Dosen Pengampuh :
Disusun Oleh :
2020
Daftar Isi.............................................................................................................................2
Kata Pengantar...................................................................................................................3
Bab I ..................................................................................................................................4
A. Latar Belakang............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................5
C. Tujuan........................................................................................................................5
Bab II..................................................................................................................................6
A. Pengertian Isim dan Fi’il.............................................................................................6
B. Fungsi Kaidah Isim dan Fi’il dalam Penafsiran Al-Qur’an............................................7
C. Contoh Penerapan Kaidah isim dan Fi’il...................................................................11
Bab III...............................................................................................................................16
Kesimpulan.......................................................................................................................16
Daftar Pustaka..................................................................................................................17
Kata Pengantar
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah kitab sumber dasar hukum islam, bukanlah kitab
hukum dasar Islam. Oleh karena itu, untuk menemukan hukum yang
terkandung di dalamnya, diperlukan adanya suatu penafsiran. Dalam
menafsirkan al-Qur’an terdapat beberapa kaidah penafsiran agar isi atau
kandungan serta pesan-pesan Al-Qur’an dapat dipahami secara baik sesuai
dengan tingkat kemampuan manusia.
Dalam dikursus ‘ulum Qur’an ini, para ulama tafsir berbeda
pendapat mengenai ada atau tidaknya kaidah-kaidah yang dapat dijadikan
pedoman dalam menafsirkan al-Qur’an. Sebagian ulama ada yang
berpendapat bahwa, menafsirkan al-Qur’an bukan berdasarkan kepada
kaidah-kaidah teretntu, tetapi harus digali langsung dari al-Qur’an atas
petunjuk Nabi dan para sahabatnya. Sedangkat pendapat lain mengatakan
bahwa dalam menafsirkan al-Qur’an diperlukan kaidah-kaidah tertentu,
teruma kaidah bahasa. 1
Dari dua pendapat diatas, mayoritas ulama cenderung mendukung
pendapat kedua. Alasannya, dengan menguasai kaidah-kaidah penafsiran
dapat memudahkan seseorang dalam menafsirkan al-Qur’an. Sebaliknya
pendapat pertama cenderung mempersulit seseorang yang ingin
memperdalam al-Qur’an. 2
Kaidah-kaidah penafsiran itu ada tiga macam yaitu kaidah dasar,
kaidah syar’I dan kaidah kebahasaan. Kaidah dasar ialah menafsirkan al-
Qur’an dengan al-Qur’an, dengan hadits Nabi, pendapat sahabat dan
dengan pendapat tabi’in. sedangkan kaidah syar’i ialah menafsirkan al-
Qur’an dengan ijtihad, diantaranya ialah : mantuq dan mafhum, mutlaq dan
muqayyad, mujmal dan mufhassal dan lain-lain.
1
Usman, Ilmu tafsir, (Yogyakarta : TERAS 2009) hal. 240
2
Usman, Ilmu Tafsir, hal. 240
Sedangkan kaidah kebahasan ialah kaidah yang menjadi alternatif
dalam menafsirkan al-Qur’an. Kaidah kebahasaan ini mencakup kaidah
isim dan fi’il, amr dan nahy, istifham dan muanats, taqdim dan ta’khir dan
lain-lain. Namun yang akan dibahas dalam Makalah ini hanya Kaidah isim
dan fi’il.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan isim dan fi’il dalam al-Qur’an ?
2. Apa fungsi dari Kaidah isim dan fi’il terhadap penafsiran al-Qur’an ?
3. Apa Contoh atau bentuk isim dan fi’il dalam al-Qur’an ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari kaidah isim dan fi’il dalam Kaidah
kebahasaan.
2. Untuk mengetahui tujuan dari kaidah isim dan fi’il dalam kaidah
kebahasaan.
3. Dapat menyebutkan beberapa contoh dari isim dan fi’il dalam beberapa
ayat al-Qur’an.
Bab II
Pembahasan
3
Muhammad Chirzin , Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an (Yogyakarta :PT Dana Bhakti Prima
Yasa 1998) hal. 157
ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan
Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar.”
Hal ini karena infaq merupakan suatu perbuatan yang bersifat
temporal yang terkadang ada dan terkadang tidak ada. Lain halnya dengan
keimanan. Ia mempunyai hakikat yang tetap berlangsung selama hal-hal
yang menghendakinya masih ada. 4
Dari penjelasan diatas dapat kita pahami bahwa yang dimaksud
isim ialah keadaan suatu yang tetap dan berlangsung. Sedangkan yang
dimaksud fi’il ialah timbulnya suatu yang sebelumnya tidak ada dan
didalamnya terdapat suatu pekerjaan atau perbuatan.
Artinya :
“Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; dan
kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing
mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. dan jika
4
Mana Khalil al-Qatan, studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an ter. Mudzakir AS (Bogor : PT Litera
Antar Nusa, 2011), hal. 291-292
5
Lihat Nasiruddin Bidan, wawasan baru ilmu tafsir, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011)
hal. 322-326
kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka
dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh
ketakutan terhadap mereka.”
2. Penggunaan kata isim untuk menunjukan janji surga atau balasan yang
amat tinggi.
Contoh Q.S. Al Hijr : 45
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam surga
(taman-taman) dan (di dekat) mata air-mata air (yang mengalir)”
Artinya :
“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta
selain Allah yang dapat memberikan rizki kepada kamu dari langit dan
bumi, tidak ada Tuhan selain Dia; Maka mengapakah kamu berpaling
(dari ketauhidan) ?”
Artinya :
“Dan ditiuplah sangkakalah, maka tiba-tiba mereka keluar dengan
segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka.”
Artinya :
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari
secara tersembunyi dan terang-terangan, Maka mereka mendapat
pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Artinya “
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Allah dan
membunuh para nabi yang memang tak dibenarkan dan membunuh
orang-orang yang menyuruh manusia berbuat adil, maka
gembirakanlah mereka bahwa mereka akan menerima siksa yang
pedih.”
Artinya :
“Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; dan
kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing
mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. dan jika
kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka
dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh
ketakutan terhadap mereka.”
8
Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, (Yogyakarta : PT Dana Bhakti Prima
Yasa, 1998), hal. 158-163
Ayat tersebut menggambarkan tentang keadaan anjing Ashhabul
Kahfi ketika mereka tertidur dalam gua. Anjing itu dalam keadaan kaki
terentang selama mereka tidur. Keadaan demikian diungkapkan
dengan menggunakan isim, tidak dengan fi’il. Penggunaan isim
tersebut lebih megambarkan tepatnya keadaan anjing sepanjang waktu
itu.
2. Q.S Al-Hujurat 15
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang
yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, Kemudian
mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta
dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang
benar.”
Iman adalah hakikat yang harus tetap berlangsung atau ada, selama
keadaan menghendaki, seperti halnya ketaqwaan, kesabaran dan sikap
syukur. Penggunaan isim mu’minum menggambarkan keadaan
pelakunya yang terus berlangsung dan berkesinambungan. Ia tidak
terjadi secara temporer. Mukmin adalah sebutan bagi orang yang
keberadaannya senantiasa diliputi iman.
Artinya :
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari
secara tersembunyi dan terang-terangan, Maka mereka mendapat
pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan
tidak (pula) mereka bersedih hati.”
Artinya :
78. (yaitu Tuhan) yang Telah menciptakan aku, Maka dialah yang
menunjuki aku,
79. Dan Tuhanku, yang dia memberi makan dan minum kepadaku,
80. Dan apabila Aku sakit, dialah yang menyembuhkan aku,
81. Dan yang akan mematikan aku, Kemudian akan menghidupkan
Aku (kembali),
82. Dan yang amat kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada
hari kiamat".
3. Q.S Fatir : 3
Artinya :
“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta
selain Allah yang dapat memberikan rizki kepada kamu dari langit dan
bumi, tidak ada Tuhan selain Dia; Maka mengapakah kamu berpaling
(dari ketauhidan) ?”
Al-Qattaan, Manna’ Khalil. Study Ilmu-Ilmu al-Qur’an. Pustaka Litera Antar Nusa. Bogor:
2009.
Baidan, Nashirudin. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Pustaka Pelajar. Yogyakarta: 2011.
Chirzin, Muhammad. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. PT Dana Bhakti Prima Yasa.
Yogyakarta: 1998.