Anda di halaman 1dari 33

PENGARUH KONSELING INDIVIDUAL DENGAN TEKNIK

SELF-MANAGEMENT UNTUK MENGURANGI


NOMOPHOBIA PADA SISWA DI ERA PANDEMI COVID-19

USULAN SKRIPSI

MUHAMMAD RICO SAMPANA AJI

NIM 1810123310021

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
BANJARMASIN
2020
PENGARUH KONSELING INDIVIDUAL DENGAN TEKNIK
SELF-MANAGEMENT UNTUK MENGURANGI
NOMOPHOBIA PADA SISWA DI ERA PANDEMI COVID-19

USULAN SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan


dalam menyelesaikan Program Sarjana Pendidikan
Pada Program Studi Bimbingan dan Konseling
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lambung Mangkurat

Oleh

MUHAMMAD RICO SAMPANA AJI

NIM 1810123310021

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
BANJARMASIN
2020
SURAT PERSETUJUAN

SEMINAR USULAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Dosen Pembimbing: Dr. Nina Permata Sari, S. Pd., M. Pd.

Telah membaca secara keseluruhan dan secara cermat naskah usulan skripsi yang
disajikan oleh:

Nama : Muhammad Rico Sampana Aji

Jenjang : S1

Program Studi : Bimbingan dan Konseling

Judul Proposal : Pengaruh Konseling Individual dengan Teknik Self-


Management untuk Mengurangi Nomophobia pada Siswa
di Era Pandemi Covid-19

Dengan ini menyatakan bahwa saya DAPAT/BELUM DAPAT *) menyetujui


naskah usulan skripsi ini untuk diseminarkan dengan beberapa catatan.

.................................................................................................................................

.................................................................................................................................

.................................................................................................................................

Banjarmasin, Desember 2020

Dosen Pembimbing

Dr. Nina Permata Sari, S. Psi., M. Pd

NIP. 19800702 200501 2 004


I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hidup manusia sangat di pengaruhi oleh perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Teknologi yang baik, tentu akan menghasilkan
mesin dan alat - alat yang banyak seperti jam, mesin jahit, mesin cetak,
mobil, mesin tenun, kapal terbang, tank, meriam dan sebagainya. Hadirnya
mesin dalam kehidupan mereka, akan menciptakan sesuatu yang baru dan
mampu menjadikan hidup manusia lebih mudah, aman, dan senang dalam
lingkungannya. Di samping itu alat –alat ini juga dapat menimbulkan macam
- macam bahaya yang dapat merusak dan membahayakan hidup manusia.
Adanya alat - alat itu juga dapat mengubah pikiran manusia, mengubah cara
kerja dan cara hidupnya.
Di zaman yang sekarang ini teknologi dan komunikasi berkembang
sangat cepat dan canggih serta dapat mempermudah manusia untuk
berkomunikasi dengan orang lain. Selain untuk memudahkan kita dalam
berkomunikasi, teknologi sekarang juga bisa membuat kita eksis di dunia
maya. Contohnya saja penggunaan gadget atau smartphone yang didalamnya
terdapat aplikasi-aplikasi sosial media. Aplikasi sosial media ini merupakan
aplikasi yang dapat memudahkan seseorang atau penggunanya untuk
berkomunikasi dan juga bereksis di dunia maya. Orang-orang banyak
menggunakan smartphone dalam kehidupan sehari-harinya, baik orang tua,
dewasa, remaja, maupun anak-anak.
Menurut Syifa dan Hanggara, (2015) penggunaan smartphone
memiliki dampak positif maupun negatif bagi para penggunanya. Dampak
positif yang dapat diperoleh bagi penggunanya seperti mempermudah
mengasah kreativitas dan kecerdasan siswa, sedangkan dampak negatifnya
yang dapat diperoleh oleh penggunanya seperti membuat malas dan
berkrangnya aktifitas sosaial bagi siswa. Penggunaan smartphone yang
berlebihan akan berdampak buruk bagi para remaja khususnya siswa
(Chusna, 2017). Siswa yang menghabiskan waktunya dengan smartphone
akan memiliki perilaku yang emosional, pemberontak, malas untuk
beraktifitas dan antisosial.
Pertumbuhan pengguna internet yang pesat dipengaruhi dengan
perkembangan smartphone yang semakin canggih. Tidak hanya sebagai alat
komunikasi jarak jauh tetapi juga terdapat nilai - nilai yang melekat padanya ,
misalnya keterwakilan status sosial masyarakat hingga pencerminan gaya
hidup seperti kesenangan, pekerjaan, keperluan hingga positif - negatif
perilakunya. Secara tidak langsung meski tidak selalu mewakili sepenuhnya
“Handphone itu adalah aku dan aku adalah Handphone” (Yasser, 2016).
Kehadiran smartphonedapat mempermudah aktifitas sehari - hari yang
membuat seseorang menghabiskan waktunya hanya dengan satu genggaman.
Ditambah lagi pada akhir tahun 2019 dunia sedang waspada dengan
penyebaran sebuah virus yang disebut dengan corona virus. Penyakit ini biasa
dikenal dengan sebutan covid-19. Oleh karena itu, dampak yang disebabkan
oleh munculnya fenomena virus ini membuat kerugian besar dan berdampak
pada semua sektor terutama sektor pendidikan. Seperti yang telah ditindak
lanjuti oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
dalam surat Edaran no. 4 tahun 2020 yang berisi tentang pelaksanaan
kebijakan pendidikan dalam masa darurat penyebaran Corona Virus Disease
(COVID-19) dimana UN dibatalkan, proses belajar dari rumah, kegiatan ujian
sekolah dilaksanakan dengan ketentuan, kenaikan kelas dilaksanakan dengan
ketentuan yang berlaku, begitu pula dengan penerimaan peserta didik.
Sehingga membuat segala aktifitas dilakukan dirumah, pembelajaran pun
berubah yang awalnya luring menjadi daring, hal ini membuat peserta didik
serta semua orang harus menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah untuk
membatasi segala kegiatan atau aktifitas diluar rumah.
Tentu ada dampak positif dan negatif dari pembelajaran luring yang
kita jalani saat ini, salah satu dampak positifnya adalah hubungan emosional
orang tua dan anak lebih terbangun lebib baik karena proses pembelajaraan
serta kegiatan semuannya dilakukan dirumah. Sedangkan dampak negatif
yang terjadi dari pembelajaran daring ini adanya kendala kouta internet yang
menjadi syarat khusus mengikuti pembelajaran, serta membuat peserta didik
lebih suka berlama-lama dengan smartphonenya.
Kecanduan smartphone bagi penggunanya dapat disebut nomophobia.
Nomophobia merupakan suatu kecemasan berlebih jika jauh dari
smartphonenya. Ketidakmampuan individu untuk mengatur diri dalam
mengoperasikan smartphone akan memunculkan dampak negatif, seperti
ketergantungan yang membuat pecandu merasa khawatir, gelisah, cemas,
apabila jauh dari jangkauan smartphone (Muyana, dkk, 2017).
Dampak dari Nomophobia tentu saja cukup banyak bagi kehidupan
sosial manusia dan juga kesehatan. Dengan penggunaan smarthpone yang
cukup tinggi mengakibatkan sebagian orang lebih fokus pada perangkat
bergeraknya dan mengabaikan orang lain disekitarnya ketika berkumpul. Hal
ini berdampak pada gejala stress, kurang fokus, sering panik dan juga marah
tanpa sebab yang jelas, dan anti sosial (Khalisa, 2015). Dampak negatif gejala
Nomophobia lainnya adalah bagi kesehatan, yaitu gelombang elektromagnet
dari luar atau dari telepon selular, bertabrakan dengan gelombang
elektromagnet tubuh kita, sehingga bisa menyebabkan pusing atau nyeri
kepala, kelelahan (fatigue), gangguan sistem imun, iritasi mata dan
meningkatkan risiko penyakit-penyakit lainnya. Seperti risiko terhadap
alzheimer, tumor otak, kanker, sleeping disorder (gangguan susah tidur),
permasalahan orthopedik, bahkan bisa mematikan sperma. Permasalahan
mata yang umumnya muncul akibat terlalu sering menatap layar dengan huruf
-huruf yang super mini (Pavithra, 2015).
Oleh karena itu, peneliti disini tertarik untuk meneliti pengaruh
konseling individual dengan teknik self-management untuk mengurangi
nomophobia pada siswa. Konseling individual merupakan proses interaktif
yang dicirikan oleh hubungan yang unik antara guru bimbingan dan konseling
atau konselor dengan peserta didik/konseli yang mengarah pada perubahan
perilaku, konstruksi pribadi, kemampuan mengatasi situasi hidup dan
keterampilan membuat keputusan. Pengelolaan diri (self-management)
merupakan suatu teknik yang mengarah kepada pikiran dan perilaku individu
untuk membantu konseli dalam mengatur dan mengubah perilaku ke arah
yang lebih efektif melalui proses belajar tingkah laku baru. Maka dari itu
peneliti disini tertarik mengangkat judul peneliti “Pengaruh Konseling
Individual dengan Teknik Self-Management untuk Mengurangi Nomophobia
pada Siswa di Era Pandemi Covid-19”.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah nomophobia pada siswa bisa diminimalisir dengan Layanan
Konseling Individual menggunakan Teknik Self-Management
2. Apakah teknik Sel-Management berpengaruh untuk mengurangi
nomophobia pada Siswa

C. Batasan Masalah
Untuk memperoleh kejelasan masalah yang diteliti dan agar tidak
terjadi perluasan masalah, maka peneliti memfokuskan penelitian pada
“Pengaruh Konseling Individual dengan Teknik Self-Management untuk
Mengurangi Nomophobia pada Siswa di Era Pandemi Covid-19”.

D. Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
dari konseling individual dengan teknik self-management untuk
mengurangi nomophobia pada siswa di era pandemi covid-19.

E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Secara Teoritis
Menambah khasanah pengetahuan bimbingan dan konseling
khususnya tentang permasalahan siswa yang berkaitan dengan
nomophobia.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Dapat digunakan sebagai bahan kajian dan masukan agar bisa
lebih dalam mendeteksi permasalahan-permasalahan akibat
penggunaan nomophobia pada siswa
b. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat dijadikan bahan dalam mengembangkan penelitian yang
lebih luas mengenai pengaruh konseling individual untuk
mengurangi nomophobia pada siswa
c. Bagi Siswa
Siswa diharapkan dapat mengontrol dirinya dan mengurangi
kecenderungan nomophobia yang dialami siswa

F. Asumsi Dasar Penelitian


Asumsi dasar yang dibuat oleh peneliti sebagai dasar dalam penelitian
adalah:
1. Adanya pengaruh antara konseling individual dengan teknik self-
management untuk mengurangi nomophobia pada siswa di era
pandemi covid-19
II. KAJIAN TEORITIK
A. Definisi Konseptual
1. Konseling Individual dengan Teknik Self-Management
a. Pengertian Konseling Individual
Konseling adalah suaru proses yang terjadi dalam
hubungan seseorang dengan seseorang yaitu individu yang
mengalami masalah yang tak dapat diatasinya, dengan seorang
petugas profesional yang telah memperoleh latihan dan
pengalaman untuk membantu agar klien memecahkan kesulitanya.
Konseling individual yaitu layanan bimbingan dan
konseling yang memungkinkan peserta didik atau konseli
mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan)
dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan pengentasan
masalah pribadi yang di derita konseli. Konseling individual adalah
proses pemberian bantuan yang dialakukan melalui wawancara
konseling oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang
sedang mengalami sesuatu masalah (klien) yang bermuara pada
teratasinya masalah yang dihadapi klien.
Pelaksanaan konseling individual dapat dilakukan secara
langsung berhadap hadapan atau melalui media electronic (e-
counseling) antara lain : telepon, chatting, email, web, dan skype.
Konseling melalui media elektronik perlu mempertimbangkan
kapasitas guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam
menangani kendal komunikasi yang tidak memperlihatkan ekspresi
peserta didik/konseli selama konseling berlangsung. Konseling
individual harus dilakukan dalam suasana yang aman dan nyaman
bagi peserta didik/konseli. Konseling individual berhadap-hadapan
langsung dan harus diselenggarakan dalam ruangan yang memberi
rasa aman dan nyaman bagi peserta didik/konseli, begitu pula
melalui e-counseling juga harus terproteksi.
b. Langkah-langkah Konseling Individual
1. Langkah konseling dengan peserta didik/konseli datang
sendiri
a) Pra Konseling
1) Penataan ruang
2) Kesiapan pribadi guru bimbingan dan konseling atau
konselor

b) Proses Konseling
1) Membangun relasi konseling
2) Melaksanakan tahapan dan menggunakan teknik
konseling sesuai teori yang dipilih baik secara tunggal,
maupun integratif
3) Mengakhiri proses konseling

c) Pasca Konseling
1) Membuat laporan konseling
2) Berdasarkan kesepakatan dengan peserta
didik/konseli, guru bimbingan dan konseling atau
konselor memonitoring dan mengevaluasi
tindakan/perilaku yang direncanakan peserta
didik/konseli.

2. Langkah konseling dengan konseli yang diundang


a) Pra konseling
1) Mengumpulkan dan menganalisis data peserta
didik/konseli secara komprehensif (potensi, masalah,
latar belakang kondisi konseli)
2) Menyusun RPL konseling
3) Menata ruang
4) Kesiapan pribadi guru bimbingan dan konseling atau
konselor
b) Proses konseling
1) Membangun relasi konseling
2) Melaksanakan tahapan dan mengunakan teknik
konseling sesuai teori yang dipilih baik secara tunggal,
maupun integratif
3) Menutup proses konseling

c) Pasca konseling
1) Membuat laporan konseling
2) Berdasarkan kesepakatan dengan peserta
didik/konseli, guru bimbingan dan konseling atau
konselor memonitoring dan mengevaluasi
tindakan/perilaku yang direncanakan peserta
didik/konseli

3. Langkah-langkah e-counseling
a) Pra konseling
1) Mendesain menu e-counseling
2) Melakukan sosialisasi dan edukasi pada peserta didik/
konseli

b) Proses konseling
1) Membangun relasi konseling
2) Melaksanakan tahapan dan mengunakan teknik
konseling sesuai teori yang dipilih baik secara tunggal,
maupun integratif
3) Menutup proses konseling

c) Pasca konseling
1) Membuat laporan konseling
2) Berdasarkan kesepakatan, peserta didik/konseli
melakukan tindakan lanjutan proses konseling

c. Pengertian Teknik Self-Management


Manajemen diambil dari Bahasa Inggris manage yang
berarti mengurus, mengendalikan, mengelola, serta memimpin.
Terry (2010) menyatakan bahwa manajemen merupakan suatu
proses yang memiliki ciri khas yang menekankan pada keterlibatan
individu untuk menentukan target perilaku perubahan, memonior
perilaku, memilih prosdur yang akan digunakan, melaksanakan
prosedur, dan mengevaluasi prosedur yang telah digunakan. Selain
itu, individu juga akan dihadapkan pada kondisi bahwa individu
mengetahui apa saja faktor penyebab yang mengakibatkan perilaku
tersebut muncul dan bagaimana dampak yang akan dihadapi oleh
individu. Nursalim (2014) menyatakan bahwa self management
yaitu suatu proses yang memungkinkan konseli mengarahkan
perubahan perilakunya sendiri dengan memanfaatkan satu strategi
atau kombinasi strategi.
Menurut Wahyuni (dalam Amaliyah, 2018) menyatakan
bahwa self management mampu mengarahkan perubahan perilaku
konseli dengan memanfaatkan satu strategi atau kombinasi strategi.
Keberhasilan dari teknik ini sangat bergantung pada kemauan dari
diri konseli. Nursalim (dalam Candra, 2013) juga menyatakan
bahwa konseli harus aktif dalam menggerakkan diri sebagai upaya
memenuhi perubahan yang diharapkannya. Dalam self
management, konseli dapat mengarahkan perubahan perilaku
dengan merubah aspek pada lingkungannya atau mengatur
konsekuensi dari perbuatannya.
Menurut Nursalim (2013: 149) bahwa “self-management
adalah suatu proses di mana konseli mengarahkan perubahan
tingkah laku mereka sendiri, dengan menggunakan satu strategi
atau kombinasi strategi”. Jadi dalam proses konseling walaupun
konselor yang mendorong dan melatih prosedur ini, tetapi
konselilah yang tetap mengontrol pelaksanaannya. Sehingga dari
sinilah konseli mendapat suatu ketrampilan untuk mengurus diri.
Strategi tersebut terdapat tiga macam yaitu self-monitoring
(memonitor diri), stimulus-control, dan self-reward (ganjar diri).
Pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa, self-
management merupakan suatu teknik yang mengarah kepada
pikiran dan perilaku individu untuk membantu konseli dalam
mengatur dan merubah perilaku ke arah yang lebih efektif melalui
proses belajar tingkah laku baru. Dalam arti membuang respon
respon lama (tingkah laku bermasalah) terhadap pembentukan
respon-respon yang baru (yang menjadi tujuan konseling).
Cormier, dkk (2009) juga mengemukakan tiga strategi self
management. Berikut ini penjelasan mengenai ketiga strategi
tersebut:
1) Pemantauan Diri (Self-Monitoring)
Pemantauan diri yaitu seorang individu mampu untuk
mengamati serta mencatat semua kegiatan yang akan
dilakukannya sebagai tujuan perubahan perilakunya, terutama
kegiatan yang berkaitan antara interaksi individu terhadap
lingkungan sekitarnya.

2) Stimulus Kontrol (Stimulus-Control)


Stimulus kontrol yaitu individu mampu menyusun atau
merencanakan beberapa kondisi lingkungan sekitar ditentukan
sebelumnya untuk memunculkan perilaku tertentu. Kondisi
lingkungan berfungsi sebagai faktor penyebab dari suatu respon
yang dimunculkan oleh individu itu sendiri.

3) Ganjar Diri (Self-Reward)


Ganjar Diri yaitu strategi yang digunakan oleh individu
untuk meninngkatkan respon perubahan perilaku yang
memunculkan perubahan perilaku yang diinginkan. Cormier,
dkk (2009) menjelaskan bahwa untuk membantu individu
mengatur serta memperkuat munculnya perubahan perilaku
yang diharapkan harus diberikan beberapa penguatan sebagai
penghargaan diri agar mengembangkan target perilaku yang
diharapkan perubahannya.

d. Tahapan Self-Management
Miltenberger (2012) menjelaskan tentang beberapa tahapan
yang ada pada teknik self management. Berikut ini, adalah
beberapa tahapan tersebut:
1) Membuat Keputusan
Yaitu dengan menjelaskan mengenai keputusan yang
diambil oleh individu dalam mengikuti layanan self
management karena adanya ketidakpuasan individu mengenai
perilaku yang muncul dan ingin mengubahnya. Individu yang
memiliki ketidakpuasan dengan perilakunya akan lebih
bersemangat untuk melakukan beberapa tindakan atau
perubahan yang sesuai dengan target awalnya.

2) Menentukan Target Perilaku dan Perilaku Bersaing


Individu diwajibkan menentukan target perilaku yang
akan diubahnya. Individu juga diharuskan mengidentifikasi
serta menentukan beberapa perilaku yang dianggap sesuai
dengan target perilaku yang ingin diubah. Apabila target
perilaku merupakan meningkatkan perilaku tertentu, maka
individu harus berusaha untuk mengurangi faktor yang
mempengaruhi perilaku tersebut menurun.
3) Menentukan Tujuan
Menentukan tujuan dapat memberikan gambaran
mengenai target perilaku yang akan dicapai melalui self
management. Individu mengidentifikasi tingkat target perilaku
yang tepat yang menggambarkan perubahan dengan
menuliskan tujuan target perilaku yang diinginkannya.

4) Memantau Diri
Individu diharuskan mencatat setiap perubahan target
perilaku yang timbul. Memantau diri dilakukan selama proses
self management berlangsung dengan tujuan menilai
keefektifan layanan self management tersebut.

5) Melakukan Penilaian Fungsional


Tujuan dari tahap ini untuk memahami beberapa
variabel yang dapat berkontribusi terhadap muncul atau
tidaknya perilaku yang ditargetkan.

6) Memilih Strategi Self-Management


Pemilihan strategi ini bertujuan untuk
mempermudahkan individu dalam menerapkan perilaku yang
diinginkannya.

7) Evaluasi Perubahan
Individu melakukan evaluasi terhadap perilaku yang
telah dimunculkan apakah sudah sesuai dengan target perilaku
yang diharapkan atau belum sesuai.
8) Mengevaluasi Kembali Strategi Self-Management Jika
Diperlukan
Individu melakukan evaluasi kembali jika tidak dapat
menunjukkan perubahan perilaku yang sesuai dengan
targetnya.

9) Menerapkan Strategi Perawatan


Individu menerapkan strategi guna mempertahankan
perubahan target perilaku yang telah dimunculkan dan mampu
mempertahankannya dalam jangka waktu yang cukup lama.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
konseli melakukan identifikasi dan mencatat target perilaku
yang diharapkan perubahannya serta terapis atau fasilitator
menjelaskan tentang strategi-strategi yang dapat digunakan
dalam teknik self management. Selain itu, konseli diminta unuk
memilih dan melakukan strategi yang telah dijelaskan
sebelumnya oleh terapis serta mengikuti instruksi yang
diberikan. Selanjutnya konseli diminta untuk menerapkan
strategi tersebut dalam kegiatan sehari-hari dan mencatat
perubahan perilaku yang telah dimunculkan setiap harinya.
Tahapan terakhir, konseli bersama terapis melakukan evaluasi
terhadap perubahan perilaku yang dimunculkan dan meminta
konseli untuk tetap menerapkan strategi yang telah dipilih
sebelumnya.

2. Nomophobia
a. Pengertian Nomophobia
Nomophobia adalah penyakit yang tidak bisa jauh jauh dari
smartphone, ketergantungan yang di alami individu jika jauh dari
smartphone nya yang akan mendatangkan kekhawatiran berlebihan
jika smartphone nya jauh dari dirinya. Nomophobia berasal dari bahasa
Inggris yaitu “No Mobile phone Phobia” yang dapat diartikan sebagai
fobia apabila tidak ada smartphone. Yildirim, (2014) menyatakan
bahwa nomopobia merupakan rasa takut atau cemas apabila individu
berada diluar jangkauan smartphone. Fobia ini merupakan kecemasan
modern akibat dari interaksi antara manusia dengan teknologi. Pavitra
dkk (2015) menyatakan bahwa nomophobia mengacu pada
ketidaknyamanan, kegelisahan serta kekhawatiran pada individu saat
tidak terhubung dengan smartphone.
Menurut King dalam Asih dan Fauziah (2017) menjelaskan
bahwa nomophobia dapat diartikan sebagai kecemasan modern karena
ketidaknyamanan atau kecemasan yang diakibatkan ketidaksediaan
smartphone, komputer atau perangkat komunikasi lainnya
disekitarmya. Menurut Hardianti dalam Asih dan Fauziah (2017)
menjelaskan bahwa nomophobia merupakan penyakit modern yang
mendatangkan kekhawatiran yang berlebihan apabila individu merasa
jauh dari smartphonenya.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa nomophobia merupakan sebuah rasa takut pada
individu yang berada diluar kontak gawainya dan merupakam
kecemasan modern sebagai efek samping dari interaksi antar manusia
dengan teknologi khususnya dengan smartphone.

b. Ciri-ciri Penderita Nomophobia


Menurut Pradana, Dkk, (2016) menyatakan beberapa ciri
individu yang mengalami nomophobia seperti:
1) Menghabiskan banyak waktu untuk bermain smartphone
2) Cemas dan gugup saat smartphone tidak ada disekitarnya.
3) Sering melihat atau mengecek smartphone
4) Jarang mematikan smartphone, saat tidur smartphone biasanya
diletakkan di dekatnya.
5) Kurang nyaman berkomunikasi secara langsung.
6) Biaya yang dikeluarkan untuk smartphonenya cukup besar
c. Faktor Yang Mempengaruhi Nomophobia
Bianchi & Philip dalam Yildirim, (2014) menjelaskan ada
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seseorang mengalami
nomophobia seperti:

1) Jenis kelamin
Perbedaan jenis kelamin akan mempengaruhi dalam
penyerapan teknologi khususnya smartphone karena laki-laki
akan lebih sedikit bermasalah dalam penggunaan teknologi.

2) Harga diri
Harga diri merupakan padangan diri dan identitas diri.
Individu yang memiliki pandangan diri buruk akan sibuk
mencari kepastian, smartphone memberikan kepastian akan
ketersediaan sesuatu yang dibutuhkan oleh individu. Oleh
karena itu banyak individu yang tidak tepat/berlebihan dalam
mengunakan gawainya.

3) Usia
Usia pengguna gawai didominali oleh remaja
dikarenakan orang tua kurang memungkinkan dalam
pengunaan teknologi baru khususnya smartphone. Sebagian
alasannya orang tua kurang positif pada berbagai teknologi dari
pada remaja dikarenakan gagap teknologi yang berarti orang
tua juga cenderung kurang dalam menggunakan produk
teknologi baru.

4) Extraversi
Ekstraversi yaitu individu yang lebih senang tantangan
untuk mengambil risiko dan sangat membutuhkan adrenalin di
hidupnya. Ekstraversi lebih rentan terjangkit masalah terutama
yang berkaitan dengan penggunaan smartphone karena
individu tersebut akan lebih cenderung mencari situasi sosial
yang menantang.

5) Neurotisme
Neurotisme yang tinggi dapat dilihat dari adanya
kecemasan, kekhawatiran, kemurungan, dan juga depresi.
Individu yang mengalami neurotisme mengakibatkan reaksi
terhadap banyak rangsangan yang ada disekitarnya.

d. Dampak dari Nomophobia


Penggunaan smartphone dalam setiap harinya akan
berdampak pada individu tersebut, diantara dampak tersebut
menurut Dwi K (2017), yaitu:
1) Stress
Individu yang mengalami nomophobia akan mengalami
tekanan stress yang cukup tinggi hal itu dikarenakan terjadi hal
buruk pada gawainya yang yang dapat menimbulkan emosi
menjadi tidak stabil.

2) Kurang Fokus
Ketertarikan yang sangat kuat terhadap gawai akan
menimbulkan indvidu hanya terfokus pada gawai saja yang
menyebabkan fokus terhadap lingkungan sekitar menjadi
berkurang.

3) Kurang Bersosialisasi
Individu yang mengalami nomophobia akan
menghabiskan waktu hanya untuk gawainya. Hal tersebut
membuat individu tidak mempunyai rasa simpati terhadap
orang di sekitarnya lebih mementingkan diri sendiri daripada
untuk bersosialisasi.

4) Susah tidur atau Insomnia


Penderita nomophobia akan merasa kehilangan
smartphone saat hendak tidur. Mereka akan bermain
smartphone secara terus menerus hingga mengubah pola tidur
dan jam biologisnya yang berakibat insomnia.

B. Kerangka Berpikir
1. Bagan Kerangka Berpikir

Layanan Konseling Individual


dengan Teknik Self-
Management

Strategi Self-Management

Tahapan Self-Management

Pengaruh Layanan Konseling


Individual dengan Teknik Self-
Management untuk Mengurangi
Nomophobia pada Siswa di Era
Pandemi Covid-19

2. Deskripsi Bagan Kerangka Berpikir

Dari kerangka bagan berpikir tersebut dapat dijelaskan bahwa


Konseling individual yaitu layanan bimbingan dan konseling yang
memungkinkan peserta didik atau konseli mendapatkan layanan
langsung tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing
dalam rangka pembahasan pengentasan masalah pribadi yang di derita
konseli. Konseling individual adalah proses pemberian bantuan yang
dialakukan melalui wawancara konseling oleh seorang ahli (konselor)
kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah (klien) yang
bermuara pada teratasinya masalah yang dihadapi klien.
Teknik self-management adalah suatu proses di mana konseli
mengarahkan perubahan tingkah laku mereka sendiri, dengan
menggunakan satu strategi atau kombinasi strategi. Jadi dalam proses
konseling walaupun konselor yang mendorong dan melatih prosedur
ini, tetapi konselilah yang tetap mengontrol pelaksanaannya. Sehingga
dari sinilah konseli mendapat suatu ketrampilan untuk mengurus diri.
Strategi tersebut terdapat tiga macam yaitu self-monitoring (memonitor
diri), stimulus-control, dan self-reward (ganjar diri).
nomopobia merupakan rasa takut atau cemas apabila individu
berada diluar jangkauan smartphone. Fobia ini merupakan kecemasan
modern akibat dari interaksi antara manusia dengan teknologi.
Dari penjelasan diatas maka peneliti mengambil sasaran pada
siswa dan peneliti ingin melakukan penelitian yaitu pengaruh
konseling individual dengan teknik self-management untuk
mengurangi nomophobia pada siswa di era pandemi covid-19.

C. Hipotesis
1. Hipotesis Alternatif (Ha)
Dalam penelitian ini peneliti mengemukakan adanya pengaruh
konseling individual dengan teknik self-management untuk
mengurangi nomophobia pada siswa di era pandemi covid-19.

2. Hipotesis Nol (Ho)


Dalam penelitian ini peneliti mengemukakan tidak ada
pengaruh konseling individual dengan teknik self-management untuk
mengurangi nomophobia pada siswa di era pandemi covid-19

D. Hasil Penelitian yang Relevan


Berikut penelitian yang relevan dengan variabel yang diangkat
tersebut:
Berdasarkan hasil penelitian Intan Permata Sari, dkk (2019) pada
siswa kelas X di SMA Negeri 1 Gedong-tataan tahun pelajaran 2019/2020
yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa
kecenderungan nomo-phobia (no mobile phone phobia) pada siswa kelas
X SMA N 1 Gedongtataan dapat diturunkan menggunakan bimbingan
kelompok teknik self management. Hal ini dibuktikan dari rata-rata
penurunan skor nomophobia pada delapan siswa subjek penelitian sebesar
31.3% setelah diberi layanan bimbingan kelompok teknik self
management. Kesimpulan statistik dalam pe-nelitian ini adalah
penggunaan bimbingan kelompok teknik self management dapat
menurunkan kecenderungan nomophobia pada siswa kelas X SMA Negeri
1 Gedongtataan tahun pelajaran 2019/2020. Kesimpulan ditarik dari hasil
analisis data menggunakan uji Wilcoxon Matched Pairs Test. Ketentuan
pengujian bila Zhitung < ztabel maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Ternyata Zhitung = -2.530 < Ztabel = 1.645, maka kesimpulan-nya Ho
ditolak dan Ha diterima.
III. METODE PENELITIAN
Metode penelitian secara umum adalah cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian
dapat di artikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid
dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu
pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk
memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah dalam bidang
pendidikan.

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian


1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang akan digunakan adalah penelitian
pendekatan kuantitatif. Menurut Siyoto (2015) Penelitian kuantitatif
adalah penelitian ilmiah yang sistematis terhadap bagian-bagian dan
fenomena serta hubungan-hubungannya. Tujuan penelitian kuantitatif
adalah mengembangkan dan menggunakan model-model matematis,
teori-teori dan/atau hipotesis yang berkaitan dengan fenomena alam.
Proses pengukuran adalah bagian yang sentral dalam penelitian
kuantitatif karena hal ini memberikan hubungan yang fundamental
antara pengamatan empiris dan ekspresi matematis dari hubungan-
hubungan kuantitatif.
Penelitian kuantitatif banyak dipergunakan baik dalam ilmu-ilmu
alam maupun ilmu-ilmu sosial, dari fisika dan biologi hingga sosiologi
dan jurnalisme. Pendekatan ini juga digunakan sebagai cara untuk
meneliti berbagai aspek dari pendidikan.

2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah korelasi. Menurut Wakke
(2019) Metode Korelasional ialah metode yang mencari hubungan atau
korelasi di antara variabel-variabel yang dicari. Korelasi antara dua
variable atau lebih dapat berupa, sebagai berikut:
1) Korelasi Positif, yaitu korelasi di mana jika salah satu
variabel meningkat, maka variabel lain cenderung
meningkat pula, atau sebaliknya bila salah satu variabel
turun, maka variabel yang lain cenderung turun.
2) Korelasi Negatif, yaitu korelasi di mana jika salah satu
variabel meningkat, maka variabel yang lain akan
cenderung menurun, begitu pula sebaliknya.
3) Tidak ada Korelasi, yaitu kedua variabel tidak
menunjukkan adanya hubungan antara keduanya.
4) Korelasi sempurna, yaitu korelasi di mana kenaikan dan
penurunan variabel yang satu berbanding seimbang dengan
yang lain.
Sehingga dalam penelitian ini peneliti memiliki tujuan untuk
mengetahui apakah ada pengaruh konseling individual dengan teknik
self-management untuk mengurangi nomophobia pada siswa di era
pandemi covid-19.

B. Variabel Penelitian
Variabel Penelitian adalah segala suatu yang berbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hal tersebut kemudian ditarik kesimpulan. Penelitian ini akan
dilaksanakan ada dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat
1. Variabel bebas atau independen (X)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah “Konseling Individual
dengan Teknik Self-Management”

2. Variabel terikat atau independen (Y)


Variabel terikat dalam penelitian ini adalah “Nomophobia”

C. Jenis dan Sumber Data


1. Jenis
Berdasarkan sumbernya, data penelitian dapat dikelompok dalam
dua jenis menurut Mahmud (2011: 146-147).
a. Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan
langsung di lapangan dari sumber asli oleh orang yang
melakukan penelitian. Dalam penelitian ini data primernya
adalah data yang diperoleh dari hasil angket atau wawancara
yang akan dibagikan kepada siswa.
b. Data sekunder adalah data pendukung yang menyangkut subjek
yang diteliti melalui data informasi yang diperoleh dari siswa.

2. Sumber data
Arikunto (2013: 172) memberikan pengertian sumber data
yaitu subyek darimana data itu diperoleh. Sumber data dalam
penelitian ini yaitu:
a. Responden
Responden dalam penelitian ini adalah siswa-siswi yang
mengalami kecenderungan nomophobia.
b. Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian ini adalah foto-foto kegiatan saat
penelitian pada siswa sedang berlangsung.

D. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono, 2019: 145).

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut. Apa yang dipelajari dari sampel itu,
kesimpulannya akan diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel
yang diambil dari populasi harus benar-benar representatif atau
mewakili (Sugiyono. 2019: 146).

E. Teknik Penarikan Sampel


Penarikan sampel penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti
menggunakan simple random sampling yaitu pengambilan anggota sampel
dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada
dalam populasi itu. Karena teknik pengambilan sampel penelitian ini
adalah random, maka setiap anggota populasi mempunyai peluang sama
untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2019: 153-154).

F. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama
dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data. (Sugiyono, 2019: 228).

1. Jenis Instrumen
Teknik pengumpulan data kuisioner/angket dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan maupun pernyataan dilakukan secara
tertulis kepada responden untuk dijawab (Hikmawati, 2017: 83).

2. Definisi Konseptual
Agar istilah-istilah dalam penelitian ini tidak disalah artikan, berikut
definisi dari beberapa istilah yang penting dalam penelitian ini yakni
sebagai berikut.
a. Nomophobia adalah penyakit yang tidak bisa jauh jauh dari
smartphone, ketergantungan yang di alami individu jika jauh dari
smartphone nya yang akan mendatangkan kekhawatiran berlebihan
jika smartphone nya jauh dari dirinya. Nomophobia berasal dari
bahasa Inggris yaitu “No Mobile phone Phobia” yang dapat
diartikan sebagai fobia apabila tidak ada smartphone. Yildirim,
(2014) menyatakan bahwa nomopobia merupakan rasa takut atau
cemas apabila individu berada diluar jangkauan smartphone. Fobia
ini merupakan kecemasan modern akibat dari interaksi antara
manusia dengan teknologi. Pavitra dkk (2015) menyatakan bahwa
nomophobia mengacu pada ketidaknyamanan, kegelisahan serta
kekhawatiran pada individu saat tidak terhubung dengan
smartphone.
b. Manajemen diambil dari Bahasa Inggris manage yang berarti
mengurus, mengendalikan, mengelola, serta memimpin. Terry
(2010) menyatakan bahwa manajemen merupakan suatu proses
yang memiliki ciri khas yang menekankan pada keterlibatan
individu untuk menentukan target perilaku perubahan, memonior
perilaku, memilih prosdur yang akan digunakan, melaksanakan
prosedur, dan mengevaluasi prosedur yang telah digunakan. Selain
itu, individu juga akan dihadapkan pada kondisi bahwa individu
mengetahui apa saja faktor penyebab yang mengakibatkan perilaku
tersebut muncul dan bagaimana dampak yang akan dihadapi oleh
individu. Nursalim (2014) menyatakan bahwa self management
yaitu suatu proses yang memungkinkan konseli mengarahkan
perubahan perilakunya sendiri dengan memanfaatkan satu strategi
atau kombinasi strategi.

3. Definisi Operasional
a. Teknik Self-Management
Menurut Nursalim (2013: 149) bahwa “self-management
adalah suatu proses di mana konseli mengarahkan perubahan
tingkah laku mereka sendiri, dengan menggunakan satu strategi
atau kombinasi strategi”. Jadi dalam proses konseling walaupun
konselor yang mendorong dan melatih prosedur ini, tetapi
konselilah yang tetap mengontrol pelaksanaannya. Sehingga dari
sinilah konseli mendapat suatu ketrampilan untuk mengurus diri.
Strategi tersebut terdapat tiga macam yaitu self-monitoring
(memonitor diri), stimulus-control, dan self-reward (ganjar diri).
Pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa, self-
management merupakan suatu teknik yang mengarah kepada
pikiran dan perilaku individu untuk membantu konseli dalam
mengatur dan merubah perilaku ke arah yang lebih efektif melalui
proses belajar tingkah laku baru.
b. Nomophobia
Menurut King dalam Asih dan Fauziah (2017) menjelaskan
bahwa nomophobia dapat diartikan sebagai kecemasan modern
karena ketidaknyamanan atau kecemasan yang diakibatkan
ketidaksediaan smartphone, komputer atau perangkat komunikasi
lainnya disekitarmya. Menurut Hardianti dalam Asih dan Fauziah
(2017) menjelaskan bahwa nomophobia merupakan penyakit
modern yang mendatangkan kekhawatiran yang berlebihan apabila
individu merasa jauh dari smartphonenya.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli diatas, maka
dapat disimpulkan bahwa nomophobia merupakan sebuah rasa
takut pada individu yang berada diluar kontak gawainya dan
merupakam kecemasan modern sebagai efek samping dari interaksi
antar manusia dengan teknologi khususnya dengan smartphone.

4. Kisi-kisi Instrumen
5. Uji Coba Instrumen
a. Uji Validitas
Sugiyono, (2015) menjelaskan bahwa instrumen dapat dinyatakan
valid apabila dapat digunakan untuk mengukur sesuatu yang
seharusnya diukur.
b. Uji Reabilitas
Menurut Arikunto, (2006) Instrumen yang reliabel dapat digunakan
beberapa kali untuk mengukur subyek yang sama dan
menghasilkan data yang sama, karena tidak ada perubahan yang
signifikan.

G. Uji Persyaratan Analisis Data


1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti
diketahui bahwa uji f mengasumsikan bahwa nilai resdiual mengikuti
distribusi normal. Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik
menjadi tidak valid untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk
mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak, yaitu
dengan analisis grafik (histogram dan normal plot) dan uji statistik
(Widodo, 2017: 80).
2. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel
independen. Apabila dalam model regresi terdapat multikolinieritas,
maka model tersebut memiliki kesalahan standar yang besar sehingga
koefisien tidak dapat ditaksir dengan ketepatan yang tinggi.
3. Uji Homogenitas/Heterokedastisitas
Uji heteroskedatisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variansi dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain. Jika variance dari residual dari satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika
berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah
yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas (Widodo,
2017: 80).
H. Teknik Analisis Data
DAFTAR PUSTAKA

Khalisa (2015, Maret 17). Penyakit berbahaya itu Nomophobia Retieved March
17,2015, from https://justonyx.wordpress.com/2015/03/17/penyakit-
berbahaya-itu-bernama-Nomophobia

Pavithra MB, Madhujumar, S., TS., & MM. 2015. A Study On Nomophobia
Mobile Phone Dependance, Among Students Of A Medical Collage In
Bangalore: National. Jounal of Community Medicine, (6), 340-341.

Yasser. (2016, Juli – Desember). Mobile Phone: Sejarah, Tuntutan Kebutuhan


Komunikasi, Hingga Prestise. Alhadharah Jurnal Ilmu Dakwah, 15 (30),
71-88.

Chusna Puji Asmaul. 2017. Pengaruh Media Gadget Pada Perkembangan


Karakter Anak. Blitar. Jurnal Vol. 17, No.2, November 2017

Muyana Siti, dkk. 2017. Nomophobia (No-Mobile Phone Phobia) Penyakit


Remaja Masa Kini. Jogjakarta. Jurnal Fokus Konseling, 4(1) 62-71

Syifa & Nugraha Hanggara. 2015. Perkembangan Media Informasi dan Teknologi
Terhadap Anak dalam Era Globalisasi. Malang. Prosiding 5 International
Conference on Indonesia Studies “Etnicity and Globalization”.

Muliyadi, M M. Yasda dan Fitriyanti Sulaiman. 2017. Penerapan Teknik


Manajemen Diri Dapat Mengurangi Kebiasaan Prokrastinasi Akademik
Mahasiswa STKIP Muhammadiyah Enrekang. Vol. 3.

Terry, B. 2010. Understanding Problem Based Learning. Jakarta: Gramedia.

Nursalim. 2014. Strategi & Intervensi Konseling. Jakarta Akademia Pertama.

Amaliyah. 2018. Layanan Konseling Kelompok demgan Teknik Self-


Management untuk Mengurangi Perilaku Siswa Membolos di SMPN 29
Banjarmasin Tahun Ajaran 2017/2018. Jurnal Mahasiswa BK An-Nur.
Vol.4. No.1.
Candra. 2013. Penerapan Konseling Kelompok dengan Strategi Self-Management
untuk Mengurangi Perilaku Agresif Verbal pada Siswa Kelas VIII di
SMPN 2 Dlanggu Mojokerto.

Yildrim, C. 2014. Exploring The Dimensions Of Nomophobia: Developing and


Validating A Questionnaire Using Mixed Methods Research. Graduate
Theses and Dissertations, 14005. IOWA State University.

Hardianti, F. 2016. Komunikasi Interpersonal Penderita Nomophobia dalam


Menjalin Hubungan Persahabatan (Studi pada Mahasiswa Ilmu
Komunikasi di Universitas Riau). Jom Fisip Vol.3 No.2: 1-14.

Pradana, P. W., Muqtadiroh, F. A., Nisafani, A. S. 2016. Perancangan Aplikasi


Liva untuk Mengurangi Nomophobia dengan Pendekatan Gamifikasi.
Jurnal Teknik ITS, 1 (5).

Dwo, K. 2017. 5 Dampak dari Nomophobia bagi Kehidupan. Diakses dari:


https://jurnalapps.co.id/5-dampak-dari-nomophobia-bagi-kehidupan-12637

Cormier, S., Nurius, P.S & Obsorn, C. (2009). Interviewing and change strategies
for helper: Fundamental skills and cognitive-behavioral interventions (6th
edition). United States of America: Brooks Cole Cengage Learning.

Miltenberger, R.G. (2012). Behavior modification: Principles and procedures


(Fifth edition). United State of America: Wadsworth, Cengage Learning.

Permata Sari Intan, dkk. 2019. Penggunaan Bimbingan Kelompok Teknik Self-
Management untuk Menurunkan Kecenderungan Nomophobia pada Siswa
SMA. Jurnal Mahasiswa FKIP Universitas Lampung, Jl. Prof. Dr.
Soematri Brojonegoro No.1 Bandar Lampung.

Siyoto, Sandu. 2015. Dasar Metodologi Penelitian. Karangamyar: Literasi Media


Publishing.

Wakke, Ismail Suardi, dkk. 2019. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta: CV. Adi
Karya Mandiri
Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Sugiyono. 2019. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Hikmawati, Fenti. 2017. Metodologi Penelitian. Depok: PT Raja Grafindo
Persada.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur penelitian : suatu pendekatan praktek.
Jakarta: Rineka Cipta.
Widodo. 2017. Metodologi Penelitian Populer & Praktis. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.

Anda mungkin juga menyukai