Anda di halaman 1dari 7

PERMASALAHAN KESEHATAN DI INDONESIA

DAN DI PROVINSI GORONTALO


Anggota Kelompok:
1. Muhammad Farhan F. 04011381722209
2. Prasetya Dwi A. 04011381722210
3. Sarah Sania 04011381722211
4. Callista Zahra Aidi 04011381722212
5. Peksi Saphira Miradalita 04011381722213
6. Safira Smaradhana 04011381722214

PERMASALAHAN KESEHATAN DI INDONESIA


(1) Double Burden of Malnutrition (DBM) di Indonesia

Hambatan finansial merupakan hambatan utama terhadap akses pelayanan


kesehatan yang berkualitas. World Health Report 2000 menekankan bahwa dimensi
utama dari kinerja sistem kesehatan adalah keadilan sistem pembiayaannya. Secara
global, sekitar 100 juta orang berada di bawah garis kemiskinan setiap tahunnya. Hal ini
merupakan permasalahan dunia yang berpengaruh terhadap kesehatan global, termasuk
pada tingginya angka Malnutrisi serta dampak besar yang disebabkannya.1
Malnutrisi adalah yang masalah utama dalam kesehatan negara yang dibuktikan
dengan tingginya kasus yang terjadi, yaitu sekitar 37% total (8,4 juta) anak di bawah
umur lima tahun berawakan pendek dan kelebihan berat badan (overweight) serta
obesitas pada orang dewasa di Indonesia telah berlipat ganda dalam dekade terakhir. Hal
ini dikenal sebagai Double Burden of Malnutrition (DBM).1
Double burden of malnutrition (DBM) adalah koeksistensi dari kekurangan
gizi bersamaan dengan kelebihan berat badan (overweight) serta obesitas, atau adanya
penyakit tidak menular (PTM) yang berhubungan dengan pola makan pada individu.
Selain itu, hubungan antara kurang gizi dan kelebihan berat badan serta obesitas lebih
dari sekedar koeksistensi. Didukung oleh epidemiologi dan bukti, kurang gizi pada
awal kehidupan - dan bahkan saat dalam rahim - dapat menjadi predisposisi penyakit
kelebihan berat badan dan penyakit tidak menular seperti diabetes dan penyakit
jantung di kemudian hari.1,2

(2) Angka Kematian Ibu (AKI)


Tingginya AKI merupakan salah satu tantangan yang harus dihadapi Indonesia
sehingga menjadi salah satu komitmen prioritas nasional, yaitu mengakhiri kematian
ibu saat hamil dan melahirkan. Meningkatkan kesehatan ibu adalah tujuan kelima
Millenium Development Goals (MDGs) yang harus dicapai oleh 191 negara anggota
PBB pada tahun 2015, termasuk Indonesia. Mengurangi 2/3 AKI saat melahirkan
(1990- 2015) menjadi salah satu target meningkatkan kesehatan ibu, selain akses
terhadap pelayanan kesehatan standar hingga tahun 2015. AKI ditargetkan turun dari
390 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1990 menjadi 102 per 100.000 kelahiran
hidup pada tahun 2015. Hingga tahun 2015, ternyata target MDGs 5 tersebut tidak
dapat dicapai. Hal ini memang sudah diprediksi sebelumnya. Dengan prediksi linier
AKI, Kementerian Kesehatan telah memperkirakan pada tahun 2015 Indonesia baru
akan mencapai angka 161 per 100.000 kelahiran hidup. Hasil Survei Demografi
Kesehatan Indonesia 2012 menunjukkan AKI sebesar 359 per 100.000 kelahiran
hidup. Sedangkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 menunjukkan
AKI sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup, masih sangat tinggi dibandingkan
perkiraan Kementerian Kesehatan.
Data lain ditunjukkan oleh Bank Dunia yang menyatakan bahwa sejak 2000,
AKI di Indonesia menunjukkan tren menurun, dengan menyebutkan bahwa rasio AKI
di Indonesia sebesar 177 per 100.000 kelahiran hidup pada 2017. Dalam Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs), target AKI
adalah 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030.

(3) Penyakit Menular4


 Penyakit Menular Langsung
TB
Tuberkulosis merupakan salah satu penyebab utama kematian dimana
sebagian besar infeksi terjadi pada orang antara usia 15 dan 54 tahun yang
merupakan usia paling produktif, hal ini menyebabkan peningkatan beban
sosial dan keuangan bagi keluarga pasien.
Indonesia telah berhasil menurunkan angka kesakitan dan kematian
akibat TB di tahun 2015 jika dibandingkan dengan tahun 1990. Angka
prevalensi TB yang pada tahun 1990 sebesar 1025 per 100.000 penduduk,
pada tahun 2015 menjadi 647 per100.000 penduduk. Sedangkan angka
kematian pada tahun 1990 sebesar 64 menurun menjadi 41 per 100.000
penduduk pada tahun 2015.
Berdasarkan hasil Survei Prevalensi TB Indonesia tahun 2013-2014,
diperkirakan kasus TB semua bentuk untuk semua umur adalah 660 per
100.000 penduduk dengan angka absolute diperkirakan 1.600.000 orang
dengan TB. Walaupun prevalensi TB semua kasus dapat diturunkan,
tetapi terdapat notifikasi kasus tahun 2015 sebanyak 325.000 kasus,
dengan demikian angka case detection TB di Indonesia hanya sekitar 32%
dan masih terdapat 685 .000 kasus yang belum ditemukan.
Untuk mengatasi permasalahan TB, diperlukan kerja sama lintas sektor
karena prevalensi/beban TB disebabkan oleh multisektor seperti
kemiskinan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan disparitas yang
terlalu besar, masalah sosial penganguran dan belum semua masyarakat
dapat mengakses layanan TB khususnya di Daerah Terpencil, Perbatasan
dan Kepulauan (DTPK).
Permasalahan tersebut memacu Kementerian Kesehatan untuk terus
melakukan intensifikasi, akselerasi, eketensifikasi dan inovasi melalui
Strategi Nasional Penanggulangan TB antara lain:
a. Peningkatan Akses layanan TOSS (Temukan Obati Sampai Sembuh)
-TB bermutu melalui Peningkatan jejaring layanan TB (public-private
mix), penemuan aktif berbasis keluarga dan masyarakat, penemuan
intensif melalui kolaborasi (TB-HIV, TB-DM, PAL, TB-KIA, dll) dan
investigasi kontak, serta inovasi deteksi dini dengan rapid tes TB,
b. Penguatan Kepemimpinan program dan dukungan sistem melalui
advokasi dan fasilitasi dalam perumusan Rencana Aksi Daerah
Eliminasi TB dan Regulasi
c. Pengendalian faktor risiko TB
d. Membangun kemitraan dan kemandirian program
e. Pemanfaatan Informasi Strategis dan Penelitian.

PERMASALAHAN KESEHATAN DI GORONTALO


(1) Angka Kematian Bayi5

Berdasarkan tabel diatas, jumlah bayi yang mati di Provinsi Gorontalo selang
Tahun 2007-2011cenderung tidak mengalami perubahan yang signifikan pada tahun 2007
jumlah bayi mati sebanyak 179 bayi, namun tahun2010 jumlah bayi matimengalami
peningkatan sebanyak 283 kasus kematian, angka ini mengalami penurunan tahun 2011
menjadi 269 bayi. Di tahun 2011 Kabupaten/Kota yang melaporkan kematian bayi
terbanyak yaitu Kabupaten Gorontalo sebanyak 102 bayi dan terendah Kabupaten
Pohuwato dengan 12 bayi. Tetapi angka ini masih lebih rendah dari target nasional yang
menargetkan penurunan angka kematian bayi sejumlah 26 per 1000 KLH, masih
membutuhkan upaya keras baik dari pemerintah maupun swasta dan masyarakat guna
menekan angka kematianbayi.
Angka kematian bayi di Provinsi Gorontalo dari tahun ke tahun
mengalamifluktuatif yakni dari tahun 2007 sebesar22,2 per 1000 kelahiran
hidupmenururun signifikan ditahun 2008 12,8 per 1000 KLH. Hingga tahun
2011penurunan pada angka 13,06 per 1000 KLH mengalami penurunan 9,14%
daritahun 2007, meskipun demikian hal ini masih diatas angka target nasionaluntuk
Provinsi Gorontalo yaitu 11 per 1000 KLH.
(2) Diare6
Menurut data Badan Kesehatan Dunia/ World Health Organization (WHO), diare
adalah penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia. Di Indonesia, diare adalah
pembunuh balita nomor dua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut). Sementara
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan anak/ United Nations Children’s Fund
(UNICEF) memperkirakan bahwa, setiap 30 detik ada satu yang meninggal dunia karena
Diare. Di Indonesia, setiap tahun 100.000 balita meninggal karena Diare.
Penyakit diare merupakan penyakit yang berbasis lingkungan. Beberapa faktor
yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak memadainya penyediaan air bersih, air
tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan (pembuangan tinja yang tidak
higienis), kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, penyiapan makanan kurang
matang dan penyimpanan makanan masak pada suhu kamar yang tidak semestinya.
Lingkungan merupakan segala sesuatu yang mengelilingi kondisi luar manusia
atau hewan yang menyebabkan penularan penyakit. Faktor lingkungan yang merupakan
faktor paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua
faktor berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak
sehat karena tercemar kuman diare serta terakumulasi dengan perilaku manusia yang
tidak sehat, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo pada tahun 2008
penderita diare sejumlah 42.687 jiwa dengan jumlah kematian 15 jiwa. Data tahun 2009
penderita diare sejumlah 42.221 jiwa dengan jumlah kematian 12 jiwa. Data tahun 2010
penderita diare sejumlah 41.393 jiwa dengan jumlah kematian 19 jiwa.
Data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo tahun 2008 jumlah penderita
diare pada balita sebanyak 19.579 jiwa dengan jumlah kematian 2 jiwa. Data tahun 2009
penderita diare sejumlah 13.381 jiwa dengan jumlah kematian 2 jiwa. Data tahun 2010
penderita diare sejmlah 12.203 jiwa jumlah kematian 4 jiwa. Berdasarkan data dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Gorontalo pada tahun 2011 jumlah penderita sebanyak 13.133 jiwa
dengan kasus yang meninggal 3 jiwa. Menurut data dari Puskesmas Mongolato pada
tahun 2011 penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam daftar 10
jenis penyakit yang paling menonjol dengan penderita diare yang tercatat sebanyak 1.023
jiwa terdiri dari 306 jiwa diare pada balita.
(3) Penyakit Tidak Menular7
Penyakit Tidak Menular merupakan masalah terbesar di Indonesia. Berdasarkan
hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi penyakit tidak
menular di Provinsi Gorontalo mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas
2013. Prevalensi kanker dari 1,4% pada tahun 2013 naik menjadi 1,8% di 2018.
Prevalensi stroke naik dari 7% menjadi 10,9%, ginjal kronik naik dari 2% menjadi 3,8%.
Diabetes melitus naik dari 6,9% menjadi 8,5%, serta hipertensi naik menjadi 34,1%.
Walaupun penyakit ini tidak menular, tetapi cukup membebani masyarakat dalam
hal pembiayaan. Selain itu, resiko kematian penyakit tidak menular ini sangat tinggi.
Salah satu penyebab tingginya prevalensi dari Penyakit tidak menular ini adalah tingkat
pendidikan penduduk yang sangat rendah, persentase penduduk dengan tingkat
pendidikan menengah keatas masih lebih kecil dibandingkan penduduk dengan tingkat
pendidikan menengah kebawah. Persentase tingkat pendidikan tertinggi adalah SD
sebesar 34,53%, terendah tingkat pendidikan diploma dan universitas yang masing-
masing hanya 0,87% dan 1,60%.
Rendahnya tingkat pendidikan dari penduduk Provinsi Gorontalo menyebabkan
penduduk kurang pemahaman tentang deteksi dini atau pencegahan penyakit tidak
menular tersebut. Salah satu upaya yang akan dilakukan oleh pemerintah yakni dengan
membentuk Pos Pembunaan Terpadu (POSBINDU) PTM. Dengan deteksi dini, dapat
melakukan skrining PTM untuk gula darah, diabetes, kolestrol, dan hipertensi. Kegiatan
olahraga dan konseling di Posbindu yang dilaksanakan oleh desa.
Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo dihadapkan 2 masalah kesehatan yang bedat,
yakni penyakit menular yang masih menjadi masalah dalam menghadapinya dan penyakit
tidak menular yang semakin meningkat. Sehingga, perlu ada edukasi kepada masyarakat
dalam gaya hidup dan menjaga pola makan.

REFERENSI
1. The Double Burden of Malnutrition in Indonesia [Internet]. World Bank. 2020
[cited 24 April 2020]. Available from:
https://www.worldbank.org/en/news/feature/2015/04/23/the-double-burden-of-
malnutrition-in-indonesia
2. Double burden of malnutrition [Internet]. World Health Organization. 2020
[cited 24 April 2020]. Available from: https://www.who.int/nutrition/double-
burden-malnutrition/en/
3. http://berkas.dpr.go.id/puslit/files/info_singkat/Info%20Singkat-XI-24-II-
P3DI-Desember-2019-177.pdf
4. https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://e-
renggar.kemkes.go.id/file2018/e-performance/1-465827-3tahunan-
024.pdf&ved=2ahUKEwjolICN9__oAhVRAXIKHf-
sDKAQFjABegQIBBAB&usg=AOvVaw0ZejRAUBC1ryjN4dG9HfHm&cshi
d=1587693399660
5. https://www.kemkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROV_2
011/P.Prov_Gorontalo_11.pdf
6. http://siat.ung.ac.id/files/wisuda/2012-1-13201-811408062-bab1-
14082012015641.pdf
7. https://www.kemkes.go.id/resources/download/profil/PROFIL_KES_PROV_2
011/P.Prov_Gorontalo_11.pdf

Anda mungkin juga menyukai