktu 2 – 4 minggu, bahkan dapat mencapai waktu 6 minggu. Pada bayi
kurang bulan yang mendapat susu formula juga akan mengalami peningkatan dengan
puncak yang lebih tinggi dan lebih lama, begitu juga dengan penurunannya jika tidak
diberikan fototerapi pencegahan. Peningkatan sampai – 12 mg / dL masih dalam kisaran
fisiologis, bahkan hingga 15 mg / dL tanpa disertai kelainan metabolism bilirubin. Kadar
normal bilirubin tali pusat kurang dari 2 mg / dL dan berkisar dari 1.4 sampai 1.5 mg/dL
21
Ikterus non fisiologis
Jenis ikterus ini dahulu dikenal sebagai ikterus patologik, yang tidak mudah dibedakan
dengan ikterus fisiologik. Terdapatnya hal-hal yang merupakan petunjuk untuk tindak
lanjut, yaitu: 1,2,4 Ikterus non-fisiologik ikterus yang terjadi sebelum usia 24 jam; setiap
peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi; peningkatan bilirubin total
serum >0,5 mg/dL/jam, adanya tanda-tanda penyakit yang mendasar pada setiap bayi
(muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea, atau
suhu yang tidak stabil); ikterus yang bertahan setelah delapan hari pada bayi cukup bulan
atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.5,6
III.1.2. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, penyebab ikterus neonatarum dapat
dibagi:
a. Produksi yang berlebihan
Pada ikterus fisiologis biasanya disebabkan karena volume eritrosit yang meningkat, usia
eritrosit yang menurun, meningkatnya siklus enterohepatik. Pada ikterus patologis terjadi
oleh karena hemolisis yang meningkat seperti pada inkompatibilitas golongan darah
sistem ABO, inkomptabilitias rhesus, defek pada membran sel darah merah (Hereditary
spherocytosis, elliptocytosis, pyropoikilocytosis, stomatocytosis), defesiensi berbagai
enzim (defisiensi enzim Glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD), defesiensi enzim
piruvat kinase, dan lainnya), hemoglobinopati (pada talasemia). Keadaan lain yang dapat
meningkatkan produksi bilirubin adalah sepsis, Disseminated Intravascular Coagulation
(DIC), ekstravasasi darah (hematoma, perdarahan tertutup), polisitemia, makrosomia
pada bayi dengan ibu diabetes.7
b. Gangguan pada proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi
bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak
terdapatnya enzim glukoronil transferase (Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain
adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin
ke sel hepar.7
c. Gangguan pada transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi
albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah
yang mudah melekat ke sel otak.8
22
d. Gangguan pada ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di
luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya
akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.7.8
III.1.3. Patofisiologi
Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan untuk
sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tetrapirol bilirubin,
yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin indirek, indirek).
Bilirubin dalam plasma diikat oleh albumin sehingga dapat larut dalam air. Zat ini
kemudian beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati. Hepatosit melepaskan bilirubin
dari albumin dan mengubahnya menjadi bentuk isomerik monoglucuronides dan
diglucuronide (bentuk indirek) dengan bantuan enzim
uridinediphosphoglucuronosyltransferase 1A1 (UGT1A1)). Dalam bentuk glukoronida
terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem empedu untuk diekskresikan.
Saat masuk ke dalam usus bilirubin diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen.
Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian
urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik dan darah porta
membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke
dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi
sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama urin.
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati
(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal.
Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan
hiperbilirubinemia.2,9
III.1.4. Diagnosis
Berbagai faktor resiko dapat meningkatkan kejadian hiperbilirubinemia yang
berat. Perlu penilaian pada bayi baru lahir terhadap berbagai resiko, terutama untuk bayi
– bayi yang pulang lebih awal. Selain itu juga perlu dilakukan pencatatan medis bayi dan
disosialisasikan pada dokter yang menangani bayi tersebut selanjutnya.2
Tampilan ikterus dapat ditentukan dengan memeriksa bayi dalam ruangan dengan
pencahayaan yang baik, dan menekan kulit dengan tekanan ringan untuk melihat warna
kulit dan jaringan subkuta. Ikterus pada kulit bayi tidak terperhatikan pada kadar bilirubin
kurang dari 4 mg/ dL.1,2
23
Pemeriksaan fisik harus difokuskan pada identifikasi dari salah satu penyebab
ikterus patologis. Kondisi bayi harus diperiksa pucat, ekstravasasi darah, memar kulit
yang berlebihan, hepatosplenomegali, kehilangan BB, dan bukti adanya dehidrasi. 2
Inkompitibiltas golongan darah dengan tes antikoagulan direk yang positif atau
penyakit hemolitik lainnya
ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat badan yang
berlebihan
Laki – laki
24
Faktor resiko kurang
Kadar bilirubin serum total atau bilirubin trankutaneus terletak pada daerah risiko
rendah
Kulit hitam
III.1.6. Komplikasi
Bilirubin ensefalopati dan kernikterus
Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis
yang timbul akibat efek toksis bilirubin pada sistem saraf yaitu basal ganglia dan pada
berbagai nuclei batang otak. Keadaan ini tampak pada minggu pertama sesudah bayi
lahir dan dipakai istilah akut bilirubin ensefalopati. Sedangkan istilah kernikterus
adalah perubahan neuropatologi yang ditandai dengan deposisi pigmen bilirubin pada
beberapa daerah di otak terutama di ganglia basalis, pons dan serebelum. Kern ikterus
digunakan untuk keadaan klinis yang kronik dengan sekuele yang permanen karena
toksik bilirubin.11
Manifestasi klinis akut bilirubin ensefalopati : pada fase awal, bayi dengan
ikterus berat akan tampak letargis, hipotonik, dan reflek hisap buruk, sedangkan pada
fase intermediate ditandai dengan moderate stupor, iritabilitas, dan hipertoni. Untuk
selanjutnya bayi akan demam, high – pitched cry, kemudian akan menjadi drowsiness
dan hipotoni. Manifestasi hipertonia dapat berupa retrocollis dan opistotonus.11
Manifestasi klinis kern ikterus : pada tahap kronis bilirubin ensefalopati, bayi
yang bertahan hidup akan berkembang menjadi bentuk athesoid cerebral palsy yang
berat, gangguan pendengaran, dysplasia dental – enamel, paralisis upward gaze.11
25
Ikterus neonatorum dibedakan menjadi dua yaitu ikterus fisiologis dan ikterus
patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari ke-2 dan ke-3 yang tidak
mempunyai dasar patologis dengan kadar bilirubin total > 2 mg/dl. Pada bayi cukup bulan
yang mendapat susu formula kadar bilirubin dapat mencapai 6 mg/dl pada hari ke-3,
kemudian menurun cepat selama 2-3 hari. Pada bayi cukup bulan yang mendapat ASI kadar
bilirubin dapat mencapai 7-14 mg/dl dan menurun dalam 2-4 minggu. Sedangkan ikterus
patologis mempunyai beberapa petunjuk, yaitu ikterus yang terjadi sebelum umur 24 jam,
setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi, peningkatan kadar
bilirubin total serum > 0,5 mg/dl/jam, adanya penyakit yang mendasari pada setiap bayi
(muntah, letargis, malas menetek penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau
suhu yang tidak stabil), ikterus yang bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau
setelah 14 hari pada bayi kurang bulan, bila kadar bilirubin direct lebih banyak dari pada
kadar bilirubin indirect. Menurut Normogram Bhutani, digolongkan sebagai
hiperbilirubinemia patologis (‘Non Physiological Jaundice’) apabila kadar serum bilirubin
terhadap usia neonatus > 95 0/00.2,4,10
Berdasarkan penjelasan di atas maka hiperbilirubinemia pada bayi ny.S ini tergolong
sebagai hiperbilirubinemia fisiologis. Menurut Normogram Bhutani bila pada usia 51 jam
kadar bilirubin totalnya 13 mg/dl maka perbandingan kadar serum bilirubin terhadap usia
bayi ny.S adalah < 95 0/00. Sehingga tidak masuk dalam kategori patologis tetapi bayi ny.S
sudah mencapai high intermediate risk.
26
Foto terapi intensif adalah fototerapi dengan menggunakan sinar blue-green spectrum
(panjang gelombang 430-490 nm) dengan kekuatan paling kurang 30 uW/cm2 (diperiksa
dengan radiometer, atau diperkirakan dengan menempatkan bayi langsung di bawah sumber
sinar dan kulit bayi yang terpajan lebih luas). Bila konsentrasi bilirubin tidak menurun atau
cenderung naik pada bayi-bayi yang mendapat foto terapi intensif, kemungkinan besar
terjadi proses hemolisis.2
27
Panduan Fototerapi Pada Bayi Usia Kehamilan ≥ 35 Minggu
Bayi dengan resiko rendah apabila bayi memiliki usia kehamilan ≥ 38 minggu dan
sehat. Bayi dengan resiko sedang apabila bayi memiliki usia kehamilan ≥ 38 minggu dan
disertai faktor resiko atau bayi memiliki usia kehamilan 35-37 6/7 minggu dan sehat. Bayi
dengan resiko tinggi apabila bayi memiliki usia kehamilan 35-37 6/7 minggu dan disertai
faktor resiko. Faktor resiko yang dimaksud disini adalah isoimune hemolytic disease,
defisiensi G6PD, asfiksia, letargis, suhu tubuh yang tidak stabil, sepsis, asidosis, atau kadar
bilirubin < 3 mg/dl.10
Diperbolehkan melakukan foto terapi baik di rumah sakit maupun di rumah pada kadar
bilirubin total 2-3 mg/dL di bawah garis yang ditunjukkan, namun pada bayi-bayi yang
memiliki faktor risiko foto terapi sebaiknya tidak dilakukan di rumah. 2,10
Berdasarkan panduan tersebut bayi ny.S sebenarnya tidak memerlukan fototerapi
karena kadar bilirubinnya dibawah garis lower risk (bayi cukup bulan dan dalam keadaan
sehat). Tetapi sebagai langkah pencegahan bayi ny.S tetap diberikan fototerapi karena
masuk dalam kategori high intermediate risk di 51 jam lahir dengan kadar bilirubin total 13
mg/dl.
Setelah dilakukan fototerapi, pada tanggal 20 Juli 2020 keadaan umum bayi baik dan ikterik
sudah berkurang. Terapi yang didapatkan adalah ASI, fototerapi, Fenobarbital 3 mg/12 jam.
Pada tanggal 21 Juli 2011 keadaan umum bayi baik, ikterik berkurang, terapi yang
28
didapatkan adalah ASI dan fenobarbital 3 mg/12 jam. Pada tanggal 21 Juli 2020 bayi post
fototerapi, muntah (-), sesak (-), panas (-), terapi yang didapatkan ASI, fenobarbital 3 mg/12
jam, fototerapi stop. Pada tanggal 24 Juli 2012 bayi ny.S datang untuk kontrol tanpa
keluhan, ikterik berkurang kramer II-III.
Pada bayi ini kemungkinan terjadi ikterus neonatorum fisiologis sangat tinggi jika
dilihat dari perjalanan penyakitnya, dan penyebab ikterus neonatorum patologis dapat
disingkirkan, seperti proses hemolisis karena bayi memberikan respon yang baik terhadap
fototerapi, pada bayi ini tidak didapatkan perdarahan tertutup karena hemodinamiknya
dalam kondisi stabil, ileus mekonium (-) karena BAB anak baik, imaturitas (-) karena bayi
lahir cukup bulan, asfiksia (-), hipoksia (-), hipotermi (-), sepsis (juga proses inflamasi) (-)
dapat dilihat dari kondisi umum bayi cukup baik.
III.4. PROGNOSIS
Pada dasarnya ikterus neonatorum pada bayi Ny.S merupakan hal bersifat fisiologis
dan akan menghilang dalam waktu 14 hari sehigga tidak menimbulkan komplikasi
kedepannya. Namun apabila ikterus neonatorum bersifat patologis, prognosis bisa berpengaruh
buruk apabila bilirubin indirek telah melalui sawar otak,penderita mungkin menderita
kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya atitosis
dan gangguan pendengaran atau retardasi mental di kemudian hari.
29
BAB IV
KESIMPULAN
Pada bayi Ny.S kemungkinan terjadi ikterus neonatorum fisiologis sangat tinggi jika
dilihat dari perjalanan penyakitnya, yang terjadi pada 1 jam setelah lahir dan penyebab
ikterus neonatorum patologis dapat disingkirkan, seperti proses hemolisis karena bayi
memberikan respon yang baik terhadap fototerapi, pada bayi ini tidak didapatkan
perdarahan tertutup seperti sefal hematom (-) pada trauma saat lahir, bayi terlihat dalam
kondisi stabil, ileus mekonium (-) karena BAB anak baik, imaturitas (-) karena bayi lahir
cukup bulan, asfiksia (-), hipoksia (-), hipotermi (-), sepsis (juga proses inflamasi) (-) dapat
dilihat dari kondisi umum bayi cukup baik.
Setelah dilakukan fototerapi, pada tanggal 20 Juli 2020 keadaan umum bayi baik dan
ikterik sudah berkurang. Terapi yang didapatkan adalah ASI, fototerapi, Fenobarbital 3
mg/12 jam. Pada tanggal 21 Juli 2011 keadaan umum bayi baik, ikterik berkurang, terapi
yang didapatkan adalah ASI dan fenobarbital 3 mg/12 jam. Pada tanggal 24 Juli 2012 bayi
ny.S datang untuk kontrol tanpa keluhan, ikterik berkurang kramer II-III.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Wong RJ, Stevenson DK, Ahlfors CE, Vreman HJ. Neonatal Jaundice: Bilirubin
physiology and clinical chemistry. NeoReviews 2007
2. Sukadi A. Hiperbilirubinemia. In: Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI,
Usman A, penyunting. Buku Ajar Neonatologi (Edisi Ke-1). Jakarta: Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2010
3. Hansen TWR. Jaundice, neonatal. E. Medicine [homepage on the Internet]. 2011
[updated 2011 June 15; cited 2011 October 15]. Available from:
http://www.emedicine.medscape.com/a rticle/974786-overview.
4. Halamek LP, Stevenson DK. Neonatal jaundice and liver disease. In: Fanaroff AA,
Martin RJ, editors. Neonatalperinatal Medicine. Disease of the Fetus and Infant (Seventh
Edition). St Louis: Mosby Inc, 2002
5. Martin CR, Cloherty JP. Neonatal hyperbilirubinemia. In: Cloherty JP, Eichenwaald
EC, Stark AR, editors. Manual of Neonatal Care (Fifth Edition). Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins. 2004; p.185-221.
6. Monagan T. Hyperbilirubinemia risk factors [homepage on the Internet]. 2010
[updated 2010 Mei 6; cited 2011 Oktober 15]. http://www.livestrong.com/article/1400 65-
hyperbilirubinemia-risk-factors/.
7. Mishra S, Agarwal R, Deorari AK, Paul VK Jaundice in the newborn. Indian Journal
of Pediatrics, (2008). 75: 157-163.
8. Lauer, Bryon J. and Nancy D. Spector, hyperbiliruninemia in newborn. August
2011
9. Sacher, Ronald A dan Richard A. McPherson. 2002. Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium, e/11. Jakarta: EGC.
10. Rennie J.M and Roberton NRC. Neonatal Jaundice In : A Manual of Neonatal
Intensive Care 4th Ed, Arnold, 2002 : 414-432
11. Widagdo. Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Ikterus. Jakarta: CV
Sagung Seto; 2012
31
32
LAMPIRAN DOKUMENTASI
33
34