Anda di halaman 1dari 35

Tugas Neurologi

Oleh :

Wenny Sagita

19100707360803074

Preseptor :

dr. Yulson R, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH M.NATSIR

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH FAKULTAS KEDOKTERAN

SOLOK
ANAMNESA NEUROLOGI

A. Identitas Pasien
 Nama
 Jenis kelamin
 Umur
 Alamat
 Status perkawinan
 Pekerjaan
 Agama
 Suku bangsa

B. Keluhan Utama
 Keluhan yang mendorong pasien datang berobat ke dokter.
 Sejak kapan dimulai
 Sifat serta beratnya
 Lokasi serta penjalarannya
 Hubungan dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu
haid, sehabis makan, dll)
 Keluhan yang menyertai
 Yang memperberat dan memperingan
 Perjalanan keluhan, apakah menetap, bertambah berat, bertambah
ringan, dalam bentuk serangan, dan lain lain.

Keluhan dan kelainan lain :

1. Nyeri kepala
 Apakah menderita sakit kepala?
 Bagaimana sifatnya, dalam bentuk serangan atau terus-menerus?
 Dimana lokasinya?
 Apakah progresif, makin lama makin berat atau makin sering?
 Apakah sampai mengganggu aktivitas sehari-hari?
2. Muntah
 Apakah disertai rasa mual atau tidak?
 Apakah muntah ini tiba-tiba, mendadak, seolah-olah isi perut
dicampakkan keluar?
3. Vertigo
 Pernahkah merasakan seolah sekeliling anda bergerak, berputar,
atau merasa diri yang bergerak atau berputar?
 Apakah rasa tersebut ada hubungannya dengan perubahan sikap?
 Apakah disertai mual dan muntah?
 Apakah disertai telinga berdenging?
4. Gangguan penglihatan (visus)
 Apakah ketajaman penglihatan menurut pada satu atau kedua
mata?
 Apakah ada penglihatan ganda?
5. Pendegaran
 Adakah perubahan pada pendegaran?
 Adakah merasakan telinga berdenging?
6. Saraf otak lainnya
 Adakah gangguan pada penciuman, pengecapan, salivasi,
lakrimasi, dan perasan di wajah?
 Adakah kelemahan pada otot wajah?
 Apakah bicara jadi cadel atau pelo?
 Apakah suara berubah jadi serak, bindeng, atau mengecil atau
hilang?
 Apakah sulit menelan?
7. Fungsi luhur
 Apakah jadi pelupa?
 Apakah jadi sukar mengemukakan isi pikiran atau memahami
pembicaraan orang lain?
 Apakah menjadi sulit membaca dan sulit memahami apa yang
dibaca?
 Apakah kemampuan menulis berubah?
8. Kesadaran
 Pernahkah mendadak kehilangan kesadaran?
 Pernahkah mendadak merasa lemah dan seperti mau pingsan?
9. Motorik
 Adakah bagian tubuh yang menjadi lemah atau lumpuh?
 Bagaimana sifatnya, hilang timbul, menetap, atau berkurang?
 Apakah gerakan menjadi tidak cekatan?
 Adakah gerakan pada bagian tubuh atau ekstremitas badan yang
abnormal dan tidak dapat dikendalikan?
10. Sensibilitas
 Adakah perubahan atau gangguan perasaan pada bagian tubuh atau
ekstremitas?
 Adakah rasa baal, semutan, seperti ditusuk, seperti dibakar?
 Dimana tempatnya?
 Adakah rasa tersebut mejalar?
11. Saraf otonom
 Bagaimana buang air kecil, BAB, dan nafsu seks?
 Adakah retensio atau inkontinensia urin?
12. Kelainan jantung, paru, tekanan darah tinggi dan DM.

C. Riwayat Penyakit Dahulu


 Keadaan atau kejadian yang lalu hubungannya dengan keluhan sekarang,
misalnya penyakit infeksi atau trauma.
 Sakit pada masa sekarang, masa lalu, dan masa kanak-kanak?
 Tanyakan tentang riwayat migrain, hipertensi, penyakit
kardiovaskular, stroke, diabetes, epilepsi, dan lain-lain.
 Riwayat pembedahan.
D. Riwayat Obat
 Pernah berobat sebelumnya
 Obat yang diresepkan atau dikonsumsi
 Alergi obat
E. Riwayat Penyakit Keluarga
 Orang tua, saudara, dan anak yang berhubungan dengan penyakit
sekarang.
 Penyakit degeneratif.
F. Riwayat Sosial
 Perkembangan kepribadian
 Sikap terhadap orang sekitar
 Pekerjaan masa lalu dan sekarang
 Keadaan rumah atau keharmonisan rumah tangga
 Reaksi terhadap lingkungan
 Pendidikan
G. Kebiasaan atau Gizi
 Merokok
 Konsumsi alkohol
 Nilai gizi makanan
 Makanan instan

ANAMNESA KHUSUS

1. Epilepsi
a. Riwayat Penyakit Sekarang
 Kapan pasien mengalami serangan kejang yang pertama kali?
 Apakah pasien mengalami semacam peringatan atau perasaan tidak
enak pada waktu serangan atau sebelum serangan kejang terjadi?
 Apa yang terjadi selama serangan kejang berlangsung?
 Apakah yang terjadi segera sesudah serangan kejang berlangsung?
 Kapan kejang berlangsung selama siklus 24 jam sehari?
 Apakah ada faktor pencetus?
 Bagaimana frekuensi serangan kejang?
 Apakah ada periode bebas kejang sejak awal serangan kejang?
 Apakah ada jenis kejang lebih dari satu macam?
 Apakah pasien mengalami luka ditubuh sehubungan dengan
serangan kejang?
 Apakah sebelumnya pasien pernah ke IGD?
b. Riwayat Penyakit Dahulu
 Apakah pasien lahir normal dengan kehamilan genap bulan
maupun proses persalinannya?
 Apakah pasien setelah lahir mengalami asfiksia atau respiratori
distress?
 Apakah tumbuh kembangnya normal sesuai usia?
 Apakah ada riwayat kejang demam?
 Apakah ada riwayat infeksi susunan saraf pusat seperti meningitis,
ensefalitis?
 Apakah ada riwayat trauma kepala?
 Apakah ada riwayat tumor otak?
 Apakah ada riwayat stroke?
c. Riwayat Sosial
 Apa latar belakang pendidikan pasien?
 Apakah pasien bekerja?
 Apakah pasien mengemudikan kendaraan bermotor?
 Apakah pasien menggunakan kontrasepsi oral?
 Apakah pasien peminum alkohol?
d. Riwayat Keluarga
 Juvenile myoclonic epilepsy
 Familial neonatal epilepsy
 Benign rolandic epilepsy
e. Riwayat pengobatan
 Bagaimana efektifitas obat yang pernah dikonsumsi?
 Alergi obat?
 Berapa lama diminum?
 Berapa kali sehari?
 Berapa dosis?
 Ada atau tidak efek samping?
2. Nyeri Kepala
 Kapan timbul pertama kali?
 Jangka waktu serangan
 Frekuensi, intensitas serangan
 Sifat : terus-menerus, rasa ditikam, seakan kepala pecah, rasa
tergencet, berdenyut, rasa berat, pegal.
 Dimulai dari mana, menyebar kemana : sebelah atau menyeluruh.
 Gejala yang mendahului
 Faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Riwayat keluarga
 Pengobatan sebelumnya
 Alasan mencari pertolongan dokter
 Riwayat penyakit sebelumnya
3. Nyeri
a. Berasal dari :
 Saraf perifer
 Radiks spinalis
 Traktus spinotalamikus, talamus
b. Seringkali sangat sukar ditentukan :
 Letak rasa nyeri
 Faktor yang memperberat
 Gambaran neurologis yang menyertai
c. Perlu ditanyakan :
 Jenis nyeri : intensitas nyeri
 Lokalisasi
 Berlangsungnya
 Yang memperberat dan memperingan rasa nyeri
 Sebelumnya menderita penyakit kulit

PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

A. Keadaan Umum
 Tinggi badan
 Berat badan
 Tekanan darah
 Nadi
 Pernafasan
 Suhu
 Turgor kulit
 Kulit kuku

B. Pemeriksaan Kesadaran
 Secara kuantitatif

Mata 4 Membuka mata dengan spontan


3 Membuka mata ketika dipanggil
2 Dengan rangsangan nyeri
1 Tidak ada respon
Motorik 6 Mengikuti perintah
5 Lokalisasi terhadap nyeri
4 Menarik refleks
3 Abnormal fleksi
2 Ekstensi normal
1 Tidak ada respon
Verbal 5 Orientasi baik
4 Bicara atau percakapan membingungkan
3 Kata-kata tidak teratur
2 Suara tidak jelas
1 Tidak ada respon

 Secara kualitatif
1) Kompos mentis : bereaksi dengan adekuat
2) Delirium : pasien tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi,
berteriak, aktivitas motorik meningkat.
3) Somnolen : kesadaran mengantuk, dapat pulih penuh jika
dirangsang.
4) Stupor : penderita merasakan kantuk yang dalam dan masih dapat
dibangunkan dengan rangsangan yang kuat namun kesadarannya
menurun lagi.
5) Semi koma : tidak ada respon terhadap rangsangan verbal, nyeri,
namun reflek pupil dan kornea masih ada.
6) Koma : tidak ada gerakan spontan meskipun dengan rangsangan
nyeri dan verbal.

C. Pemeriksaan Fungsi Kortikal Luhur

Orientasi Nilai
1. Sekarang (tahun, hari) apa? 5
2. Kita berada dimana? 5
Registrasi
3. Sebutkan 3 buah, benda, tiap satu detik pasien disuruh 3
mengulang ke 3 bnda tersebut, nilai 1 untuk setiap benda yang
benar. Ulangi sampai pasien dapat menyebutkan dengan benar
dan catat jumlah pengulangan.
Atensi dan Kalkulasi
4. Kurangi 100 dengan 7.Nilai 1 untuk tiap jawaban benar. 5
Hentikan setelah 5 jawaban atau minta mengeja terbalik kata
“WAHYU” (nilai diberi pada huruf yang benar sebelum
kesalahan, misal “NYAHWU” = 2 nilai.
Mengingat kembali
5. Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda diatas 3
Bahasa
6. Pasien disuruh menyebut nama nemda yang ditunjukkan 2
(pensil, buku)
7. Pasien disuruh menyebut kata-kata “namun” 1
8. Pasien disuruh melakukan perintah : “ambil kertas ini dengan 3
tangan anda, lipat jadi 2, letak dilantai”.
9. Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah 1
10 Pasien disuruh menulis dengan spontan 1
.
11 Pasien disuruh menggambarkan benda 1
.

Hasil :

 Normal : 24-30
 Probable gangguan kognitif : 17-23
 Defenite gangguan kognitif : 0-16

D. Pemeriksaan Rangsangan Meningen


1) Kaku kuduk : tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien
yang sedang berbaring, kepala di fleksikan dan diusahakan dagu
mencapai dada.
Kaku kuduk (+) : didapatkan tahanan.
2) Kernig sign : fleksikan kepala pasien pada persendian panggul sampai
membuat sudut 90˚, tungkai bawah di ekstensikan pada persendian
lutut sampai 135˚.
Kernig sign (+) : terdapat tahanan sebelum mencapai sudut 135˚.
3) Lasegue sign : pasien diminta berbaring lurus, satu tungkai diangkat
lurus, dibengkokkan pada persendian pengguna.
Normalnya : mencapai sudut 70˚.
4) Brudzinski 1 : tangan ditempatkan dibawah kepala yang sedang
berbaring. Tentukan kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai
dada. Tangan yang satunya lagi ditempatkan sampai di dada pasien.
Brudzinski +1 : fleksikan kedua tungkai.
5) Brudzinski 2 : satu tungkai di fleksikan pada persendian panggul dan
tungkai yang satu lurus.
Brudzinski +2 : tungkai yang satunya juga ikut fleksi.
6) Brudzinski 3 : menekan os zygomaticus maka akan terjadi fleksi pada
kedua tungkai.
7) Brudzinski 4 : menekan symphisis pubis maka akan terjadi fleksi pada
kedua tungkai.
8) Guillain sign :
 Tusukkan pada kulit yang menutupi otot kuadrisep femoris.
 Memijat otot kuadrisep femoris.
9) Edelman test : fleksi tungkai dan atas (di sendi panggul) sedangkan
lutut diluruskan secara pasif.
Edelman test (+) : tangan pasien diluruskan diatas bahu.
10) Bikele test : lengan pasien diluruskan diatas bahu.
Bikele test (+) : pasien menahan articulatio cubiti nya tetap fleksi.

E. Pemeriksaan Nervus Cranialis


 Sensorik : N.I, N.II, N.III
 Mototik : N.IV, N.III, VI, XI, XII
 Sensorik dan motorik : N.V, VII, IX, X
 Parasimpatis : N.VII, III, IX, X

I. Nervus Olfaktorius (N.I)

Cara pemeriksaan :

 Pasien diminta mengidentifikasi apa yang terhidu olehnya.


 Lakukan hal yang sama di lubang hidung lainnya.

Penilaian :

 Normosia : mampu menghidu dengan tepat


 Anosmia : hilangnya daya penghidu
 Hiposmia : daya penghidu kurang tajam
 Parasmia : terhidu bau yang tidak sesuai
 Kakosmia : mirip parosmia tapi selalu di identifikasikan sebagai
bau yang tidak menyenangkan.
 Halusinasi auditorik : terhidu sesuatu tanpa adanya
perangsangannya.
II. Nervus Optikus (N.II)

Pemeriksaan terdiri dari :

1) Ketajaman penglihatan (Visual Activity / Visus) : Penglihatan jauh :


normal 5/3, 6/6, dan abnormal saja.
 Menghitung jauh pada jarak 1 meter.
 Mengenal gerakan tangan
 Mengenal cahaya
 Tidak mampu mengenal cahaya
2) Lapangan pandang (Visual Fleksi) : dengan parimeter.
a. Kampimeter dan tes konfontasi
 Pasien diberi penjelasan mengenal tes.
 Duduk berhadapan dengan pasien.
 Fiksasi mata pasien dengan meminta pasien melihat ke mata
pemeriksa dan tutup mata yang diperiksa.
 Pasien tetap menatap ke depan ketika benda mendekati
matanya dari berbagai arah telah terikat olehnya.
3) Pemeriksaan fundus : retina dan pupil
4) Pengenalan warna : stilling ishihara test cord.

III. Nervus Okulomotorius (III), Nervus Throclearis (IV), Nervus


Abdusen (VI)

Fungsi : gerak bola mata (III, IV, VI), kontriksi pupil, pengatur akomodasi
(III).

Pemeriksaan terdiri dari :

1) Pemeriksaan pupil
 Normal : bentuk bukat, isokor, diameter 2-4 mm (< 2 mm = miosis,
> 4 mm = midrosis).
 Refleks pupil terhadap cahaya :
- Langsung (RCL) : terjadi miosis pada mata yang disenter.
- Tidak langsung atau refleks cahaya konsensual (RCTL) :
jatuhkan sinar pada salah satu mata terjadi miosis pada mata
yang tidak disenter.
 Reflek pupil akomodatif atau konvergensi
- Pasien diminta menatap lurus kedepan, kemudian secara tiba-
tiba datangkan suatu benda dengan cepat kearah pangkal
hidung.
- Terjadi kontraksi otot rektus medialis dan kontraksi otot
siliaris.
2) Pemeriksaan gerakan bola mata
Pemeriksaan ini dapat memberikan info penting ada lesi mulai dari
koteks cerebri, mesenfalon, sampai di saraf otak dibedakan atas :
 Gerakan volunter (diatur oleh korteks udem serebri) dilaksanakan
oleh otot-otot okular sinistra dan dextra.
 Gerakan involunter, nistagmus dan gerakan okulogurik.

IV. Nervus Trigeminus (N.V)

Fungsi :
- Sensorik : untuk sesnsibilitas wajah
- Motorik : untuk otot pengunyah
- Refleks : dagu, kornea
Cara pemeriksaan : gores sclera ke arah limbus kornea.
Respon normal : terjadi kedipan mata.

V. Nervus Facialis (N.VII)

Fungsi :

- Pengecapan 2/3 anterior lidah


- Ekspresi wajah : otot mimik
- Sekresi : kelenjar lakrimalis

Pemeriksaan :
MOTORIK
Perhatikan penutupan kelopak mata, elevasi asimetri dari sudut
bibir pendangkalan lipatan nasolabial. Untuk pemeriksaan motorik, minta
pasien untuk :

a) Mengerutkan dahi dengan cara melihat keatas (n.frontalis).


b) Menutup mata lalu pemeriksa mencoba memaksa membuka
(n.orbicularis oculi).
c) Mengunci bibir sampai menggembungkan pipi (m.buccinator).
d) Tersenyum sambil memperhatikan gigi (m.orbicularis oris).

Sensorik : julurkan lidah, leringkan, lalu oleskan zat manis, asin, asam,
pahit.

VI. Nervus Vestibulocochlearis (N. VIII)

Terdiri dari : N. Vestibularis + N. Cochlearis


Fungsi : pendengaran dan keseimbangan.
Pemeriksaan terdiri dari :
a) Pemeriksaan daya pendengaran.
b) Pemeriksaan fungsi vestibularis : fungsi ini diteliti bila terdapat
keluhan pusing.
- Observasi sikap berdiri dan sikap badan : sewaktu bergerak.
- Observasi nistagmus spontan.
- Observasi nistagmus yang dibangkitkan.

Pemeriksaan : Tes Rinne, Tes Weber, dan Tes Swabach.

Tes Rinne Tes Weber Tes Swabach Diagnosa


Sama dengan
(+) Tidak ada lateralisasi Normal
pemeriksa
Lateralisasi telinga yang
(-) Memanjang Tuli Konduktif
sakit
Lateralisasi telinga yang Tuli
(+) Memendek
sakit Sensorineural

VII. Nervus Glossopharingeus (N. IX)

Fungsi :
- Sensorik : pengecapan 1/3 posterior lidah
- Sekresi kelenjar parotis

VIII. Nervus Vagus (N. X)

Fungsi :
- Menelan : fonasi
- Parasimpatis untuk jantung dan viceral abdomen

IX. Nervus Accesorius (N. XI)

Fungsi : gerakan kepala, leher, bahu.

Pemeriksaan : menilai fungsi n.trapezius, m.sternocleidomastoideus.

X. Nervus Hipoglossus (N. XII)

Fungsi : mengatur gerakan lidah persarafan otot-otot.

Pergerakan lidah : m.stiglossus, m.genioglossus, m.longitudinal inferior


dan superior.

Pemeriksaan : pasien diminta menjulurkan lidah, terlihat tidak


menyimpang ke sisi yang lumpuh (lesi UMN/LMN) disertai hemiatropi
(lesi LMN).

PEMERIKSAAN MOTORIK

Nilai Kekuatan Otot


0 Tidak ada kontraksi / lumpuh otot
1 Ada sedikit kontraksi : tapi tidak didapatkan gerakan pada persendian
yang harus digerakkan oleh otot.
2 Ada gerakan tapi tidak bisa melawan gravitasi
3 Ada gerakan dan bisa melawan gravitasi
4 Dapat melawan gaya berat dan dapat menahan
5 Tidak ada kelumpuhan atau normal
I. Refleks Tendon
Umumnya dijumpai pada anggota gerak kecuali refleks mandibula.
Berikut contoh refles tendon :

- Refleks biceps
- Refleks tricep
- Refleks brochioradialis
- Refleks patella / kuadrisep femoris
- Refleks achilles

II. Refleks Superficial

Refleks superficial akan negatif pada lesi UMN.

- Refleks dinding perut


- Refleks cremaster
- Refleks bulbus cavernosus

III. Refleks Patologis

Ditemukan pada lesi UMN (jaras kortikospinal, mulai dari korteks


otak sampai medium setinggi vertebrae thotakal 10-12).

- Refleks tromner
- Refleks hoffman
- Refleks babinski
- Refleks chaddock
- Refleks schaffer
- Refleks gardon

IV. Refleks Primitif


Didapatkan pada sindrom lobus frontalis, demensia, ensefalopati
metabolik, yang termasuk refleks primitif antara lain :

- Refleks snouting
- Refleks palmomental
- Refleks grosping
- Refleks glabella

PEMERIKSAAN SENSORIK

Ada 2 macam gangguan sensorik, yaitu :

1. Sensorik proptopatik / elementer (nyeri superficial, suhu, raba) dan


propioseptik (tekan, getar, posisi, nyeri dalam tekan).
2. Sensorik diskriminatif / lurus / kortikal seperti diskriminasi taktil 2 titik,
stereogonosis, grapethesis, banzogrosis, topesheia, extinction
phenomenore / sensory extinction.

PROPTOPATIK

1. Rasa raba : gunakan ujung kapas. Sentuhkan pada kulit pasien apakah
dapat merasa atau tidak.
2. Rasa nyeri : gunakan ujung jarum/peniti, lakukan tusukan ringan di kulit.
3. Rasa suhu : sentuhkan tabung yang berisi air panas atau air dingin ke kulit
pasien.

PROPIOSEPTIK

1. Rasa getar : pasien tahu bahwa bagian tubuhnya sedang digerakkan,


2. Rasa sikap : pasien tahu bagaimana sikap tubuh.
3. Rasa getar : kerok garpu tala 128 Hz lalu tempatkan pada ibu jari kaki /
malleolus.
4. Rasa tekan : menekan dengan jari / benda tumpul pada kulit dan tanyakan
apakah pasien merasakan / tidak.
5. Nyeri dalam : memencet otot lengan atas, lengan bawah, paha, betis,
tendon achilles, pasien da tanyakan apakah pasien dapat merasakan atau
tidak.

DISKRIMINATIF

1. Diskriminasi : kemampuan untuk mengetahui suhu tubuh ditusuk dengan


½ benda pada saat yang sama.
2. Barognosia : kemampuan mengenal berat benda.
3. Stereognosia : kemampuan mengenal bentuk benda dengan meraba.
4. Topestensia : kemampuan untuk melokalisasi tempat dan rasa raba.
5. Grafestesia : kemampuan mengenali huruf / angka yang ditulis pada kulit
dengan mata tertutup.

TES FUNGSI KOORDINASI

1. Ganguan koordinasi ekuilibrium


Gangguan mempertahankan keseimbangan, khususnya pada pasien
yang berdiri. Terdiri dari :

- Tes Romberg
- Tes hell to toe walking
2. Gangguan koordinasi non ekuilibrium
Gangguan pergerakan anggota gerak yang disengaja, terutama gerakan
halus. Terdiri dari :

- Tes jari hidung


- Tes tumit
- Tes pronasi supinasi
- Rebound pnenomenon
- Arm bounce
- Tes telunjuk ke telunjuk
PEMERIKSAAN PENUNJANG NEUROLOGI

A. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi infeksi pada otak dan sumsum
tulang, perdarahan, kerusakan pembuluh darah, racun yang mempengaruhi
sistem saraf dan mengukur kadar obat pada pasien epilepsi.

2) Tes urine
Tes ini dilakukan untuk mendeteksi substansi abnormal pada urine
yang menyebabkan gangguan pada saraf.

3) Biopsi
Dilakukan dengan mengambil jaringan pada otot,saraf, atau otak untuk
kemudian di analisis di laboratorium.

B. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto rontgen
Pemeriksaan menggunakan sinar X untuk melihat kondisi tubuh,
misalnya tulang tengkorak.

2) CT scan
Dalam pemeriksaan neurologi, CT scan dapat mendeteksi lokasi
kerusakan otak pada pasien cedera kepala, gumpalan darah atau
perdarahan pada pasien stroke atau tumor otak.

3) MRI
Untuk mendeteksi tumor otak dan saraf tulang belakang, multiple
sclerosis, stroke, dan stenosis spinal.

4) Positron Emision Tomography (PET)


Pemeriksaan untuk mendeteksi tumor dan kerusakan jaringan,
mengukur metabolisme sel dan jaringan, gangguan pembuluh darah, serta
mengevaluasi pasien dengan gangguan saraf, seperti penyeakit alzeimer.

5) Mielografi
Untuk mendeteksi cedera, luka, dan tumor pada saraf tulang belakang.

6) Neurosonografi
Untuk menganalisis aliran darah pada otak dan mendiagnosis stroke,
tumor otak serta hidrosefalus.

C. Pemeriksaan Konduksi Saraf


1) Elektroensefalografi (EEG)
Untuk membantu mendiagnosis kejang, tumor otak, kerusakan otak
akibat cedera kepala, serta peradangan otak dan saraf tulag belakang.

2) Elektromigrafi (EMG)
EMG dapat mendeteksi lokasi dan tingkat keparahan saraf yang
terjepit.

3) Elektronistamografi (ENG)
Digunakan untuk mendiganosis gangguan keseimbangan (nistagmus).

4) Polisamnografi
Pengukuran terhadap aktivitas tubuh dan otak selama pasien tertidur.
Hasil tes digunakan untuk mengidentifikasi gangguan tidur, serta
gangguan gerak dan gangguan pernafasan selama tidur.\

D. Cerebral Angiography
Pemeriksaan untuk mendeteksi penyempitan atau penyumbatan arteri dan
pembuluh darah di otak, kepala, dan leher serta mendeteksi lokasi dan ukuran
aneurisma otak.

E. Fungsi Lumbal
Untuk mendeteksi perdarahan dan infeksi di otak dan saraf tulang
belakang serta mengukur tekanan intrakranial.

SKORING DAN ALGORITMA STROKE

A. Siriraj Stroke Score (SSS)

Hasil :

 Skor SSS > 1 : perdarahan supra tentorial


 Skor SSS < -1 : Infark Serebri
 Skor SSS -1 s/d 1 : meragukan

B. Algoritma Gajah Mada


C. Skor Hasanuddin
VERTIGO
A. Perbedaan vertigo perifer dan vertigo sentral

B. Cara melakukan tes garpu tala

Tes garpu tala adalah suatu tes untuk mengevaluasi fungsi pendengaran
individu secara kualitatif dengan menggunakan alat berupa seperangkat garpu tala
frekuensi rendah sampai tinggi 128 HZ-2048 Hz. Satu perangkat garpu tala
memberikan skala pendengaran dari frekuensi rendah hingga tinggi akan
memudahkan survei kepekaan pendengaran. Cara menggunakan garpu tala yaitu
garpu tala di pegang pada tangkainya, dan salah satu tangan garpu tala dipukul
pada permukaan yang berpegas seperti punggung tangan atau siku. Ada berbagai
macam tes garpu tala , diantaranya:

1) Tes Rinne

Tujuan : membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada


telinga yang diperiksa. Cara Pemeriksaan :
 Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz

 Letakkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid penderita


(posterior dari MAE) sampai penderita tak mendengar

 Kemudian cepat pindahkan ke depan MAE penderita

 Apabila penderita masih mendengar garpu tala di depan MAE


disebut Rinne positif. Bila tidak mendengar disebut Rinne negatif.

Interpretasi :

 Normal : Rinne positif

 Tuli konduksi : Rinne negative

 Tuli sensori neural : Rinne positif

2) Tes Weber

Tujuan : membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.

Cara Pemeriksaan :

 Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan

 Kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus di garis median,


biasanya di dahi (dapat pula pada vertex, dagu atau pada gigi
insisivus) dengan kedua kaki pada garis horisontal.

 Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yang tidak


mendengar atau mendengar lebih keras .

 Bila mendengar pada satu telinga disebut laterisasi ke sisi telinga


tersebut.

 Bila kedua telinga tak mendengar atau sama-sama mendengar


berarti tak ada laterisasi.
Interpretasi :

 Normal : Tidak ada lateralisasi

 Tuli konduksi : Mendengar lebih keras di telinga yang sakit

 Tuli sensorineural : Mendengar lebih keras pada telinga yang


sehat.

3) Tes Schwabach

Tujuan : membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita


dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.

Cara pemeriksaan :

 Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan

 Kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus pada planum mastoid


pemeriksa.

 Bila pemeriksa sudah tidak mendengar, secepatnya garpu tala


dipindahkan ke mastoid penderita.

 Bila penderita masih mendengar maka schwabach memanjang.

 Bila penderita tidak mendengar, terdapat 2 kemungkinan yaitu


Schwabah memendek atau normal.

 Untuk membedakan kedua kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu


tes pada penderita dulu baru ke pemeriksa.

 Garpu tala 512 dibunyikan kemudian diletakkan tegak lurus pada


mastoid penderita, bila penderita sudah tidak mendengar maka
secepatnya garpu tala dipindahkan pada mastoid pemeriksa, bila
pemeriksa tidak mendengar berarti sama-sama normal, bila
pemeriksa masih masih mendengar berarti schwabach penderita
memendek.

Interpretasi :

 Normal : Schwabach sama dengan pemeriksa

 Tuli konduksi : Schwabach memanjang

 Tuli sensorineural : Schwabach memendek

C. Tes Keseimbangan

1) Tes Romberg

 Penderita diminta berdiri dengan kedua tumit saling merapat.

 Pertama kali dengan mata terbuka kemudian penderita diminta


menutup matanya.

 Pemeriksa menjaga jangan sampai penderita jatuh tanpa


menyentuh penderita.

 Hasil positif didapatkan apabila penderita jatuh pada satu sisi.

2) Tes romberg dipertajam (sharpen romberg)


 Pasien diminta untuk berdiri dengan menempatkan tumit satu kaki
di depan ibu jari kaki yang lain.
 Kedua lengan disilangkan di depan dada atau terjulur di samping
kanan kiri tubuh.
 Mintalah pasien mengerjakan dengan mata terbuka, kemudian
dengan mata tertutup.
 Perhatikan posisi berdiri pasien, apakah ada kecenderungan untuk
jatuh (terhuyung-huyung) pada saat membuka mata dan menutup
mata.
 Jika pada keadaan mata terbuka pasien jatuh, kemungkinan
kelainan pada serebelum.
 Jika pada mata tertutup pasien cenderung jatuh ke satu sisi,
kemungkinan kelainan pada system vestibuler atau proprioseptif.
3) Uji Fukuda-Unterberger
 Kita diminta untuk jalan di tempat dengan posisi kedua tangan
diangkat ke depan sejajar bahu dan menutup mata.
 Uji ini untuk menilai apakah kita dapat melakukan jalan di tempat
tanpa berpindah posisi.
 Dianggap abnormal jika deviasi ke satu sisi lebih dari 30 derajat
atau maju mundur lebih dari satu meter.
4) Tes Telunjuk-Hidung (Finger to Nose)
 Mintalah pasien merentangkan kedua lengannya ke samping.
 Kemudian mintalah pasien menyentuhkan ujung jari telunjuk ke
ujung hidung.
 Pertama dilakukan dengan mata terbuka, setelah beberapa kali
dilakukan, kemudian mintalah pasien melakukan dengan mata
tertutup.
 Selanjutnya dilakukan pada tangan yang lain dengan cara yang
sama.
 Perhatikan ketepatan gerakan pada saat ujung jari telunjuk
menyentuh.
 Apabila terdapat lesi di serebelum, pasien tidak mampu menyentuh
ujung hidung dengan tepat.
5) Tes Telunjuk-Telunjuk (Finger to Finger)
 Mintalah pasien merentangkan kedua lengannya ke samping.
 Kemudian mintalah pasien mempertemukan ujung kedua jari
telunjuknya di tengah (depan dada).
 Pertama dengan mata terbuka dan kedua dengan mata
tertutup.Perhatikan ketepatan gerakan pada saat kedua ujung jari
telunjuk bertemu.
 Apabila terdapat lesi di serebelum, pasien tidak mampu
mempertemukan kedua ujung jari telunjuk dengan tepat.
6) Tes Hidung-Telunjuk-Hidung (Nose to Finger to Nose)
 Mintalah pasien untuk menyentuhkan ujung jari telunjuk ke
hidungnya kemudian menyentuhkan ujung jari telunjuk ke ujung
jari telunjuk pemeriksa.
 Dilakukan berulang-ulang, dengan posisi jari telunjukpemeriksa
berpindah-pindah.
 Perhatikan ketepatan gerakan saat ujung jari menyentuh ujung
hidung dan menyentuh ujung jari pemeriksa.
 Apabila terdapat lesi di serebelum, pasien tidak mampu menyentuh
ujung hidung maupun ujung jari pemeriksa dengan tepat.
7) Tes Tumit-Lutut-Ibu Jari Kaki
 Mintalah pasien menempatkan salah satu tumitnya di atas lutut
tungkai lainnya
 Kemudian minta pasien menggerakkan tumit dari lutut ke
pergelangan kaki melalui tulang tibia dan akhirnya melewati
dorsum padis untuk menyentuh ibu jari kaki.
 Perhatikan ketepatan gerakan yang dilakukan pasien.
 Apabila terdapat lesi di serebelum, pasien tidak mampu melakukan
gerakan dengan tepat.
8) Tes Rebound
 Pemeriksa meminta pasien untuk memposisikan lengannya aduksi,
fleksi pada siku, tangan mengepal, tangan menghadap ke badan
pasien.
 Pemeriksa memberikan tahanan pada pergelangan tangan pasien,
mintalah pasien untuk mempertahankan posisi fleksi (seperti adu
kekuatan / panco).
 Kemudian secara mendadak pemeriksa melepaskan tahanan,
hendaknya tangan pemeriksa yang tidak digunakan untuk
memberikan tahanan ditempatkan di antara wajah pasien dengan
tangan pasien.
 Perhatikan lengan pasien pada saat tahanan yang diberikan
pemeriksa, mendadak dilepaskan.
 Pada orang normal, lengan akan bisa mempertahankan posisi,
sedangkan apabila terdapat lesi di serebelum, tangan pasien tidak
bisa mempertahankan posisi, dan bisa memukul pada badannya
sendiri.

9) Tes tandem walking

 Penderita diminta berjalan pada satu garis lurus di atas lantai,


dengan cara menempatkan satu tumit langsung di depan ujung jari
kaki yang berlawanan, baik dengan mata terbuka atau tertutup.

 Ada kelainan vestibuler, pasien akan mengalami deviasi.

PERBEDAAN PARESE NERVUS FASIALIS (N.VII) TIPE


SENTRAL DAN PERIFER
UMN LMN
Gejala kontralateral lesi Gejala ipsilateral lesi
Kelemahan pada wajah bagian bawah Kelemahan seluruh otot wajah
(mulut asimetris) ipsilateral.
Masih dapat mengerutkan dahi, Tidak dapat mengerutkan dahi, tidak
mengangkat alis dan menutup dapat menutup mata secara rapt, tidak
kelopak mata. dapat tersenyum simetris.
Penurunan produksi saliva.
Gejala okular (lagoftalmus, lakrimasi
menurun, ektropion).
Spasme wajah saat menutup mata

Perbedaan Gejala Motorik Paralisis Nervus Fasialis Sentral dan Perifer


Sentral/UMN Perifer/LMN

Gejala (Gejala Kontralateral (Gejala Ipsilateral


dari Lesi) dari Lesi)

Tidak dapat mengerutkan Tidak Ya


dahi
Tidak dapat menutup mata Tidak Ya
secara sempurna
Mulut akan tampak jatuh Ya
(Asimetris)

PERBEDAAN PARESE NERVUS HIPOGLOSSUS (N.XII) TIPE


SENTRAL DAN PERIFER
UMN LMN
Kelumpuhan nervus hipoglossus Paralisis flacsid bolateral pada lidah
unilateral.
Lidah berdeviasi ke arah sisi yang Atrofi dan vasikulasi lidah.
parese ketika dijulurkan.
Kelumpuhan bulbar progresif.

PERBEDAAN STROKE HEMORAGIK DAN STROKE


ISKEMIK SECARA PATOFISIOLOGI, GEJALA, DAN TANDA

A. STROKE ISKEMIK
a. Stroke emboli cerebri
Bekuan darah atau plak yang terbentuk didalam jantung atau pembuluh
arteri besar yang terangkut menuju otak.

b. Stroke trombosis cerebri


Bekuan darah atau plak yang terbentuk didalam pembuluh arteri yang
mensuplai darah ke otak.

Perbedaan trombosis cerebri dan emboli cerebri


Stroke iskemik
Trombosis Emboli
Usia >50th Bervariasi
Tanda awal Didahului TIA Tidak sakit kepala
Serangan Saat istirahat/ tidur, malam Saat aktivitas
Gangguan kesadaran Kecepatan menurunnya Sering pd awal kejadian &
sesuai memberatnya defisit sesuai dg beratnya defisit
neurologi neurologi
Defisit neurologi Fokal, sering memberat scr Fokal, seringkali maks
gradual saat serangan
Tekanan darah Hipertensi (sering) Normotensi (sering)
Temuan khusus Penyakit jantung / Aritmia jantung, fibrilasi
lainnya pembuluh darah atrial, kelainan katup
arterosklerosis jantung, bising karotis.
CT Scan kepala Area hipodens Area hipodens pada infark
hemoragik dan disertai
hiperdens

B. STROKE HEMORAGIK
a. Perdarahan Intracerebral
Pecahnya pembuluh darah darah dan masuk kedalam jaringan yang
menyebabkan sel-sel otak mati sehingga berdampak pada kerja otak
berenti. Penyebab tersering adalah hipertensi.

b. Perdarahan Subarachnoid
Pecahnya pembuluh darah yang berdekatan dengan permukaan otak dan
darah bocor dan tulang tengkorak. Penyebabnya bisa berbeda-beda tetapi
biasanya karena pecahnya aneurisma.

Perbedaan antara pendarahan intraserebral (PIS) dan pendarahan


subarachnoid (PSA/SAH):

Stroke hemoragik
PIS PSA
Usia 40 – 60th 20 – 40th
Tanda awal Sakit kepala menetap Sakit kepala sangat hebat
Serangan Saat melakukan aktivitas Saat melakukan aktivitas
Gangguan kesadaran Turun mendadak Ggn kesadaran yg
reversibel
Defisit neurologi Fokal, sangat akut Dijumpai tanda rangsang
disertai tanda ↑ TIK selaput otak (kaku
kuduk)
Tekanan darah Hipertensi berat (sering) Hipertensi (jarang)
Temuan khusus Penyakit jantung, Perdarahan subhyaloid
lainnya hipertensi, retinopati /preretinal, perdarahan pd
hipertensi. likuor serebrospinal
CT Scan kepala Area hiperdens Area hiperdens di
intraserebral/ Sistema basalis
intraventrikular

VISUAL ANALOG SCALE (VAS)

VAS merupakan suatu garis lurus atau horizontal sepanjang 10 cm, yang
mewakili intensitas nyeri yang terus-menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap
ujungnya. Pasien diminta untuk membuat tanda pada garis tersebut dan nilai yang
didapat ialah jarak dalam mm atau cm dari tanda di sebelah kiri skala sampai
tanda yang dibuat.
VAS adalah skala yang paling sering digunakan untuk mengukur
intensitas nyeri. VAS dinilai dengan kata tidak nyeri di ujung kiri dan sangat nyeri
di ujung kanan. Dinilai tidak ada nyeri apabila nilai VAS 0-5mm, nyeri ringan
apabila panjang garis menunjukkan angka 5-44 mm, 45-74 mm dinyatakan
sebagai nyeri sedang, dan lebih dari 70 mm dinilai sebagai nyeri berat. VAS
sudah terbukti merupakan skala linear yang diterapkan pada pasien dengan nyeri
akut pasca operasi.
Alat bantu untuk mengukur intensitas nyeri sangat bervariatif dan sangat
subjektif penilaiannya tergantung dari pasien. VAS merupakan skala pengukuran
yang lebih sensitif terhadap intensitas nyeri dibandingkan skala pengukuran
lainnya. Secara statistik VAS paling kuat rasionya karena dapat menyajikan data
dalam bentuk rasio.
Selain mengumpulkan data subjektif mengenai nyeri, pengamatan
langsung terhadap perilaku non verbal dan verbal dapat memberikan petunjuk
tambahan mengenai pengalaman nyeri pasien. Signal verbal dan emosional seperti
meringis, 16 menangis, ayunan langkah dan postur yang abnormal bisa menjadi
indikator nyeri yang sering dijumpai, perilaku tersebut dipengaruhi oleh jenis
kelamin dan perbedaan budaya.

WHO STEP LEDDER NYERI

Praktik dalam tatalaksana nyeri, secara garis besar stategi farmakologi


mengikuti ”WHO Three Step Analgesic Ladder” yaitu :
1. Tahap pertama dengan menggunakan abat analgetik non opioid seperti
NSAID atau COX2 spesific inhibitors.
2. Tahap kedua, dilakukan jika pasien masih mengeluh nyeri. Maka
diberikan obat-obat seperti pada tahap 1 ditambah opioid secara
intermiten.
3. Tahap ketiga, dengan memberikan obat pada tahap 2 ditambah opioid
yang lebih kuat.

Anda mungkin juga menyukai