Kontrol diri, pengendalian diri atau penguasaan diri (self regulation) merupakan sikap,
tindakan atau perilaku seseorang secara sadar baik direncanakan atau tidak untuk
mematuhi nilai dan norma sosial yang berlaku di masyarakat. Pengendalian diri
merupakan satu aspek penting dalam kecerdasan emosi (emotional quotient). Aspek ini
penting sekali dalam kehidupan manusia sebab musuh terbesar manusia bukan berada
di luar dirinya, akan tetapi justru berada di dalam dirinya sendiri. Dengan demikian,
kemana pun seseorang pergi, maka orang tersebut selalu diikuti oleh “musuh” yang ada
dalam dirinya.
Dalam memenuhi hak hak individu ada batasan batasan agar jangan sampai kita
melanggar hak orang lain. Pengendalian diri mutlak dibutuhkan supaya terjadi harmonis
kehidupan sosial. Pengendalian diri akan menuntun manusia agar lebih bijaksana dalam
menyikapi perbedaan, menempatkan diri pada posisi yang layak untuk dihormati dan
dihargai serta menjauh dari sifat yang bisa merugikan orang lain.
Pengendalian diri artinya pengarah & pengekang diri sehingga sikapnya terkontrol
& terkendali. Pengendalian diri merupakan faktor penting dalam kesuksesan seseorang
dalam menangani suatu permasalahan hidup.
ü Pertama, mempunyai kecenderungan negatif dan positif dalam dirinya. Dan setan
(iblis) selalu melakukan berbagai upaya agar seseorang lebih didominasi oleh
kecenderungan negatif dalam dirinya.
b. Saling ragu - ragu & goyah ketika hendak melakukan penyelesaian masalah, karena
c. Sering tidak konsentrasi pada penyelesaian masalah, karena ragu menyelesaikan
atau
mencapai keberhasilan.
d. Membebani diri dengan sesuatu yang tidak disanggupi. Karena dia tidak
f. Sering jenuh dan dialihkan perhatianya dari pekerjaan utamanya, sehinggan
kedisplinan &
produktifitasnya menurun.
Segala apapun yang menimpa kita yang diperoleh telah tercatat diLauh Mahfuzh
& telah diketahui Allah sebelum sesuatu terjadi. Sebab semua itu hanya Allah yang tahu
dan Dialah yang menentukan segalanya.
Artinya : “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan tuhanmu & kepada surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang orang yang bertaqwa (yaitu)
orang orang yang mampu menafkahkan (hartanya) baik diwaktu lapang atau sempit &
orang orang yang berbuat kebajikan. Q.S Ali Imran (3): 133 – 134
a. Pengendalian diri terhadap hawa nafsu saat bertemu lawan jenis
5. Hikmah
b. Bisa menjaga terhindar dari sifat yang merugikan orang lain
Disini ada tiga langkah yang dapat dicoba untuk mengendalikan diri :
3.Berolahraga sedikit
Olahraga dapat meredakan emosi Anda. Olahraga merangsang berbagai bahan kimia
otak yang dapat membuat Anda merasa lebih bahagia dan lebih santai.
Pengertian Pengendalian Diri (Mujahadah an-Nafs) dalam Islam Bacaan Madani 10:39:00
AM Akhlak , Bacaan Islami 1 Comments Pengendalian diri atau kontrol diri (Mujāhadah
an-Nafs) adalah menahan diri dari segala perilaku yang dapat merugikan diri sendiri dan
juga orang lain, seperti sifat serakah atau tamak. Dalam literatur Islam, pengendalian diri
dikenal dengan istilah aś-śaum, atau puasa. Puasa adalah salah satu sarana
mengendalikan diri. Hal tersebut berdasarkan hadis Rasulullah saw. yang artinya:
“Wahai golongan pemuda! Barangsiapa dari antaramu mampu menikah, hendaklah dia
nikah, kerana yang demikian itu amat menundukkan pemandangan dan amat
memelihara kehormatan, tetapi barangsiapa tidak mampu, maka hendaklah dia puasa,
kerana (puasa) itu menahan nafsu baginya.” (HR. Bukhari) Jadi, jelaslah bahwa
pengendalian diri diperlukan oleh setiap manusia agar dirinya terjaga dari hal-hal yang
dilarang oleh Allah Swt. Allah Swt Berfirman, إِ َّن الَّ ِذينَ آ َمنُوا َوهَا َجرُوا َو َجاهَدُوا ِبأ َ ْم َوالِ ِه ْم َوأَ ْنفُ ِس ِه ْم فِي
َي ٍء َحتَّ ٰى
ْ اجرُوا َما لَ ُك ْم ِم ْن َواَل يَتِ ِه ْم ِم ْن ش ِ َْض ۚ َوالَّ ِذينَ آ َمنُوا َولَ ْم يُه ٍ ضهُ ْم أَوْ لِيَا ُء بَع ُ ك بَ ْع َ ِصرُوا أُو ٰلَئ َ ََسبِي ِل هَّللا ِ َوالَّ ِذينَ آ َووْ ا َون
صي ٌر ِ ق ۗ َوهَّللا ُ ِب َما تَ ْع َملُونَ َب
ٌ ِّين فَ َعلَ ْي ُك ُم النَّصْ ُر إِاَّل َعلَ ٰى قَوْ ٍم َب ْينَ ُك ْم َوبَ ْينَهُ ْم ِميثَا
ِ صرُو ُك ْم فِي الد َ اجرُوا ۚ َوإِ ِن ا ْستَ ْن
ِ َيُه
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta
dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan
memberi pertolongan (kepada orang-orang Muhajirin), mereka itu satu sama lain
lindung-melindungi. Dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah,
maka tidak ada kewajiban sedikit pun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka
berhijrah. (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan
pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum
yang telah ada perjanjian antara kamu dengan mereka. Dan Allah Maha Melihat apa
yang kamu kerjakan.” (QS. al-Anfal:72) Firman Allah Swt. pada ayat di atas yang
melukiskan bahwa kaum Muhajirin dan Anśar saling lindung-melindungi satu sama
lainnya, sungguh mengagumkan. Itulah wujud dari persaudaraan. Lakukanlah
pengamatan dan pembacaan terhadap buku-buku mengenai peristiwa hijrah tersebut.
Di sana kamu akan menemukan jawaban bahwa persaudaraan (ukhuwwah) akan
menjadi salah satu sendi bagi munculnya peradaban baru dalam sebuah masyarakat
baru yang disebut masyarakat Madani. Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa
Rasulullah Saw. bersabda: “Orang yang perkasa bukanlah orang yang menang dalam
perkelahian, tetapi orang yang perkasa adalah orang yang mengendalikan dirinya ketika
marah.” (HR. Bukhari dan Muslim) Perilaku yang Mencerminkan Sikap Pengendalian Diri
(Mujāhadah an-Nafs) 1. Bersabar dengan tidak membalas terhadap ejekan atau
cemoohan teman yang tidak suka terhadap kamu. 2. Memaafkan kesalahan teman dan
orang lain yang berbuat “aniaya” kepada kita. 3. Ikhlas terhadap segala bentuk cobaan
dan musibah yang menimpa, dengan terus berupaya memperbaiki diri dan lingkungan.
4. Menjauhi sifat dengki atau iri hati kepada orang lain dengan tidak membalas
kedengkian mereka kepada kita. 5. Mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan Allah
Swt. kepada kita, dan tidak merusak nikmat tersebut; seperti menjaga lingkungan agar
selalu bersih, menjaga tubuh dengan merawatnya, berolahraga, mengonsumsi makanan
dan minuman yang halal, dan sebagainya.
A. KONTROL DIRI
1. PENGERTIAN
a. Bersabar atau menyisihkan waktu yang lebih lama untuk mengambil keputusan
dari perbuatan yang akan dilakukan
b. Berusaha berbuat baik dan yang terbaik, sebaik perbuatan itu akan dipertanggung
jawabkan kepada Allah
B. PRASANGKA BAIK
1. Pengertian
Prasangka baik adalaah sikap netral dan cara pandang seseorang yang membuatnya
melihat sesuatu secara positif.
Adalah berprasangka baik terhadap sesama dan tidak meragukan kemampuan atau
tidak bersikap apriori.
Adalah mensyukuri bahwa segala sesuatu yang melekat pada diri manusia, baik disukai
ataupun tidak, merupakan pemberian Allah yang terbaik untuk manusia.
Husnudzan kepada diri sendiri akan menumbuhkan sikap inisiatif, gigih, dan rela
berkorban. Cara menumbuhkan sikap-sikap tersebut antara lain:
a. Inisiatif: percaya bahwa orang yang mempunyai inisiatif akan mendapatkan pahala
ditambah pahala orang-orang yang mengikuti sesudahnya
C. PERSAUDARAAN (UKHUWAH)
1. Pengertian
2. Bentuk-bentuk ukhuwah
3. Hikmah ukhuwah
Menjauhi sifat negatif seperti mengolok-olok, mencaci maki, berburuk sangka, mencari-
cari kesalahan, dan menggunjing orang lain.
MATERI
1. Mujahadah al-Nafs
a. Pengertian
Mujahadah al-nafs merupakan perbuatan yang berat. Meskipun berat Allah menjanjikan
jalan keluar bagi orang beriman yang bersungguh-sungguh berjuang mengendalikan
nafsunya. Sebagaimana firman Allah : : “Orang-orang yang berjihad di jalan Kami, pasti
akan kami tunjukkan kepadanya jalan-jalan Kami…” (QS al-Ankabut: 69).
Imam Ibn al-Qayyim berkata: “Allah menggantungkan hidayah dengan laku jihad. Maka
orang yang paling sempurna hidayah (yang diperoleh)-nya adalah dia yang paling besar
laku jihadnya. Jihad yang paling fardu adalah jihad melawan nafsu, melawan syahwat,
melawan syetan, melawan rayuan duniawi. Siapa yang bersungguh-sungguh dalam jihad
melawan keempat hal tersebut, Allah akan menunjukkan padanya jalan ridha-Nya, yang
akan mengantarkannya ke pintu surga-Nya. Sebaliknya, siapa yang meninggalkan jihad,
maka ia akan sepi dari hidayah…”
Di ayat lain, Allah menjelaskan bahwa membebaskan nafsu merupakan karunia Allah,
sebagaimana frimannya: “Dan aku tidak membebaskan nafs-ku, karena sesungguhnya
nafs itu selalu sangat menyuruh kepada keburukan, kecuali nafs yang dirahmati
Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS.
Yusuf/12: 53).
Kalimat yang bergaris bawah menunjukkan bahwa kita tidak akan sanggup
mengendalikan diri, kecuali mendapatkan rahmat dan kasih sayang Allah
Para pelaku tindak kriminal di sekitar kita, seperti para koruptor, pemakai narkoba,
pembunuh, misalnya, adalah orang-orang yang gagal dalam laku mujahadah diri.
Sebaliknya, mereka justru menuruti segala keinginan dan syahwat diri, sehingga mereka
tertawan dan diperbudak olehnya. Mereka tidak pernah menyadari tentang buah
kejahatan yang akan datang menjelang, cepat atau lambat. Yang mereka pikirkan adalah
bayangan semu tentang kenikmatan sesaat dan instan. Na’udzu billah, semoga kita
dihindarkan cara pandang sedemikian.
Ada beberapa hikmah yang dapat diambil dari mujahadah an-nafs, yaitu:
b) Berusaha berbuat yang baik dan terbaik, sebaik perbuatan itu akan
dipertanggungjawabkan di hadapan Allah
Ada empat cara melakukan mujahadah an-nafs dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:
1) Bersabar atau menyisihkan waktu yang lebih lama untuk mengambil keputusan
dari perbuatan yang akan dilakukan.
Ketika seseorang atau umat Islam dihadapkan kepada banyak tantangan dan kesulitan
atau berposisi minoritas, hendaklah bersabar. Sikap sabar akan membuka pikiran jernih
yang menjadi pembuka ide-ide brilian yang mengambil keputusan.
Berpikir tentang akibat perbuatan yang akan dilakukan dapat meminimalisasi hal-hal
negatif dan penyesalan yang akan ditimbulkan dari perbuatan tersebut. Bukankah setiap
perbuatan sebenarnya akan kembali kepada pelakunya sendiri? Allah Swt berfirman:
“Jika kamu berbuat baik, maka kamu berbuat baik kepada dirimu sendiri. Jika kamu
berlaku jahat, maka kamu berbuat jahat pada dirimu sendiri.” (QS Al-Isra: 7). Sebagian
ulama salaf menafsirkan ayat ini dengan berkata: “Sesungguhnya amal kebaikan
melahirkan cahaya di dalam kalbu, kesehatan pada badan, kecerahan pada wajah,
keluasan pada rizki, serta kecintaan dari segala makhluk. Sedangkan kejahatan,
sebaliknya, menciptakan kegelapan di hati, keringkihan di badan, kesuraman di wajah,
kesempitan pada rizki, serta kebencian dari hati segala makhluk.”
Berdzikir merupakan cara untuk menyadarkan diri bahwa segala perbuatan kita dilihat
dan dicatat oleh Allah untuk dipertanggungjawabkan di akhirat. Dengan berdzikir iman
akan bertambah, membentengi godaan setan dan menjadi penyelamat dari neraka.
Sebagaimana sabda Nabi saw:
ِ صنَ ِمنَ ال َّش ْيطَا ِن َوح
ِ ُر َز ِمنَ النِّي َْر
ان ِ َِذ ْك ُر هللاِ ِع ْل ُم اإلي َما ِن َوبَ َرائِ ِه ِمنَ النِّف
ِ اق َو ُح
“Dzikirullah itu (dapat membuka) pengetahuan tentang keimanan, pembebasan dari
kemuafikan, benteng dari syetan, dan penyelamat dari neraka.” (Miftah al-Shudur).
ألن غفلتك عن وجود ذكره أشد من غفلتك في وجود ذكره،ال تترك الذكر لعدم حضورك مع هللا فيه
“Janganlah engkau meninggalkan zikir karena engkau tidak hadir bersama Allah (tidak
khusyuk), karena kelalaianmu sambil tidak berzikir itu lebih dahsyat daripada
kelalaianmu sambil zikir kepada-Nya.”
Doa menjadi modal spritual ketika dalam kesulitan. Inilah yang dicontohkan Rasulullah,
ketika beliau dilempari batu dan diusir dari Thaif, justru beliau mendoakan penduduk
thaif agar diberi hidayah oleh Allah.