Anda di halaman 1dari 34

Laporan Praktikum Hari/tanggal : Senin/21 September 2020

Manajemen Budidaya Kelompok : 4/A1


Air Tawar Dosen : Dr. Wiyoto, S.Pi., M.Sc
Dr. Irzal Effendi, M.Si
Giri Maruto D, S.Pi., M.Si
Wida Lesmanawati, S.Pi., M.Si
Asisten : Jefry, S.Pi, M.Si
Dinda Wahyu Rezki, A.Md
Gygih Rudi Eka P, A.Md

BUDIDAYA RUMPUT LAUT Eucheuma cottoni


DI PULAU GILI GENTING

Disusun oleh:
Gamma Zahra Kusuma J3H118019
M. Rizky Faturrahman J3H118024
Sri Ajeng Kholifatun Nisa J3H118029
Nabila Tri Mulyani J3H118036
Adinda Nurul Izzah J3H118038
Oktaviani Ade Saputri J3H118049
Nurfazriyanti.Syawaliyah J3H918162
Umar Suhantoro J3H818111
Maya Rospita Daulay J3H918166

PROGRAM STUDI
TEKNOLOGI PRODUKSI DAN MANAJEMEN PERIKANAN
BUDIDAYA
SEKOLAH VOKASI
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2020
1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang ke
dua di dunia setelah Kanada. Indoneisa memiliki wilayah laut yang sangat luas,
sebagaimana 2/3 dari wilayah Indonesia yaitu laut. Perairan Indonesia
mengandung potensi yang sangat memungkinkan untuk dikembangkan, salah
satunya yaitu mengembangkan sumber daya perikanan. Salah satu sumber daya
perikanan yang sangat berpotensi untuk dikembangkan yaitu rumput laut.
Rumput laut atau yang dikenal dengan sebutan seaweed merupakan sumber daya
hayati yang sangat melimpah keberadaannya diperairan Indonesia yaitu sekitar
8,6% dari total biota laut (Dahuri 1998). Di Indonesia luas wilayah yang menjadi
habitat rumput laut tercatat mencapai 1,2 juta hektar dan merupakan luas wilayah
terbesar di dunia (Wawa 2005).
Van Bosse (melalui ekspedisi Laut Siboga pada tahun 1899-1900)
melaporkan bahwaIndonesia memiliki kurang lebih 555 jenis dari 8.642 spesies
rumput laut yang terdapat di dunia. Oleh karena itu, perairan Indonesia sebagai
wilayah tropis memiliki sumber daya plasma nutfah rumput laut sebesar 6,42%
dari total biodiversitas rumput laut dunia (Santosa 2003). Salah satu jenis rumput
laut yang ada diperairan indonesia yaitu Eucheuma cottonii. Eucheuma cottonii
merupakan rumput laut yang dikenal sebagai salah satu carragaenophtytes yaitu
rumput laut penghasil karagenan. Karagenan yaitu senyawa polisakarida yang
mengandung serat (dietary fiber) yang sangat tinggi. Serat yang terdapat pada
karagenan merupakan bagian dari serat gum yaitu jenis serat yang larut dalam
air.
Provinsi yang ada di Indonesia yang saat ini tercatat masih melakukan
budidaya rumput laut yaitu ada 26 provinsi. Salah satu provinsi yang tercatat
mampu memproduksi rumput laut dalam jumlah yang tinggi yaitu Jawa Timur.
Berdasarkan data statistik, pada tahun 2017 Jawa Timur mampu memproduksi
rumput laut sebanyak 564.802,98 dan pada tahun 2018 mampu memproduksi
sebanyak 672.574,97. Lokasi potensial bagi pengembangan budidaya rumput
laut di Provinsi Jawa Timur yaitu Banyuwangi, pacitan dan Sumenep (Indriani
dan Suminarsih 2003). Potensi pengembangan budidaya Eucheuma cottonii di
Jawa Timur tercatat 16.420 ha dan baru dimanfaatkan 372 ha atau 2,27%,
sedangkan di Kabupaten Sumenep potensi pengembangan tercatat 5.870 ha dan
baru dimanfaatkan 141.324 ha (Fatmawati dan Wahyudi 2015). Pulau Gili
Genting memiliki luas wilayah sekitar 30.318876 km2. Menurut Fatmawati dan
Wahyudi (2015), potensi rumput laut yang ada di Pulau Gili Genting mencapai
78.639 kg, oleh karena itu pulau ini merupakan salah satu pulau di Kabupaten
Sumenep penghasil rumput luat yang cukup besar. Pulau Gili Genting yang
berada di kawasan Pulau Gili merupakan salah satu pulau yang ada di Jawa
Timur dan tercatat sebagai tempat yang strategis untuk melakukan kegiatan
budidaya rumput laut salah satunya jenis Eucheuma cottonii. Faktor utama
keberhasilan kegiatan budidaya rumput laut adalah pemilihan lokasi yang tepat.
Penentuan lokasi dan kondisi perairan harus disesuaikan dengan metode
budidaya yang akan digunakan (Khasanah 2013).
2. PROFIL PERUSAHAAN

2.1 Identitas Perusahaan


PT. Rumput Laut Pronatural didirikan pada tanggal 16 September 2020,
perusahaan berlokasi di Pulau Gili Genting, Madura. PT. Rumput Laut Pronatural
merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembudidayaan khususnya
rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii).
Filosofi dari nama PT. Rumput Laut Pronatural yaitu rumput laut yang
dihasilkan dengan proses alami langsung dari alamnya dan kualitasnya baik. Kata
„pronatural‟ kami selipkan dengan harapan seiring terus berkembangnya
teknologi, budidaya yang kami lakukan selalu bisa mengikuti arus perekembangan
dan mampu bersaing dengan baik untuk selalu menghasilkan rumput laut dengan
kualitas bagus. Pendiri dari PT. Rumlam Pronatural terdiri dari Sembilan orang
mahasiswa Program Studi Teknologi Produksi dan Manajemen Perikanan
Budidaya, Sekolah Vokasi, Institut Pertanian Bogor, diantaranya yaitu Gamma
Zahra Kusuma, Muhammad Rizky Faturrahman, Oktaviani Ade Saputri, Nabila
Tri Mulyani, Maya Rospita Daulay, Adinda Nurul Izzah, Umar Suhantoro, Sri
Ajeng Kholifatun Nisa dan Nurfazriyanti Syawaliah. Perusahaan ini didirikan atas
kesepakatan bersama dan dengan modal bersama.

2.2 Visi dan Misi


 Visi
Menjadi tempat budidaya rumput laut terkemuka, bermanfaat, berkelanjutan,
sejahtera, dan berkualitas di Indonesia.
 Misi
1. Membangun integrasi usaha budidaya rumput laut yang berdaya saing
nasional dan internasional.
2. Mendukung pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat terutama pembudidaya rumput laut.
3. Meningkatkan penghasilan atau keuntungan usaha budidaya untuk
dapat berkembang menjadi lebih besar dan maju.
4. Memperhatikan lingkungan budidaya tetap lestari untuk mencegah
kerusakan lingkungan.

2.3 Logo Perusahaan


2.4 Struktur Organisasi

Direktur
Gamma Zahra Kusuma

Sekretaris
Maya Rospita

Manajer Keuangan Manajer Produksi Manajer Pemasaran


Adinda & Nabila Oktaviani & Sri Ajeng Nurfazriyanti S

Teknisi 1 Teknisi 2
Muhammad Rizky F Umar Suhantoro

2.5 Deskripsi Pekerjaan


Direktur dari PT. Rumlam Pronatural adalah gamma Zahra Kusuma. Direktur
adalah seseorang yang memiliki wewenang untuk memutuskan dan menentukan
peraturan dan kebijakan tertinggi perusahaan. Seorang direktur bertanggung jawab
dalam memimpin dan menjalankan perusahaan dan dikatakan sebagai seorang
koordinator, komunikator, pengambil keputusan, pemimpin, pengelola dan
eksekutor dalam menjalankan dan memimpin suatu usaha.
Sekretaris dari PT. Rumlam Pronatural adalah Maya Rospita daulay. Adapun
tugas-tugas sekretaris yaitu mengurusi pencatatan serta mengatur jadwal,
menyiapkan, membuat dan menyusun laporan-laporan, menjawab panggilan,
menjawab pesan dan menangani korespondensi (surat-menyurat), mengamankan
informasi dengan mengelola data base, dan enjadi narahubung dengan organisasi
atau klien tertentu.
Manajer keuangan dari PT. Rumlam Pronatural adalah Adinda Nurul Izzah
dan Nabila Tri Mulyani. Adapun tugas-tugas bagian keuangan yaitu bertanggung
jawab serta mengatur pemasukan dan pengeluaran perusahaan, menyusun
dokumen-dokumen kegiatan akuntansi dan keuangan perusahaan, dan
melaksanakan pencatatan dan pengumpulan data-data atau bukti transaksi dalam
kegiatan perusahaan.
Manajer produksi dari PT. Rumlam Pronatural adalah Oktaviani Ade Saputri
dan Sri Ajeng Kholifatun Nisa. Manajer produksi seorang yang terlibat
perencanaan, koordinasi dan kontrol dari proses manufaktur dan bertanggung
jawab memastikan barang dan jasa diproduksi secara efisien, jumlah produksi
yang benar dan akurat, diproduksi sesuai dengan anggaran biaya yang tepat dan
berkualitas sesuai standar perusahaan.
Manajer pemasaran dari PT. Rumlam Pronatural adalah Nurfazriyanti
Syawaliyah. Manajer pemasaran memiliki tugas dan tanggung jawab besar dalam
rangka peningkatan profit perusahaan, beberapa tugas dari manajer pemasaran
yaitu selalu harus dapat menganalisiss kesempatan kedepan, membuat rumusan
dan melaksanakan kegiatan yang dimaksudkan untuk mencapai sasaran yang
sudah ditentukan oleh perusahaan. Tugas manajer pemasaran secara umum
memanglah bertujuan untuk memastikan bahwa keinginan dari pelanggan
terakomodir oleh perusahaan. Sehingga hal tersebut menciptakan profit bagi
perusahaan.
Teknisi dari PT. Rumlam Pronatural yaitu Muhammad Rizky Faturrahman
dan Umar Suhantoro. Adapun tugas-tugas dari teknisi lapang yaitu menjalankan
dan menghentikan unit produksi, memastikan unit produksi berjalan sesuai
standar, mempersiapkan unit produksi, dan mencatat data operasi yang akurat.

2.6 Bentuk Produk dan Pemasaran

Budidaya yang dijalankan di Pulau Gili Genting yaitu budidaya rumput laut
spesies Eucheuma cottonii. Produk output yang dihasilkan yaitu rumput laut
dalam bentuk kering yang dipasarkan dengan harga jual yaitu Rp 11.000/kg.
Segmentasi pasar rumput laut yang dibudidayakan di Pulau Gili Genting ditujukan
berdasarkan pasar yang dituju yaitu pasar lokal. Setelah panen, rumput laut basah
akan dikeringkan di bawah sinar matahari langsung selama tiga sampai empat hari
sehingga kadar air mencapai 40%. Rumput laut yang sudah dikeringkan
dipasarkan kepada pengepul atau pengumpul yang ada di kecamatan yang sudah
bekerja sama dengan pabrik industri atau eksportir. Rumput laut yang terkumpul
di pengepul kemudian dikirimkan ke pabrik atau eksportir. Kemudian pabrik akan
mengolah rumput laut tersebut atau mengekspornya, tergantung dengan harga
rumput laut dunia. Jika harga rumput laut dunia turun maka rumput laut akan
diolah menjadi karagenan (bahan pengenyal makanan) dan sebaliknya jika harga
rumput laut naik atau stabil maka rumput laut akan diekspor (Hismayani et al.
2007).

3. ASPEK PENUNJANG

3.1 Aspek Legal

3.1.1. Legalitas Usaha Budidaya Perikanana.


 Lokasi budidaya sesuai dengan peraturan/kebijakan pemerintah daerah
setempat
Pemilihan lokasi sesuai dengan peruntukan lokasi/lahan budidaya
perikanan yang tertuang dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil (RZWP3K) dan atau Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk daratan
di tingkat kabupaten kota/kabupaten atau provinsi. Kesesuaian lokasi budidaya
dengan peruntukannya dimaksudkan untuk menghindari konflik dengan
pemanfaatan lain seperti Kawasan pemukiman, konservasi, penangkapan ikan,
wisata, industry, pelayaran dan lain-lain. Apabila belum ada RZWP3K atau
RTRW, maka dilaporkan dan dikonsultan dengan apparat berwenang tingkat
desa/kelurahan atau kecamatan ataupun dinas terkait di kabupaten/kota agar lokasi
dimasukkan sebagai Kawasan budidaya pada saatpenyusunan tata ruang wilayah.
 Perizinan Usaha
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia No.49/Permen-KP/2014 tentang usaha pembudidayaan ikan, usaha
budidaya perikanan wajib memiliki Surat Izin Perikanan (SIUP) atau memiliki
Tanda Pencatatan Usaha Pembudidayaan Ikan (TPUPI). SIUP wajib dimiliki oleh
usaha budidaya skala menengah sampai dengan skala besar dan dikeluarkan oleh
Dinas Perikanan terkait. Usaha budidaya skala kecil tidak berkewajiban memiliki
SIUP, tetapi wajib memiliki TPUPI. Usaha budidaya kecil untuk pembesaran ikan
di laut sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
No.49/Permen-KP/2014 tentang Usaha Pembudidaya Ikan, yaitu:
1. Melakukan pembudidayaan ikan dengan menggunakan teknologi
sederhana;
2. Melakukan pembudidayaan di laut dengan luas lahan tidak lebih dari dua
hektar.
Sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
No.3/2015 tentang Pendelegasian Wewenang Pemberian Izin Usaha di Bidang
Pembudidayan Ikan dalam rangka pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu
kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), SIUP untuk usaha
budidaya dengan kriteria:
1. Menggunakan modal asing
2. Berlokasi di darat pada wilayah lintas provinsi
3. Berlokasi di wilayah laut di atas dua belas mil laut diukur dari garis pantai
kea rah laut lepas dan atau ke arah perairan kepulauan
4. Menggunakan teknologi super intensif di darat dan wilayah laut di atas dua
belas mil laut diukur dari garis pantai kea rah laut lepas dan atau ke arah
perairan kepulauan. Izin diterbitkan oleh BKPM dengan rekomendasi dari
Menteri Kelautan dan perikanan.
 Peraturan lain yang terkait dengan aktivitas budidaya perikanan yang
dilakukan di peisisr, yaitu:
1. Undang-Undang N0.27/2007 dan perubahannya pada Undang-Undang
No.1/2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil,
yaitu larangan melakukan konversi lahan atau ekosistem di Kawasan atau
zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis
peisir dan pulau-pulau kecil.
2. Undang-Undang N0.31/2004 tentang Perikanan dan Peraturan Pemerintah
No.60/2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan, yaitu berpartisispasi
dalam melakukan konservasi ekosistem mangrove, padang lamun, terumbu
karang dan ekosistem lainnya terkait dengan sumber daya ikan.

3.1.2. Izin Usaha Perikanan


Sesuai dengan Peraturan Mentri Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia Nomor. PER 12/MEN/2007 tentang Perizinan Usaha Pembudidayaan
Ikan, pmbudidaya rumput laut wajib memiliki Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP),
kecuali bagi kegiatan yang dilakukan pada skala kecil dengan luas perairan
tertentu. SIUP dapat diperoleh melalui DKP atau Kantor Pelayanan Terpadu
setempat. Luas perairan tertentu yang dimaksud diantaranya adalah budidaya
lepas dasar yang tidak lebih dari 8 unit dengan perunitnya berukuran 100x5 m2,
budidaya rakit apung yang tidak lebih dari 20 unit dengan ketentuan 1 unit sama
dengan 20 rakit, 1 rakit berukuran 5x2,5 m2, dan budidaya longline tidak lebih
dari 2 unit dengan ketentuan 1 unit berukuran 1 ha.
Pembudidaya yang tidak berkewajiban memiliki SIUP sebaiknya
melaporkan usaha budidaya ke desa melalui kelompok dan selanjutnya usaha
budidaya tersebut diajukan ke Dinas Kelautan dan Perikanan setempat untuk
mendapatkan Tanda Pencatatan Kegiatan Perikanan (TPKP).
3.1.3. Persyaratan Izin Usaha Budidaya Rumput Laut
Sebelum mendirikan suatu usaha budidaya rumput laut, pembudidaya
harus memiliki Izin Usaha Budidaya Rumput laut. Persyaratannya diantaranya
yaitu:
1. Mengisi formulir permohonan dengan dibubuhi materai Rp. 6.000,-
2. Foto copy KTP penanggungjawab.
3. Surat keterangan dimosili atau rekomendasi usaha dari lurah mengetahui
camat.
4. Persetujuan tetangga sekitar lokasi usaha.
5. Foto copy kartu BPJS.
6. Izin lingkungan (SPPL, UKL/UPL, Amdal).
7. Foto copy NPWP.
8. Foto copy SIUP dan TDP bagi yang berbadan hukum.
9. Foto copy AKTA Ntaris pendirian dan perubahan bagi perusahaan yang
berbadan hukum.
10. Pas foto ukuran 3x4 cm sebanyak dua lembar.
11. Foto copy Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP).
12. Rekomendasi instansi terkait.13.Dukungan kelompok usaha rumput laut.

3.1.4. Prosedur Pembuatan Surat Izin Usaha Budidaya Rumput Laut


Pemohon datang ke loket informasi dan meminta informasi kepada
petugas loket tersebut, kemudian setelah mendapatkan informasi pemohon
meminta formulir permohonan dan mengisi formulir dilengkapi dengan
persyaratan dan menyerahkan formulir permohonan ke petugas loket pendaftaran.
Selanjutnya petugas loket akan melakukan verifikasi permohonan, permohonan
akan dicatat sebagai dapat pemohon jika berkas-berkas sudah lengkap dan benar.
Kemudian loket penerbitan izin melakukan validasi berkas permohonan dan
membuat surat survey yang ditujukan kepada tim teknis untuk melakukan kajian
teknis. Tim teknis melakukan kajian teknis yang dituangkan dalam berita acara
pemeriksaan. Tim teknis akan menerbitkan rekomendasi jika kajian teknis
menyatakan layak. Selanjutnya tim teknis akan melakukan penetapan retribusi,
kemudian pemohon melakukan pembayaran retribusi. Loket penerbitan izin akan
melakukan penerbitan surat izin, kemudian surat akan ditandatangani oleh kepala
seksi perizinan, kepala bidang pelayanan perizinan dan sekretaris. Selanjutnya
surat izin akan ditandatangani oleh kepala dinas. Setelah dilakukan tahap
penandatanganan, kemudian petugas loket pengambilan akan melakukan
pencatatan dan pengarsipan surat izin dan surat izin akan diserahkan kepada
pemohon.
3.2 Aspek Teknis

3.2.1 Kualitas Air


Kualitas air merupakan salah satu hal yang menentukan keberhasilan
budidaya rumput laut. Beberapa parameter kualitas air baik fisika maupun kimia,
di antaranya jenis substrat, gelombang, kecepatan arus, kecerahan, kedalaman,
temperatur, salinitas, konsentrasi pH, kandungan nitrat dan kandungan fosfat.
Kualitas air pada perairan di Pulau Gili Genting, Madura berdasarkan hasil
penelitian Agustina et al. (2017) menunjukan hasil, yaitu substrat pada perairan
tersebut tergolong substrat berpasir. Gelombang yang berada pada perairan Gili
Genting ini relatif tenang, yaitu sekitar 0.01-0.47 meter. Gelombang berpengaruh
terhadap transportasi nutrien maupun kebersihan permukaan tanaman dari substrat
yang menempel. Gelombang yang besar dapat berpengaruh terhadap kekeruhan
dan penyerapan nutrisi oleh rumput laut. Kecepatan arus pada perairan Gili
Genting sekitar 0.2-0.4 m/s. Kecerahan yang ada pada Perairan Gili Genting ini
mencapai 100%. Cahaya berpengaruh terhadap fotosintesis dari rumput laut
tersebut. Kedalaman pada lokasi penelitian yang dilakukan dengan survei
lapangan berkisar antara 3–6.7meter. Temperatur atau suhu pada perairan Gili
Genting berkisar antara 29-30°C.Suhu berpengaruh terhadap pertumbuhanrumput
laut. Kenaikan suhu dapat menyebabkan thallus rumput laut menjadi pucat
kekuning-kuningan.Kandungan salinitas perairan Gili Genting berkisar antara 30-
31.2 mg/l. Spesies Eucheuma cottonii merupakan jenisrumput laut yang bersifat
stenohaline. Tumbuhan ini tidak tahan terhadap fluktuasi salinitas yang tinggi.
Salinitas dapat berpengaruh terhadap proses osmoregulasi pada tumbuhan rumput
laut. Konsentrasi pH (derajat keasaman) hasil pengamatan di perairan Gili
Genting didapatkan berkisar antara 7.2-8.2. Kandungan nitrat di perairan Gili
Gentingyangdiperoleh berkisar antara 0,08 mg/l. Nitrat merupakan salah satu
nutrien yang sangat dibutuhkan oleh rumput laut. Jika kandungan nitrat di
perairan kurang dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, metabolisme dan
reproduksi. Kandungan fosfat perairan Gili Genting adalah 0,02 mg/l.
Tabel 1. Kualitas air di perairan Pulau Gili Genting, Madura.
No Parameter Perairan Gili Literatur (SNI 2011
Genting dan Wijaya 2007)
1 Gelombang 0.01-0.47 m 0.2-0.3 m
2 Arus 0.2-0.4 m/s 0.25-0.40 m/s
3 Kecerahan 100% >5 m
4 Kedalaman 3-6.7 m 4-6 m
5 Temperatur 29-30 oC 26-32 oC
6 Salinitas 30-31.2 % 28-37%
7 pH 7.24-8.2 7.5-8.5
8 Nitrat 0.08 mg/L 0.04-0.1 mg/L
9 Fosfat 0.02 mg/L 0.1-0.2 mg/L
Berdasarakan Tabel 1. Perairan Gili Genting berpotensial untuk dijadikan
lokasi pengembangan budidaya rumput laut (Eucheuma cottoni) karena parameter
perairan di lokasi tersebut masih berada dalam kisaran Standar Nasional Indonesia
Budidaya Rumput Laut tahun 2011.
Selain paramater perairan tersebut, terdapat beberapa kriteria yang harus
diperhatikan dalam menentukan lokasi budidaya rumput laut. Idham Malik (2014)
menjelaskan bahwa dasar perairan yang cocok untuk dijadikan lokasi budidaya
rumput laut berupa dasar berupa pasir dan batu, terlindung dari ombak kuat yang
dapat merusak konstruksi. Selanjutnya, kedalaman air disesuaikan dengan sistem
budidaya, kedalaman pada metode lepas dasar sistem patok minimal 0.3 m saat
surut terendah. Sedangkan, pada sistem longline kedalaman perairan pada surut
terendah minimal 1,0 m. Perairan cukup jernih, untuk metode longline daya
tembus cahaya matahari lebih dari 5 m (Wijaya 2007).
Agustina et al. (2017), mengelompokkan daerah di sekeliling Pulau Gili
Genting menjadi tiga bagian, yakni daerah yang sangat sesuai, cukup sesuai, dan
tidak sesuai untuk dijadikan lokasi budidaya rumput laut (Eucheuma cottoni).
Luas daerah yang sangat sesuai di daerah Pulai Gili Ginting tersebut sebesar
2640,96 ha; luas daerah cukup sesuai sebesar 479,23 ha; dan luas daerah yang
tidak sesuai sebesar 933,91 ha. Luas daerah yang dikelompokkan sebagai daerah
yang sangat sesuai dan cukup sesuai tersebut layak untuk dilakukan budidaya
rumput laut (Eucheuma cottoni).

Gambar 1. Perairan Pulau Gili Genting lokasi budidaya rumput laut


Gambar 2. Peta Kesesuaian Lahan Budidaya Rumput Laut di Pulau Gili
Genting (Agustina et al.2017)
3.2.2 Memilih Lokasi Budidaya Rumput Laut di Perairan Pulau Gili
Genting
Berdasarkan hasil data penelitian kualitas airyang telah dilakukan di
perairan Pulau Gili Genting menunjukkan bahwa pada lokasi ini sesuai untuk
budidaya rumput laut Eucheuma cottonii. Persentase yang didapatkan untuk lahan
yang sangat sesuai sebesar 65% dengan lahan seluas 2640,96 ha, 12% untuk
kriteria cukup sesuai dengan lahan seluas 479,23 ha dan lahan yang tidak sesuai
sebesar 23% dengan luas 933,91 ha.

3.3 Aspek Sosial Budaya


Instansi pemerintah pada wilayah tersebut belum memberikan pelayanan
maksimum terhadap upaya mendorong ekonomi masyarakat setempat. Hal ini
terlihat dari kurangnya partisipasi Dinas Teknis di wilayah itu, dalam membantu
unit usaha kecil untuk memperoleh izin keamanan pangan Departemen Kesehatan,
dan tidak ada advokasi dari dinas teknis terhadap limbah industri rumput laut, dan
tidak adanya penyuluhan tentang pasca panen rumput laut pada pembudidaya.
Penanganan masalah ini perlu adanya advokasi penanganan masalah limbah hasil
olahan rumput laut dari Dinas Teknis di daerah tersebut.

Konflik relasi horizontal terjadi pada usaha perdagangan dan industri


pengolahan produk primer menjadi menjadi intermediate product. Konflik ini
muncul karena persaingan dalam memperoleh bahan baku rumput laut, oleh sebab
itu pedagang besar dan industri pengolahan tersebut saling bersaing untuk
merebut bahan baku pada tingkat pembudidaya. Persaingan ini mendorong tidak
adanya insentif harga pada tingkat pembudidaya rumput laut sehingga
penanganan pasca panen terhadap rumput laut sangat buruk. Persaingan tersebut
pada sisi lain menyebabkan industri pengolahan rumput laut yang ada di Sumedep
sangat tertutup dalam hal mutu bahan baku yang diperlukan dan kualitas produk
yang dihasilkan.
3.4 Aspek Ekonomi

3.4.1 Data Produksi Rumput Laut E. Cottoni


Tabel 1. Data permintaan dan penawaran rumput laut E. cottoni tahun 2015-2018
Penawaran (Supply)
Tahun Permintaan (Demand) (ton)
(ton)
2015 11.269.342 10.600.000
2016 11.107.000 11.050.301
2017 13.390.000 10.456.043
2018 16.171.000 10.366.130

3.4.2 Biaya Investasi


Tabel 2. Biaya Investasi
Umur
N
Komponen Spesifikasi Satuan Jumlah Harga Satuan Total Harga Teknis Nilai Sisa Penyusutan
o
(Tahun)
1 Thermometer Digital unit 1 Rp 50,000 Rp 50,000 5 Rp 5,000 Rp 9,000
Refraktomete
2 Brix unit 1 Rp 160,000 Rp 160,000 5 Rp 16,000 Rp 28,800
r
3 pH meter ATC unit 1 Rp 148,000 Rp 148,000 5 Rp 14,800 Rp 26,640
DLE
4 Timbangan unit 1 Rp 635,000 Rp 635,000 5 Rp 63,500 Rp 114,300
(300kg)
5 Gunting Besi unit 10 Rp 15,000 Rp 150,000 2 Rp 15,000 Rp 67,500
6 Gergaji Besi unit 2 Rp 30,000 Rp 60,000 2 Rp 6,000 Rp 27,000
7 Pisau Alumunium unit 10 Rp 20,000 Rp 200,000 2 Rp 20,000 Rp 90,000
8 Jukung Kayu unit 1 Rp 25,000,000 Rp 25,000,000 10 Rp 2,500,000 Rp 2,250,000
9 Terpal Plastik 3x6m 1 Rp 74,000 Rp 74,000 2 Rp 7,400 Rp 33,300
10 Para-para unit 10 Rp 250,000 Rp 2,500,000 3 Rp 250,000 Rp 750,000
Pelampung Jerigen 25
11 unit 8 Rp 30,000 Rp 240,000 3 Rp 24,000 Rp 72,000
Utama liter
Pelampung Jerigen 20
12 unit 20 Rp 20,000 Rp 400,000 3 Rp 40,000 Rp 120,000
Pembantu Liter
Botol 600
Pelampung
13 ml kg 1 Rp 10,000 Rp 10,000 3 Rp 1,000 Rp 3,000
Ris Bentang
(kosong)
Karung
14 Jangkar unit 36 Rp 5,000 Rp 180,000 3 Rp 18,000 Rp 54,000
Pasir
15 Tali Jangkar PE 12mm 220m/roll 2 Rp 750,000 Rp 1,500,000 3 Rp 150,000 Rp 450,000
16 Tali Utama PE 12mm 220m/roll 4 Rp 750,000 Rp 3,000,000 3 Rp 300,000 Rp 900,000
Tali
17 PE 8mm 200m/rol 2 Rp 350,000 Rp 700,000 3 Rp 70,000 Rp 210,000
Pembantu
Tali Ris
18 PE 5mm 220m/roll 52 Rp 400,000 Rp 20,800,000 3 Rp 2,080,000 Rp 6,240,000
Bentang
19 Tali Titik PE 1mm 220m/roll 5 Rp 22,000 Rp 110,000 3 Rp 11,000 Rp 33,000
Total Rp 28,719,000 Rp 55,917,000 68 Rp 5,591,700 Rp11,478,540

Berdasarkan Tabel 2. di atas, dapat diketahui bahwa jumlah biaya investasi yang dikeluarkan untuk usaha budidaya rumput laut
adalah sebesar Rp 55,917,000 /tahun dengan biaya penyusutan sebesar Rp 11,478,540.00/tahun.
3.4.2 Biaya Tetap
Tabel 3. Biaya Tetap
No Komponen Spesifikasi Jumlah Satuan Harga satuan Harga per bulan Harga per tahun
1 Penyusutan Rp 11,478,540
2 Gaji
a. Tenaga Kerja Tetap 9 orang Rp3,000,000 Rp3,000,000 Rp 324,000,000
b. Tenaga Kerja Boro 10 orang Rp105,000 Rp105,000 Rp 11,550,000
Total Rp 347,028,540

Berdasarkan Tabel 3. di atas, dapat diketahui bahwa jumlah biaya tetap yang dikeluarkan untuk budidaya rumput laut adalah
sebesar Rp 347,028,540 /tahun.

3.4.3 Biaya Variabel


Tabel 4. Biaya Variabel
No Komponen Spesifikasi Jumlah Satuan Harga Satuan Harga Per Siklus Harga Per Tahun
1 Bibit Rumput Laut 100g 25 kg/tali Rp2,500 Rp62,500 Rp687,500
2 Bahan Bakar Solar 25 liter Rp5,150 Rp128,750 Rp2,703,750
TOTAL Rp7,650 Rp191,250 Rp4,016,250

Berdasarkan Tabel 4. di atas, dapat diketahui bahwa jumlah biaya variabel yang dikeluarkan oleh PT. Rumlam Pronatural untuk
usaha budidaya rumput laut Eucheuma cottonii adalah sebesar Rp 4,016,250/tahun.
3.5 Aspek Tenaga Kerja
Cara pengaturan tenaga kerja sekitar daerah Kepulauan Gili Genting,
Kabupaten Sumenep yakni dengan sistem gotong-royong yaitu siapa yang
membutuhkan tenaga kerja baik pada waktu pembuatan rakit tempat budi daya,
penalian bibit rumput laut pada tali pemanenan, tenaga kerja keluarga maupun
masyarakat akan siap membantu. Penanaman bibit dilakukan apabila ada tetangga
atau bukan keluarga. Satu rakit membutuhkan tenaga kerja delapan orang untuk
pemanenan. Pembuatan rakit dilakukan selama tiga setengah jam pada umumnya,
dan pekerjaan ini dilakukan oleh laki- laki. Kegiatan menarik rakit ke perairan
biasanya dilakukan oleh laki- laki. Pengontrolan rumput laut dapat dilakukan oleh
laki-laki dan perempuan. Pemanenan lebih dominan dilakukan oleh laki-laki.
Kegiatan pembersihan, penjemuran, dan pengemasan dapat dilakukan bersama-
sama. Perempuan lebih dominan dalam kegiatan pengolahan pasca panen yang
meliputi pembuatan dodol, manisan rumput laut, dan koktail. Pemasaran dan
pengangkutan laki-laki dapat dipastikan lebih banyak berperan daripada
perempuan.
Dengan adanya tenaga kerja yang mudah didapat dalam budidaya rumput
laut, maka produksi dapat ditingkatkan sehingga dapat memenuhi permintaan
pasar yang tinggi. Adanya produksi yang semakin meningkat, maka pendapatan
petani juga akan meningkat pula. Sumber tenaga kerja yang digunakan petani
rumput laut pada kelompok usaha di Kecamatan Gili Genting, Sumenep, Jawa
Timur, umumnya adalah dari keluarga sendiri, selebihnya dari luar keluarga.
Tenaga kerja dari luar digunakan pada saat pengikatan bibit rumput
laut,sedangkan pada saat budidaya umumnya dilakukan oleh tenaga kerja dari
dalam keluarga petani sehingga tenaga kerja tersebut tidak perlu dibiayai, Banyak
nelayan yang beralih menjadi petani rumput laut dan menjadikannya sebagai
pekerjaan utama, disebabkan karena budi daya rumput laut tidak memerlukan
keterampilan khusus dan memiliki masa tanam yang pendek serta nilai jualnya
cukup baik meskipun pada bulan-bulan tertentu masih mengalami fluktuasi harga.
Selain itu adanya sistem ”arisan” tenaga kerja juga membantu
penghematan, dimana dalam arisan ini setiap petani yang mengikuti arisan ini
harus membantu petani anggota arisan lainnya untuk bekerja di sawah tanpa
dibayar. Metode pemasaran petani Rumput Laut di Kecamatan Gili Genting, juga
membuat biaya yang mereka keluarkan lebih sedikit atau efisien, karena petani
tidak perlu menjual langsung pada pabrikan, namun justru ada pedagang yang
membeli hasil langsung pada petani. Sehingga dengan cara ini tentu petani tidak
perlu mengeluarkan biaya transportasi dan biaya pengangkut.
3.6 Kendala dan Aksesibilitas Budidaya

3.6.2 Kendala Budidaya Rumput Laut di Pulau Gili Genting


Kendala atau hambatan dalam kegiatan budidaya rumput laut di Pulau Gili
Genting, Kabupaten Sumenep, Madura menurut Nurwidodo et al. (2018) adalah
sebagai berikut:
1. Tingginya biaya operasional dan terbatasnya modal
Tingginya biaya operasional disebabkan oleh faktor kelangkaan dan
mahalnya berbagai komponen untuk produksi. Pembudidaya rumput laut
kebanyakan hanya bergantung pada modal usaha per keluarga, maka jumlah unit
rumput laut yang dibudidayakan juga berbeda, ada yang banyak dan ada yang
hanya beberapa tali saja (kapasitas budidaya kecil). Sebagian besar penduduk di
kepulauan sangat bergantung pada sektor usaha dengan akses modal dan teknologi
yang rendah sehingga produktivitas pun menjadi rendah.
2. Rendahnya posisi tawar pembudidaya rumput laut
Harga rumput laut dikontrol oleh pedagang besar, dalam hal ini pasar di
Madura dan Surabaya. Sementara itu, dalam hal penjualan hasil panen (baik basah
maupun kering) banyak petani yang mengeluh karena mereka tidak memiliki
posisi tawar kuat, terutama dalam penentuan harga jual rumput laut.
3. Kurangnya pengetahuan pembudidayaan dan pengelolaan pasca panen
Sampai saat ini jenis atau spesies yang dibudidayakan hanya satu, yaitu
Eucheuma cottonii. Petani umumnya hanya menggunakan satu cara atau teknik
budidaya, misalnya ada yang hanya menggunakan teknik longline, ada yang rakit,
dan ada yang patok. Belum ada petani yang mencoba membandingkan ketiganya,
atau memodifikasi berdasarkan kebutuhan dan berdasarkan pengalaman dari
ketiganya.
4. Kendala pada proses budidaya
Terjadinya penurunan produksi rumput laut disebabkan oleh faktor
musim/cuaca yang tidak menentu, pencemaran perairan, rumput laut yang
terinfeksi penyakit, dan keberadaan hama rumput laut. Menurut Abdullah (2011),
hama yang sering menyerang rumput laut adalah ikan baronang yang
berkelompok. Serangan hama lainnya yaitu tritip yang menempel pada bambu dan
tali ris dari rakit. Sedangkan penyakit yang sering menyerang rumput laut adalah
penyakit ice-ice yang menyebabkan rumput laut tampak memutih Penyakit
lainnya yang dapat menyerang rumput laut adalah white spot ditandai dengan
perubahan thallus dari coklat kekuningan menjadi putih kemudian menyebar dan
akhirnya seluruh rumput laut membusuk dan rontok dari tali gantung.

3.6.3 Strategi Pengembangan Rumput Laut


Menurut Nurwidodo et al. (2018), kolaborasi antara pemerintah daerah,
swasta, dan pihak terkait memang diperlukan sebagai strategi pengembangan
budidaya rumput laut. Peran pemerintah daerah sangat penting dan bahkan
menjadi pelaku utama karena menjadi kunci penting dalam pengembangan
rumput laut. Pemerintah daerah memiliki peran paling penting dalam memberikan
bantuan kepada Pembudidaya, berupa modal dan penyuluhan bertahap untuk
memanfaatkan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia sebagai penopang
keberlanjutan usaha budidaya rumput laut serta memperluas areal budidaya.

3.6.4 Aksesibilitas Kebutuhan Sarana dan Prasarana Produksi Rumput


laut
Sarana dan prasarana produksi rumput laut, di antaranya adalah bibit
rumput laut, dan sarana produksi rumput laut lainnya. Bibit rumput didapatkan
langsung dari pembudidaya yang melakukan usaha pembibitan rumput laut, atau
dapat juga menggunakan bibit rumput laut hasil panen sendiri. Untuk sarana
produksi seperti bambu dapat diperoleh dari desa-desa sekitar atau didatangkan
langsung dari pulau Madura, sedangkan untuk tali dan kebutuhan lainnya, seperti
obat-obatan juga didatangkan langsung dari Kabupaten Sumenep atau dari pusat
kota Madura (Zulham et al. 2007).
4 PODUKSI

4.1 Proses Produksi

4.1.2 Persiapan Kontruksi


Bahan kontruksi yang dibutuhkan terdiri dari tali jangkar berupa
polyethylene (PE) diameter minimal 10 mm, berikut nya tali utama berupa
polyethylene (PE) diameter minimal 10 mm, tali pembantu berupa polyethylene
(PE) diameter minimal 6 mm, tali ris bentang berupa polyethylene (PE) diameter 4
mm – 5 mm, tali titik berupa polyethylene (PE) 1 mm – 1,5 mm, tali rafia, 40 cm,
dan jangkar berupa beton, besi, batu, karung pasir dengan berat minimal
50kg/buah atau pancang (bambu, kayu, besi) serta pelampung utama jerigen
plastik minimal 25 liter atau bahan pelampung lain. yang tidak mencemari
lingkungan, pelampung pembantu berupa jerigen plastik minimal 20 liter atau
bahan pelampung lain yang tidak mencemari lingkungan lalu pelampung ris
bentang berupa botol plastik bervolume 600 ml atau bahan pelampung lain yang
tidak mencemari lingkungan. Peralatan lain nya yaitu gunting, gergaji, pisau,
keranjang, perahu, jukung, terpal, para-para dan timbangan (SNI 2010).

4.1.3 Pembentukan Konstruksi


4.1.3.1 Pembenkan Konstruksi Berbingkai
Pembentuk kontruksi yang dilakukan sebelum kegiatan pemeliharan yaitu,
pembentuk kontruksi berbingkai dengan menyusun tali utama berbentuk segi
empat serta dengan ukuran minimal 25m x 100 m sampai ukuran 50 m x 100 m
maksimal. Selanjutnya memasangkan pelampung utama pada setiap sudut tali
utama dan setiap 25m tali utama pada sisi 100m dipasangkan tali pembantu,
pelambung pembantu yang berfungsi mempertahankan ukuran konstruksi.
Kemudian mengikat tali ris bentang sepanjang 25m - 50m dengan jumlah 99 tali
ris bentang berjarak 100 cm lalu ikat pada tali utama, serta pada memasang
minimal 125 titik sampai 250 titik tali ris bentang dengan jarak antar titik minimal
20cm dan pelambung ris bentang sebanyak 5 buah- buah pada setiap tali ris
bentang. Tahap terakhir dari pembuatan kontruksi berbingkai, Tambatkan
kontruksi tersebut pada lokasi dengan mengunakan pemberat jangkar pada setiap
sudut bersama pelambung pembantu kemudian kontruksi tersebut di apungkan
(SNI 2010).
6 5

1 8
2 7

3
25 4

100

Gambar 1. Konstruksi long-line berbingkai ukuran 25 m x 100 m


Sumber : Badan Standard Nasional Indonesia 7579.2:2010

Keterangan : 1) Tali jangkar, 2) Tali utama, 3) Tali pembantu, 4) Tali ris bentang, 5)
Jangkar utama, 6) Jangkar pembantu, 7) Pelampung utama, 8) Pelampung pembantu

Gambar 2. Konstruksi long-line berbingkai ukuran 50 m x 100 m


Sumber : Badan Standard Nasional Indonesia 7579.2:2010

Keterangan : 1) Tali jangkar, 2) Tali utama, 3) Tali pembantu, 4) Tali ris bentang, 5)
Jangkar utama, 6) Jangkar pembantu, 7) Pelampung utama, 8) Pelampung pembantu
4.1.3.2 Pembentukan Konstruksi Lajur
Berikutnya pembentukan kontriksi lajur mengunakan tali ris bentang
sepanjang 50m- 100m lalu memasang pelampung berjarak 2m – 3m pada kedua
ujung tali. Setelah itu mengikat kontruksi mengunakan tali jangkar atau tali pancang,
panjang tali jangkar yaitu 3 kali kedalaman perairan (SNI 2010).
Gambar 3. Konstruksi lajur
Sumber : Badan Standard Nasional Indonesia 7579.2:2010
Keterangan : 1) Jangkar, 2) Tali jangkar, 3) Pelampung utama, 4) Pelampung ris
bentang, 5) Tali ris bentang

4.1.4 Pengikatan Bibit


Bibit diikatkan pada tali berjarak 25 cm - 30 cm dengan berat 50 g – 100 g
aetiap titik ikat. Pengikatan bibit dengan cara si mpul pita dan sedikit longgar.
Pengikatan bibit dilakukan di darat, tempat yang teduh dan bersih. Bibit dijaga
dalam keadaan basah atau lembab (SNI 2010). Bibit rumput laut yang digunakan
untuk pembesaran rumput laut didapatkan dari hasil pembibitan sendiri dari hasil
panen, dan jika saat panen didapatkan kualitas rumput laut yang kurang baik,
maka bibit rumput laut didapatkan dari petani rumput laut lainnya.

4.1.5 Penanaman Bibit


Bibit yang telah diikat pada tali ris bentang dalam waktu tidak lebih dari 6
jam, kemudian diikatkan pada keduua sisi tali utama. Jarak antar tali ris bentang
minimal 1 m. bibit berada dibawah permukaan perairan (SNI 2010).

4.1.6 Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan minimal 45 hari. Selama masa pemeliharaan
dilakukan pengontrolan 3 kali seminggu untuk mengetahui perkembangan konidis
bibit yang ditanam, hama dan penyakit. Mengetahui perlu tidaknya dilakukan
penyulaman pada minggu pertama, jika ada bibit yang rontok atau lepas.
Pembersihan sampah yang menempel pada rumput laut (SNI 2010).

4.1.7 Monitoring Rumput Laut


Parameter kualitas air sesuai dengan persyaratan dan kesehatan minimal
satu minggu sekali. Data hasil monitoring dicatat dan disimpan secara baik untuk
dianalisis dan digunakan sebagai dasar untuk rencana oenanaman selanjutnya
(SNI 2010).

4.1.8 Pemanenan
Tali ris bentang dilepaskan dari tali utama. Rumput laut dilepas dari tali ris
dengan cara membuka ikatan sebelum atau sesudah dijemur total. Ukuran hasil
panen minimal 500g/rumpun (SNI 2010).
4.2 Jadwal Kegiatan

Jadwal Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
1. Persiapan Konstruksi
a. Pemasangan Konstruksi Berbingkai
2. Pembibitan
a. Pengikatan Bibit
b. Penanaman Bibit dan Pemasangan Konstruksi Lajur
3. Pemeliharaan
a. Pengontrolan Hama dan Penyakit
b. Pengontrolan Bibit yang Rontok
c. Penyiangan Gulma
4. Pemanenan
a. Pelepasan Tali Ris dari Tali Utama
b. Pelepasan Rumput Laut
c. Penjemuran

4.3 Pola Tanam


Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sep Okt Nov Des
Petak Jadwal Kegiatan
1 234123 41 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan Kontruksi
Pembibitan
1
Pemeliharaan
Panen
Persiapan Kontruksi
Pembibitan
2
Pemeliharaan
Panen
5 65ANALISA USAHA

5.1 TR (Total Penerimaan)


Total revenue (TR) atau total penerimaan adalah jumlah uang yang
diperoleh dari hasil penjualan kepada konsumen. Rumput laut yang ditawarkan
dijual dalam bentuk kering dengan harga Rp 10.000/kg dengan total produksi per
tahun sebanyak 54.450 kg. Perhitungan TR adalah sebagai berikut.
TR = Harga jual x total produksi/tahun
= Rp 11.000 x 54.450 kg/tahun
= Rp 544.500.000/tahun
Total penerimaan yang didapatkan dari usaha budidaya rumput laut adalah
sebesar Rp 544.500.000/tahun.

5.2 TC (Total Biaya)


Total biaya merupakan penjumlahan antara biaya tetap dan biaya variabel
yang dikeluarkan selama satu tahun produksi. Perhitungan total biaya adalah
sebagai berikut.
TC = Biaya variabel + Biaya tetap
= Rp 4.016.250 + Rp 347.028.540
= Rp 351.044.790/tahun
Jumlah total biaya yang dikeluarkan untuk usaha budidaya rumput laut
adalah sebesar Rp 351.044.790/tahun.

5.3 Keuntungan
Keuntungan merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya
produksi. Keuntungan diperoleh jika hasil selisih antara total penerimaan dengan
total biaya adalah positif. Perhitungan keuntungan adalah sebagai berikut.
Keuntungan = Total penerimaan – Total Biaya
= Rp 544.500.000 + Rp 351.044.790
= Rp 193.455.210/tahun
Keuntungan yang didapatkan dari usaha budidaya rumput laut adalah
sebesar Rp 193.455.210/tahun.

5.4 R/C Rasio


R/C rasio adalah analisis perhitungan yang digunakan untuk menilai
kelayakan suatu usaha dalam satu tahun. Suatu usaha dapat dikatakan layak
apabila hasil R/C > 1. Perhitungan R/C rasio adalah sebagai berikut.
R/C Rasio =

= = 1,55
Perhitungan R/C rasio yang didapatkan dari usaha budidaya rumput laut
adalah sebesar 1,55. Artinya, setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan akan
mendapatkan penerimaan sebesar 1,55 dengan keuntungan sebesar Rp 0,55.

5.5 BEP (Break Even Point)


Break even point (BEP) adalah suatu analisis perhitungan untuk
menentukan sebuah titik, di mana total biaya dan pendapatan berada seimbang
sehingga tidak terjadi keuntungan atau kerugian. BEP terdiri dari BEP harga dan
BEP unit. Perhitungan BEP adalah sebagai berikut.
BEP harga =

= Rp 349.607.255/tahun

BEP unit =

= 34.961 kg/tahun

5.6 Harga Pokok Produksi (HPP)


Harga pokok produksi (HPP) adalah perbandingan total biaya produksi
dengan total produksi. Perhitungan HPP adalah sebagai berikut.
HPP =
=
=Rp 6.447/kg

5.7 Payback Period (PP)


Payback period (PP) merupakan waktu kembalinya modal investasi yang
telah ditanamkan dalam usaha. Perhitungan PP adalah sebagai berikut.
PP =

=
= 0.10 tahun = 1 bulan atau 2 bulan
Untuk mengembalikan biaya investasi yang telah dikeluarkan dalam usaha
budidaya rumput laut dibu$#uhkan waktu selama 2 bulan.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah AA. 2011. Teknik budidaya rumput laut (Kappaphycus alvarezii)


dengan metode rakit apung di Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi,
Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan.
Vol 3 (1): 21-26.
Agustina NA, Wijaya NI, Prasita VD. 2017. Kriteria Lahan untuk Budidaya
Rumput Laut (Eucheuma cottoni) di Pulai Gili Genting Madura. Seminar
Nasional Kelautan. Hal: 109-116.
---------------------------------------------. 2017. Kriteria Lahan untuk Budidaya
Rumput Laut (Eucheuma cottoni) di Pulai Gili Genting Madura. Seminar
Nasional Kelautan. Hal: 109-116.
---------------------------------------------. 2017. Kriteria Lahan untuk Budidaya
Rumput Laut (Eucheuma cottoni) di Pulai Gili Genting Madura. Seminar
Nasional Kelautan. Hal: 109-116.
SNI 7579.2. 2010. Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) – Bagian 2
Metode long-line . Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
-------------. 2010. Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) – Bagian 2
Metode long-line . Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
-------------. 2010. Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) – Bagian 2
Metode long-line . Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
-------------. 2010. Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) – Bagian 2
Metode long-line . Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
-------------. 2010. Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) – Bagian 2
Metode long-line . Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
-------------. 2010. Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) – Bagian 2
Metode long-line . Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.
-------------. 2010. Produksi rumput laut kotoni (Eucheuma cottonii) – Bagian 2
Metode long-line . Jakarta (ID): Badan Standarisasi Nasional.dfd
Dahuri. 1998. Coastal Zone Management in Indonesia: Issues and Approaches.
Journal of Coastal Development. Vol 1 No. 2. Hal: 97-112.
Fatmawati I. P. & Wahyudi. 2015. Potensi Rumput Laut di Kabupaten Sumenep.
Cemara.Volume 12 Nomor 1. ISSN: 2087-3484.
--------------------------------. 2015. Potensi Rumput Laut di Kabupaten Sumenep.
Cemara.Volume 12 Nomor 1. ISSN: 2087-3484.
Hismayani Y., Apriliani T., Zamroni., 2007. Analisa Pemasaran Rumput Laut Di
Idham Malik. 2014. Budidaya Rumput Laut - Kotoni (Kappaphycus alvarezii),
Sacol (Kappaphycus striatum) dan Spinosum (Eucheuma denticulatum).
WWF-Indonesia.
Khasanah U. 2013. Analisis Kesesuaian Perairan untuk Lokasi Budidaya Rumput
Laut Eucheuma cottonii di Perairan Kecamatan Sajoanging Kabupaten Wajo.
Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Makasar
(ID): Universitas Hasanuddin.
Nurwidodo, Rahardjanto A, Husamah, Mas‟odi, Hidayatullah MS. 2018. Model
Pendampingan Masyarakat Kepulauan Berbasis Rumput Laut. Malang (ID):
Kota Tua.
------------------------------------------------------------------------------------. 2018.
Model Pendampingan Masyarakat Kepulauan Berbasis Rumput Laut. Malang
(ID): Kota Tua.
------------------------------------------------------------------------------------. 2018.
Model Pendampingan Masyarakat Kepulauan Berbasis Rumput Laut. Malang
(ID): Kota Tua.
Santosa. 2003. Budidaya Rumput Laut. Program Community College Industri
Kelautan dan Perikanan. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Wawa J. E. 2005. Pemerintah Provinsi Harus Segera Menyiapkan Lahan
Pembibitan. Kompas, 27 Juli 2005. www.kompas.com. (10 Januari 2009)
Wijaya. 2007. Analisis Kesesuaian Lahan dan Pengembangan Kawasan Perikanan
Budidaya di Wilayah Pesisir Kabupaten Kutai Timur. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Wilayah Potensial Di Indonesia. Bijak dan Riset Sosek KP. Vol (2) nomor 2
Hal: 159-175.
Zulham A, Purnomo A, Apriliani T, Hikmayani Y. 2007. Assesment klaster
perikanan (studi pengembangan klaster rumput laut Kabupaten Sumenep).
Jurnal Bijak dan Riset Sosek. KP. 2 (2): 177-193
LAMPIRAN
A. Topik : Laporan Sementara Site Selection “Budidaya Rumput Laut”
B. Lokasi : Whatsapp Group
C. Waktu : 10.00 s.d. 15.00
D. Pembagian tugas :
1. Mencari data kualitas air untuk budidaya rumput laut : Nabila Tri
Mulyani dan Umar Suhartono
2. Mencari data perizinan budidaya rumput laut : Oktaviani Ade Saputri
dan Sri Ajeng Kholifatun Nisa
3. Membandingkan kelayakan kualitas air dan kelayakan lokasi dengan
literatur yang ada : Adinda Nurul Izzah, M. Rizky Faturrahman, dan
Nurfazriyanti Syawaliyah
4. Menentukan lokasi dan alasan pemilihan lokasi : Gamma Zahra
Kusuma dan Maya Rospita Daulay
E. Lampiran (Bukti Diskusi)
Hari, tanggal : Senin, 14 September 2020
Waktu : 10. 28 s.d. 15.00
Lokasi : Google Meet dan Whatsapp Group
Topik diskusi : Laporan Sementara Site Selection Rumput Laut
Tugas Mahasiswa yang mengerjakan
Bagian 1
Metode atau sistem budidaya yang - Muhammad Rizky Faturrahman
akan digunakan - Umar Suhantoro
Prosedur budidaya
Bagian 2
Daftar kebutuhan budidaya rumput - Adinda Nurul Izzah
laut dan harga - Nurfazriyanti Syawaliyah
Kriteria tenaga kerja yang dibutuhkan
Bagian 3
Tujuan Pemasaran (Lokal atau - Sri Ajeng Kholifatun Nisa
Ekspor) - Oktaviani Ade Saputri
Bentuk Produk
Cara Pemasaran
Bagian 4
Kendala budidaya rumput laut di - Nabila Tri Mulyani
Pulau Gili Genting - Maya Rospita Daulay
Akses cari bahan dan alat produksi - Gamma Zahra Kusuma
Tabel 1. Data permintaan dan penawaran rumput laut E. cottoni tahun 2014-2018
Tahun Permintaan (Demand) Penawaran (Supply)
(ton) (ton)
2014 11.000.000 10.076.991
2015 11.269.342 10.600.000
2016 11.107.000 11.050.301
2017 13.390.000 10.456.043
2018 16.171.000 10.366.130
Sumber : LKJ DJB 2018
Keterangan :
Data yang didapat adalah data Capaian dan Target Produksi
Capaian Produksi diasumsikan sebagai data penawaran
Target Produksi diasumsikan sebagai data permintaan

Gambar 1. Produksi Rumput Laut di Jawa Timur tahun 2014 - 2018

Sumber : Satu Data KKP

Tabel 2. Ukuran Tali dan Fungsinya


Jenis Diameter (mm) Fungsi
Digunakan untuk tali
12 jangkar dan tali utama
(bingkai)
Digunakan sebagai tali
pembantu yang berada di
8
bagian tengah petakan
Poltethylene (PE)
longline
Digunakan sebagai tali ris
5 bentang tempat diikatnya
rumpun rumput laut
Digunakan sebagai tali
1 pengikat rumput laut pada
tali ris bentang

Tabel 3. Ukuran Konstruksi dan Jumlah Pelampung


Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah
Ukuran
No. pelampung pelampung pelampung jangkar
konstruksi (m)
utama pembantu ris bentang (buah)
(buah) (buah) (buah)
1 25 x 100 4 8 250 16
2 50 x 100 4 10 500 18
Sumber : Badan Standar Nasional Indonesia, 2010

PERHITUNGAN

1. Rencana Produksi
a. Lahan budidaya rumput laut : 1 ha
b. Ukuran konstruksi : 50 x 100 meter
c. Bibit yang ditanam : 100 gram/rumpun (umur 25 hari)
d. Pemeliharan : 45 hari
e. Bobot Panen : 500 gram/rumpun
f. Panen Basah : 12375 kg
g. Panen kering : 4950 kg
h. Kadar air : 40%

2. Kapasitas Produksi
Ukuran konstruksi : 50 x 100 meter

Gambar 2. Bentuk Konstruksi Metode Longline menurut


Badan SNI 2010

a. Jumlah titik rumpun pada satu tali ris bentang


= panjang tali ris / jarak antar rumpun
= 50 meter/ 20 cm
= 50 meter / 0,2 meter
= 250 titik/tali
b. Jumlah tali ris bentang
= 100 meter / jarak antar tali ris
= 100 meter / 1 meter
= 100 – 1
= 99 tali
(dikurang 1 karena yang terakhir adalah jarak tali ris dengan tali
utama)

c. Jumlah titik rumpun keseluruhan tali ris bentang


= 250 titik/tali x 99 tali
= 24750 titik rumpun
d. Jumlah bibit rumput laut
- Satu tali = 250 titik x 100 gram = 25 kg/tali
- Seluruh = 24750 x 100 gram = 2475 kg/99 tali
e. Bobot yang dipanen setelah 45 hari pemeliharaan
= 24750 titik x 0,5 kg
= 12375 kg bobot basah
f. Bobot kering
= 12375 kg bobot basah x kadar air
= 12375 kg bobot basah x 40%
= 4950 kg bobot kering

Tabel 4. Perbandingan bobot basah dan bobot kering rumput laut


Rumput Laut Bobot basah Bobot kering
± 12 ton 4 ton
Perbandingan 3 1
Keterangan : Artinya, sekitar 3 ton rumput laut basah menghasilkan 1
ton rumput laut kering.

g. Jumla petak rangka longline


Ukuran konstruksi : 50 x 100 meter/petak
= 5000 meter2
= 0,5 ha
Luas lahan budidaya di Pulau Gili Genting : 1 ha yang digunakan
= 10000 meter2 / 5000 meter2 per petak
= 2 petak

3. Tenaga kerja
Tenaga kerja tetap : 9 orang
Tenaga kerja tambahan : 10 orang
a. Pengikatan bibit : 5000/orang
b. Pengangkutan bibit dan penanaman bibit : 50.000/orang/hari
c. Pemanenan : 50.000/orang/hari
Total gaji tenaga kerja tambahan = 105.000/orang/hari

Anda mungkin juga menyukai