Disusun Oleh:
Luthfiatus Silvi Alifiya (P17210201008)
Silvia devi (P17210201030)
Nisa Tria Indriani (P17210201041)
Alma Safira Damayanti (P17210201044)
Alifah Nurul Aini (P17210201045)
Anisa Putri Eka Cahyani (P17210203047)
Kelas 1A
Penulis
DAFTAR ISI
Table of Contents
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................5
C. Tujuan....................................................................................................................5
D. Manfaat..................................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................6
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................6
A. DEFINISI HEPATITIS.................................................................................................6
B. DEFINISI HEPATITIS A.............................................................................................6
C. ETIOLOGI HEPATITIS A............................................................................................7
D. PATOFISIOLOGI HEPATITIS A..................................................................................7
E. FAKTOR RESIKO HEPATITIS A..................................................................................7
F. MANIFESTASI KLINIK..............................................................................................8
G. DIAGNOSA HEPATITIS A..........................................................................................9
H. PENTINGNYA PAGT UNTUK MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN HEPATITIS.............11
I. PENGKAJIAN GIZI..................................................................................................12
J. DIAGNOSA GIZI.....................................................................................................13
K. MONITORING DAN EVALUASI GIZI.......................................................................14
BAB III..................................................................................................................16
CONTOH KASUS ( FIKTIF )............................................................................16
BAB IV..................................................................................................................23
PEMBAHASAN KASUS.....................................................................................23
BAB V....................................................................................................................36
PENUTUP.............................................................................................................36
A. Kesimpulan...........................................................................................................36
B. Saran....................................................................................................................37
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................38
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hepatitis A adalah penyakit Peradangan Hati yang disebabkan oleh Virus
Hepatitis A (VHA) yang merupakan Ribonucleic Acid (RNA) Virus. VHA
termasuk famili picornaviridae, genus hepatovirus, memiliki 1 serotipe dan 4
genotipe. VHA bersifat termostabil, tahan asam dan tahan terhadap cairan empedu
serta bertahan hidup di dalam suhu ruangan selama lebih dari 1 bulan (Kemenkes,
2012) . Penyakit ini ditetapan sebagai KLB (Kejadian Luar Biasa) dikarenakan
masyarakat banyak dan mudah sekali terjankit penyakit Hepatitis A. Walaupun
ditetapkan sebagai KLB, orang yang menderita penyakit Hepatitis A ini
dipastikan bisa sembuh. Hal tersebut diungkapkan Ketua PB Perhimpunan
Peneliti Hati Indonesia, Dr dr Irsan Hasan, Sp PD KGEH. Ia mengatakan, 99
persen penderita Hepatitis A ini dapat sembuh total.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka peneliti
merumuskan pada penelitian ini, yaitu bagaimana penatalaksanaan diet pada
pasien Hepatitis A.
C. Tujuan
- Tujuan Umum
Mendeskripsikan penatalaksanaan diet pada pasien penyakit Hepatitis A.
- Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan assessment gizi yang meliputi pengkajian pada
data antropometri, biokimia, fisik klinis dan riwayat gizi pada
pasien dengan Hepatitis A
2. Mampu menegakkan diagnosis gizi pada pasien dengan Hepatitis
A.
3. Mampu merencanakan intervensi gizi yang tepat berdasarkan data-
data diagnosis pada pasien dengan Hepatitis A.
4. Mampu merencanakan dan melakukan monitoring evaluasi gizi
terhadap intervensi gizi yang diberikan pada pasien dengan
Hepatitis A.
D. Manfaat
- Bagi Penulis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan keterampilan
bagi penulis dalam melakukan asuhan gizi pada pasien Hepatitis A.
- Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran
tentang asuhan gizi khususnya bagi pasien Hepatitis A.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI HEPATITIS
Hepatitis adalah peradangan hati yang bisa berkembang menjadi fibrosis
(jaringan parut), sirosis atau kanker hati. Hepatitis disebabkan oleh berbagai
faktor seperti infeksi virus, zat beracun (misalnya alkohol, obat-obatan tertentu),
dan penyakit autoimun (Kemenkes, 2017).
Hepatitias A
Hepatitis B
Hepatitis jenis ini ditularkan melalui kontak darah oleh seseorang yang
telah terinfeksi. Biasanya, infeksi ini terjadi melalui transfusi atau produk darah
yang telah terkena virus, alat medis, jarum suntik, air mani, dan cairan tubuh
lainnya. HBV juga dapat menular pada bayi oleh ibu yang mengidap hepatitis B
ketika persalinan, Hepatitis B termasuk dalam jenis yang berbahaya, karena dapat
menyebabkan kematian. Diperkirakan ada jutaan orang di dunia yang mengidap
penyakit hepatitis B. HBV dapat dicega melalui vaksin yang aman dan juga
efektif. ejalanya beragam dan termasuk menguningnya mata, sakit perut, dan urine
keruh. Beberapa orang, terutama anak-anak, tidak mengalami gejala apa pun.
Dalam kasus-kasus kronis, gagal hati, kanker, atau jaringan parut dapat terjadi.
Hepatitis C
Hepatitias E
Hepatitis ini umumnya disebarkan melalui konsumsi air atau makanan yang
telah terkontaminasi. Hepatitis E adalah penyebab umum dari wabah hepatitis
yang terjadi di kebanyakan negara berkembang. Vaksin untuk penyakit ini sedang
dikembangkan tetapi persediaannya masih sedikit. Gejalanya termasuk sakit
kuning, nafsu makan berkurang, dan mual. Dalam kasus yang jarang terjadi, hal
itu dapat berlanjut pada gagal hati akut.
C. DEFINISI HEPATITIS A
Hepatitis A adalah penyakit yang menyerang organ Hepar yang disebabkan
oleh VHA. Hepatitis A dapat menyebabkan sakit ringan hingga berat. Pada
umumnya penyebaran terjadi secara fekal-oral ketika seseorang mengkonsumsi
makanan atau minuman yang terkontaminasi tinja seseorang yang terinfeksi VHA.
VHA bersifat termostabil, tahan asam, dan tahan terhadap cairan empedu
(Kemenkes, 2014).
Hepatitis A juga merupakan jenis hepatitis yang paling ringan dan paling
mudah penularannya serta tidak menutup kemungkinan akan berubah atau masuk
ke tingkat yang lebih parah seperti hepatitis B atau hepatitis C. Jika tidak
dilakukan intervensi segera, anak-anak yang sehat agar tetap sehat dan anak-anak
yang rentan dapat terhindar dari faktor-faktor penyebab terjangkitnya hepatitis A
(Mardhiyah, 2019).
D. ETIOLOGI HEPATITIS A
Hepatitis A, yang dahulu dinamakan hepatitis infeksiosa, disebabkan oleh
virus RNA dari family enterovirus. Masa inkubasi virus Hepatitis A diperkirakan
berkisar dari 1 hingga 7 minggu dengan rata-rata 30 hari. Perjalanan penyakit
dapat berlangsung lama, dari 4 minggu hingga 8 minggu. Virus Hepatitis A hanya
terdapat dalam waktu singkat di dalam serum, pada saat timbul ikterik
kemungkinan pasien sudah tidak infeksius lagi (Smeltzer, 2001).
E. PATOFISIOLOGI HEPATITIS A
VHA memiliki masa inkubasi ± 4 minggu. Replikasi virus dominasi terjadi
pada hepatosit, meski VHA juga ditemukan pada empedu, feses, dan darah. Anti
gen VHA dapat ditemukan pada feses pada 1-2 minggu sebelum dan 1 minggu
setelah awitan penyakit (Arif A., 2014).
G. MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala awal infeksi virus Hepatitis A sangat bervariasi dan
bersifat tidak spesifik. Demam, kelelahan, anoreksia (tidak nafsu makan) dan
gangguan pencernaan (mual, muntah, kembung) dapat ditemukan pada awal
penyakit. Dalam waktu 1 minggu, beberapa penderita dapat mengalami gejala
kuning disertai gatal (ikterus), buang air kecil berwarna seperti teh, dan tinja
berwarna pucat. Infeksi pada anak berusia di bawah 5 tahun umumnya tidak
memberikan gejala yang jelas dan hanya 10% yang akan memberikan gejala
ikterus. Pada anak yang lebih tua dan dewasa, gejala yang muncul biasanya lebih
berat dan ikterus terjadi pada lebih dari 70% penderita. Masa inkubasi 15-50 hari,
rata-rata 28-30 hari (Kemenkes, 2012). Menurut Wicaksono (2014) gejala
hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu fase inkubasi, fase prodromal (pra
ikterik), fase ikterus, dan fase konvalesen (penyembuhan).
1. Fase Inkubasi
Pada fase ini akan timbul keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala
ikterus. Tandanya berupa malaise umum, nyeri otot, nyeri sendi, mudah lelah,
gejala saluran napas atas dan anoreksia.
3. Fase Ikterus
Fase Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan
dengan munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah
timbul ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan
terjadi perbaikan klinis yang nyata.
H. DIAGNOSA HEPATITIS A
Salah satu cara dalam menegakkan diagnosis pada penderita hepatitis A
diperlukan beberapa pemeriksaan, antara lain:
1. Pemeriksaan klini
Pemeriksaan klinis dilakukan berdasarkan keluhan penderita
seperti demam, kelelahan, anoreksia, mual, dan rasa tidak nyaman pada
perut. Beberapa orang biasanya mengalami diare, ikterik (kulit dan mata
menguning), urine berwarna gelap dan pada kotoran (feses) terdapat
bercak darah, hal ini dapat ditemukan beberapa hari kemudian. Tingkatan
berat penyakit ini bermacam–macam, mulai dari asimtomatik (hal ini biasa
terjadi pada anak–anak), sakit ringan, hingga sakit yang menyebabkan
hendaknya bertahan selama satu minggu sampai satu bulan.
2. Pemeriksaan serologi
Pada pemeriksaan serologi, mencari dua jenis antibodi terhadap virus
yaitu IgM dan IgG. Hal pertama yang dicari adalah antibodi IgM, yang
dibuat oleh sistem kekebalan tubuh lima sampai sepuluh hari, dan antibodi
ini hilang dalam waktu enam bulan. Tes antibodi IgG, yang menggantikan
antibodi IgM dan untuk seterusnya melindungi terhadap infeksi HAV.
a. Apabila dalam tes serologi hasilnya menunjukkan negatif untuk antibodi
IgM dan antibodi IgG, maka seseorang kemungkinan tidak pernah
terinfeksi HAV, dan direkomendasikan untuk melakukan vaksinasi HAV.
b. Apabila tes serologi menunjukkan hasil positif untuk antibodi IgM dan
hasil negatif untuk antibodi IgG, maka seseorang kemungkinan telah
tertular HAV dalam kurun waktu enam bulan terakhir, dan sistem
kekebalan tubuh sedang mengeluarkan virus atau infeksi menjadi semakin
parah.
c. Sebaliknya apabila tes serologi menunjukkan hasil negatif untuk antibodi
IgM dan hasil positif untuk antibodi IgG, maka kemungkinan seseorang
tersebut terinfeksi HAV pada suatu waktu sebelumnya, atau sudah
melakukan vaksinasi terhadap HAV, dan pada saat ini sudah kebal terhadap
HAV.
3. Pemeriksaan penunjang lain
Diagnosis dari penyakit hepatitis dapat berdasarkan hasil pemeriksaan
biokimia terhadap fungsi organ hati (pemeriksaan laboratorium dari:
bilirubin urine dan urobilinogen, total dan direct bilirubin serum, alanine
transaminase (ALT), aspartate transaminase (AST), prothombin time (PT),
total protein, serum albumin, IgG, IgA, IgM, dan hitung sel darah
lengkap). Apabila dengan tes laboratorium tidak memungkinkan, maka
bukti epidemiologis merupakan langkah yang dapat membantu
menegakkan diagnosa. Bukti epidemiologis adalah penemuan dua atau
lebih kasus hepatitis A klinis pada lokasi praduga KLB yang mempunyai
hubungan epidemiologis (Kemenkes, 2012).
I. PENTINGNYA PAGT UNTUK MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN
HEPATITIS
Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT) adalah metode pemecahan
masalah yang sistematis, yang mana dietisien profesional menggunakan cara
berfikir kritisnya dalam membuat keputusan-keputusan untuk menangani berbagai
masalah yang berkaitan dengan gizi, sehingga dapat memberikan asuhan gizi yang
efektif dan berkualitas. Proses asuhan gizi hanya dilakukan pada pasien atau klien
yang terindentifikasi resiko gizi atau sudah malnutrisi dan membutuhkan
dukungan gizi individual. Identifikasi resiko gizi dilakukan melalui skrining gizi,
dimana metodenya tergantung dari kondisi dan fasilitas setempat. Misalnya
menggunakan Subjective Global Assement (SGA) (Sumapradja, 2011).
Proses asuhan gizi terstandar merupakan siklus yang terdiri dari langkah
yang berurutan dan saling berkaitan yaitu:
Gizi dan penyakit hati adalah dua kondisi yang saling berkaitan.
Padapenyakit hati baik akut maupun kronis, perlu diperhatikan pemberian gizi
yang optimal. Pengelolaan gizi yang optimal akan menurunkan komplikasi dan
memperbaiki morbiditas dan mortalitas pada penyakit hati (Sucher and Mattfeldt-
Beman, 2011).Oleh karena itu, pentingnya melakukan Proses Asuhan Gizi
Terstandar (PAGT) pada penyembuhan penyakit hati yaitu untuk memonitoring
dan mengevaluasi masalah yang terjadi sehingga masalah yang terjadi dapat
diatasi dengan meningkatkan atau mempertahakan terkait gizi, seperti pengukuran
antropometri (berat badan, tinggi badan, status gizi), nilai lab terkait gizi, keluhan
yang dirasakan dan riwayat gizi seseorang.
J. PENGKAJIAN GIZI
Terjadinya masalah gizi disebabkan adanya ketidaksesuaian antara asupan
gizi dengan kebutuhan tubuh. Keadaan ini dapat terjadi karena asupan energi dan
zat gizi yang kurang, berlebihan, dan atau kebutuhan yang meningkat yang bila
berlangsung terus-menerus mengakibatkan terjadinya perubahan status gizi.
Kondisi ini erat kaitannya dengan kondisi penyakit, fungsi organ, motorik, sosial
ekonomi, dan lingkungan (PERSAGI, 2013).
Asuhan gizi bagi penderita penyakit hati akan berhasil dengan baik, jika
dilakukan dengan langkah-langkah pada proses asuhan gizi terstandar. Langkah
pertama adalah assessment gizi untuk mengkaji masalah gizi yang mungkin
terjadi pada penderita penyakit hepatitis. Penderita penyakit hepatitis dengan
manifestasi yang ada dapat memberikan implikasi gizi. Implikasi gizi pada
penderita penyakit Hepatitis adalah sebagai berikut:
1. Asupan oral inadekuat, hal ini dapat terjadi karena adanya gejala-gejala
mual, muntah, hilang nafsu makan, nyeri abdomen, anoreksia, demam, dll.
2. Penurunan berat badan yang tidak diharapkan, dapat terjadi karena asupan
4. oral yang inadekuat.
3. Defisiensi zat gizi dapat terjadi karena asupan oral yang inadekuat.
4. Interaksi obat dan makanan (treatment HCV).
K. DIAGNOSA GIZI
Diagnosa gizi adalah kegiatan mengidentifikasi dan memberi nama
masalah gizi yang aktual, dan atau beresiko menyebabkan masalah gizi. Diagnosa
gizi diuraikan berdasarkan komponen masalah gizi (problem), penyebab masalah
gizi (etiology), dan tanda serta gejala adanya masalah gizi (sign and symptom)
(PERSAGI, 2013).
1. Etiology
2. Etiology menunjukkan faktor penyebab atau faktor yang berperan dalam
timbulnya masalah gizi. Terdapat beberapa faktor penyebab masalah gizi
antara lain berkaitan dengan patofisiologi, psikososial, perilaku,
lingkungan, dan sebagainya. Etiology merupakan dasar untuk menentukan
masalah gizi.
Komponen yang dimonitor dan dievaluasi sesuai dengan tanda dan gejala
(Sign dan Symptom atau SS) dari masalah gizi yang telah ditetapkan, yaitu:
toleransi pasien terhadap makanan yang diberikan, perubahan berat badan pasien,
perubahan nilai laboratorium, serta kenyamanan pasien terutama dalam hal
makan. Contoh monitoring dan evaluasi gizi lanjutan contoh diagnosa gizi nomor
1 di atas (Nuraini, dkk, 2017).
Kasus Ditinjau dari Diploma thesis, Poltekkes Kemenkes Riau, DEVI MARIYANI
NINGSIH Dengan Judul ASUHAN GIZI PADA PASIEN HEPATITIS A (STUDI KASUS
DI RSUD X JAKARTA TIMUR).
A. Pengkajian Data
1. Identitas Pasien
Penelitian ini dilakukan melalui observasi tentang identitas pasien yang meliputi
nama, jenis kelamin, usia dan diagnosis medis dengan melihat rekam medik
pasien. Berikut data gambaran umum pasien yang disajikan pada Tabel 3.1:
2. Data Antropometri
Riwayat gizi dahulu meliputi kebiasaan dan pola makan pasien sebelum
masuk rumah sakit. Dalam kasus ini, pasien tidak mempunyai alergi makanan.
Pasien memiliki kebiasaan makan 3x makan utama 3x selingan. Sarapan pagi
lebih sering mengkonsumsi lontong sayur sekitar jam 8. Makan siang lebih sering
mengkonsumsi nasi rames yang dijual di dekat kampus. Makan malam lebih
sering mengkonsumsi ayam goreng yang dijual di pecel lele. Selingan biasanya
berupa gorengan seperti bakwan goreng atau tahu isi, dalam sehari
mengkonsumsi gorengan sebanyak 5 potong dan kacang pilus. Pasien lebih
sering mengkonsumsi ayam daripada ikan dan daging. Mengkonsumsi buah 3x
seminggu. Sering makan makanan yang digoreng dan makanan pedas contohnya
ayam geprek. Menyukai junkfood contohnya fried chicken, pizza, burger. Suka
makan makanan dan jajanan yang kurang higienis di kosan contohnya tahu gejrot
yang dijual pinggir jalan. Sering mengkonsumsi air putih daripada minuman
bersoda dan minuman manis. Pasien di diagnosis Hepatitis A semenjak masuk
rumah sakit. Pasien sebelumnya belum pernah mendapat konsultasi gizi
semenjak terdiagnosis Hepatitis A.
Selain data riwayat gizi dahulu, diperlukan juga data riwayat gizi saat ini
untuk mengetahui pola dan asupan responden saat dirawat di rumah sakit.
Berikut hasil recall makan pasien saat berada di Rumah Sakit disajikan dalam
tabel 3.5
Tabel 3. 5 Hasil Recall 1x24 jam Rumah Sakit tanggal 05 Februari 2020
Berdasarkan Tabel 3.5 menunjukkan bahwa semua asupan zat gizi pasien berada
dibawah kebutuhan. Hal ini terjadi akibat nafsu makan pasien menurun karena
mengalami mual, muntah, pusing dan badan lemas serta pasien makan makanan
dalam bentuk makanan yang padat. Oleh karena itu pasien diberikan makanan
bentuk lunak untuk menghindari adanya keluhan mual dan muntah
berkelanjutan untuk meningkatkan asupan zat gizi pasien. Hasil yang didapatkan
menunjukkan rata-rata asupan pasien selama 1x24 jam masuk rumah sakit
adalah 34,35% dari total kebutuhan zat gizi.
1. Rencana Intervensi
e. Tujuan Diet:
3) Memberikan edukasi gizi terkait pemilihan bahan makanan yang tepat dan
sesuai dengan diet yang diberikan yaitu diet hati dan diet rendah garam.
6) Batasi atau hindari makanan yang menimbulkan gas seperti kol, sawi, timun,
durian, nangka serta makanan yang tidak merangsang seperti pedas, keras,
terlalu panas/dingin.
Memberikan informasi gizi yang berkaitan dengan penyakit pasien agar pasien
dapat mengikuti dan menerapkan anjuran diet setelah pasien keluar dari rumah
sakit. Informasi yang disampaikan yaitu berupa pemilihan bahan makanan yang
dianjurkan dan yang tidak dianjurkan bagi pasien serta bahan makanan yang
harus dibatasi konsumsinya.
7) Materi:
d. Pola makan yang sesuai dengan diet hati dan diet rendah garam.
1.5 Hasil Monitoring dan Evaluasi
Intervensi terapi diet yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 3.9.
Tabel 3.9 menunjukkan terapi diet yang diberikan kepada Tn. R yaitu jenis diet,
bentuk makanan, frekuensi pemberian dan rute pemberian makanan. Terapi diet
dari hari pertama pengamatan hingga hari terakhir pengamatan mengalami
perubahan. Hasil monitoring asupan zat gizi pasien selama dirumah sakit dapat
dilihat pada Tabel 3.10.
Tabel 3. 10 Monitoring Asupan Zat Gizi
Tabel 3.10 menunjukkan hasil asupan Tn. R selama 4 hari. Setelah dilakukan
pengkajian gizi dan penetapan diagnosis gizi pasien, kemudian diberikan terapi
gizi dengan pemberian makanan yang sesuai dengan kebutuhan.
Terapi Diet:
Diet yang diberikan yaitu diet Hati III 2700 kkal dengan Rendah Garam III dalam
bentuk makanan lunak dengan frekuensi 3 kali makan utama dan 2 kali selingan.
Pemberian makanan lunak terkait dengan kondisi pasien yang mual, muntah,
nafsu makan menurun dan kesulitan BAB. Sesuai dengan tujuan pemberian diet
yaitu untuk meningkatkan asupan pasien hingga mencapai 100%, membantu
menurunkan hasil laboratorium terkait gizi hingga mendekati nilai normal, dan
memberikan edukasi gizi terkait pemilihan bahan makanan yang tepat dan sesuai
dengan diet yang diberikan yaitu diet Hati. Untuk itu intervensi yang dilakukan
selanjutnya ialah tetap memberikan diet Hati III dengan makanan biasa apabila
pasien sudah mengalami asupan makan meningkat serta keluhan mual dan
muntah sudah tidak dirasakan lagi.
Intervensi pada hari pertama yaitu dengan memberikan diet Hati III dalam
bentuk makanan lunak serta membutuhkan energi sebesar 2700 kkal, peneliti
ingin meningkatkan asupan makan dari hari ke hari maka di hari intervensi
pertama peneliti memberikan 95,8% dari total kebutuhan energi. Namun pasien
hanya mampu menghabiskan makanannya 83,84% dari total kebutuhan energi.
Dikarenakan dihari pertama intervensi pasien mengalami mual, nafsu makan
menurun, lemas, kesulitan BAB, adanya ikterik dan jaundice serta air seni
berwarna kuning pekat sehingga pencapaian yang diberikan tidak sepenuhnya
berhasil. Untuk langkah selanjutnya yaitu dengan mencoba meningkatkan
asupan makan dengan membuat menu yang menambah selera makan,
mengurangi keluhan, serta melihat hasil rekam medik perharinya. Membuat
menu yang menambah selera makan yaitu dengan cara memodifikasi menu dari
Rumah Sakit. Pada saat intervensi, pasien mendapatkan modifikasi menu berupa:
1. Susu Hepatosol
Yang berguna untuk makanan diet khusus penderita gangguan fungsi hati,
seperti: hepatitis, perlemakan hati, sirosis hati, dan kanker hati.
Pada hari kedua intervensi, pasien mengalami peningkatan tekanan darah dari
hari petama yaitu 106/59 mmHg menjadi 144/80 mmHg. Oleh karena itu,
peneliti menambahkan jenis dietnya yaitu dari diet Hati III menjadi diet Hati III
Rendah Garam III dengan bentuk makanan lunak. Energi diberikan sebesar 96,5%
dari total kebutuhan. Asupan pasien di hari kedua intervensi hanya 88,16% dari
total kebutuhan. Namun asupan pasien mengalami peningkatan sebesar 4,32%
dari hari pertama ke hari kedua intervensi dan keluhan pasien berkurang
sehingga hanya terdapat lemas, kesulitan BAB, serta adanya ikterik dan jaundice.
Untuk langkah selanjutnya yaitu tetap memberikan diet Hati III Rendah Garam III
untuk membantu menurunkan tekanan darah hingga batas normal dan
memberikan makanan tinggi serat untuk mengurangi kesulitan BAB.
Di hari ketiga intervensi, pasien diberikan energi sebesar 98,02% dari total
kebutuhan dengan bentuk makanan yang sama yaitu makanan lunak. Namun
asupan pasien mengalami peningkatan dari hari pertama (83,84%) sampai hari
ketiga (94,62%) dan hanya terdapat ikerik dan jaundice. Dengan memberikan
diet Hati III Rendah Garam III, tekanan darah pasien mengalami penurunan
menjadi 133/74 mmHg dan pasien tidak mengalami kesulitan BAB dikarenakan
pasien mendapatkan makanan tinggi serat di hari ketiga intervensi.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Berdasarkan kasus yang telah dijelaskan, terdapat intervensi Gizi :
Rencana Intervensi
e. Tujuan Diet:
6) Batasi atau hindari makanan yang menimbulkan gas seperti kol, sawi,
timun, durian, nangka serta makanan yang tidak merangsang seperti pedas,
keras, terlalu panas/dingin.
Hasil monitoring dan evaluasi dari data antropometri didapatkan bahwa berat
badan pasien mengalami peningkatan dari hari pertama (73,68 kg), hari kedua
menjadi (73,81 kg), dan hari ketiga menjadi (74,18 kg). Jika dilihat dari status gizi
pasien di hari pertama (24,19 kg/m2) intervensi sampai hari ketiga (24,36 kg/m2)
intervensi tetap berada pada status gizi normal.
Pada Tabel 3.7 dapat dilihat bahwa kadar SGPT (580 µ/L) dan SGOT (59
µ/L) masih tinggi. Selama melakukan monitoring dan intervensi terhadap kadar
SGPT dan SGOT mengalai penurunan dari awal melakukan skrining gizi sampai
hari ke-3 intervensi. Namun kadar SGPT dan SGOT masih berada di atas batas
normal (<50µ/L). Oleh sebab itu pasien harus melakukan pemeriksaan ulang agar
kadar SGPT dan SGOT tidak mengalami peningkatan. Pada akhir pengamatan,
terdapat penambahan kadar bilirubin total, bilirubin direk dan bilirubin indirek.
Dari Tabel 3.8 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan tekanan darah. Di awal
pengamatan tekanan darah pasien 170/100 mmHg menjadi 133/74 mmHg di akhir
pengamatan. Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan
darah sistolik/diastolik > 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg) (Suyono,
2001).
Intervensi terapi diet yang diberikan dapat dilihat pada Tabel 3.9.
Tabel 3.10 menunjukkan hasil asupan Tn. R selama 4 hari. Setelah dilakukan
pengkajian gizi dan penetapan diagnosis gizi pasien, kemudian diberikan terapi
gizi dengan pemberian makanan yang sesuai dengan kebutuhan.
1. Diet yang diberikan yaitu diet Hati III 2700 kkal dengan Rendah Garam III
dalam bentuk makanan lunak dengan frekuensi 3 kali makan utama dan 2
kali selingan.
2. Pemberian makanan lunak terkait dengan kondisi pasien yang mual,
muntah, nafsu makan menurun dan kesulitan BAB.
Sesuai dengan tujuan pemberian diet yaitu untuk meningkatkan asupan pasien
hingga mencapai 100%, membantu menurunkan hasil laboratorium terkait gizi
hingga mendekati nilai normal, dan memberikan edukasi gizi terkait pemilihan
bahan makanan yang tepat dan sesuai dengan diet yang diberikan yaitu dietHati.
Untuk itu intervensi yang dilakukan selanjutnya ialah tetap memberikan
diet Hati III dengan makanan biasa apabila pasien sudah mengalami asupan
makan meningkat serta keluhan mual dan muntah sudah tidak dirasakan lagi.
Intervensi diet hati pada hari pertama yaitu dengan memberikan diet Hati
III dalam bentuk makanan lunak serta membutuhkan energi sebesar 2700 kkal,
peneliti ingin meningkatkan asupan makan dari hari ke hari maka di hari
intervensi pertama peneliti memberikan 95,8% dari total kebutuhan energi.
Namun pasien hanya mampu menghabiskan makanannya 83,84% dari total
kebutuhan energi.
1. Susu Hepatosol
Yang berguna untuk makanan diet khusus penderita gangguan fungsi hati,
seperti: hepatitis, perlemakan hati, sirosis hati, dan kanker hati.
Untuk langkah selanjutnya yaitu tetap memberikan diet Hati III Rendah
Garam III untuk membantu menurunkan tekanan darah hingga batas normal dan
memberikan makanan tinggi serat untuk mengurangi kesulitan BAB.
Sebelum melihat asupan zat gizi pasien per asupan energi, protein, lemak,
karbohidrat, dan natrium. Ada beberapa hal yang akan dijelaskan yaitu untuk
tanggal 06 Februari 2020-07 Februari 2020 tidak dilakukan intervensi
dikarenakan pada saat itu pasien masih mengalami keluhan mual, muntah, tidak
nafsu makan, badan lemas serta mendapatkan bentuk makanan padat. Sehingga
pada tanggal 08 Februari 2020 pasien mendapatkan perubahan bentuk makanan
yaitu makanan lunak. Memberikan bentuk makanan lunak untuk melihat apakah
pasien masihtetap tidak nafsu makan dan keluhan mual, muntah dan badan lemas
dapat hilang secara bertahap. Oleh Karena itu intervensi baru dilakukan pada
tanggal 08 Februari 2020-10 Februari 2020. Adapun penjelasan asupan zat gizi
pasien per asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, dan natrium akan dijelaskan
dibawah ini. Hasil intervensi zat gizi yang diberikan pada Tn. R dapat dilihat pada
Gambar 3.1:
Pada Gambar 3.1 terjadi peningkatan asupan energi dari 34,35% di awal
pengamatan menjadi 94,62% di akhir pengamatan. Peningkatan asupan energi
terjadi karena pasien mampu menghabiskan makanan yang disajikan dan mual
sudah berkurang dari hari ke hari. Dan pasien mengalami kenaikan berat badan
dari hari pertama intervensi (73,68 kg) menjadi (74,18 kg) dihari ketiga intervensi.
Sehingga konsumsi energi yang adekuat dapat membantu pasien untuk mencapai
dan mempertahankan status energi yang optimal, yaitu dengan :
Mempertahankan hidup,
Menunjang pertumbuhan,
Melakukan aktifitas fisik.
Energi tersebut diperoleh dari hasil oksidasi karbohidrat, lemak, protein, dan
alkohol pada makanan yang metabolismenya diatur oleh hati. Mekanisme asupan
energi juga berpengaruh terhadap berat badan. Energi yang dihasilkan dari
pemecahan tiga jenis zat gizi yaitu karbohidrat, protein, dan lemak. Energi
berfungsi untuk melakukan aktivitas fisik dan fungsi fungsional dasar tubuh.
Pada Gambar 3.2 terjadi peningkatan asupan protein dari 53,54% di awal
pengamatan menjadi 101,34% di akhir pengamatan. Pada penderita Hepatitis
diberikan Protein agak tinggi, yaitu 1,25-1,5 g/Kg BB agar terjadi anabolisme
protein.Hati berperan dalam metabolisme protein. Maka terdapat hubungan antara
asupan protein dengan diet hati yang diberikan yaitu protein berguna membentuk
jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang sudah ada.
Adanya hubungan lemak dan hati yaitu dapat dilihat dari salah satu fungsi hati
untuk metabolisme lemak. Metabolisme lemak juga merupakan kecepatan
oksidasi beta asam lemak yang sangat cepat untuk mensuplai energi bagi fungsi
tubuh yang lain, pembentukkan sebagian besar lipoprotein dan pembentukan
sejumlah besar kolesterol dan fospolipid (Murray R., et.al, 2009).
Jadi salah satu upayanya yaitu membatasi asupan lemak 20-25% dari
kebutuhan energi total. Salah satu contoh bahan makanannya yang dapat
membatasi asupan lemak adalah makanan daging yang tidak banyak mengandung
lemak dan santan (Almatsier, 2010)
Diet hati rendah garam hanya diberikan untuk bentuk makanan lunak.
Menu diet hati rendah garam sama halnya dengan penambahan garam
dapur namun pada sayur dan lauk hewaninya berbeda (Primadhani, 2006).
Akan tetapi, di RSUD Pasar Rebo untuk pasien yang mendapatkan diet hati
rendah garam yang membedakannya yaitu pada sayur dan lauk nabatinya. Untuk
pasien yang mendapatkan diet hati rendah garam akan dilakukan perbedaan dari
segi warna, jumlah, dan rasa. Contohnya pada menu:
1. Lauk Nabati
Salah satu contohnya tahu bumbu kuning, pasien dengan diet hati rendah
garam akan mendapatkan tahu bumbu kuning yang tidak mengandung santan
dan garam hanya saja kuahnya berwarna kuning cerah.
2. Sayuran
Salah satu contohnya ada dua menu sayur yang dibuat oleh RSUD Pasar
Rebo yaitu sayuran yang mengandung garam dan sedikit mengandung garam.
Untuk pasien dengan diet hati rendah garam akan mendapatkan sayuran yang
sedikit mengandung garam dan jenis sayuran yang mudah cerna (makanan
lunak) seperti labu siam yang diserut/dipotong kecil, wortel yang
diserut/dipotong kecil.
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hepatitis A adalah penyakit yang menyerang organ Hepar yang
disebabkan oleh VHA. Hepatitis A dapat menyebabkan sakit ringan
hingga berat. Pada umumnya penyebaran terjadi secara fekal-oral
ketika seseorang mengkonsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi tinja seseorang yang terinfeksi VHA. VHA bersifat
termostabil, tahan asam, dan tahan terhadap cairan empedu
(Kemenkes, 2014).
2. Assessment gizi pasien adalah status gizi normal (24,06 kg/m2), kadar
SGPT dan SGOT >35 µ/L, kadar hemoglobin dan eritrosit tinggi,
kadar ureum rendah, pasien mengalami mual, muntah, pusing, nafsu
makan menurun, lemas, terdapat ikterik dan jaundice serta air seni
berwarna kuning pekat, tekanan darah tinggi. Asupan makan pasien
selama 1x24 jam masuk rumah sakit kurang (34,35%).
3. Diagnosis gizi pasien yaitu pada domain intake terdapat asupan oral
inadekuat, pada domain klinis terdapat perubahan nilai lab terkait gizi
dan yang terakhir pada domain behavior terdapat pemilihan makan
yang salah.
4. Intervensi gizi yang diberikan yaitu Diet Hati III dan Rendah Garam
III dengan bentuk makanan lunak, 3x makanan utama dan 2x makanan
selingan, diberikan melalui oral serta memberikan edukasi gizi kepada
pasien mengenai Hepatitis A dan Hipertensi (berupa pengertian,
penyebab, tanda dan gejala, serta pola makan yang telah dianjurkan)
dan langkahlangkah cuci tangan yang benar menurut WHO.
5. Monitoring evaluasi gizi pada asupan makan selama intervensi
mengalami peningkatan, kadar SGPT dan SGOT masih >35 µ/L,
tekanan darah masih tetap tinggi yaitu 133/74 mmHg serta hanya
terdapat ikterik dan jaundice.
B. Saran
Diharapkan pasien dapat menjaga dan memperbaiki pola makan seperti
tidak makan makanan/jajanan yang kurang hygiene, junk food, makanan
terlalu pedas, dan makanan yang di goreng. Dan pasien diharapkan makan
buah dan sayur 3 kali sehari. Pasien juga diharapkan mampu menerapkan
pola makan yang sesuai dengan diet hati dan diet rendah garam yang telah
diedukasi sehingga hasil laboratorium pasien normal kembali serta
olahraga teratur minimal 3 kali dalam seminggu.
DAFTAR PUSTAKA
DEVI MARIYANI NINGSIH, P031713411011 (2020) ASUHAN GIZI PADA
PASIEN HEPATITIS A (STUDI KASUS DI RSUD X JAKARTA TIMUR).
Diploma thesis, Poltekkes Kemenkes Riau.
Almatsier, S. 2010. Penuntun Diet edisi baru. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Primadhani. 2006. Konsumsi Energi Protein Pada Penderita Penyakit Hati Rawat
Inap Di Perjan RS. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor.
Febrindari A. & Nuryanto. 2016. Hubungan Asupan Energi, Protein, Seng, dan
Kejadian Infeksi Kecacingan Status Gizi Anak Umur 12-36 Bulan. Journal of
Nutrition Colloge Volume 5 Nomor 4 (Jilid 2), Hal. 353-359.
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta: EGC, 1022.
Almatsier, S. 2010. Penuntun Diet edisi baru. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Indestri J. 2017. Hubungan Asupan Zat Gizi, Aktifitas Fisik, Dan Status Gizi
Dengan Kesegaran Jasmani Pada Siswa Skadik 105 Wara Lanud AdiSutjipto.
Skripsi. Universitas Alma Ata Yogyakarta.
Anisah Choirun & Umdatus Soleha, 2011. Gambaran Pola Makan Pada Penderita
Hipertensi Yang Menjalani Rawat Inap Di Irna FRSUD Syarifah Ambani Rato
Ebu Kabupaten Bangkalan Madura. Prodi DIII Keperawatan, STIKES Yarsi
Surabaya.
Kasim, D. A. (2016). Asupan Makanan, Status Gizi dan Lama Hari Rawat Inap pada
Pasien Penyakit Dalam di Rumah Sakit Advent Manado. GIZIDO, 8(2), 22–34.
KemenkesRI. (2014a). Pedoman Proses As