Anda di halaman 1dari 48

Internal Secret Ophtalmology Anam’s Royal Family

1. KONJUNGTIVITIS VERNAL
 Definisi : radang konjungtiva yang bersifat bilateral dan rekuren, akibat reaksi
hipersensitivtas tipe 1
 Etiologi : riwayat atopi, riwayat asma, dipengaruhi musim tertentu, dermatitis
 Klasifikasi : Tipe palpebral dan tipe limbus
 Gejala :
o Mata merah / kecoklatan (hiperpigmentasi)
o Gatal
o Bilateral
o Discharge tebal
 Tanda :
o Papil besar  cabble stone di conjungtiva tarsalis, ada shield ulcer (membrane
bowman yang terlapisi mucus dan kalsium fosfat  menyebabkan defek epitel)
o Horner trantas dots di limbus kornea (berisi eusinofil dan debris epitel)

Cabble Stone Horner trantas dots

 Perbedaan injeksi konjungtiva dan silier


Injeksi konjungtiva Injeksi silier
Etiologi Konjungtivitis Keratitis
Uveitis anterior
Glaukoma
Lokasi Perifer Sentral
Pembuluh darah Jelas, mobile Tidak jelas, lurus, halus,
immobile
Adrenalin Hilang Tidak hilang
Sekret Serous, mukopurulen Lakrimasi

1
Fotofobia - +
Pupil normal Miosis : keratitis, uveitis
anterior
Midriasis : glaucoma
Asal Konjungtiva posterior Cilliaris anterior

 Perbedaan papil dan folikel


Papil Folikel
Datar Menonjol
Lebih transparan Lesi putih, sekitarnya merah
Konjungitivitis vernal dan Konjungtivitis viral
bakteri
Bentuk polygonal, tersusun Terdiri dari sel limfoid
berdekatran di tarsus superio

 Perbedaan konjungtivitis bakteri, jamur, viral, alergi


Bakteri Jamur Virus Alergi
Kotoran banyak sedikit sedikit Sedikit
Air mata - - +++ +
Gatal + + + +++
Injeksi Paling terlihat ada ada Ada
konjungtiva
NL - / + jika e.c - + -
preaurikluaris GO
Conjunctival PMN dan hifa MN dan Eosinophil
swab bakteri limfosit

2
Flu like - - + -
syndrome
Hiperemi + + + +
Kemosis + - - +
Pseudomembran + - - -
Papil + - - +
Folikel - + + -
Pannus Pada - - -
trachoma

 Terapi :
o Antihistamin : olopatadine 0,1 % ED, 2 dd gtt 1
o Mast cell stabilizer : Na kromolin 2 % ED, 4 dd gtt 1-2
o Steroid (ada ulkus) : prednisolone acetat 1 % ED, 4-6 dd gtt 1
o Topikal antibiotik : trimethoprim/polymyxin B ED, 4 dd gtt 1 (jika ada tanda-
tanda infeksi bakteri)
o Artifical tears ED, 4 dd gtt 1
o Kompres air dingin agar vasokonstriksi pembuluh darah
o Hindari allergen, pakai kacamata / topi jika alergi terhadap sinar matahari
o Edukasi pasien : bisa kambuh

2. KERATITIS
 Definisi : peradangan pada kornea mata
 Etiologi :
o Infeksi (bakteri, virus, jamur
o Non infeksi (trauma, alergi)

3
 Patogenesis dan patofisiologi :

Trauma

Port d’entry

Pathogen masuk
ke epitel kornea

Menembus m. Nyeri sedang – hebat, mata


Reaksi inflamasi merah, berair, terasa benda
bowman lalu ke / radang
stroma asing, ada discharge

Menyebabkan Sel radang Gambaran


ulkus kornea migrasi ke fokus infiltrate  visus
infeksi di kornea menurun

Membentuk
descemetocele lalu
terjadi perforasi

Humor aqueous keluar


dari COA  COA kolaps Endoftalmitis 
 COA dangkal panoftalmitis

 Perbedaan akibat bakteri, virus, jamur


Bakteri Virus Jamur
Gejala Mata merah, nyeri Mata merah, nyeri, rasa benda Mata merah,
sedang – berat, asing, ada rash pada kulit / nyeri, fotofobia,
fotofobia, visus vesikel pada kulit (tergantung visus menurun,
menurun, discharge, etiologi) discharge, rasa
akibat kontak lens benda asing

4
Tanda Infiltrate batas tegas, Infiltrate dendritic, sensitibilitas Infiltrate tidak
injeksi konjungtiva, kornea menurun, vesikel / papul jelas dan tertutup
edem kelopak, (tergantung etiologi) hifa (feather like),
sinekia posterior, lesi satelit, injeksi
hifema konjungtiva,
discharge
mukopurlen,
hipopion
Etiologi Staphylococcus, HSV, Herpes zoster, Varicella Fusarium,
Pseudomonas, zoster Aspergillus,
Streptococcus, Candida
Moraxella, and
Serratia
Pemeriksaan Bakteri gram - / + 1. Giemsa : multinucleat Hifa pada
scrapping giant cell pemeriksaan
kornea 2. Papanicolau : KOH
intranuclear eosinophilic
inclusion bodies
3. Immunochromatography
assay
4. PCR

 Macam-macam sikatriks pada kornea :


o Nebula : kekeruhan halus, tipis, dapat dilihat dengan slit lamp
o Macula : kekeruhan lebih tebal, dapat dilihat dengan senter
o Leukoma : putih pekat, dapat dilihat dengan mata telanjang
o Leukoma adherens : siktariks dan perlekatan iris di belakangnya

 Terapi :
o Antibiotik : Ringan  fluoroquinolone ( Levofloxacin 0,5 % ED, 1 tetes/jam)
Berat  fluoroquinolone ED + polymixin B ED, 1 tetes / 1-2 jam

5
o Antifungal: Natamycin 5 % ED, 1 tetes tiap 1-2 jam / Amphotericin B 0,15 %
ED, 1 tetes tiap 1-2 jam / ketoconazole tab 200 mg, 3dd tab 1
o Antiviral : Ganciclovir 0.15 % EO, 5 dd / acyclovir tab 400 mg, 5 dd tab 1
(HSV)
Acyclovir tab 800 mg, 5 dd tab 1 (Herpes zoster)
o Sikloplegik : atropine sulfat 1 % ED, 2-3 dd gtt 1  meredakan nyeri, menekan
inflamasi, cegah sinekia

3. ULKUS KORNEA
 Definisi : hilangnya sebagia permukaan kornea sampai stroma
 Etiologi : keratitis akibat bakteri, virus, jamur
 Gejala dan tanda :
o Fotofobia
o Blefarospasme (mata berkedip berlebihan)
o Lakrimasi
o Visus menurun
o Nyeri
o Oedem kelopak
o Rasa benda asing
o Perforasi kornea : COA dangkal, TIO menurun karena COA keluar, bola mata
lunak, pthisis bulbi (fungsi mata menurun, mata mengecil)
 Pemeriksaan penunjang :
o loupe binocular magnifier
o fluoresin test & fistel tes
o scrapping kornea
o sensibilitas kornea
 Terapi :
o Rawat inap : ulkus pada 2 mata, ulkus > 5mm, hifema (darah di COA), 1 mata
tapi ulkus ditengah, descemetocele, perforasi, diakibatkan kuman N.
gonnorhoeae
o Ringan : fluorokuinolon (Levofloxacin 0,5% / Ciprofloxacin 0,3% ED, 1dd gtt
1). Jika ringan dapat hecting saja
o Berat : Gram +  Cefazolin (dicampur artificial tears agar menjadi ED)

6
Gram -  Gentamicin 0,3% ED
Diberikan untuk gram + dan gram -, diberikan selang 5 menit, tiap
jam.
Transplantasi kornea dengan metode penetrating atau famellar
o Sikloplegik : atropine sulfat 1 % ED, 2-3 dd 1 gtt
o Jika ada descemetocele : perban tekan 1-2 minggu, bandage contact lens,
amnion graft, conjunctival flap, edukasi (jangan valsava, jangan batuk keras,
kontrol THT, jangan angkat beban berat)
 Komplikasi :
o Aktif non perforasi : iridosiklitis, glaucoma sekunder, descemetocele
o Perforasi : TIO menurun, endoftalmitis, iris prolapse, pthisis bulbi
o Jika sembuh : leukoma (jaringan parut warna putih), stafiloma (penonjolan
sklera / kornea)
 Perbedaan keratitis dan ulkus kornea
Keratitis Ulkus kornea
Kehilangan jaringan Hanya sampai epitel Sampai stroma
Fluoresin Test Positif Positif
Cara membedakan Hanya defek epitel Kerusakan lebih dalam,
(dengan slit lamp) tampak dasar bergaung dan
memiliki dinding

4. IRIDOSIKLITIS / ANTERIOR UVEITIS / IRITIS


 Definisi : suatu inflamasi pada iris dan badan silier
 Etiologi :
o Idiopatik
o Infeksi : sifilitis, TB, herpes simpleks, herpes zoster, infeksi gigi
o Kelainan autoimun : ankilosing spondilitis, arthritis reaktif, artritis psoriasis,
inflammatory bowel disease

7
 Patogenesis dan patofisilogi

Kelainan
Idiopatik Infeksi
autoimun

Terjadi peradangan
pada uvea

Uveitis Anterior

Vasodilatasi
Injeksi silier Iris mengalami
pembuluh darah
radang  oedem
iris

Blood aqueous
Miosis, sinekia
barrier rusak
posterior, nyeri

Fibrin keluar dari Sel radang keluar Limfosit, makrofag, sel plasma
Protein leakage ke
pembuluh darah  dari pembuluh berkumpul :
COA  COA keruh
menempel ke kornea darah Di tepi pupil  Koeppe nodules

Di permukaan iris  Busacca nodules


Flare COA Keratic presipitat (KP) Terdapat sel di
COA

Produksi humor Produksi humor TIO menurun di


Badan silier radang
aqueous berkurang aqueous berkurang stadium awal

Endapan fibrin dan iris TIO meningkat di


membengkak  oklusi Glaukoma sekunder
stadium akhir
pupil

8
 Gejala :
o Akut : mata merah, nyeri, fotofobia, mata berair, visus menurun
o Kronis : visus menurun, floaters
 Tanda :
o Ada sel radang / cell di COA
 Derajat 0 : < 1
 Derajat 0,5+ : 1- 5
 Derajat +1 : 6-15 sel
 Derajat +2 : 16-25 sel
 Derajat +3 : 26-50 sel
 Derajat +4 : > 50 sel
o Ada flare di COA (pembuluh darah iris vasodilatasi  protein leakage COA
keruh), derajat :
 Derajat 0 : tidak ada
 Derajat +1 : kekeruhan tipis
 Derajat +2 : agak tebal, iris dan lensa masih dapat diamati
 Derajat +3 : kekeruhan tebal, iris dan lensa tampak kabur
 Derajat +4 : sangat tebal
o Ada keratic precipitate / KP (endapan fibrin pada permukaan endotel kornea)
o Injeksi silier
o Miosis (spasme m. ciliaris)
o TIO bisa tinggi / rendah, hipopion (pus di COA), atrofi iris, nodul di iris,
heterokromia iris (perbedaan warna iris), sinekia, band keratopati (ada
penumpukan kalsium di kornea)

Cell Flare Keratic precipitate

9
Injeksi silier Miosis Hipopion

Atrofi iris Nodul iris Heterokromia

Sinekia Band keratopathy

 Terapi :
o Steroid topical : prednisolone acetat 1% ED, 4dd gtt 1
o Steroid sistemik & terapi imunosupresis jika sangat parah dan terjadi pada kedua
mata
o Siklopegik : siklopentolat 1 % ED, 3dd gtt 1 (inflamasi sedang) ATAU atropine
sulfat 1% ED, 2-4dd gtt 1(inflamasi berat)
 Komplikasi :
o Glaucoma sekunder  kontrol TIO
o Katarak karena ada iris yang menempel

10
5. HIFEMA
 Definisi : terkumpulnya darah di COA
 Etiologi : trauma tumpul
 Grade :
o Mikrohifema : darah terlihat hanya pada slit lamp
o Grade I : memenuhi 1/3 COA
o Grade II : memenuhi 1/3 – ½ COA
o Grade III : memenuhi >½ COA
o Grade IV : total (blackball / 8 ball hifema)

 Patogenesis dan Patofisiologi :


Trauma benda
tumpul

TIO meningkat 
Glaukoma
Pembuluh darah iris
dan badan silier ruptur

Fibrin dan sel-sel Terjadi pupil block dan


Hifema (darah
inflamasi menuju sumbatan pada
di COA)
tempat kerusakan trabecular meshwork

11
 Gejala :
o Mata merah setelah terkena trauma tumpul
o Nyeri
o Pandangan kabur
o Epifora (volume air mata meningkat)
o Blefarospasme
 Tanda :
o Darah cair / gumpalan darah di COA, biasa terlihat tanpa menggunakan slit
lamp
o Darah warna hitam (8 ball / black ball)  darah teroksigenasi
o Iridoplegi (kelumpuham iris)
o Iridodialisis (sebagian dari iris lepas dari pangkalnya)
 Terapi :
o Rawat inap jika hifema >5%, rawat selama 3-5 hari.
3 hari sudah tidak ada darah  tunggu hari-5, waspada rebleeding  pulang
hari ke-5 jika darah sudah tidak ada
5 hari darah masih ada darah  lakukan paracentesal (darah diambil)
o Bedrest semifowler’s position 30o (agar tidak terjadi perdarahan sekunder post
trauma dan agar darah di COA tidak masuk ke vitreous)
o Tutup plastic bening untuk menghindari trauma
o Siklopegik : atropine sulfat 1% ED, 3dd gtt 1 ATAU skopolamin 0,25% ED,
2dd gtt 1
o Steroid topikal : prednisolone asetat 1% ED, 4dd gtt1
o Benzodiazepin : diazepam (jika gelisah)
o Analgesik : Paracetamol tab 500 mg, 3dd tab1
o Antibiotik
o β blocker : timolol 0,5% ED, 2dd gtt1 (jika TIO >30mmHg)
 Indikasi paracentesal :
o Selama 7 hari TIO >35mmHg ATAU selama 5 hari TIO >50mmHg ATAU
terjadi Hemosiderosis (eritrosit lisis menjadi Fe3+ dan heme, lalu mewarnai
kornea menjadi coklat)

6. NEURITIS RETROBULBAR

12
 Definisi : peradangan pada nervus opticus (N. II)
 Klasifikasi neuritis :
o Papilitis
o Neuritis retrobulbar

Papilitis Neuritis retrobulbar


Funduscopy Papil batas tidak tegas Normal
Oedema < +3D
Hiperemis
Lokasi Di depan papil Di belakang bola mata

 Etiologi neuritis
o Idiopatik
o Infeksi : Toxoplasmosis, TB
o Trauma : Traumatic Optic Neuropathy
o Autoimun : multiple sclerosis, SLE
o Intoksikasi : alkohol, etambutol (pengobatan OAT lakukan pemeriksaan
lapang pandang tiap bulan), barbitural
 Gejala :
o Penurunan visus mendadak
o Mata tenang
o Sering unilateral, bisa bilateral
o Nyeri mata terutama saat digerakan
o Bisa buta warna / persepsi warna menurun
o Persepsi cahaya menurun
o Defek lapang pandang (bisa ada scotoma sentral / perifer)
o Uthoff sign : gejala memburuk setelah olahraga atau saat suhu tubuh
meningkat
o Pulfrich phenomenon : perubahan persepsi terhadap objek yang bergerak
 Tanda :
o Kelainan pada pupil aferen pada kasus unilateral
o Persepsi warna menurun
o Gangguan lapang pandang sentral, sekosentral, arkuata, altudinal
o 1/3 pasien mengalami papil oedem

13
o Peripaplary flame shaped hemorrhage
o Sel di vitreus posterior
 Pemeriksaan
o Visus
o Lapang pandang
o Funduskopi
o Marcus Gunn
 Terapi :
o Kortikosteroid :
 Metilprednisolon 1 gram, IV (intravena) selama 3 hari
 Lanjut oral metilprednisolon/prednison 0,8-1 mg/kgBB/hari selama 7-10
atau 10-14 hari, kemudian tapering off
 Tapering off selama 4 hari (20mg pada hari-1, 10mg pada hari 2-4)
 Oral diberikan kalau visus membaik setelah diberi IV, namun belum 6/6
 Kalau dengan IV tidak membaik, tidak usah dilanjutkan oral
o PPI : omeprazole tab 20 mg per hari
o Antibiotik : jika ada infeksi di tempat lain
o Antagonis alcohol : naltrexone
o Vitamin Saraf : Vit. B12
 Komplikasi : atrofi papil

7. PAPIL EDEMA
 Definisi : pembengkakan discus opticus akibat peningkatan tekanan intrakranial
 Etiologi :
o Tumor
o Hydrocephalus.
o Hipertensi intrakranial
o Subdural dan epidural hematom
o Perdarahan subarachnoid
o Malformasi arteri vena
o Abses otak
 Fase :
o Insipient (early) : batas diskus kabur

14
o Establish (fully development) : mushroom shape, gejala transient visual
obscuration (penglihatan hilang timbul)
o Vintage/kronik/long standing

 Patogenesis :

Tekanan tinggi Pembuluh vena


Diskus optikus tertekan Papillaedema
intrakranial kongesti karena terjepit

 Gejala :
o Mata : visus menurun perlahan, diplopia, tajam visual sentral menurun
o Gejala TTIK : sakit kepala, nausea, vomitus, penurunan kesadaran, kejang
 Tanda :
o Diskus oedem (batas kabur)
o Pembuluh darah terlihat kabur
o Hiperemis di awal oedem
o Flame shaped hemorrhage
o Dilatasi vena retina
o Pada kronis diskus yang awalnya hiperemis menjadi abu-abu
 Pemeriksaan penunjang
o Cek tekanan darah
o MRI
o CT-scan
 Terapi :
o Sesuai penyebab terjadinya papillaedema

8. PAPIL ATROFI
 Definisi : Degenerasi pada papil yang menyebabkan penurunan visus dan
penyempitan lapang pandang akibat kelainan papil itu sendiri atau
akibat dari stadium akhir suatu penyakit

 Klasifikasi :

15
o Primer : papil pucat, batas tegas  kelainan pada tractus, misalnya akibat dari
trauma kepala berat, neuritis retrobulbar
1. Ascending atrophy : di ocular portion, depan lamina cribrosa, disebabkan
kelainan vascular, yaitu CRAO (Central Retinal Artery Occlusion) atau
AION (Anterior Ischemic Optic Neuropathy)
2. Descending atrophy : di retrobulbar, belakang lamina cribrosa, disebabkan
oleh tekanan (TTIK e.c. SOL / hydrosephalus) dan inflamasi (retrobulbar
optic neuritis)
o Sekunder : papil pucat, batas tidak tegas  papilledema dan papilitis
 Gejala :
o Penurunan visus perlahan
o Ada riwayat kelaianan vascular (CRAO/AION), riwayat trauma kepala/mata
(TTIK), neuritis
 Pemeriksaan :
o Pemeriksaan visus : visus menurun  hand movement
o Lapang pandang
o Marcus Gunn/RAPD (Relative Afferent Pupillary Defect)/Swinging Flash
Light
 Tujuan : untuk mengetahui apakah serabut afferent penglihatan berfungsi
baik dengan melihat reaksi cahaya/reflex pupil direk-indirek
 Memeriksa N. II melalui N.III
 Prinsip : harus ada nervus yang menyampaikan impuls ke atas (otak)
 Pada kasus unilateral  Marcus Gunn (+)
 Pada kasus bilateral : Marcus Gunn (+) jika salah satu serabut afferent
masih baik, sehingga masih bisa menyampaikan impuls ke atas
 Cara : Arahkan penlight ke pupil kanan pasien, lihat ada reflex pupil direk
di kanan dan reflex pupil indirek di kiri  kalo ada Marcus Gunn (-), lihat
reflex pupil direk dan indirek  kalo reflex pupil /tidak ada, Marcus
Gunn (+), tandanya ada kerusakan N.II kiri sehingga tidak bisa
menyampaikan stimulus ke otak
o Funduskopi : papil bulat, pucat, batas tegas/tidak tegas

16
 Perjalanan N. II
o Cahaya  kornea  COA  pupil  COP  lensa  corpus vitreus 
retina  N. II  chiasma opticus  tractus opticus  corpus geniculatum
lateral  colliculus superior  radiatio optica  area Broadmann 17,18,19
 Perbedaan papil atrofi pada glaucoma dan buka glaucoma
Glaukoma Bukan Glaukoma
C/D ratio melebar Normal
Pembuluh darah Terdesak ke tepi Muncul dari tengah
Bayonetting sign
Papil Putih, batas tidak tegas

 Terapi : underlying disease dan kortikosteroid


 Prognosis : ad malam, karena end-stage dan kerusakan yang terjadi bersifat
irreversible

Papil normal Papil edema Papil atrofi

9. ISKEMIA OPTIC NEUROPATI


 Definisi : infark pada diskus optikus dan tidak berhubungan dengan
Inflamasi
 Klasifikasi :
o Non arteritik anterior iskemik optic neuropati
o Arteritik anterior iskemik optic neuropathy

17
 Patogenesis :
o NAION : akibat dari DM, hipertensi, dyslipidemia, arterosklerosis

Iskemik a. ciliaris
Ada thrombus / Infark parsial / Hemianopsia
posterior
emboli / arteritis total N.II altudinal
(memperdarahi
setengah bagian mata

o AAION : akibat dari Giant Cell Arteritis (GCA)


 Gejala :
o Visus turun mendadak tanpa nyeri
o Hemianopsia altidunal (lapang pandang atas/bawah hilang)
o AAION : nyeri kepala, nyeri sendi, anorexia, berat badan turun, demam
 Tanda :
o Papilledema
o Kerusakan papillary eferen
o Perdarahan flame shaped
o Kronis : atrofi papil
o Marcus Gunn (+)

Papilledema dan flame shaped hemorrhage

 Terapi :
o NAION : observasi, modifikasi gaya hidup, rujuk IPD
o AAION : Metilprednisolon 250 mg IV, tiap 6 jam sebanyak 12 kali
LANJUT prednison 80 ke 100 mg PO tiap hari

18
10. GLAUKOMA SIMPLEKS / SUDUT TERBUKA PRIMER
 Definisi : penyakit yang bersifat progresif lambat dengan kerusakan syaraf
optik yang tampak pada diskus optikus dan defek lapang pandang,
yang ditandai dengan :
o TIO >21mmHg (20-30 mmHg)
o Kerusakan nervi optici glaukomatosa
o Sudut COA terbuka
o Kehilangan lapang pandang yang progresif
o Tidak ada tanda-tanda glaukoma sekunder atau penyebab kerusakan
nervi optici non-glaukoma

 Klasifikasi glaukoma primer :

 Patogenesis glakoma primer

19
Penurunan aliran keluar
humor aqueous

TIO meningkat perlahan

Iskemik N.II akibat kompresi Langsung merusak N.II


pembuluh darah yang supply oksigen karena tekanan tinggi

Mendesak cup sehingga


Terjadi gangguan lapang
tertekan kedalam dan
pandang dan penurunan visus
membentuk ekskavasio

Glaucomatous cupping,
bayoneting sign, pembuluh
darah nasalisasi

 Gejala :
o Biasa asimptom hingga stadium lanjut
o Visus menurun perlahan, mata tenang
o Ada nyeri daerah mata tapi jarang
o Gangguan lapang pandang  tunnel vision  buta
 Tanda :
o TIO : meningkat >21mmHg atau bisa normal (20-30 mmHg)
o Lapang pandang : nasal step, scotoma, defek arcuate dan altidunal
o Funduskopi : C/D ratio meningkat (>0,6) / glaucomatous cupping (Cup optic
membesar), bayoneting sign (angulasi tajam pembuluh darah saat keluar dari
N.II), pembuluh darah nasalisasi

20
o Gonioskopi : normal, sudut terbuka di COA

 Pemeriksaan :
o TIO :
 Palpatoar (merasakan fluktuasi)
 Tonometry Schiotz (pemberian pantokain 0,5% ED, lihat table friden-wald
untuk menentukan tekanan)
 Tonometer aplanasi Goldman (Imbert Fick law  tekanan yang
dibutuhkan untuk mendatarkan kornea sentral. Alat tambahan dengan slit
lamp dan fluoresin)
 NCT
o Gonioskopi :
 Derajat 0 : struktur sudut terlihat, terdapat kontak kornea dan iris
 Derajat 1 : ½ bagian trabekulum meshwork dan schwalbe’s line
terlihat
 Derajat 2 : canalis schlemm terlihat
 Derajat 3 : bagian belakang canalis schlemm dan scleral spur terlihat
 Derajat 4 : corpus ciliaris terlihat
o Funduskopi
o Lapang pandang : subjekti dan objektif (Goldmann dan Humprey)
 Terapi
o Hambat produksi humor aqueous
 β blocker : levubonolol / timolol 0,25% - 0.5% ED, 1-2 dd gtt 1
 α 2 agonis : brimonidin 0,1% / 0,15% / 0,2% ED, 2-3 dd gtt 1
 Carbonic anhydrase inhibitor : asetasolamid tab 250 mg, 2-4 dd tab 1
o Meningkatkan aliran keluar humor aqueous
 Analog prostaglandin : Latanopros 0,005% ED, sebelum tidur
 Parasimpatomimetik : pilokarpin 1 % - 2% ED, 4 dd gtt 1. Tingkatkan
menjadi 4%
 Bedah :
o Indikasi : TIO tidak turun dengan 3 macam obat, TIO menurun tapi lapang
pandang menurun progresif ATAU C/D ratio meningkat progresif,
compliance jelek, kontraindikasi obat anti glaukoma

21
o Argon laser trabekuloplasti
o Selective laser trabekulopasti
o Guarded filtration surgery
 Komplikasi :
o Glaucoma absolut : light perception negative, reflex pupil hilang, stone like
appearance, sangat nyeri
 Jika sudah glaucoma absolut, tapi TIO tetap naik  enukleasi, injeksi alcohol 99%,
cyclocrioapplication (corpus ciliar dibekukan sampai mati  produksi humor
aqueous menurun)

Bayoneting sign C/D ratio membesar atau Cupping Glaukomatous Fleckens

11. GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP PRIMER / SERANGAN AKUT


 Definisi : suatu episode akut glaukoma yang disebabkan karena penyumbatan
trabecular meshwork oleh iris bagian perifer sehingga menghalangi
aliran humor aqueous
 Klasifikasi dan Etiologi :

Sinekia posterior, katarak imatur,


DM, hifema dan hipopion,
rubeosis iridis (neovaskulariasi di
iris)

22
Sinekia (Non anterior, hifema/hipopion yang menyumbat,
blockade
kortikosteroid
pupillary)

 Patogenesis glaucoma sudut tertutup primer

Blokade pupil Non blokade pupil

Sinekia posterior Sinekia anterior


bagian perifer

Cairan di COP HA tidak bisa


Menekan nervus vagus
meningkat keluar  TIO
 nausea dan vomitus
meningkat

Menekan iris ke
depan  sinekia
anterior Fungsi pompa Menekan iris m. spinchter Cairan masuk ke

endotel kornea kedepan pupillae tertekan kapsul anterior
Sinekia posterior kalah  paralisis lensa
 dengan TIO
Trabecular yang tinggi
meshwork tertutup Pigmen iris
terlepas 
Mid dilatasi pupil Glaucomatous
menempel ke
flecken
kornea dan atrofi
HA masuk ke iris
TIO meningkat
kornea  oedem
kornea melihat
halo Kruckernberg
Spiral like
spindle (pigmen
configuration
iris yang di
(iris yang atrofi)
kornea)

 Gejala :
o Nyeri kepala
o Mara merah
o Penurunan visus mendadak

23
o Nausea dan vomitus
o Melihat halo disekitar cahaya

 Tanda :
o Sudut iridocorneal tertutup
o TIO meningkat mendadak (60-80 mmHg)
o Oedem kornea
o Injeksi silier
o Mid-dilated pupil
 Terapi :
o Menurunkan TIO secepatnya dengen pemberian :
 Carbonic anhydrase inhibitor : Asetasolamid tab 500 mg, 1 dd tab 1,
dilanjutkan 4 x 250 mg/hari
 Preparat Kalium : KCl tab 0,5 gr, 3 dd tab 1 (mengatasi hipokalemi akibat
konsumsi asetasolamid) + makan pisang untuk atasi hipokalemi
 β blocker : timolol 0.5% ED, 1-2 dd gtt 1
 Tetes mata kombinasi : kortikosteroid + antibiotic, 4-6 dd gtt 1
 Terapi simptomatik
o Rujuk ke spesialis mata
o Bedah :
 Non blockade pupil : trabekulektomi
 Blockade pupil : iridotomi
 Beri mannitol 20% IV, 1 mg/kgBB  mau dioprasi saat itu juga
 Beri gliserin 50%, 50 mL PO, 2dd selama 3 hari jika rawat jalan

GLAUKOMA
 Definisi : suatu neuropati optic yang bersifat kronis, progresif lambat, dan ireversibel.
Ditandai dengan kelainan : (minimal 2 dari 3)
o Peningkatan TIO
o Gangguan lapang pandang yang khas
o Kelainan pada discus opticus
 Klasifikasi :

24
o RI senior
 Glaukoma sudut terbuka primer dan sekunder (glaucoma kronik / silent killer)
 Glaukoma sudut tertutup primer dan sekunder (glaucoma akut)

o Permenkes (Menurut etiologi)

 Faktor risiko
o TIO meningkat >21 mmHg yang diakibatkan oleh :
a. Meningkatnya produksi humor aqueous oleh corpus siliar
b. Hambatan aliran keluar humor aqueous dari COA
c. Peningkatan tekanan episklera

12. KATARAK SENILIS IMATUR DAN MATUR


 Definisi : Kekeruhan pada lensa sehingga cahaya yg masuk ke mata tidak dpt
diteruskan ke retina, dimana pada keadaan normal lensa berwarna
abu-abu transparan.
 Klasifikasi :
o Menurut usia :
 Kongenital : sejak lahir

25
 Infantil : 1-5 tahun
 Juvenil : 5-13 tahun
 Presenile : 13-35 tahun
 Senil : >35 tahun
o Menurut morfologi anatomis
 Kapsular (gambaran bunga karang): anterior, posterior, bipolar
- kongenital
- acquired/ didapat
 Subkapsular:
- subkapsula anterior (biasanya akibat trauma)
- subkapsula posterior (biasanya akibat toxic)
 Kortikal (bentuk baji)
- kongenital
- senile myopia gravior
 Nuklear (bercak putih coklat)
- kongenital
- senile
 Lamelar/ zonular
 Sutural
 Lain-lain
- blue-dot cataract (anterior polar cataract)
- membranous
- cataract pulveranta centralis
- reduplicated cataract
- coralliform cataract
o Menurut etiologi
 Trauma
- penetrasi (sunflower cataract)
- kontusio (rosette cataract)
- radiasi sinar infra merah  mengubah materi genetik pada pompa Na-
K proses hidrasi
- sengatan listrik
 Metabolik
- Diabetes (Snow storm cataract): penumpukan sorbitol dan fruktosa pada

26
lensa peningkatan osmolalitas lensa lensa banyak menarik air proses
hidrasi
- Hipokalsemi kadar kalsium di lensa rendah  kadar natrium di lensa
tinggi transport pasif klorida & H2O proses hidrasi
- Galatosemia (oil drop cataract)
- Defisiensi galaktokinase
- Mannosidosis
- Fabry’s disease
- Lowe’s syndrome
- Wilson’s disease (sunflower cataract)
- Hipokalemia
 Toksik
- Kortikosteroid peningkatan sitokin dan growth factor  pompa air
terganggu dan penumpukan glikosaminoglikan di lensa peningkatan
osmolalitas proses hidrasi
- Klopromazin
- Miotika: pilocarpine
- Busulfan: thalidomide
- Amiodarone
 Katarak komplikata
- Anterior uveitis  sinekia posterior subcapsular cataract
- Kelainan vitreus&retina herediter
- Miopia gravior: nuclear cataract
- Glaukoma fleken (kekeruhan subkapsula anterior)
- Neoplasma intraokular
 Infeksi maternal
- TORCH
 Toksisitas obat maternal
- Thalidomide
- Kortikosteroid
 Katarak presenil
- Myotonic dystrophy
- Dermatitis atopic
- Defisiensi enzim

27
 Sindroma tertentu
- Sindroma down
- Sindroma werner
- Sindrom rothmund
- Sindrom lowe
 Herediter
 Katarak sekunder
- Katarak subkapsular posterior yg muncul setelah operasi katarak (EKEK)
akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yg tertinggal
- Bisa ada mutiara Elsching (epitel subkapsular yg berproliferasi dan
membesar sehingga tampak sebagai busa sabun/ telur kodok)
- Bisa ada cincin Soemmering (gambaran cincin akibat kapsul anterior yg
pecah dan traksi ke arah pinggir dan melekat pada kapsula posterior
sehingga meninggalkan daerah yang jernih di tengah)
 Stadium kekeruhan lensa

Imatur Matur Hipermatur


Visus 6/9 hingga finger Finger counting hingga 1/300 hingga 1/~
counting 1/300
COA Normal / dangkal Normal / dangkal Normal hingga dalam,
biasanya ada hipopion
sterile akibat sel
terkumpul di bawah
Warna Abu Putih Putih/ nukleus coklat
lensa
Bay iris + - -
(shadow
test)
Refleks + - -
fundus
Kekeruhan Sebagian Seluruh Massif
Cairan Bertambah Normal Berkurang ec air & masa
lensa lensanya keluar
Iris Terdorong ke depan Normal Tremulans

28
Sudut bilik Sempit Normal Terbuka
mata
Komplikasi Phacomorphic glaucoma Phacolytic glaucoma,
phacoanaphylactic
glaucoma
Tambahan Dibagi menjadi stadium Deposisi ion kalsium air Korteks lensa mencair
insipient (hanya keluar  lensa tidak dan isinya keluar 
dipinggir) dan intumesen cembung korteks mengkeurt
(lensa mencembung) (morgagnian katarak)

 Patogenesis dan Patofisiologi

Proses Hidrasi Proses Sklerosis

Kegagalan mekanisme pompa Serabut kolagen terus


aktif ion Na-K yang berada pada bertambah
subkapsular anterior

Pemadatan serabut kolagen


Natrium, klorida, H2O masuk lensa dan pada nucleus lensa
tidak dapat keluar lagi

Sclerosis nucleus lensa 


Lensa keruh lensa keruh

 Gejala

29
o Mata tenang dengan penurunan visus perlahan
o Glare / silau terutama saat melihat sinar matahari atau cahaya pada malam
hari
o Visus warna terganggu
o Diplopia / polyopia (> 2) monokuler : jika mata yg katarak ditutup,
bayangan gandanya menghilang. Tapi jika kedua mata dibuka, terlihat
penglihatan ganda  terdapat gangguan pembiasan cahaya, indeks bias
pada mata berbeda, cahaya menyebar di retina tdk merata
o Perubahan kebiasaan : sudah tidak pakai kacamata baca  pada katarak
intumesen  lensa jadi cembung (miopisasi), terlihat lebih jelas
o Bercak hitam pada pandangan (floater/ muscae volitantes)
o Melihat halo di sekitar sinar
o Leukoria : pupil tidak hitam (putih/abu)
o Refleks fundus akan makin kabur bila lensa makin keruh
 Tanda
o Refleks fundus kabur jika lensa makin keruh
o Shadow tes (+)
 Pemeriksaan penunjang (sebelum oprasi katarak)
o Tanda vital, darah rutin, gula darah, fungsi ginjal, EKG, X-ray
o Periksa visus dasar dan koreksi terbaik
o Periksa reflex pupil dan light projection dulu, kalau negative  informed
consent terlebih dahulu walau dioperasi fungsi penglihatan tidak kembali
normal.
o TIO
o Funduskopi (direk, indirek), kalau gabisa USG
o USG B-scan untuk lihat kondisi posterior
o USG A-scan/biometri untuk ukur power IOL
 Terapi
o Indikasi :
 Social : untuk kepentingan pekerjaan
 Medis : adanya komplikasi dan retinal disease (untuk mempermudah
diagnosis dan mempermudah terapi laser)
 Optis : jika sudah pakai kacamata tapi visus tetap jelek. Buta katarak

30
 visus koreksi terbaik 3/60 untuk 2 mata
 Kosmetik

o Jenis operasi :
1. Intrakapsular ekstrasi katarak (IKEK)
- Seluruh lensa dikeluarkan, hanya tersisa membrane hyaloidea dan
corpus vitreus
- Insisi kornea dibuat sangat besar (1800 )
- Indikasi :
o Sublukasai / dislokasi lensa (hipermatur katarak)  akibatnya
zonula zinii teregang
o Kerusakan zonula zinii (pada katarak morgagni)
- Kelebihan : Tidak akan terjadi katarak sekunder
- Kekurangan : Sayatan lebar  prolaps vitreus, vitreus leakage,
astigmat
- Kontraindikasi : Usia < 40 tahun yang masih mempunyai
ligament hialoidea kapsular

2. Ekstrakapsular Ekstrasi Katarak (EKEK)


- Pengangkatan lensa degan dikeluarkannya nucleus dan korteks,
meninggalkan sedikit kapsul anterior, zonula zinii, dan kapsul
posterior.
- Teknik :
a. Konvesional
Insisi 9 - 10 mm, 1200 pada limbus kornea, bekas insisi dijait
radial (kalau dijait lurus bisa astigmat krn jahitan terlalu kuat)
Kekurangan (-) : Resiko astigmatisme krn dapat terjadi
perubahan kurvatura paska bedah

b. Small Incision Cataracr Extraction (SICE)


Insisi 5-6mm, 2,5 mm dari limbus kearah sclera, irisnya kaya
tangga (tunnel incision)

31
Kelebihan (+) : Kontruksi keluar pada sclera kedap air sehingga
membuat system katup  isi bola mata tidak mudah keluar, tidak
perlu dijahit  resiko astigmat rendah

c. Fakoemulsi (awam : laser)


Insisi 2-3 mm dikornea kearah temporal (supaya tidak terhalang
tulang)
Prinsip : nukleus dihancurkan  disedot keluar
Kekurangan (-) : mahal karena harus pakai foldable IOL
Kelebihan (+) : penyembuhan cepat, infeksi (-), visus baik,
astigmat (-) karena kornea tidak dijahit
IOL : terdiri dari optic dan haptik, bisa diletakan didepan iris
(jika keadaan zonula zinii buruk) dan di tempat seharusnya dia
berada.

3. Lansektomi pars plana


- Untuk operasi katarak dengan kelainan juga di bagian posterior
(missal : katarak + ablation retina)
- Jarang, biasanya pada bayi

o Observasi Pasca bedah :


- Mata dibersihkan tiap pagi (higenitas mata)
- Diperiksa :
 Visus dasar
 Konjungtuva bulbi : aposisi luka kornea, simpul jahitan (ada
peradangan/perdarahan)
 Kekeruhan lensa
 Kedalaman COA
 Pupil
 Iris (tremulans/prolapse)
 Letak IOL
 TIO
 Kapsul posterior

32
 Komplikasi post oprasi (uveitis, endoftalmitis)

o Rehabilitasi visual :
- Normal total power mata +60 D (+40D kornea, +20D lensa)
- IOL :
Anterior teknik fiksasi iris  S+18,00
Posterior teknik fiksasi sclera  S+20,00
- Kacamata (afakia)  S+10,00
- Contact lens (afakia)  S+12,00 – S+15,00
- Katarak monokuler : IOL/contact lens  tidak pakai kacamata (bisa
menjadi anisometrop >+3D  pusing)

o Pemilihan koreksis visus post oprasi

Kacamata Softlens IOL


(+) murah, mudah dibawa, (+) kosmetik, magnifikasi (+) Kosmetik, magnifikasi
selalu tersedia retina minimal retina minimal, binocular
vision cepat tercapai
(-) unilateral afakia, pin (-) sulit dipakai, (-) dislokasi, papillary block
chusion effect (magnifikasi konjungtivitis, perawatan edema, iridosiklitis, cystaid
bayangan seperti melihat susah, korneal epithelial macula edema, korneal
dari prisma), penglihatan edem endothelial trophy, mahal
perifer lebih buram ( Jack in
the box scotoma),
penurunan lapang pandang,
kacamata bera dan tebal

33
 Komplikasi
1. Tanpa operasi
 Lens induced glaucoma :
 Phacomorphic (intumesen)  lensa membengkak ec menyerap air
Katarak
 lensa dan iris menempel (sinekia posterior)  peningkatan
imatur
pupillary resistence  glaucoma
 Phacolytic  pencairan lensa  protein menyumbat trabecular
Katarak
hipermatur meshwork
 Phacotoxic  protein lensa (crystalline) dianggap benda asing 
reaksi imun  nyumbat trabecular meshwork.
 Lens induces uveitis
 Phacoanaphylatic uveitis  reaksi antigen-antibodi  reaksi
hipersensitivitas  inflamasi uvea  uveitis.
 Subluksasi/dislokasi lensa ( depan : glaucoma akut, belakang : ke
vitreous  retinal detachment)
 Amblyopia  pada anak-anak mata yang kena katarak tersupresi
penglihatannya

2. Intraoperasi
 Kerusakan endotel kornea
 Capsula posterior rupture
 Dislokasi nucleus ke vitreous
 Vitreous prolapse
 Hifema

3. Postoperasi
 Dini : corneal oedem, iris prolapse, COA dangkal, hifema, dislokasi
lensa, glaucoma

34
 Lanjut : PCO (posterior capsular opacity; terapi YAG laser)  PCO
akibat sel di anterior migrasi ke tengah, cystoid macular edema, vitreous
corneal adheren, bullous keratopathy, uveitis glaucoma hyfema
syndrome.
 Dislokasi lensa ke vitreous menyebabkan tjdnya peradangan  fibrosis
 retinal detachment  buta karena katarak.

Fenomena gunug es (backlog katarak)


Angka sesungguhnya jauh lebih besar dari yang kelihatan akibat :
o Fasilitas terbatas dan daya jangkauan rendah
o Pengetahuan kurang
o Biaya mahal

13. RETINOPATI DIABETES MELLITUS


 Definisi : Mikroangiopati progresif yang ditandai dengan kerusakan & sumbatan
pembuluh darah halus (arteriol prekapiler retina, kapiler-kapiler, dan
vena-vena)
 Klasifikasi :
o Non Proliferative Diabetes Retinopathy (NPDR) :
 Mild: mikroaneurisma, ada perdarahan, ada cotton wool spot, ada exudat
 Moderate: ada perdarahan, venous beading (ada bagian pembuluh darah
yang lebih kecil dan lebih besar), cotton wool spot
 Severe : 4-2-1 rule (perdarahan di 4 kuadran, venous beading di 2 / lebih
kuadran, IRMA di 1 / lebih kuadran)
o Proliferative Diabetes Retinopathy (PDR) :
 Paling parah, terdapat neovaskluarisasi di bagian manapun di retina

35
 Patogenesis

Hiperglikemi Asupan oksigen berkurang

Toksik untuk perisit


(rangka endotel)  perisit
lemah
Intraretinal
microangiopati
Mikroanerusima Venous hypoxia beading
(IRMA)

Permeabilitas
kapiler terganggu

Plasma bocor ke Darah bocor ke


intraretina vitreus

Menjadi hard Darah mengering 


exudat fibrosis  bisa
menarik retina

Jika di macula  visus menurun Retinal


detachment
Jika tidak di macula  visus normal

36
Plasma bocor ke Darah bocor ke
intraretina vitreus

Iskemik pada retina


dan serabut syaraf

Aktivasi VEGF dan


IGF 1

Neovaskularisasi

 Gejala :
o Penurunan visus perlahan
o Mata tenang
o Trias DM : polidipsi, polifagi, poliuri
 Tanda NPDR :
o Mikroaneurisma
o Venous beading
o IRMA (Intraretinal Mikrovaskular Abnormalities) / mikroangiopati
o Hard eksudat
o Soft eksudat / cotton wool spot
o Makula edema (cara periksa: stereoskopik biomikroskopik)
 Terapi :
o Kontrol gula darah : diet rendah kalori, aktivitas fisik, konsumsi OAD
o Anti VEGF : bevacizumab, ranibizumab (agar tidak neovaskluarisasi)
o PDR :

37
 Pan Retinopathy Photocoagulation : membunuh vascular agar tidak
menghasilkan VEGF
 Anti VEGF
 Komplikasi : kebutaan karena ablasio retina dan glaucoma sekunder karena
rubeosis iridis

Neovaskularisasi Venous beading Bintik perdarahan

14. RETINOPATI HIPERTENSI


 Definisi : Kelainan pada retina dan pembuluh darah retina karena tekanan darah
yang tinggi misalnya pada hipertensi maligna dan toksemia
gravidarum.
 Etiologi :
o Primer : tidak diketahui penyebabnya
o Sekunder : biasanya karena preeclampsia/eklampsia, feokromasitoma,penyakit
ginjal, penyakit adrenal, koartasio aorta.
 Klasifikasi :
o Stadium perubahan pembuluh darah akibat arteriosclerosis (Klasifikasi
Scheie) :
 Stadium 1 : Penciutan setempat pembuluh darah kecil
 Stadium 2 : Penciutan arteri menyeluruh
 Stadium 3 : Stadium 2 + cotton wool exudat + diastole >120mmHg +
keluhan penurunan visus
 Stadium 4 : Stadium 3 + edema papil dan edema retina + star figure exudat
+ diastole >150mmHg
o Grade perubahan funduskopi akibat arteriosclerosis (Klasifikasi Scheie) :
 Grade 1 : perluasan reflex cahaya dengan kompresi minimal pada AV

38
 Grade 2 : Perubahan pada AV crossing (Salus’s sign, Gunn’s sign,
Bonnet’s sign)
 Grade 3 : cooper wire compression (akibat penebalan arteri)
 Grade 4 : silver wire compression (akibat arteri semakin menebal
sehingga darah tidak terlihat)

Patogenesis :

Hipertensi

Vasokontriksi dan peningkatan tekanan


arteriol

Tekanan darah terus tinggi, memicu :


1. Penebalan tunika intima pembuluh darah
retina
2. Hiperplasia tunika media
3. Degenerasi hialin
4. Sklerosis

Diikuti stadium eksudativa dimana terjadi :


1. Gangguan blood retina barrier
2. Nekrosis otot polos pembuluh darah
dan endotel
3. Eksudasi sel darah dan lemak
4. Iskemik retina

Terjadi perubahan yaitu :


1. Mikroaneurisma
2. Perdarahan
3. Hard Exudate
4. Cotton wool spot
5. Diskus optikus dapat membengkak

39
 Gejala :
o Biasanya asimptomatik, kadang ada penurunan visus
 Tanda :
o Penyempitan arteriol retina / arteriol narrowing
o AV crossing
o Copper wire dan silver wire
o Attenuasi
o Perdarahan
o Eksudat / cotton wool spot
o Media jernih, papil normal, retina datar
 Pemeriksaan :
o Tekanan darah
o Pemeriksaan mata lengkap (angiografi fluoresin, oftalmoskopi indirek)
 Terapi :
o Mengendalikan tekanan darah : lifestyle, konsumsi OAH, rujuk Sp.PD

Gunn’s Sign Bonnet’s Sign Salu’s Sign

Copper dan Silver wire Star figure exudat

Gunn’s sign : pada AV crossing, vena tampak lancip pada sisi lainnya

40
Bonnet’s sign : pada AV crossing, vena tampak lebih melebar
Salu’s sign : pada AV crossing, vena tampak lebih berkelok
Elevasi : vena terangkat oleh arteri
Deviasi : pergeseran vena terangkat oleh arteri
Kompresi : penekanan vena oleh arteri

15. TRAUMA KIMIA ASAM DAN BASA


 Definisi : trauma yang mengenai mata akibat terpaparnya bahan kimia yang
bersifat asam atau basa
 Etiologi :
o Asam (pH < 7) : H2SO4, cuka
o Basa (pH > 7) : amonia, NaOH, detergen, semen
 Klasifikasi :
o Thoft
Derajat Tanda
I Hiperemis konjungtiva +
keratitis pungtata

II Hiperemis konjungiva +
hilangnya epitel kornea

III Hiperemis konjungtiva +


nekrosis kornea + lepasnya
epitel kornea

IV Konjungtiva perilimbal
nekrosis 50%

 Patogenesis
o Trauma asam

41
Merubah pH  merusak
Ion hidrogen Luka di luar saja
permukaan okluar

Berikatan Denaturasi dan Koagulasi


Ion anion dengan protein koagulasi protein menghentikan
penetrasi lebih
lanjut

o Trauma basa

Zat basa bersifat Penetrasi melalui membrane Terjadi saponifikasi


hidrofobik dan lipofilik sel  masuk COA (hidrolisis asam lemak)

Kerusakan sel

 Gejala :
o Mata perih
o Mata merah
 Tanda :
o Defek epitel kornea
o Kemosis
o Hiperemi
o Perdarahan
o Edema kelopak
o Luka bakar derajat 1-2 di sekitar mata
 Pemeriksaan :
o Visus dasar
o Cek pH dengan lakmus (cek zat basa dengan lakmus merah, cek zat asam
dengan lakmus biru)
o Pemeriksaan eksterna
o Fluoresin test dan siedel test

42
o Cek TIO
 Terapi :
o Irigasi NaCl 0,9% 2L selama 30 menit ATAU sampai pH normal kembali
o Derajat 1-2 :
 Steroid : mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutrofil ( dexamethason
0,1% ED setiap 2 jam 7-10 hari )
 Siklopegik : atropine sulfat / scopolamin 0,25% ED, 2dd gtt1
 Carbonic anhydrase inghibitor : asetazolamid tab 500 mg, 2dd tab1
 Antibiotik : agar tidak infeksi sekunder
 Asam askorbat : natrium askorbat 10% EO, setiap 1 jam
 Artificial tears
o Derajat 3-4 :
 Dirawat takut terjadi simblefaron (konjuntiva palpebra menempel dengan
konungtiva bulbi), indikasi lain bila mengenai 2 mata
o UNTUK TRAUMA BASA : diberi EDTA (ethylendiaminetetraasetat) ED, 4-
6 dd gtt 1 selama 1 minggu (saponifikasi membutuhkan ion kalsium. EDTA
akan berikatan dengan kalsium sehingga tidak terjadi saponifikasi)
o Lakukan double eversi kelopak mata :
 Untuk ambil benda asing
 Agar tidak terjadi simblefaron
 Untuk melakukan debridemen (bersihkan daerah nekrotik)
o Untuk mencegah simblefaron selain dengan double eversi, bisa dengan
memberi obat mata salep atau dilapisi plastic antara konjungtiva bulbi dan
konjungtiva tarsal sehingga tidak terjadi penempelan

Simblefaron

43
16. XEROFTALMIA
 Definisi : gangguan kekurangan vitamin A pada mata, termasuk terjadinya
kelainan anatomi bola mata dan gangguan fungsi sel retina yang
berakibat kebutaan.
 Etiologi defisiensi Vitamin A :
o Primer : intake rendah, ekskresi meningkay
o Sekunder : gangguan absorbsi
o Penyakit TB, diare, malnutrisi
 Fungsi vitamin A :
o Proliferasi sel goblet pada konjungtiva dan kornea
o Produksi rhodopsin
o Antioksidan
o Transkripsi genFungsi imunitas
o Perkembangan reproduksi
o Hematopoiesis
o Pertumbuhan tulang dan gigi
o Kesehatan kulit dan rambut
 Klasifikasi WHO :
1. Xn : buta senja (niktalopia/hemeralopia)
Terdapat perubahan penglihatan saat maghrib
Saat maghrib/malam sering tersandung, jatuh; kalau nonton TV makin dekat
2. X1a : xerosis konjungtiva (konjungtiva bulbi kering, kusam, tidak
memancarkan cahaya)
Reversible 3. X1b : xerosis konjungtiva + bitot’s spot
Bitot spot : Bentuk segitiga menonjol, warna seperti mutiara, terdapat pada
konjungtiva bulbi, temporal, permukaan seperti busa, bisa juga seperti sisik.
Stadium akhir  staphyloma
Seperti ada busa di atas  akibat Corynebacterium xerosis
4. X2 : xerosis kornea (kornea kering  kejernihan berkurang)
5. X3a : ulkus kornea < 1/3 kornea
6. X3b : ulkus kornea > 1/3 kornea
Ireversible
7. X4 : sikatriks kornea
8. XF :xeroftalmia fundus

44
 Factor yang mempengaruhi kejadia xeroftalmia :
o Faktor sosial budaya dan lingkungan : ketersediaan pangan yang mengandung
vitamin. A, bencana alam, kondisi air bersih, kebudayaan warga setempat
o Faktor pelayanan kesehatan : imunisasi, letak puskesma ke rumah warga
o Faktor keluarga : Pendidikan orang tua, penghasilan keluarga, jumlah anggota
keluarga
o Faktor individu : berat badan lahir, ASI eksklusif, jenis P-ASI, status gizi anak
di KMS, banyaknya anak yang dibawa ke posyandu
 Gejala :
o Mata kering (akibat sel goblet yang sedikit)
o Rabun senja (jumlah rhodopsin sedikit)
o Visus menurun perlaham
 Terapi :
1. Perbaiki gizi : makanan TKTP
2. Obati penyakit pada mata (seperti ulkus kornea, bitot spot)
3. Obati underlying disease : TB, diare
4. Cukupi kebutuhan Vitamin A
- KI untuk ibu hamil, bersifat teratogenic; ibu menyusui  dapat diberikan
- Kebutuhan vitamin A sesuai usia :
o < 1 tahun : 1500 o 7-9 tahun : 3500
o 1-3 tahun : 2000 o 10-12 tahun : 4500
o 4-6 tahun : 2500 o 13-19 tahun : 5000
- Dosis Vitamin A untuk pengobatan :
o < 6 bulan : 50.000 (½ tablet biru)
o 6-12 bulan : 100.000 (1 tablet biru)
o > 12 bulan : 200.000 (1 tablet merah)
- Prinsip pengobatan  Xn-X1b : 1 kali pada hari dia datang
 X1b-XF : hari 1, 2, dan minggu 2
- Dosis untuk pencegahan :
o Bulan Vit. A : Februari dan Agustus
o Dosis 6-11 bulan : 200.000 IU
o Dosis  1 tahun : 300.000 IU

45
Xerosis konjungtiva Bitot’s Spot

Xerosis kornea

46
47
48

Anda mungkin juga menyukai