3
Pertama, orang yang menganggap puasa tidaklah diwa-
jibkan bagi dirinya karena menganggap dirinya telah suci atau
mencapai tingkatan kewalian tertentu. Perbuatan seperti ini
adalah perbuatan yang disepakati oleh para ulama sebagai
perbuatan kekufuran yang membatalkan keimanan.
Kedua, orang yang meninggalkan puasa karena malas na-
mun masih menganggap puasa masih diwajibkan bagi diri-
nya. Perbuatan ini diperselisihkan oleh para ulama apakah
tergolong sebagai kekufuran atau merupakan dosa besar yang
tidak sampai membatalkan keimanan. Terlepas dari pendapat
mana yang lebih kuat, para ulama bersepakat bahwa mening-
galkan puasa dengan sengaja tanpa ada alasan yang dibenar-
kan adalah salah satu dosa besar.
4
wajiban puasa oleh seseorang adalah atas tuntutan keimanan.
Niat utama di dalam melaksanakan puasa haruslah keimanan
kepada Allah, bukan untuk mendapatkan keuntungan-keun-
tungan duniawi, semisal agar sehat, agar diet, atau agar bisa
menghemat pengeluaran.
Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengaitkan antara niat menjalankan puasa karena iman de-
ngan balasan puasa yang besar. Beliau bersabda, “Barangsiapa
yang berpuasa di Bulan Ramadan karena iman dan mengharap
pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni.”
(H.R. Bukhari dan Muslim).
5
Apa hikmahnya? Hikmahnya adalah untuk memotivasi
orang-orang yang beriman agar bersemangat menjalankan
ibadah yang berat ini. Sudah menjadi tabiat manusia bah-
wa meninggalkan sesuatu yang telah menjadi kebiasaan-
nya (semisal makan dan minum di siang hari) adalah sesuatu
yang berat. Allah menyebutkan “sebagaimana diwajibkan atas
umat-umat sebelum kalian” untuk menghibur orang-orang
yang beriman. Karena manusia merasakan bahwa sesuatu
yang berat akan terasa ringan jika mereka tahu banyak juga
yang merasakannya.
Faidah lainnya adalah untuk memotivasi orang-orang yang
beriman agar jangan mau kalah dengan umat-umat terdahulu
yang telah berhasil menunaikan kewajiban puasa.
Para ulama berbeda pendapat tentang apa makna ke-
samaan syariat puasa antara umat Muhammad dan umat se-
belumnya. Sebagian ulama mengatakan kesamaannya hanya-
lah pada kewajibannya, namun berbeda tata cara dan waktu
pelaksanaannya.
Namun ulama lainnya, seperti Ibnu Katsir, berpendapat
bahwa kesamaaan dalam syariat puasa ini selain sama wajib-
nya, juga sama dalam tata cara dan waktu pelaksanaannya.
Hanya terdapat sedikit perbedaan, yaitu pada umat Muham-
mad terdapat syariat sahur, sedangkan pada umat Nabi Musa
dan Isa tidak ada syariat sahur. Dalam sebuah hadis disebut-
6
kan, “Perbedaan antara puasa kita dan puasanya ahli kitab
adalah makan sahur.” (H.R. Muslim).
Ibnu Katsir menjelaskan tentang puasa umat terdahu-
lu, “Jika di malam hari mereka (umat sebelum kita) tertidur,
maka sudah diharamkan bagi mereka makan, minum, dan
berhubungan intim dengan istri serta dilarang melakukan
pembatal selain itu.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 2: 54).
7
Semoga Allah memberi kita taufiq sehingga dapat me-
mahami dan mengamalkan kandungan ayat tersebut.
Disarikan dari
khutbah Jumat Ustaz Dr. Aris Munandar di Masjid Pogung
Dalangan pada tahun 2013 dan di Masjid Al-Kautsar Pogung
Baru pada tahun 2021.
Ditulis ulang
dengan beberapa penambahan oleh Muhammad Rezki Hr.,
Ph.D.
YUK NGAJI DI
radiomuslim.com
(1467 AM)
Dengarkan
BEDAH BULETIN AT-TAUHID
Jum’at 20.00 WIB bersama
Ust. Abu Salman
SUSUNAN REDAKSI
Penanggung jawab Ari Wahyudi, S.Si. | Penasihat Ustadz Afifi Abdul Wadud, B.A.| Editor Ahli Ustadz Ammi Nur Baits, S.T., B.A.,
Ustadz Abu Salman, B.I.S., Ustadz Afifi Abdul Wadud, B.A. | Pemimpin redaksi Wildan S., S.Farm., Apt. | Redaktur pelaksana &
Editor Arif Muhammad N, S.Pd | Layouter Ramane musa .
ALAMAT REDAKSI
Kantor Yayasan Pendidikan Islam Al Atsari, Jalan Selokan Mataram No. 412 Sinduadi, Mlati, Sleman, D.I. Yogyakarta, Indonesia