Anda di halaman 1dari 12

Titrasi Argentometri

Argentometri merupakan salah satu metode analisis kuantitatif yang bertujuan untuk
mengetahui konsentrasi analit dengan menggunakan larutan baku sekunder yang mengandung
unsur perak.

Titrasi pengendapan atau Argentometri adalah penetapan kadar zat yang didasarkan atas reaksi
pembentukan endapan dari komponen zat uji dengan titran larutan titer perak nitrat.

Pada argentometri, ion perak memegang peranan penting dalam pembentukan endapan, cara ini
dipakai untuk penetapan kadar ion halida, anion yang dapat membentuk endapan garam perak,
atau untuk penetapan kadar perak tersebut.

Larutan baku sekunder yang digunakan adalah AgNO3, karena AgNO3 merupakan satu-
satunya senyawa perak yang bisa terlarut dalam air. Produk yang dihasilkan dari titrasi ini adalah
endapan yang berwarna.

Dasar titrasi argentometri adalah yang pembentukkan endapan tidak mudah larut antara
titran dengan analit. Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana
ionAg+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk garam yang tidak mudah
larut AgCl.

Ag(NO3)(aq) + NaCl(aq) -> AgCl(s) + NaNO3(aq)

Setelah semua ion klorida dalam analit habis maka kelebihan ion perak akan bereaksi
dengani ndicator. Indikator yang dipakai biasanya adalah ion kromat dimana dengan indicator ini
ion perak akan membentuk endapan berwarna coklat kemerahan sehingga titik akhir titrasi dapat
diamati. Inikator lain yang bisa dipakai adalah tiosianidat dan indikator adsorbsi.Selain
menggunakan jenis indicator diatas maka kita juga dapat menggunakan metode potensiometri
untuk menentukan titik ekuivalen.Ketajaman titik ekuivalen tergantung dari kelarutan endapan
yang terbentuk dari reaksi antara analit dan titrant.

I. METODE-METODE TITRASI ARGENTOMETRI

1. Metode Mohr
Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalamsuasana
netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai
indikator.Titrasi ini harus dilangsungkan dalam suasana netral atau sedikit alkali lemah, dengan
pH 6,5-9,karena pada suasana asam akan terjadi reaksi pembentukan senyawa dikromat .
2. Metode Volhard
Metode Volhard dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida, bromida, dan iodida
dalam suasana asam. Caranya dengan menambahkan larutan baku perak nitrat berlebihan,
kemudian kelebihan larutan baku perak nitrat dititrasi kembali dengan larutan baku tiosianat.
Indikator yang digunakan adalah besi (III) nitrat atau besi (III) ammonium sulfat .
3. Metode Fajans
Pada metoda ini digunakan indikator adsorpsi, yang mana pada titik ekivalen, indikator
teradsorpsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan perubahan warna terhadap larutan,
tetapi pada permukaan endapan.ada titrasi argentometri dengan metode Fajans, Jika AgNO3
ditambahkan pada larutan NaCl yang mengandung flourescein maka titik akhir titrasi akan
diamati dengan perubahan warna dari kuning cerah ke merah muda. Warna endapan yang terlihat
akan tampak berwarna sedangkan larutannya tampak tidak berwarna hal ini disebabkan adanya
indikator adsorbsi yang teradsorb pada permukaan endapan AgCl. Warna dari endapan akan
termodifikasi saat indikator teradsorbsi pada permukaan endapan. Reaksi adsorbsi ini dapat
dilihat dengan contoh indikator yang bermuatan negatif seperti flouroscein

Membuat larutan NaCl


a. Menimbang botol timbang,kemudian catat. Kemudian menimbang NaCl yang diletakkan

kedalam botol timbang sebanyak 0,585 gram. Menggunakan neraca analitis.


b. Memasukkan NaCl ke dalam botol timbang
c. Meletakkan corong diatas labu ukur dengan diganjal dengan tissue agar larutan tidak meluber
kemana-mana
d. Menuangkan aquades dalam botol timbang secara sedikit demi sedikit
e. Memasukkan aquades dengan botol somprot sedikit demi sedikit ke dalam botol timbang
f. Mengaduk dengan batang pengaduk dengan posisi tangan kanan mengaduk dan tangan kiri
memegang botol timbang.
g. Setelah kristal NaCl larut, memasukkan pelan-pelan kedalam labu ukur secara pelan-pelan
dengan dialirkan melalui batang pengaduk.
h. Mengulangi pelarutan dengan aquades sampai NaCl benar-benar larut dan memasukkannya ke
dalam labu ukur melalui corong.
i. Membilas corong dengan aquades dengan cara menyemprot corong secara mengelilingi
kemudian mengambil corong dan kemudian menyemprot berkeliling labu ukur secara diputar-
putar.
j. Menyemprotkan aquades ke dalam labu ukur sampai ±1cm cm dibawah batas ukur.
k. Lap dinding labu ukur dengan kertas hisap.
l. Memasukkan aquades dengan pipet tetes sampai batas ukur 100 ml.
m. Tutup labu ukur kemudian dihomogenkan dengan cara membolak-balikkan labu ukur
Membuat larutan AgNO3 0,05 N (untuk 5 orang)
a. Membilas erlenmeyer 2L dengan menggunakan aquabides sampai 3 kali.
b. Menimbang gelas beker 50 ml di atas neraca teknis,catat. Kemudian menimbang -AgNO3
sebanyak 12,75 gram.
c. Setelah selesai menimbang AgNO3 , kemudian dilarutkan dengan aquabides sedikit demi sedikit
dengan batang pengaduk lalu dituangkan dalam erlenmeyer berukuran 2L.
d. Setelah AgNO3 larut semua, kemudian diencerkan dengan aquabides sampai 1500 ml.

Membuat larutan KCNS 0,05 M (untuk 23 orang)


a. Menimbang gelas beker ,kemudian catat. Kemudian menimbang KCNS yang diletakkan

kedalam gelas beker sebanyak 6,32 gram dengan menggunakan neraca teknis.
b. Menuangkan aquades dalam gelas beker secara sedikit demi sedikit.
c. Mengaduk dengan batang pengaduk dengan posisi tangan kanan mengaduk dan tangan kiri
memegang gelas beker.
d. Setelah kristal KCNS larut, memasukkan pelan-pelan kedalam erlenmeyer berukuran 2L secara
pelan-pelan dengan dialirkan melalui batang pengaduk.
e. Mengulangi pelarutan dengan aquades sampai KCNS benar-benar larut.
f. Setelah KCNS larut semua kemudian diencerkan dengan aquades.

g. Aquades dituang mengelilingi corong sampai 1,3 L dan KCNS larut semua.
Membuat indikator K2CrO4 0,2 M (untuk 23 orang)
a. Menimbang botol timbang,kemudian catat. Kemudian menimbang K2CrO4 yang diletakkan
kedalam botol timbang sebanyak 1,94 gram. Menggunakan neraca teknis.
b. Menuangkan aquades dalam botol timbang secara sedikit demi sedikit
c. Mengaduk dengan batang pengaduk dengan posisi tangan kanan mengaduk dan tangan kiri
memegang botol timbang.
d. Setelah kristal K2CrO4 larut, memasukkan pelan-pelan kedalam erlenmeyer berukuran 250 ml
secara pelan-pelan dengan dialirkan melalui batang pengaduk
e. Mengulangi pelarutan dengan aquades sampai K2CrO4 benar-benar larut.
f. Setelah K2CrO4 larut semua kemudian diencerkan dengan aquades
g. Aquades dituang mengelilingi corong sampai 50 ml dan K2CrO4 larut semua.
Titrasi Metode Mohr
a. Menggunakan pipet volume, larutan NaCl dipipet lalu dituangkan ke dalam labu erlenmeyer
ukuran 250 ml sebanyak 3 buah masing-masing 10 ml.
b. Menambahkan aquades sebanyak 40 ml ke ddalam masing-masing labu erlenmeyer.
c. Menambahkan indikator K2CrO4 sebanyak masing-masing 0,5 ml dengan menggunakan pipet
ukur 1 ml.
d. Membilas buret dengan Aquades sebanyak 3 kali.
e. Membilas buret dengan larutan AgNO3 sebanyak 1 kali.
f. Memasukkan campuran larutan AgNO3 ke dalam buret.
g. Dinding buret di atas campuran larutan AgNO3 dikeringkan dengan kertas hisap.
h. Memasang buret ke tiang penyangga.
i. Menempatkan kertas putih sebagai alas titrasi.
j. Membaca volume awal.
k. Mencampurkan titran kedalam titrat dengan cara meneteskan titran dari buret sedikit
demi sedikit ke dalam larutan (NaCl) yang berada di erlenmeyer sampai terjadi
pengendapan.
l. Setelah terjadi perubahan warna yaitu dari kuning sampai putih dan terdapat endapan
merah bata
m. Membaca volume akhir dan mencari volume titrasi.
n. Melanjutkan dengan erlenmeyer berikutnya.

Titrasi Metode Fajans


a. Menggunakan pipet volume, larutan NaCl dipipet lalu dituangkan ke dalam labu erlenmeyer
ukuran 250 ml sebanyak 3 buah masing-masing 10 ml.
b. Menambahkan aquades sebanyak 40 ml ke dalam masing-masing labu erlenmeyer.
c. Menambahkan indikator fluoresein sebanyak masing-masing 5 tetes dengan menggunakan pipet
tetes.
d. Membilas buret dengan Aquades sebanyak 3 kali.
e. Membilas buret dengan larutan AgNO3 sebanyak 1 kali.
f. Memasukkan campuran larutan AgNO3 ke dalam buret.
g. Dinding buret di atas campuran larutan AgNO3 dikeringkan dengan kertas hisap.
h. Memasang buret ke tiang penyangga.
i. Menempatkan kertas putih sebagai alas titrasi.
j. Membaca volume awal.
k. Mencampurkan titran kedalam titrat dengan cara meneteskan titran dari buret sedikit
demi sedikit ke dalam larutan (NaCl) yang berada di erlenmeyer sampai terjadi
perubahan warna menjadi putih dan pengendapan berwarna merah jambu/ungu.
l. Setelah terjadi perubahan warna yaitu dari kuning sampai putih (terdapat endapan
merah jambu/ungu),membaca volume akhir dan mencari volume titrasi.
m. Melanjutkan dengan erlenmeyer berikutnya.

Titrasi Metode Volhard


a. Menggunakan pipet volume 25 ml, larutan AgNO3 dipipet lalu dituangkan ke dalam labu
erlenmeyer ukuran 250 ml sebanyak 3 buah masing-masing 25 ml.
b. Menambahkan indikator Fe(NH4)2SO4 sebanyak masing-masing 0,5 ml dengan menggunakan
pipet ukur 1 ml.
c. Membilas buret dengan Aquades sebanyak 3 kali.
d. Membilas buret dengan larutan KCNS sebanyak 1 kali.
e. Memasukkan campuran larutan KCNS ke dalam buret.
f. Dinding buret di atas campuran larutan KCNS dikeringkan dengan kertas hisap.
g. Memasang buret ke tiang penyangga.
h. Menempatkan kertas putih sebagai alas titrasi.
i. Membaca volume awal.
j. Mencampurkan titran KCNS kedalam titrat dengan cara meneteskan titran dari buret
sedikit demi sedikit ke dalam larutan (AgNO3) yang berada di erlenmeyer sampai terjadi
pengendapan.
k. Setelah terjadi perubahan warna yaitu dari kuning sampai putih dan terdapat endapan
merah bata,baca volume akhir dan hitung volume titrasi.
l. Melanjutkan dengan erlenmeyer berikutnya.

Titrasi Redoks(reduksi-oksidasi)
Titrasi redoks ini adalah suatu titrasi yang bertujuan untuk menetapkan kadar reduktor atau
oksidator berdasarkan pada reaksi reduksi oksidasi (redoks).

Oksidasi adalah reaksi peningkatan oksigen dan dapat melepaskan elektron oleh suatu zat.
Sedangkan reduksi ialah reaksi pelepasan oksigen atau pengambilan elektron oleh suatu zat.

Syarat titrasi redoks ini adalah:

 Reaksi harus berjalan dengan cepat.


 Reaksi harus berjalan secara soikiometrik ( terdapat kesetaraan antara oksidator dan
reduktor). Reduktor adalah senyawa dalam reksi redoks yang mengalami oksidasi,
sedangkan oksidator adalah senyawa dalam reaksi redoks yang mengalami reduksi.
 Titik akhir titrasi harus dapat diketahui contohnya dengan penambahan indikator.

Macam – macam titrasi redoks ialah :

 Permanganometri.
 Iodometri.
 Iodimetri.
 Iodatometri.
 Bromometri.
 Bromatometri.
 Cerimetri.
 Nitrimetri.
 Dikromatometri.

Banyak aplikasi dalam bidang industri misalnya penentuan sulfite dalam minuman anggur
dengan menggunakan iodine, atau penentuan kadar alkohol dengan menggunakan kalium
dikromat. Beberapa contoh yang lain adalah penentuan asam oksalat dengan menggunakan
permanganate, penentuan besi(II) dengan serium(IV), dan sebagainya.

Karena melibatkan reaksi redoks maka pengetahuan tentang penyetaraan reaksi redoks
memegang peran penting, sepertinya akan menjadi tidak mungkin bisa mengaplikasikan titrasi
redoks tanpa melakukan penyetaraan reaksinya dulu. Selain itu pengetahuan tentang perhitungan
sel volta, sifat oksidator dan reduktor juga sangat berperan. Dengan pengetahuan yang cukup
baik mengenai semua itu maka perhitungan stoikiometri titrasi redoks menjadi jauh lebih mudah.
Perlu diingat dari penyetaraan reaksi kita akan mendapatkan harga equivalen tiap senyawa untuk
perhitungan.

TITRASI REDUKSI OKSIDASI

Titrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator
berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana redoktur akan teroksidasi dan oksidator
akan tereduksi.

Teori oksidasi reduksi

Secara umum oksidasi diartikan sebagai reaksi pengikatan oksigen dan reduksi sebagai
pelepasan oksigen. Berdasarkan konsep elektron dari suatu zat, istilah redok digunakan untuk
reaksi-reaksi dimana terjadi pelepasan dan pengikatan elektron. Pelepasan elektron disebut
oksidasi sedangkan pengikatan elektron disebut reduksi.
Oksidasi : Fe2+ → Fe3+ + e

Reduksi : Ce4+ + E → Ce3+

Redoks : Fe2+ Ce4+ → Fe3+ + Ce3+

Pada reaksi redoks jumlah elektron yang dilepaskan oleh reduktor selalu sama dengan jumlah
elektron yang diikat oleh oksidator. Hal ini analog dengan reaksi asam basa, dimana proton yang
dilepaskan oleh asam dan proton yang diikat oleh basa juga selalu sama. Oleh karena elektron
tidak tampak pada keeluruhan reaksi maka penlisan reaksi lebih mudah bila dipisahkan menjadi
dua bagian yaitu bagian oksidasi dan bagian rduksi, masing-masing dikenal sebagai setengah
reaksi (lihat contoh reaksi di atas).

Oleh karena reaksi berlangsung dalam larutan air maka untuk menyempurnakan koeffien reaksi
air (H+ atau OH-) bila perlu dapat diikutsertakan dalam reaksi. Misalnya dalam oksidasi senyawa
besi (II) dengan kalium permanganat, reaksi dapat ditulis sebagai berikut :

Oksidasi : Fe2+ → Fe3+ + e …………………………… 5x

Reduksi : MnO4- + 8 H+ + 5 e- → Mn2+ + H2O

Redoks : 5 Fe2+ MnO4 → 8 H + 5 Fe3+ + Mn2+ + 4 H2O

Agar dapat digunakan sebagai dasar titrasi, maka reaksi redoks harus memenuhi persyaratan
umum sebagai berikut :

1. Reaksi harus cepat dan sempurna.


2. Reaksi berlangsung secara stiokiometrik, yaitu terdapat kesetaraan yang pasti antara
oksidator dan reduktor.
3. Titik akhir harus dapat dideteksi, misalnya dengan bantuan indikator redoks atau secara
potentiometrik.

Oleh karena itu banyak unsur-unsur mempunyai lebih dari satu tingkat oksidasi, maka dikenal
beberapa macam titrasi redoks yaitu :

1. Titrasi permanganometri.
2. Titrasi Iodo-Iodimetri
3. Titrasi Bromometri dan Bromatometri
4. Titrasi serimetri

Bobot ekivalen

Bobot ekivalen suatu zat pada titrasi redoks adalah bayakna mol zat itu yang ekivalen dengan ½
mol 0,1 mol Cl/Br/I atau 1 mol elektron. Contoh :

1. As2O3 + 2 O → As2O5

BE As2O3 = ¼ mol

1. Ca(Ocl)2 + 4 HCl → CaCl2 + 2 H2O + 2 Cl2

BE Ca(Ocl)2 = ¼ mol

1. H2O2 + 2 HI → 2 H2O + I2

BE H2O2 = ½ mol

1. 2 KmnO4 + 3H2SO4 → K2SO4 + 2MnSO4 + 3H2O + 5 O

BE KMnO4 = 1/5 mol

Atau :

MnO4- + e- → Mn2+

MnO4- + 8H+ + 5 e- → Mn2+ + H2O

BE KMnO4 = 1/5 mol

Untuk melengkapkan koefisien pada reaksi oksidasi atau reduksi dapat dilakukan prosedur
sebagai berikut :
1. Tulis reaktan dan produk.
2. Samakan jenis unsur.

 Untuk O dipakai H2O


 Untuk H dipakai H+ (pada media asam) atau OH (pada media basa).

1. Samakan jumlah unsur.


2. Samakan muatan dengan penambahan elektron pada bagian reaktan atau produk.

Contoh : reaksi reduksi dari KmnO4

1. MnO4- → Mn2+
2. MnO4- + H+ → Mn2+ + 2 H2O
3. MnO4- + 8 H+ → Mn2+ + 4 H2O
4. MnO4- + 8 H+ + 5 e- → Mn2+ + 4 H2O

Bilangan oksidasi

Untuk menentukan bobot ekivalen pada titrasi redoks dapat juga dilakukan tanpa melengkapkan
koefisien reaksi, yaitu dengan menggunakan bilangan oksidasi(tingkat oksidasi). Perubahan
bilangan oksidasi menunjukkan jumlah elektron yang diikat atau dilepaskan pada reaksi redoks.

Untuk menetapka bilangan oksidasi digunakan ketentuan berikut :

1. Bilangan oksidasi dari ion sederhana (monnoatomik) sama dengan muatannya.


2. Jumlah bilangan oksidasi dari molekul adalah nol.
3. Jumlah bilangan oksidasi dari atom-atom yang menyusun ion sama dengan muatan dari
ion tersebut.
4. Bilangan oksidasi dari H = +1 (kecuali pada gas Hidrogen dan hidrida, masing-masing
adalah -1, 0 dan +2).
5. Bilangan oksidasi dari H = +1 (kecuali pada gas Hidrogen dan hidrida, masing-masing
adalah 0 dan -1).
6. Bilangan oksidasi dari logam, yaitu sama dengan valensinya dan diberi tanda positif.

Contoh :
1. MnO4- + 5 e- → Mn2+

Pada MnO4- bilangan oksidasi dari O = 4 x -2 = -8 (muatan -1)

Jadi bilangan oksidasi dari Mn = +7

Jadi dari Mn7+ menjadi Mn2+ diperlukan 5 e.

BE MnO4-

1. MnO4- → MnO2

Pada MnO2 bilangan oksidasi O = -4, sehingga bilangan oksidasi dari Mn = +4. jadi dari Mn7+
menjadi Mn+4 diperlukan 3 e.

BE MnO4- = 1/3 mol

Pembahasan pada penentuan konsentrasi KMnO4

 Titrasi permanganimetri adalah titrasi dengan menggunaka larutan kalium permanganat


yang berwarna ungu. Kalium permanganat merupakan zat baku sekunder karena kalium
permanganat tidak stabil, mudah terurai oleh cahaya dan mudah terurai oleh zat organik
membentuk MnO2. Reaksi kalium permanganat dengan zat organik terbilang sangat
lambat sehingga ketika membuat larutan kalium permanganat harus dipanaskan dan
disaring dengan glaswol atau kacamasir, pemanasan berfungsi mempercepat reaksi
permanganat dengan zat organik membentuk MnO2 yang mengendap berwarna coklat
berbentuk koloid (seperti lumpur) sehingga dalam pembuatannya ketika setelah
dipanaskan harus disaring terlebih dahulu agar bebas dari MnO2 ini. Jika didalam larutan
KMnO4 masih terdapat MnO2 maka konsentrasi permanganat seiring berjalannya waktu
makin berkurang (terurai). Oleh karenanya perlu dilakukan standarisasi berkala.
 Pada saat titrasi yang melibatkan kalium permanganat sebaiknya digunakan alat gelas
(buret, botol penyimpanan larutan) yang berwarna gelap, karena dikhawatirkan kalium
permanganat yang sedang digunakan, terurai oleh cahaya, sehingga apabila tidak ada
botol ataupun alat gelas yang gelap, sebaiknya digunakan penutup ( bisa berupa
alumunium foil ataupun plastik hitam) untuk membungkus alat gelas bening tersebut agar
kedap cahaya.
 Kalium permanganat merupakan oksidator kuat karena memiliki harga potensial reduksi
yang besar yang berarti kalium permanganat sangat mudah direduksi sehingga memiliki
daya oksidasi (sifat oksidator) zat lain yang menjadi lawannya, dengan mekanisme
reaksi;

MnO4- + 8H+ + 5e- ——–> Mn2+ + 4H2O ( Eo= +1,52)

Berdasarkan reaksi, kalium permanganat hanya bersifat oksidator dalam suasana asam, namun
pada suasana basa kalium permanganat ini tidak memiliki daya oksidasi, melainkan malah
mengendap menjadi Mn(OH)2 yang nantinya akan membentuk MnO2 yang mengendap juga.
Oleh karena itu pada saat titrasi penentuan konsentrasi kalium permanganat harus ditambahkan
asam sulfat. Kalium permanganat juga dapat berfungsi sebagai zat yang memiliki kemampuan
sebagai autoindikator, artinya bentuk teroksidasi dan tereduksi dari kalium permanganat
memiliki warna yang berbeda sehingga pada saat proses titrasi yang melibatkan kalium
permanganat tidak perlu ditambahkan indikator redoks.

 Pada saat penentuan konsentrasi kalium permanganat, digunakan asam oksalat sebagai
zat baku primer. Asam oksalat dikatakan zat baku primer dikarenakan asam oksalat
merupakan zat yang stbil, memiliki Mr tinggi dan memiliki kriteria lainnya sebagai
standar primer. Asam oksalat dapat bereaksi dengan kalium permanganat dengan reaksi:

C2O42- ——–>
2CO2 + 2e- (x5)

MnO4- + 8H+ +5e- ——–> Mn2+ + 4H2O (x2)

5C2O42- + 2MnO4-+16 H+ ——–> 2Mn2+ + 8H2O +10 CO2

 Karena asam oksalat merupakan asam organik, asam oksalat bereaksi lambat dengan
kalium permanganat, sehingga dalam proses titrasinya harus dalam keadaan panas, agar
kita lebih mudah melakukan titrasi dan mencegah kesalahan penentuan Titik Akhir yang
diakibatkan oleh lamanya reaksi antara asam oksalat dan kalium permanganat.
 Fungsi penambahan asam sulfat selain untuk mengasamkan larutan pada saat titrasi asam
sulfat juga berperan sebagai pembentuk garam sulfat, karena jika Mn2+ bereaksi dengan
anion sulfat membentuk larutan MnSO4 yang tidak berwarna, sehingga produk yang
terbentuk (Mn2+) tidak akan mengganggu pengamatan pada saat titik akhir.

Pembahasan penentuan kadar Besi II (Fe2+)

 Sampel yang digunakan adalah sampel garam mohr dengan rumus kimia
(NH4)2Fe(SO4)2 atau sering kita sebut sebagai ferro amonium sulfat, karena besi sangat
mudah di oksidasi menjadi Fe3+ sehingga digunakan larutan kalium permanganat sebagai
standar.
 Pada sampel yang digunakan (garam mohr) yang seharusnya berwarna hijau kebiruan,
terdapat warna kuning, ini membuktikan bahwa sebagian besi II dalam garam mohr
tersebut sudah teroksidasi menjadi Besi III, sehingga ketika dilarutkan kedalam labu ukur
pun, warna sampel menjadi lebih kuning semu hijau.
 Saat melarutkan sampel Fe2+ tersebut harus ditambahkan asam terlebih dahulu untuk
menghindari Hidrolisis, yaitu reaki logam dengan air menghasilkan sesuatu yang lemah
yang dapat mengendap dengan reaksi :

Fe2+ + H2O ——–> Fe(OH)2 (s)

Jika Fe(OH)2 yang terbentuk, besi II hidroksida tersebut sulit dioksidasi sehingga pada saat
titrasi Fe(OH)2 berbentuk tetap mengendap dan tidak bereaksi dengan kalium permanganat, dan
perhitungan pun menjadi salah (kadar besi II menjadi lebih kecil)
 Fungsi penambahan asam sulfat pada saat sebelum titrasi adalah agar suasana menjadi
asam karena kalium permanganat memiliki daya oksidasi yang kuat hanya dalam suasana
asam.
 Pada saat titrasi penentuan kadar besi II yang dititrasi adalah hanya besi II dalam larutan,
sehingga tidak perlu ditambahkan SnCl2 sebagai reduktor untuk mereduksi besi III dalam
larutan menjadi besi II. Reaksi yang terjadi pada saat titrasi adalah :

Fe2+ ——–> Fe3+ +e- (x5)

MnO4- + 8H+ +5e- ——–> Mn2+ + 4H2O

5Fe2+ + MnO4- + 8H+ ——–> Mn2+ + 4H2O + 5Fe3+

 Pada saat titrasi penentuan kadar besi II tidak perlu dilakukan pada suhu panas, karena
reaksi oksidasi pada besi oleh kalium permanganat berlangsung secara cepat. Sehingga
tidak perlu katalis ataupun pemanasan untuk mempercepat reaksi.
 Titrasi dilakukan dari mulai tidak berwarna, hingga berwarna pink semu (hampir tidak
terlihat) karena dalam titrasi pada saat Titik Akhir merupakan akibat dari kelebihan
sedikit titran setelah titik ekuifalen, yang merupakan kesalahan titrasi, oleh karena itu
untuk mendapatkan kesalahan yang sesedikit mungkin, maka kelebihan titran juga harus
sesedikit mungkin, yang ditandai dengan perubahan warna dari yang tadinya tidak
berwarna menjadi berwarna rose pucat. Dan perlu diingat bahwa titik ekuifalent tidak
sama dengan titik akhir.
 Dingin adalah suhu tidak lebih dari 8 derajat.Lemari pendingin memiliki suhu antara 2 -
8 derajat sedangkan lemari pembeku mempunyai suhu antara -20 s/d -10 derajat.

 Sejuk adalah suhu antara 8 s/d 15 derajat. Kecuali dinyatakan lain harus disimpan pada
suhu sejuk dapat disimpan dilemari pendingin.

 Suhu Kamar adalah suhu pada ruang kerja. Suhu kamar terkendali adalah suhu yang
diatur antara 15 s/d 30 derajat.

 Hangat adalah suhu antara 30 s/d 40 derajat

 Panas berlebih adalah suhu diatas 40 derajat

Anda mungkin juga menyukai