PATOFISIOLOGI
PROGRAM STUDI FARMASI
MODUL [PATOFISIOLOGI FARMASI 2016]
KATA PENGANTAR
Penyusun
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................95
MODUL PATOFIOLOGI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Patologi adalah salah satu dasar ilmu
kedokteran, dan memiliki peranan yang sangat
fundamental. Sering kali diagnosis pasti suatu
penyakit ditegakkan dengan patologi
(histopatologi). Sedakanangkan pengertian
Patologi dalam arti yang luas adalah bagian dari
ilmu kedokteran yang mengamati sebab dan akibat
dari terjadinya penyakit atau kelainan pada tubuh.
Namun pengertian patofisiologi sendiri adalah
reaksi fungsi tubuh terhadap suatu penyakit yang
masuk ke dalam tubuh. Mekanisme adaptasi
sel terdiri dari organisasi sel yaitu unit
kehidupan, kesatuan lahiriah yang terkecil
menunjukkan bermacam - macam fenomena yang
berhubungan dengan hidup.dan selalu
berbuhungandengan karakterristik makhluk hidup
yaitu : bereproduksi, tumbuh, melakukan
metabolisme dan beradaptasi terhadap perubahan
internal dan eksternal.Regenerasi adalah proses
pertumbuhan dan perkembangan sel yang
bertujuan untuk mengesi ruangtertentu pada
jaringan atau memperbaiki bagian yang rusak.
Nekrosis adalah kematian yang utama. Selyang
mengalami kematian secara nekrosis umumnya
disebabkan oleh factor dari luar secara
langsung,misalnya : kematian sel di karenakan
kecelakaan, infeksi virus, radiasi sinar radio aktif
atau keracunanzat kimia. Tanpa adanya tekanan
dari luar, sel tidak akan dapat mati secara nekrosis.
Patofisiolo patofisiologi
gi adalah Patologi → ilmu yang mempelajari tentang penyakit
ilmu yang Patologi anatomi: ilmu yang mempelajari tentang
mempelajar perubahan morfologi sel dan jaringan → patologi
i perubahan bedah, sitopatologi, patologi otopsi
fisiologis
yang
diakibatkan
oleh proses
patologis.
Dimana
definisi
patologis
menurut
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
adalah
segala
sesuatu
yang
berkenaan
dengan
ilmu
tentang
penyakit
atau dalam
keadaan
sakit/abnor
mal(Robin,
2007).
a. Pengertian
Program Studi Farmasi STIKes MEDISTRA Lubuk Pakam 2
Patologi klinis: ilmu yang mempelajari tentang perubahan kimia klinis (reaksi
biokimia) sel atau jaringan, mikrobiologi, hematologi, imunologi,
imunohematologi
Patofisiologi: ilmu yang mempelajari tentang perubahan fisiologik akibat penyakit
b. Apa itu penyakit
1. Penyakit adalah kegagalan organisme untuk beradaptasi atau
mempertahankan homeostasis.
2. Penyakit merupakan proses fisiologik yang mengalami penyimpangan
3. penyimpangan fisiologik dapat disebabkan oleh banyak faktor: agent,
hipersensitivitas (alergi)genetik.
4. Benih penyakit
5. Agent: bakteri, virus, protozoa, jamur
c. Mekanisme adaptif tubuh sendiri:
1. Lekosit: fungsi fagositosis untuk agent, juga untuk cedera jaringan
2. Imunitas penting untuk pertahanan, juga dapat menyebabkan alergi
(hipersensitivitas).
3. Proliferasi sel penting untuk penyembuhan sel, juga menyebabkan
penyakit kanker
4. Tahap riwayat penyakit
5. Tahap Prepatogenesis
6. Tahap Patogenesis
7. Tahap Pasca Patogenesis
8. Sembuh
9. Kronik/ Karier
10. Cacat
11. Mati
12. Tahap prepatogenesis
13. Kondisi Host masih normal/sehat.
d. Tahap patogenesis
Tahap Inkubasi → tahap masuknya Agent kedalam Host, sampai timbul gejala
sakit.
Tahap penyakit dini → tahap mulainya timbul gejala penyakit dalam keadaan
awal (ringan)
Tahap penyakit lanjut → tahap penyakit telah berkembang pesat dan
menimbulkan kelainan patologis (timbul tanda dan gejala)
e. Tahap pascapatogenesis
Tahap penyakit akhir → tahap berakhirnya perjalanan penyakit, dapat dalam
bentuk; Sembuh sempurna → Agent hilang, Host pulih dan sehat kembali
Sembuh dengan cacat → Agent hilang, penyakit tidak ada → Host tidak pulih
sempurna (ada cacat)
Karier → Agent masih ada, Host pulih →gangguan Agent masih ada (minimal)
Patologi adalah salah satu dasar ilmu kedokteran, dan memiliki peranan yang
sangat fundamental. Sering kali diagnosis pasti suatu penyakit ditegakkan dengan
patologi (histopatologi). Sedangkan pengertian Patologi dalam arti yang luas
adalah bagian dari ilmu kedokteran yang mengamati sebab dan akibat dari
terjadinya penyakit atau kelainan pada tubuh. Namun pengertian patofisiologi
sendiri adalah reaksi fungsi tubuh terhadap suatu penyakit yang masuk ke dalam
tubuh(Corwin,2009).
Kata patologi berasal dari kata yunani : PATOS = keadaan ; LOGOS = ilmu.
Jadi PATOLOGI diartikan mempelajari penyakit secara ilmu pengetahuan
(scientific method ).
Sel merupakan partisipan aktif dilingkungannya,yang secara tetap
menyesusaikan struktur dan fungsinya untuk mengakomondasi tuntutan
perubahan dan stres ekstrasel .sel cenderung mempertahankan lingkungan segera
dan intrasel nya dalam rentang parameter fisiologis yang relative sempit ,sel
mempertahankan homeostasis.
B. Sejarah Patologi
Perkembangan konsep tentang sebab dan kondisi alamiah suatu penyakit pada
manusia, telah melahirkan ide-ide mutahir yang menerangkan tentang keseluruhan
kejadian dan teknologi baru yang tersedia untuk penemuannya.Pada era sebelum
ilmu pengetahuan kedokteran berkembang, yaitu saat permulaan dominasi faham
animisme (Plato dan Phytagoras) muncul konsep bahwa penyakit berkaitan erat
dengan kekuatan gaib atau supranatural.Kondisi demikian telah melahirkan
asumsi bahwa tidak ada manfaatnya mempelajari sesuatu dari mayat atau
penderita yang sedang sekarat(Corwin,2009).
Kesempatan pertama para ilmuwan mempelajari penyakit secara lebih ilmiah
ketika dimungkinkan dilakukannya pemeriksaan dalam setelah seseorang
meninggal dunia.Autopsi (nekropsi atau pemeriksaan post mortem) yang
dilaksanakan secara sistematik dan ilmiah dimulai sekitar tahun 300 BC, telah
memberikan informasi yang sangat berharga, yang membantu menjelaskan
berbagai keadaan penyakit.Hasil autopsi dihubungkan dengan tanda dan gejala
klinik penderita serta riwayat dari berbagai macam jenis penyakit.Dalam era ini
oleh karena pemeriksaan lebih banyak dengan pemeriksaan makroskopis organ,
maka periode ini dikenal sebagai era morbid anatomy.Pada era ini mikroskop
belum ditemukan dan penyebab penyakit belum bisa ditentukan, sehingga
penyakit timbul dianggap secara spontan.
Ilmu patologi, dan kedokteran pada umumnya mengalami kemajuan pesat
dengan digunakannya mikroskop cahaya untuk mempelajari jaringan yang sakit
yang dimulai sekitar tahun 1800.Dengan mikroskop dapat memperlihatkan adanya
mikroorganisme di sekitar manusia, diamana hal ini memberi kontribusi yang
besar terhadap asumsi sebelumnya sehingga menyangkal teori penyakit yang
timbul secara spontan melainkan beberapa disebabkan oleh mikroorganisme
patologis berupa bakteri, parasit, dan jamur.
Rudolf Virchow (1821-1902), seorang ahli patologi Jerman mengungkapkan
bahwa sel merupakan unsur terkecil yang membentuk tubuh manusia. Virchow
juga mempelajari perubahan-perubahan morfologi mikroskopis sel-sel pada
jaringan yang sakit dan dikaikan dengan keadaan klinik penderita, karenanya era
mikroskop cahaya ini juga dikenal dengan era patologi seluler.
Perkembangan teknologi mikroskop berkembang lagi dengan ditemukannya
mikroskop elektron, dimana dengan alat ini tidak hanya bisa melihat sel sebagai
bagian terkecil dari unsur yang membentuk tubuh manusia, namun alat ini bisa
melihat sampai dengan tingkat molekuler, yang dapat menjelaskan proses-proses
secara terperinci dari fenomena perubahan-perubahan molekul-molekul penyusun
masa tubuh secara morfologi dan kimiawi. Era ini dikenal dengan era patologi
molekuler.
C. Ruang Lingkup Patologi
Pengetahuan tetang penyakit pada manusia berasal dari pengamatan terhadap
penderita ataupun dengan menganalogikan percobaan binatang dan pembiakan
sel. Secara aplikasi kelimuan tersebut Patologi dibagi menjadi dua ; Patologi
Klinis dan Patologi Eksperimental.
a. Patologi Klinis
Patologi klinis ialah ilmu patologi yang lebih menekankan pada tingkat
penyakitnya sendiri ; mempelajari lebih mendalam tentang sebab, mekanisme, dan
pengaruh penyakit terhadap organ / sistem organ tubuh manusia. Ilmu Patologi
Klinis memberikan kontribusi besar terhadap Kedokteran klinis yaitu bidang
keilmuan yang melakukan pendekatan terhadap sakitnya penderita, meliputi ;
pemeriksaan / penemuan klinik, diagnosis dan pengelolaan penyakit. Jadi dua
disiplin ilmu tersebut tidak bisa lepas, kedokteran klinik tidak bisa dipraktekkan
bila tanpa patologi, demikian juga patologi tidak berarti apapun bila tidak
memberikan keuntungan di tingkat klinik.
b. Patologi Eksperimental
Patologi eksperimental merupakan suatu bidang ilmu patologi yang
melakukan pengamatan atau observasi pengaruh perlakuan / manipulasi terhadap
suatu sistem di laboratorium (invitro). Biasanya digunakan binatang percobaan
ataupun kultur sel sebagai bahan uji. Kultur / pembiakan sel merupakan temuan
menguntungkan dalam perkembangan patologi eksperimental, karena selain
menghindari binatang sebagai bahan uji juga memberikan hasil mendekati
keadaan sebenarnya, namun demikian uji laborat (invitro) tidak bisa membuat
lingkungan fisiologis seperti dalam tubuh manusia (in vivo).
BAB III
MEKANISME ADAPTASI SEL
D. Kelompok Penyakit
Sebagian besar penyakit dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Kongenital:
a. Genetic
b. Non genetic
2. Didapat:
a. Radang
b. Trauma
c. Kelainan metabolic
d. Kelainani munologik
e. Neoplasma
f. Degeneratif tidak diketahui
Pengelompokan ini berguna dalam diagnosis, yang memungkinkan suatu nama
digunakan untuk keadaan sakit tertentu.
Penyakit congenital
Penyakit kongenital dimulai sebelum lahir, akan tetapi sebagian dapat
memberikan tanda dan gejala setelah dewasa. Penyakit kongenital mungkin
disebabkan oleh defek genetik yang diturunkan dari kedua orang tuanya (kelainan
genetik dimulai saat pembuahan) atau mutasi genetik (perubahan gen) selama
pertumbuhan janin, maupun oleh karena ada faktor luar yang mengganggu
pertumbuhan janin tersebut.
Penyakit yang Didapat
Penyakit yang didapat disebabkan oleh faktor lingkungan.Sebagian besar
penyakit pada orang dewasa merupakan penyakit yang didapat.
Radang
Radang atau inflamasi ialah proses reaksi tubuh lokal (di tempat dimana
terjadi rangsangan / cedera jaringan.Radang bukan suatu penyakit, melainkan
manifestasi suatu penyakit.Radang merupakan usaha tubuh untuk membatasi
kerusakan yang terjadi dan menetralisasi pengaruh penyebabnya
(Syamsyuri,Istamar. 2008).
Berdasarkan waktu kejadiannya, radang diklasifikasikan sebagai :
1. RadangAkut(mendadak)
Yaitu reaksi jaringanyang terjadi segera dan hanya dalam waktu tidak lama
(beberapa jam sampai beberapa hari), disertai tanda radang akut.
Tanda radang akut :
a. Warna kemerahan ( rubor )
Jaringan yang mengalami radang akut tampak merah, karena adanya pelebaran
pembuluh darah kecil yang mengalami kerusakan.
b. Panas ( kalor )
Peningkatan suhu tampak pada bagian tepi / perifer tubuh, seperti kulit, oleh
karena meningkatnya aliran darah ( hiperemia ) melalui daerah tersebut.
c. Bengkak ( tumor )
Pembengkakan sebagai akibat adanya edema (timbunan cairan di dalam ruang
ekstravaskuler).
d. Rasa sakit ( dolor )
Rasa sakit disebabkan oleh regangan jaringan akibat edema maupun karena
penekanan nanah dalam suatu rongga abses.
e. Hilangnya fungsi ( fungsiolesa )
Gerakan yang terjadipada daerah radang akan mengalami hambatan oleh rasa
sakit, atau oleh karena pembengkakan sehingga mengakibatkan berkurangnya
gerak.
2. Radangkronik(menahun)
Radang kronik dapat terjadi dari radang akut yang tidak mengalami perbaikan
secara sempurna sehingga berkembang menjadi bentuk kronik, atau sejak semula
memang bersifat menahun, disebabkan oleh rangsang menahun / kuman yang
virulensi-nya rendah dengan rangsang menahun.Radang kronik berjalan
berminggu- minggu sampai bertahun – tahun.
3. Radang subakut
Sebenarnya merupakan tahapan dari radang akut yangakan menjadi
menahun.Radang kronik dapat pula berkembang menjadi akut yang dikenal
sebagai radang kronik eksaserbasi akut.
Pemberian nama suatu ardang biasanya berdasarkan jenisorgan yang
terkena, ditambah akhiran –itis, contoh : dermatitis ( radang pada kulit ), tonsilitis
( radang pada tonsil ), appendisitis ( radang pada appendiks ). Tetapi ada pula
pemberian nama di luar konsep tersebut, misal : pneumonia (radang paru ).
Kelainan metabolic
Beberapa kelainan metabolik dapat merupakan kelainan kongenital
( kesalahan metabolisme waktu lahir dan diturunkan dari orang tua ). Gangguan
metabolik yang lain adalah didapat ( misalnya diabetes melitus / penyakit kencing
manis ) dan sebagian merupakan kelainan sekunder karena penyakit lain ( misal
hiperkalsemia karena hiperparatiroidisme ).
Kelainan imunologik
Imunitas ( kekebalan ) merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap
rangsangan antigen. Suatu reaksi imunologik yang berlebihan akan mengganggu /
menyebabkan penyakit.Penyakit auto imun merupakan penyakit sistem imun yang
menghasilkan kerusakan jaringan oleh reaksi terhadap antigen sendiri.
Neoplasma (tumor)
Merupakan penyakit yang ditandai pertumbuhan abnormal dari sel.
Neoplasma dapat bersifat jinak / ganas.
Degeneratif ( prosesmenua)
Pada dasarnya kondisi ini merupakan kondisi fisiologik yang akan terjadi
pada lanjut usia. Kemunduran fungsi otak,jantung, otot merupakan proses normal.
Pruses degeneratif dapat merupakan suatu kelainan, misalnya pada alkoholisme
atau malnutrisi organ hati / hepar akan mengalami proses .
Adaptasi sel terdiri dari :
Atropi adalah pengerutan ukuran sel dengan hilangnya substansi sel. Hal ini
bisa disebabkan karena berkurangnya beban kerja, hilangnya persarafan,
berkurangnya suplai darah, nutrisi yang tidak adekuat dan penuaan.Harus
ditegaskan walaupun menurun fungsinya,sel atrofi tidak mati.
Hipertrofi adalah penambahan ukuran sel dan menyebabkan penambahan
ukuran organ, dapat fisiologik ataupun patologik. Penyebabnya antara lain
peningkatan kebutuhan fungsional ataupun rangsangan hormonal spesifik.
Hiperplasia adalah meningkatnya jumlah sel dalam organ atau jaringan, bisa
patologik maupun fisiologik, yang disebabkan karena hormonal dan
kompensatorik.
BAB IV
JEJAS
A. Latar Belakang
Jejas sel adalah cedera pad sel karena suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi
terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama
atau terlalu berat.Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel
tersebut dan besar serta jenis cedera.Apabila suatu sel mengalami cedera, maka sel
tersebut dapat mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis protein,
susunan genetik, dan sifat transportasinya(Sylvia,Lorraine 2003).
Atrofi
Pemgerutan ukuran sel dengan hilangnya subsentasi sel disebut atrofi.
Apabila mengenai sel dalam jumlah yang cukup banyak,seluruh jaringan atau
organ berkurang masanya,menjadi atrofi. Harus ditegaskan bahwa walaupun dapat
menurun fungsinya,sel atrofi tidak mati. Pada kondisi yang berlawanan, kematian
sel terprogram (apoptotic) bisa juga dinduksi oleh sinyal yang sama yang
menyebabkan atrofi seingga dapat menyebabkan hilangnya sel pada “atrofi”
seluruh organ. Penyebab atrofi, antara lain berkurangnya beban kerja
(missal,imobilisasi anggota gerak yang memungkinkan proses penyembuhan
fraktur),hilangnya persarafan ,berkurangnya suplai darah ,nutrisi yang tiadak
adekuat, hilangnya rangsangan endokrin,dan penuaan.
Lisosom mengandung protease dan enzim lain pendegradasi molekul yang
diendositosis dari lingkungan ektrasel,serta mengatabolisme komponen
subselular,seperti organela yang menunjukan proses penuaan (senescent).
Jalur ubiquitin-proteasome bertanggung jawab untuk degradasi banyak
protein sitosolik dan inti.protein yang didegradasi melalui proses ini,secara khas
menjadi sasaran oleh konjugasi ubiquitin,peptide 76-asam animo sitosolik.protein
ini kemudian didegredasi dalam proteasome,kompleks protealitik sistoplasmik
besar. Jalur ini menyebabkan percepatan proteolisis pada keadaan hiperkatabolik
dan pengaturan bebagai molekul aktivitas sel .
Hipertrofi
Hipertrofi merupakan penambahan ukuran sel dan menyebabkan
penambahan ukuran organ. Sebaliknya, hyperplasia (dibahas selanjutnya) ditandai
dengan penambahan jumlah sel. Atau dengan kata lain, pada hipertrofi murni,
tidak ada el baru, hanya sel yang menjadi lebih besar, pembesarannya akibat
peningkatan sintesis organela dan protein structural. Hipertrofi dapat fisiologik
atau patologik dan disebabkan juga oleh peningkatan kebutuhan fungsional atau
rangsangan hormonal spesifik. Hipertrofi dan hyperplasia juga dapat terjadi
bersamaan dan jelas keduanya mengakibatkan pembesaran organ (hipertrofik).
Jadi, hipertrofi fisiologik masif pada uterus selama kehamilan terjadi sebagai
akibat rangsangan estrogen dari hipertrofi otot polos dan hyperplasia otot polos.
Sebagai perbandingan, seseorang yang gemar angkat berat dapat mengembangkan
reaksi fisik hanya dengan hipertrofi setiap sel otot skelet, yang diinduksi oleh
peningkatan beban kerja. Contoh hipertrofi sel patologik mencakup pembesaran
jantung yang terjadi akibat hipertensi atau penyakit katup aorta(Asdie,2000).
Dan pembesaran sisa miosit jantung yang masih hidup setelah terjadi infark
miokard. Pada kasus terakhir, hipertrofi melakukan kompensasi untuk kematian
sel didekatnya akibat iskemia. Mekanisme yang mengatur hipertrofi jantung
melibatkan pling sedikit dua macam sinyal: pemicu mekanis, seperti regangan;
dan pemicu trofik, seperti aktivasi reseptor a-adrenergik. Apa pun mekanisme
pasti atau mekanisme hipertrofi, akan tercapai suatu batas yang pembesaran massa
ototnya tidak lagi dapat melakukan kompensasi untuk peningkatan beban; pada
kasus jantung, dapat terjadi gagal jantung. Pada stadium ini, terjadi sejumlah
“degeneratif” pada serabut miokardial, yang terpenting diantaranya adalah
fragmentasi dan hilangnya elemen kontraktil miofibrilar. Faktor yang membatasi
berlanjutnya hipertrofi dan menyebabkan perubahan regresif belum sepenuhnya
dipahami. Mungkin terdapat vaskularisasi dalam jumlah yang terbatas untuk
menyuplai secara adekuat serabut yang mengalami pembesaran, untuk menyuplai
ATP, atau fungsi biosintesis untuk menunjukkan protein kontraktil atau unsur
sitoskleleton lain.
Hiperplasia
Hyperplasia merupakan peningkatan jumlah sel dalam organ atau jaringan.
Hipertrofi dan hyperplasia terkait erat dan sering kali terjadi bersamaan dalam
jaringan sehingga keduanya berperan terhadap penambahan ukuran organ secara
menyeluruh (misal, uterus yang hamil/uterus gravid). Namun demikian, pada
kondisi tertentu, bahkan sel yang secara potensial sedang membelah, seperti sel
epitel ginjal, mengalami hipertrofi, tetapi tidak hyperplasia(Hardjowidjoto,2000).
Hyperplasia dapat fisiologik atau patologik hyperplasia fisiologik dibagi menjadi :
hyperplasia hormonal ditunjukan dengan proliferasi epitel kelenjar payudara
perempuan saat masa pubertas dan selama kehamila. hyperplasia kompensatoris
yaitu hyperplasia yang terjadi saat sebagian jaringan dibuang atau sakit.
Sebagian besar bentuk hyperplasia patologi adalah contoh stimulasi factor
pertumbuhan atau hormonal yang berlebih.misalnya,setelah periode menstruasi
normal,terjadi ledakan aktivitas endometrium proliferative yang secara esensial
merupakan hyperplasia fisiologik. Proliferasi ini secara normal sangat diatur oleh
rangsangan melalui hormone hipofisis dan estrogen ovarium serta oleh inhibisi
melalui progesteron.
Metaplasia
Metaplasia adalah perubahan reversible;pada perubahan tersebut satu jenis
sel dewasa (epithelial atau mesenkimal) diganikan oeh jenis se dewasa
lain.metaplasia merupakan adaptasi selular,yang selnya sensitive terhadap stress
tertentu,digantikan oleh jenis sel lain yang lebih mampu bertahan pada lingkungan
kebalikan(Hardjowidjoto,2000).
Metaplasia epithelial ditunjukan dengan perubahan epitel gepeng yang
terjadi pada epitel saluran napas perokok kretek (kebiasaan). Defisiensi vitamin A
juga dapat menginduksi metaplasia silindris pada epitel respirasi. Agaknya,epitel
gepeng bertingkat “kasar”mampu bertahan hidup dibawah kondisi yang epitel
khususnya yang lebih rapuh tidak akan menoleransi. Metaplasia juga dapat terjadi
pada sel mesenkimal,tetapi kurang jelas seperti suatu respons adatif .oleh karna
itu,tulang atau kartilago dapat berbentuk dalam jaringan ,yang pada keadaan
normal ,tidak dapat. Misalnya ,tulang terkadang-kadang terbentuk dalam jaringan
lunak,terutama ditempat terjadinya jejas.
BAB V
JEJAS SEL REVERSIBEL DAN IREVERSIBEL
ciri-ciri apoptosis
Sitoskeleton dicerna oleh enzim peptidase yang disebut caspase yang telah
diaktifkan di dalam sel.Kromatin(DNA dan protein-protein yang terbungkus
didalam inti sel) mulai mengalami degradasi dan kondensasi .Kromatin
mengalami kondensasi lebih lanjut menjadi semakin memadat.pada tahap ini,
membran yang mengelilingi inti sel masih tampak utuh,walaupun caspase
tertentutelah melakukan degradasi protein pori inti sel dan mulai mendegradasi
lamin yang terletak dalam lingkungan inti sepada tahap ini, membrane yang
mengelilingi inti sel masih tampak utuh,walaupun caspase tertentutelah
melakukan degradasi protein pori inti sel dan mulai mendegradasi lamin yang
terletak dalam lingkungan inti sel(Putrikasari,2011).
Lingkungan dalam inti seingkungan dalam inti sel tampak terputus dan
DNA didalamnya terfragmentasi( proses ini dikel tampak terputus dan DNA
didalamnya terfragmentasi( proses ini dikenal dengan karyorrhexis ). Inti sel
pecah melepaskan berbagai be). Inti sel pecah melepaskan berbagai bentuk
kromatin atau unit nukleosom karena disebabkan degrntuk kromatin atau unit
nukleosom karena disebabkan degradasi DNA . plasma membrDNA . plasma
membrane mengalami blebbing.sel tersebut kemudian di’makan’ atau pecah
menjadi gelembung-gelembung yang disebut apoptic bodies dan kemudian
dimakan.
Nekrosis
Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya kerusakan
selakut atau trauma(misalnya: kekurangan oksigen,perubahan suhu yang
ekstrem,dan cedera mekanis),dimana kematian sel tersebut terjadi secara tidak
terkontrol yang dapat menyebabkankan rusaknya sel,adanya respon peradangan
dan sangat berpotensi menyebabkan masalah kesehatan yang serius.stimulus
yang terlalu berat dan berlangsung lama serta melebihi kapasitasadaptif sel akan
menyebabkan kematin sel dimana sel tidak mampu lagi mengompensasi tuntutan
perubahan.sekelompok sel yang mengalami kematian dapat dikenali dengan
adanya enzim-enzim lisis yang melarutkan berbagai unsure sel serta timbulnya
peradangan .Leukosit akan membantu mencerna sel-sel yang mati dan
selanjutnya mulai terjadi perubahan-perubahan secara
morfologis(Putrikasari,2011).
Perubahan mikrokopis
Perubahan pada sel yang nekrotik terjadi pada sitoplasma dan organel-
organel sel lainnya.
Perubahan makrikopis
Perubahan morfologis sel mati yang tergantung dari aktivitas enzim lisis pada
jaringan yang nekrotik.
Perubahan kimia klinik
Kematian sel ditandai dengan hilangnya nucleus yang berfungsi mengatur sebagai
aktivitas biokimiawi sel dan aktivitas enzim autolysis sehingga membrane sel lilis.
Mekanisme nekrosis
a. Pembengkakan sel
b. Digesti kromatin
c. Rusaknya membrane (plasma dan organel )
d. Hidrolisis DNA
e. Vakuolasi oleh ER
f. Penghacuran organel
g. Lisis sel
Penuaan Seluler
Dengan bertambahnya usia, terjadi perubahan fisiologik dan struktural pada
hampir semua organ. Penuaan terjadi karena faktor genetik, diet, keadaan sosial,
dan adanya penyakit yang berhubungan dengan ketuaan seperti arteriosclerosis,
diabetes dan arthritis. Perubahan sel dirangsang oleh usia yang menggambarkan
akumulasi progresif dari jejas subletal atau kematian sel selama bertahun-tahun,
diperkirakan merupakan komponen penting dalam penuaan.
(Putrikasari,2011).Perubahan fungsional dan morfologik yang terjadi pada sel
yang menua adalah Penurunan fosforilasi oksidatif pada mitokondria.
Berkurangnya sintesis DNA dan RNA untuk protein dan reseptor sel
struktural dan enzimatik:
a. Menurunnya kemampuan ambilan makanan dan perbaikan kerusakan
kromosom.
b. Nucleus berlobus tidak teratur dan abnormal.
c. Mitokondria pleomorfik, reticulum-endoplasama menurun, dan jisim Golgi
berubah bentuk.
d. Akumulasi pigmen lipofusin secara menetap.
e. Pertumbuhan dan deferensasi selular
Penggantian sel yang rusak atau mati penting untuk menjaga kelangsungan
hidup. Perbaikan jaringan meliputi dua proses yang berbeda. Yaitu : (1)
regenerasi, yang berarti penggantian sel mati dengan proliterasi sel yang jenisnya
sama, dan (2) pengantian oleh jaringan ikat atau fibroplasia.
BAB VI
DEGENERASI
A. Latar Belakang
Degenerasi sel atau kemunduran sel adalah kelainan sel yang terjadi akibat
cedera ringan. Cedera ringan yang mengenai struktur dalam sel seperti
mitokondria dan sitoplasma akan mengganggu proses metabolisme sel. Kerusakan
ini sifatnya reversibel artinya bisa diperbaiki apabila penyebabnya segera
dihilangkan. Apabila tidak dihilangkan, atau bertambah berat, maka kerusakan
menjadi ireversibel, dan sel akan mati(Halim,Danny 2010).
Kelainan sel pada cedera ringan yang bersifat reversibel inilah yang
dinamakan kelainan degenerasi. Degenerasi ini akan menimbulkan tertimbunnya
berbagai macam bahan di dalam maupun di luar sel.
Degenerasi dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu pembengkakan sel dan
perubahan perlemakan. Pembengkakan sel timbul jika sel tidak dapat mengatur
keseimbangan ion dan cairan yang menyebabkan hidrasi sel. Sedangkan
perubahan perlemakan bermanifestasi sebagai vakuola-vakuola lemak di dalam
sitoplasma dan terjadi karena hipoksia atau bahan toksik. Perubahan perlemakan
dijumpai pada sel yang tergantung pada metabolisme lemak seperti sel hepatosit
dan sel miokard.
Berbagai kondisi degenerasi sel yang sering dijumpai antara lain sebagai
berikut :
1. Degenerasi Albuminosa
Awal nya terjadi akibat terkumpulnya butir-butir protein di dalam
sitoplasma, sehingga sel menjadi bengkak dan sitoplasma menjadi keruh
(cloudy swelling: bengkak keruh). Contohnya adalah pada penderita
pielonefritis atau pada beberapa jam setelah orang meninggal. Banyak
ditemukan pada tubulus ginjal.
2. Degenerasi Hidrofik (Degenerasi Vakuolar)
Degenerasi hidrofik merupakan jejas sel yang reversible dengan
penimbunan intraselular yang lebih parah jika dengan degenerasi albumin.
Etiologinya sama dengan pembengkakan sel hanya intensitas rangsangan
patologik lebih berat dan jangka waktu terpapar rangsangan patologik lebih
lama. Secara miokroskopik organ yang mengalami degenerasi hidrofik menjadi
lebih besar dan lebih berat daripada normal dan juga nampak lebih pucat.
Nampak juga vakuola-vakuola kecil sampai besar dalam sitoplasma.
3. Degenerasi Lemak.
Degenerasi lemak dan perubahan perlemakan (fatty change)
menggambarkan adanya penimbunan abnormal trigliserid dalam sel parenkim.
Perubahan perlemakan sering terjadi di hepar karena hepar merupakan organ
utama dalam metabolisme lemak selain organ jantung, otot dan ginjal. Etiologi
dari degenerasi lemak adalah toksin, malnutrisi protein, diabetes mellitus,
obesitas, dan anoksia. Jika terjadi gangguan dalam proses metabolisme lemak,
akan timbul penimbunan trigliserid yang berlebihan. Akibat perubahan
perlemakan tergantung dari banyaknya timbunan lemak. Jika tidak terlalu
banyak timbunan lemak, tidak menyebabkan gangguan fungsi sel, tetapi jika
timbunan lemak berlebihan, terjadi perubahan perlemakan yang menyebabkan
nekrosis(Halim,Danny 2010).
4. Degenerasi Hyalin (Perubahan Hyalin)
Istilah hyaline digunakan untuk istilah deskriprif histologik dan bukan
sebagai tanda adanya jejas sel. Umumnya perubahan hyaline merupakan
perubahan dalam sel atau rongga ekstraseluler yang memberikan gambaran
homogeny, cerah dan berwarna merah muda dengan pewarnaan Hematoksilin
Eosin. Kedaan ini terbentuk akibat berbagai perubahan dan tidak menunjukkan
suatu bentuk penimbunan yang spesifik.
5. Degenerasi Zenker
Dahulu dikenal sebagai degenerasi hialin pada otot sadar yang mengalami
nekrosis. Otot yang mengalami degenerasi zenker adalah otot rektus abdominis
dan diafragma.
6. Degenerasi Mukoid (Degenerasi atau Miksomatosa)
Mucus adalah substansi kompleks yang cerah, kental, dan berlendir dengan
komposisi yang bermacam-macam dan pada keadaan normal disekresi oleh sel
epitel serta dapat pula sebagai bagian dari matriks jaringan ikat longgar tertentu.
Musin dapat dijumpai di dalam sel, dan mendesak inti ke tepi seperti pada
adenokarsinoma gaster yang memberikan gambaran difus terdiri atas sel-sel
gaster yang memiliki sifat ganas dan mengandung musin. Musin tersebut akan
mendesak inti ke tepi sehingga sel menyerupai cincin dinamakan Signet Ring
Cell. Musin di jaringan ikat, dahulu dinamakan degenerasi miksomatosa.
Keadaan ini menunjukkan adanya musin di daerah interselular dan memisahkan
sel-sel Stelata.
Regenerasi ialah memperbaiki bagian tubuh yang rusak atau lepas kembali
seperti semula.Regenerasi juga diartikan sebagai proses pertumbuhan dan
perkembangan sel yang bertujuan untuk mengisi ruang tertentu pada jaringan atau
memperbaiki bagian yang rusak. Regenerasi sel juga diartikan proses
pembentukan sel untuk menggantikan sel yang mati yang diatur mulai tingkat
terkecil dalam sel tubuh kita. Kemampuan untuk memperbaiki struktur atau
jaringan yang mengalami kerusakan akibat kecelakaan yang tidak disengaja
karena kondisi natural atau kerusakan yang disengaja oleh manusia untuk
keperluan penelitian atau experimen(Balinsky,1981).
Hilangnya bagian tubuh yang terjadi ini setiap saat dapat muncul kembali, dan
dalam kasus ini proses memperbaiki diri ini kita sebut sebagai
regenerasi.Pemulihan jaringan dapat dipandang sebagai proses tingkat akhir
radang yang menuju penyembuhan. Setiap saat, setiap detik sel pada tubuh kita
ada yang mati dan setiap itu pula lahirlah sel yang menggantikannya atau disebut
proses regenerasi. Proses regenerasi dominant mulai usia anak – anak sampai kira
– kira 30 tahun. Kemudian digantikan dengan proses degenerasi yang paling
dominant. Namun pada dasarnya regenerasi ( pembentukan ) dan degenerasi
( perusakan ) sel akan selalu terjadi dalam tubuh kita. Kemampuan proliferasi
jaringan yang tinggi diferensiasinya sebagai sel saraf, boleh dikatakan tidak ada.
Karena itu sel saraf yang musnah tidak dapat diganti oleh sel saraf yang baru.
Sebaliknya epitel kulit atau sel mukosa mudah sekali berproliferasi sehingga bila
sebagian epitel ini rusak,maka akan diganti oleh sel epitel baru.Epitel baru ini
tidak akan berkelenjar atau berambut karena struktur-struktur kelenjar sukar
diganti dengan yang baru.
Fibroblas mudah sekali berproliferasi,karena itu misalnya bila jaringan hati
musnah,maka sel-sel hati akan diganti oleh jaringan ikat.Proliferasi ini harus
dimulai oleh suatu stimulans.Bila terjadi luka yang steril maka proliferasi tidak
akan mulai dan luka yang steril maka proliferasi tidak akan mulai dan luka tidak
akan menyembuhkan akan tetapi bila luka ini kemasukan sedikit kuman atau bila
tersentuh oleh kapas,maka proliferasi akan mulai dan proses penyembuhan dapat
mulai.Sebenarnya proses radang dan pemulihan jaringan sukar saling
dibedakan,keduanya berlangsung bersama-sama,radang merupakan
iritans/stimulans yang menyebabkan proses pemulihan dimulai.
a. Mediator terlarut
Pertumbuhan dan diferensiasi sel bergantung pada sinyal ekstrasel yang
berasal dari mediator terlarut dan matriks ECM. yang terpenting adalah factor
pertumbuhan polipeptida yang beredar di dalam serum atau diproduksi secara
local oleh sel. Sebagian besar factor pertumbuhan memiliki efek pleiotropik;
yaitu, selain merangsang proliferasi sel, factor ini juga memerantarai beragam
aktivitas lainnya, termasuk migrasi dan diferensiasi sel serta remodeling jaringan
sehingga terlibat dalam berbagai tahap penyembuhan luka. Factor pertumbuhan
menginduksi proliferasi sel dengan memengaruhi pengeluaran gen yang terlibat
dalam jalur pengendalian pertumbuhan normal, yang disebut
protoonkogen(Balinsky,1981).
Pengeluaran gen ini diatur secara ketat selama regenerasi dan pemulihan
normal. Perubahan pada struktur atau pengeluaran protoonkogen dapat mengubah
gen tersebut menjadi onkogen, yang berperan pada karakteristik pertumbuhan sel
yang tidak terkendali pada kanker; oleh karena itu, proliferasi sel normal dan
abnormal dapat mengikuti jalur yang serupa.
b. Pemberian sinyal oleh mediator terlarut.
Pemberian sinyal dapat terjadi secara langsung antara sel yang berdekatan,
atau melewati jarak yang lebih jauh. Sel yang berdekatan berhubungan melalui
gap junctions, yaitu saluran hidrofilik sempit yang menghubungkan kedua
sitoplasma sel dengan baik. Saluran tersebut memungkinkan pergerakan ion kecil,
berbagai metabolit, dan molekul second messenger potensial, tetapi bukan
makromolekul yang lebih besar.
Pemberian sinyal ekstrasel melalui mediator terlarut terjadi dalam empat bentuk
yang berbeda:
Pemberian sinyal autokrin; saat suatu mediator terlarut bekerja secara
menonjol pada sel yang menyekresinya. Jalur ini penting pada respons imun
(sitokin) dan pada hyperplasia epitel kompensatoris (misalnya, regenerasi hati).
B. Fibrosis
Fibrosis adalah kondisi di mana terjadi pembentukan jaringan ikat fibrosa
yang berlebihan pada suatu organ atau jaringan akibat proses peradangan atau
penyembuhan.
Saat kulit atau organ dalam tubuh mengalami luka, maka akan terjadi proses
penyembuhan. Selama proses penyembuhan ini, dapat timbul jaringan fibrosis.
Peradangan yang berlangsung lama atau kronis juga dapat menyebabkan fibrosis.
Fibrosis pada organ-organ menyebabkan gangguan fungsi organ tersebut karena
jaringan fibrosis merupakan jaringan non-fungsional (tidak berfungsi seperti
jaringan sehat dan hanya berfungsi menutupi luka).
Jaringan ikat adalah salah satu dari empat jenis utama jaringan dalam tubuh
dan ditemukan diseluruh untuk menahan jaringan dan organ lain bersama-sama.ini
bagian jaringan ikan fibrosa. Yang dikenal sebagai matrriks. Kerusakan jaringan
ini atau penyakit degenerative dapat menyebabka hilangnya dukungan peradangan
dan nyeri.
Adanya banyak jenis jaringan ikat dalam tubuh dan banyak dari jaringan ini
berisi untain berserat dari kolagen protein,yang menambah kekuatan. Beberapa
contoh jaringan ikat termasuk lapisan dalam kulit tendon, dan ligamen,serta tulang
rawan,tulang,jaringan lemak dan bahkan darah(Balinsky,1981).
C. Angiogenesis
Angiogenesis merupakan suatu proses adaptasi dengan cara pembentukan
pembuluh darah baru yang dilakukan oleh suatu jaringan dalam merespon
perubahan kondisi di sekitar lingkungannya yang tidak menguntungkan dan
bahkan membahayakan bagi kelangsungan hidup jaringan tersebut. Angiogenesis
ini sendiri dapat bersifat fisiologis maupun patologis. Pada angiogenesis yang
bersifat fisiologis, angiogenesis dapat terlihat pada jaringan yang sedang tumbuh,
penyembuhan luka, ataupun siklus menstruasi pada wanita. Sedangkan
angiogenesis yang bersifat patologis terutama dapat ditemukan pada keganasan
maupun pada penyakit lainnya seperti pada infeksi/inflamasi, malformasi
vaskuler, dan penyakit lainnya yang dicetuskan oleh hipoksia. (Hanahan &
Weinberg, 2011)
Angiogenesis biasanya diawali oleh adanya factor pencetus, dan hipoksia
adalah faktor yang paling sering mencetus terjadinya angiogenesis. Pada tumor,
jarak antara pembuluh darah dengan sel sangat mempengaruhi dari kadar oksigen
yang berdifusi ke dalam sel. Semakin dekat jarak sel dengan pembuluh darah
semakin besar kadar oksigen yang berdifusi ke dalam sel, begitu pula sebaliknya
semakin jauh jarak antara pembuluh darah dengan sel, maka semakin kecil kadar
oksigen yang berdifusi ke dalam sel. Kondisi ini yang disebut sebagai hipoksia ini
akan memicu aktivasi dari hypoxic-inducible factor (HIF) dan akan meningkatkan
proses transkripsi beberapa gen faktor angiogenik. HIF ini juga berperan dalam
menentukan nasib sel apakah akan terus bertahan hidup atau mati melalui
peristiwa apoptosis. Faktor lainnya yang juga dapat mencetuskan terjadinya
angiogenesis, termasuk stress mekanis (tekanan tinggi intratumoral), respon
imun/inflamasi, dan mutasi genetik pada oncogene ataupun tumor supresor gen.
(Carmeliet & Jain, 2000)
Peristiwa aktivasi HIF yang dilanjutkan dengan peningkatan transkripsi gen
faktor angiogenik ini akan menghasilkan faktor angiogenik yang memiliki peran
masing-masing dalam proses angiogenesis. Terdapat dua jenis faktor
angiogenesis, yaitu angiogenesis stimulator dan angiogenesis inhibitor. Kedua
jenis faktor angiogenesis tersebut mengatur jalannya proses angiogenesis, dan
disebut sebagai angiogenic switch. Angiogenic switch akan disebut “on” apabila
kondisi angiogenik stimulator bekerja lebih dominan dibandingkan dengan
angiogenik inhibitor. Sebaliknya, disebut angiogenic switch “off” apabila
angiogenik inhibitor bekerja lebih dominan dibandingkan dengan angiogenik
stimulator. Pada angiogenesis fisiologis, angiogenic switch berjalan seimbang dan
terkendali, sedangkan pada angiogenesis tumor, angiogenic switch akan terus
berjalan “on” tanpa terkendali. Hal ini disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan
antara angiogenic stimulator dan inhibitor. (Hanahan & Weinberg, 2011)
(Carmeliet & Jain, 2000)
Yang termasuk ke dalam kelompok angiogenic stimulator diantaranya adalah
vascular endothelial growth factor (VEGF), basic fibroblast growth factors
(bFGF), platelet-derived growth factors (PDGF), tumor necrosis factor-α (TNF-α),
dan keratinocyte growth factor. (Shih & Lindley, 2006)
Faktor angiogenik stimulator ini bekerja secara langsung dengan
menstimulasi proliferasi dan migrasi dari sel endotel, dan secara tidak langsung
dengan melibatkan sel lain yang juga turut berperan dalam proses angiogenesis.
Faktor angiogenik stimulator yang sudah dikenal luas dan berperan sangat
dominan dalam proses angiogenesis adalah VEGF. VEGF bertanggung jawab
terhadap peningkatan permeabilitas, vasodilatasi, dan pembentukan pembuluh
darah baru. Kinerja dari VEGF ini juga dibantu oleh faktor angiogenik lainnya
yang terlibat dalam angiogenesis. VEGF banyak diekspresikan secara berlebih
oleh sebagian besar tumor ganas untuk merespon peningkatan kebutuhan akan
oksigen dan nutrisi di sel. Kinerja dari angiogenik stimulator ini akan dihambat
oleh angiogenic inhibitor, seperti thrombospondin-1, angiostatin, endostation, dan
tumstatin. Angiogenik inhibitor bekerja kebalikannya dengan angiogenik
stimulator. Angiogenik inhibitor ini juga berperan dalam proses dormansi tumor
yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun. Angiogenik inhibitor
menghambat pertumbuhan tumor dan metastasis. (Carmeliet & Jain, 2000)
Angiogenesis mulai terjadi pada saat pertumbuhan tumor mencapai 1-2 mm
atau ketika terjadi metastasis. (Shih & Lindley, 2006) Terdapat beberapa tahapan
dalam proses pembentukan pembuluh darah baru pada angiogenesis.
Angiogenesis tumor berlangsung dengan cara memperluas dan menumbuhkan sel-
sel endotel, merubah bentuk dan memperluas insersi jaringan interstisial ke dalam
lumen (intususepsi), dan infiltrasi dari sel endotel prekursor yang berasal dari
sumsum tulang (vaskulogenesis). (Carmeliet & Jain, 2000)
Pembuluh darah pada tumor berbeda dengan pembuluh darah pada jaringan
normal. Pada lapisan pembuluh darah tumor, tidak hanya tersusun dari sel-sel
endotel, namun juga terdapat sel tumor yang membentuk lapisan pembuluh darah
tersebut. (Carmeliet & Jain, 2000)
Hal ini berperan besar dalam terjadinya metastasis. Struktur dan fungsi
pembuluh darah tumor tampak tidak teratur baik bentuk mapun aliran darahnya.
Pembuluh darah tampak berkelok-kelok dan berdilatasi dengan diameter yang
sangat bervariasi. Banyak terlihat percabangan-percabangan dan tumpang tindih
pada pembuluh darah tumor yang dapat memperberat kondisi hipoksia pada
tumor. Tumor yang memiliki hipervaskularisasi, akan ditemukan permeabilitas
pembuluh darah yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh banyaknya “kebocoran”
yang terjadi di pembuluh darah tumor. Jarak antar endotel yang melebar dan
ketiadaan membran basalis menyebabkan kebocoran yang tidak merata pada
pembuluh darah tumor. (Carmeliet & Jain, 2000) (Hanahan & Weinberg, 2011)
Selain kelainan struktur dan fungsi pembuluh darah, pada tumor juga dapat
ditemukan kelainan struktur dan fungsi sistim limfatik. Di dalam jaringan tumor,
tidak terbentuk sistim limfarik yang berfungsi dengan baik karena stress mekanis
dari pertumbuhan sel ganas akan menekan pembuluh limfa yang baru terbentuk.
Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan interstisial dan menurunkan efektivitas
dari pemberian terapi. Sebaliknya pada bagian perifer tumor, tampak pelebaran
pembuluh limfe yang memfasilitasi terjadinya metastasis limfatik. VEGF-C
diketahui berperan dalam pelebaran pembuluh limfe di bagian perifer tumor
tersebut. (Carmeliet & Jain, 2000)
a. Jenis angiogenesis
Ada dua jenis amgiogenesis,tunas dan intussusceptive. Ini keduanya terjadi pada
organisme yang berkembang dalam rahim,dalam organism berkembang,dan pada
orang dewasa. Angiogenesis tunas ditemukan lebih dari 200 tahun yang lalu dan
lebih baik dipahami. Hal ini hanya dua puluh tahun sejak angiogenesis
intussusceptive ditemukan.
Dalam angiogenesis tunas , cabang baru pembuluh darah lepas atau tumbuh dari
pembuluh darah utama.ini terlihat seperti akar menjauh pada tanaman.
Sebaliknya, angiogenesis intussusceptive terjadi ketika pembuluh darah
membelah dan kemudian pembuluh darah baru tumbuh ke pusat. Berarti
intussusceptive ‘untuk mengambil di dalam. ‘kedua jenis angiogenesis
diperkirakan terjadi pada hamper semua jaringan dan organ.
b. Mekanisme angiogenesis
Mengapa tubuh tumbuh pembuluh darah baru? Alas an utama adalah untuk
mengurangi hipoksia. Yang merupakan kondisi ketika sel-sel yang kekurangan
oksigen. Hal ini dapat terjadi karena beberapa alas an. Termasuk pertumbuhan
cedera atau penyumbatan pembuluh darah. Bagaimana tubuh tahu hipoksia yang
terjadi dan bagaimana cara membuat pembuluh darah baru tumbuh? tubuh
memiliki mekanisme untuk merasakan saat kadar oksigen rendah. Mekanisme
penginderaan oksigen ini akan membunyikan alarm dengan mengeluarkan factor
kunci pertumbuhan pro-angiogenik yang disebut factor pertumbuhan endotel
vascular (VEGF). Sekresi VEGF memulai kaskade sinyal. Efek dari kaskade ini
termasuk pertumbuhan pembulu darah baru ke daerah-daerah di mana tidak ada
suatu bagian penting dari proses ini adalah untuk memecah jaringan yang ada
sehingga pembuluh darah baru memiliki tempat di mana tumbuh. hal ini tidak
berbeda dengan membersihkan sebidang tanah untuk membangun jalan raya.
Namun bukannya buldoser. Tubuh menggunakan protein khusus (enzim
proteolitik) untuk memecah setiap jaringan yang berada dalam garis pertumbuhan
pembuluh.
Bagaimana tubuh tahu kapan itu telah tumbuh pembuluh darah yang cukup
dan bagaimana cara menghentikan pertumbuhan? Sel-sel khusus yang disebut sel
endotel ujung menuntun tunas tumbuh melalui jaringan tubuh. Sel-sel ini dapat
mendeteksi kadar VEGF dan tumbuh kea rah konsentrasi tertinggi yang dapat
mereka temukan. Di balik sel tip ini, pembuluh darah baru adalah pelebaran dan
mengisi dengan darah beroksigen. Hal ini membawa banyak oksigen yang
dibutuhkan ke jaringan hipoksia, setelah jaringan local menerima cukup oksigen,
kadar VEGF kembali mendekati normal. Ini menghentikan proses angiogenesis.
BAB VIII
JARINGAN PARUT
A. Jaringan Parut
Istilah parut atau skar berasal dari bahasa Yunani yaitu Eschara yang berarti
keropeng. Secara klinis parut merupakan cacat alami yang ditinggalkan akibat
proses penyembuhan luka. Didapatkan perubahan struktur dari kulit berupa
hilangnya pori, rambut, dan kelenjar yang disertai perubahan warna kulit
hipopigmentasi atau hiperpigmentasi. Luka yang terjadi hanya terbatas pada
lapisan dermis cenderung tidak menimbulkan parut karena masih terdapat
komponen epithelial dari kelenjar keringat, kelenjar sebaseus, dan folikel rambut
sehingga memungkinkan terjadinya penyembuhan luka tanpa parut. Luka tersebut
dalam waktu yang relatif singkat akan tertutup epitel dan bias dikatakan sembuh
secara sederhana. Pada luka yang melewati/lebih dalam dari seluruh ketebalan
kulit (full thickness) akan sembuh dengan disertai jaringan parut(Shih & Lindley,
2006)
Di Negara berkembang setiap tahunnya terdapat 100 juta penderita dengan
keluhan parut. Sekitar 55 juta kasus parut terjadi akibat luka pembedahan elektif
dan 25 juta kasus parut terjadi pada pembedahan kasus trauma. Diperkirakan
terdapat 11 juta kasus keloid karena berbagai sebab dan 4 juta parut luka bakar.
Hingga saat ini diperkirakan 15-20% orang Negro, Hispanik dan Asia menderita
keloid. Timbulnya parut yang jelek membuat gangguan pada penderitanya
menyangkut masalah fisik, estetik, psikis serta sosial ekonomi.
A. Latar Belakang
Meskipun terdapat susunan faktor pertumbuhan yang mengesahkan (dan
factor pertumbuhan bar uterus ditemukan),disini kami hanya meninjau ulang
factor yang mempunyai suatu kerja bersasaran luas,atau yang terlibat khusus
dalam mengarahkan proses penyembuhan pada tempat jejas. Merangkum factor
terpenting dalam angiogenesis ,rekrutmen sel ke lokasi jejas,proliferasi
fibroblast,serta deposisi atau remodling kolagen(Balinsky,1981).
EGF bersifat mitogenik untuk sejumlah sel epitel dan fibroblast. EGF
meragsang pembelahan sel dengan berikatan pada reseptor tirosin kinase pada
membran sel (ERB-1),diikuti dengan fosforilasi serta peristiwa aktivitas lain.
PDGF merupakan suatu heterodimer rantai-A dan rantai-B kantionik ( ketiga
kombinasi yang mungkin AA,AB,dan BB –disekresikan dan aktif secara
biologis).
FGF adalah suatu kelompok polipeptida yang berikatan erat dengan heparin
dan molekul anionik lain(sehingga mempunyai afinitas yang kuat pada BM);
selain merangsang pertumbuhan,FGF menunjukkan sejumlah aktivitas lain.
TGF-β mempunyai efek pleiotropik dan sering kali menimbulkan efek yang
bertentangan.TGF-β dihasilkan dalam bentuk inaktif oleh beragam jenis sel ,yang
meliputi trombosit ,endotel,sel T,serta makrofag aktif,dan TGF-β harus dipecah
secara proteolitik (misalnya,oleh plasmium) untuk menjadi fungsional.
B. Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks ,tetapi umumnya
terjadi secara teratur. Jenis sel khusus secara beruntun pertama-tama akan
membersikan jejas,kemudian secara progresif membangun dasar
(scaffolding)untuk mengisi setiap defek yang dihasilkan. Luka adalah rusaknya
kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan
yang rusak atau hilang. Menurut Sjamsuhidayat (1997) mendefinisikan luka
sebagai hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh.Atas dasar pembentukan
jaringan granulasi, ada 2 bentuk pemulihan / penyembuhan :
Penyembuhan primer.
a. Berlangsung cepat mencapai kesembuhan
b. Reaksi radang hampir hilang seluruhnya
Penyembuhan sekunder
Berlangsung lambat (faktor luas kerusakan, banyaknya sel nekrotik dan eksudat )
Hampir selalu berakibat pembentukan jaringan parut dan kehilangan banyak
fungsi khas.
C. Macam-Macam Luka
Berdasarkan Tingkat
Kontaminasi
Clean Wounds (luka bersih), yaitu luka bedah tak terinfeksi yang mana
tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Clean-contamined Wounds (luka
bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi,
pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol.
Contamined Wounds (luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka,
fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik
aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna. Dirty or Infected Wounds (luka kotor
atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.
A. Latar Belakang
Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera
atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau
mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu
(Dorland, 2002).
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi
kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan
agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih
luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera
diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru.Rangkaian reaksi ini disebut radang
(Rukmono, 1973).
Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti
oleh radang adalah kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.), suhu
(panas atau dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-
zat kimia, dan lain-lain. Cedera radang yang ditimbulkan oleh berbagai agen ini
menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi
cedera jaringan berupa degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian)
jaringan, pelebaran kapiler yang disertai oleh cedera dinding kapiler,
terkumpulnya cairan dan sel (cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada
tempat radang yang disertai oleh proliferasi sel jaringan makrofag dan fibroblas,
terjadinya proses fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan imunologik
(Rukmono, 1973).
Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah
lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan,
kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah
besar ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang
disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam
jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam
jaringan, dan pembengkakan sel jaringan. Beberapa produk jaringan yang
menimbulkan reaksi ini adalah histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin,
beberapa macam produk reaksi sistem komplemen, produk reaksi sistem
pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut limfokin yang
dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi (Guyton & Hall, 1997).
C. Reaksi Inflamasi
Peradangan adalah sinyal-dimediasi menanggapi penghinaan seluler oleh agen
infeksi, racun, dan tekanan fisik. Sementara peradangan akut adalah penting bagi
respon kekebalan tubuh, peradangan kronis yang tidak tepat dapat menyebabkan
kerusakan jaringan ( autoimunitas , neurodegenerative, penyakit kardiovaskular).
Gejala dan Tanda peradangan bervariasi disertai demam (pyrogenesis),
kemerahan (rubor), nyeri bengkak (turgor), (dolor), dan jaringan / organ disfungsi
(functio laesa).
Urutan kejadian inflamasi adalah:
Stimulasi oleh trauma atau patogen → reaksi fase akut trombosit adhesi,
vasokonstriksi pembuluh eferen sitokin dilatasi vaskular diinduksi aferen
(vasodilatasi menyebabkan peningkatan aliran darah (kemerahan, panas lokal)
untuk terinfeksi / rusak daerah sitokin dilatasi vaskular diinduksi aferen
(vasodilatasi menyebabkan peningkatan aliran darah (kemerahan, panas lokal)
untuk terinfeksi / rusak daerah sitokin.
BAB XI
GEJALA INFLAMASI
A. Radang Akut
Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang
didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan
berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan
nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses radang akut, yaitu perubahan
penampang dan struktural dari pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit.
Perubahan penampang pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran
darah dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro akan
memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan sirkulasi darah.
Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan
selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera (Mitchell & Cotran, 2003).
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di atas
1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah putih yang
melakukan emigrasi.Cairan ini tertimbun sebagai akibat peningkatan
permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein plasma dengan molekul
besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik intravaskular sebagai
akibat aliran darah lokal yang meningkat pula dan serentetan peristiwa rumit
leukosit yang menyebabkan emigrasinya (Abrams, 1995)
Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada lokasi
jejas, merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih mampu
memfagosit bahan yang bersifat asing, termasuk bakteri dan debris sel-sel
nekrosis, dan enzim lisosom yang terdapat di dalamnya membantu pertahanan
tubuh dengan beberapa cara. Beberapa produk sel darah putih merupakan
penggerak reaksi radang, dan pada hal-hal tertentu menimbulkan kerusakan
jaringan yang berarti (Abrams, 1995)
Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan sel-
sel darah merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih besar
daripada leukosit sendiri. Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah merah
akan terdapat di bagian tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel darah putih pindah
ke bagian tepi (marginasi). Mula-mula sel darah putih bergerak dan menggulung
pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran yang tersendat tetapi
kemudian sel-sel tersebut akan melekat dan melapisi permukaan endotel (Abrams,
1995)
Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar dari
pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antar-sel
endotel.Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi leukosit,
tetapi leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-sel endotel yang
tampak tertutup tanpa perubahan nyata (Abrams, 1995)
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah
utama lokasi jejas.Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh
pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut kemotaksis.Hampir semua
jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis dalam derajat yang
berbeda-beda.Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap rangsang
kemotaksis.Sebaliknya limfosit bereaksi lemah.Beberapa faktor kemotaksis dapat
mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya bekerja secara selektif
terhadap beberapa jenis sel darah putih.Faktor-faktor kemotaksis dapat endogen
berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya produk bakteri (Abrams,
1995).
Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis.
Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri tanpa didahului
oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi fagositosis akan sangat ditunjang
apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang terdapat dalam serum
(misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi melekat pada
permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi partikel,
berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini terletak pada
vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut fagosom.
Meskipun pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup lengkap, granula-
granula sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan melepaskan isinya ke
dalamnya, suatu proses yang disebut degranulasi.Sebagian besar mikroorganisme
yang telah mengalami pelahapan mudah dihancurkan oleh fagosit yang berakibat
pada kematian mikroorganisme.Walaupun beberapa organisme yang virulen dapat
menghancurkan leukosit (Abrams, 1995).
B. Radang Kronis
Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang
(berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan
dari inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya dengan
radang akut, radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, dan
infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar.Sedangkan radang kronik ditandai oleh
infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi
jaringan, dan perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis
dan fibrosis) (Mitchell & Cotran, 2003).
Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan.Dapat timbul
menyusul radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan
radang akut menjadi radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak
dapat reda, disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan
pada proses penyembuhan normal. Ada kalanya radang kronik sejak awal
merupakan proses primer. Sering penyebab jejas memiliki toksisitas rendah
dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang akut.Terdapat 3
kelompok besar yang menjadi penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh
mikroorganisme intrasel tertentu (seperti basil tuberkel, Treponema palidum, dan
jamur-jamur tertentu), kontak lama dengan bahan yang tidak dapat hancur
(misalnya silika), penyakit autoimun.Bila suatu radang berlangsung lebih lama
dari 4 atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi karena banyak kebergantungan respon
efektif tuan rumah dan sifat alami jejas, maka batasan waktu tidak banyak artinya.
Pembedaan antara radang akut dan kronik sebaiknya berdasarkan pola morfologi
reaksi (Abrams, 1995).
C. Gejala Terjadinya Inflamasi
Bagian tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda sebagai
berikut:
1. Nyeri – daerah yang meradang cenderung nyeri, terutama ketika disentuh.
Daerah inflamasi menjadi lebih sensitif;
2. Kemerahan – karena kapiler yang diisi dengan lebih banyak darah dari
biasanya;
3. Immobilitas – mungkin ada hilangnya beberapa fungsi, seperti tidak
bergerak;
4. Pembengkakan – disebabkan oleh akumulasi cairan;
5. Panas – banyak darah di daerah yang terkena membuatnya terasa panas
saat disentuh.
Bangsa Yunani telah mengenal gejala inflamasi ini sejak 2000 tahun yang lalu,
dan mereka merumuskannya sebagai:
1. dolor atau nyeri
2. kalor atau panas
3. rubor atau memerah
4. tumor atau membengkak
D. Pegobatan
Harus ingat bahwa peradangan merupakan bagian dari proses penyembuhan.
Kadang-kadang mengurangi peradangan diperlukan, tetapi tidak selalu.
Pengobatan dapat dengan obat anti-inflamasi, seperti ibuprofen, aspirin, atau
kortikosteroid.
Memberikan es dengan membungkusnya dengan kain atau kantong es lalu
diletakkan pada kulit di mana merupakan daerah inflamasi telah terbukti
mengurangi peradangan. Atlet biasanya menggunakan pengobatan es untuk
mengelola rasa sakit dan peradangan. Peradangan bisa berkurang lebih cepat jika
beristirahat, menggunakan es kompres pada daerah yang terkena.
BAB XII
PENYAKIT INFEKSI
A. Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan karena masuknya bibit
penyakit. Penyakit ini menular dari satu orang ke orang lain.Orang yang sehar
harus dihindarkan dari orang-orang yang menderita penyakit dari golongan
iniPenyebab utama infeksi diantaranya adalah bakteri dan jasad hidup
(organisme). Kuman-kuman ini menyebar dengan berbagai cara dan
vector(Soeparman,2001).
Contoh-contoh penyakit infeksi :
Penyebab penyakit adalah bakteri (jasad renik atau kuman)
TBC : ditularkan melalui udara
Tetanus : melalui luka yang kotor
Mencret : lalat, air dan jari yang kotor
Pneumonia : lewat batuk (udara)
Gonorrhea dan sifilis : hubungan kelamin
Sakit telinga : dengan selesma (masuk angin dan pilek)
Penyebab penyakit adalah virus (kuman yang lebih kecil dari pada bakteri)
selesma, influensa, campak, gondok : ditularkan melalau udara, batuk, ataupun
lalat Rabies : melalui gigitan binatang Penyakit kulit : melalui sentuhan
A. Latar Belakang
Neoplasia ialah masa jaringan yang abnormal, tumbuh berlebihan , tidak
terkordinasi dengan jaringan normal dan tumbuh terus- menerus meskipun
rangsang yang menimbulkan telah hilang. Sel neoplasia mengalami transformasi ,
oleh karena mereka terus- menerus membelah. Pada neoplasma, proliferasi
berlangsung terus meskipun rangsang yang memulainya telah hilang. Proliferasi
demikian disebut proliferasi neoplastik, yang mempunyai sifat progresif,tidak
bertujuan, tidak memperdulikan jaringan sekitarnya,tidak ada hubungan dengan
kebutuhan tubuh dan bersifat parasitic.
Sel neoplasia bersifat parasitic dan pesaing sel atau jaringan normal atas
kebutuhan metabolismenya pada penderita yang berada dalam keadaan lemah .
Neoplasia bersifat otonom karena ukurannya meningkat terus. Proliferasi
neoplastik menimbulkan massa neoplasma, menimbulkan pembengkakan /
benjolan pada jaringan tubuh membentuk tumor(Kumar & Robbin,2007).
Kista
Kista ialah ruangan berisi cairan dibatasi oleh epitel. Kista belum tentu
tumor / neoplasma tetapi sering menimbulkan efek local seperti yang ditimbulkan
oleh tumor / neoplasma(Kumar & Robbin,2007).
Beberapa yang sering kita jumpai ialah kista :
1. Congenital ( ialah kista bronchial dan kista ductus tiroglosusus)
2. Neoplastik ( chystadenoma , cystadenocarcinoma ovarium )
3. Parasitic ( kista hidatid oleh echinococcus granulosus )
4. Implantasi ( kista epidermoid pada kulit setelah operasi )
A. Penyebab Kanker
Segala sesuatu yang menyebabkan terjadinya kanker disebut karsinogen. Dan
berbagai penelitian dapat diketahui bahwa karsinogen dapat dibagi ke dalam 5
golongan :
1. Bahan kimia
2. Virus
3. Radiasi (ion dan non-ionisasi)
4. Agen biologic
5. Karsinogen kimia
Kebanyakan karsinogen kimia ialah pro-karsinogen . Yaitu karsinogen yang
memerlukan perubahan metabolis agar menjadi karsinogen aktif, sehingga dapat
menimbulkan perubahan pada DNA, RNA, atau Protein sel
tubuh(Ganggaiswari,2010).
Karsinoen virus
Virus yang bersifat karsinogen disebut virus onkogenik. Virus DNA dan RNA
dapat menimbulkan transformasi sel. Mekanisme transformasi sel oleh virus RNA
adalah setelah virus RNA diubah menjadi DNA provirus oleh enzim reverse
transeriptase yang kemudian bergabung dengan DNA sel penjamin. Setelah
mengenfeksi sel, materi genitek virus RNA dapaat membawa bagian materi
genitek sel yang di infeksi yang disebut V-onkogen kemudian dipindahkan ke
materi genitek sel yang lain(Ganggaiswari,2010).
Karsinogen Radrasi
Radrasi UV berkaitan dengan terjadinya kanker kulit terutama pada orang
kulit putih. Karena pada sinar / radiasi UV menimbulkan dimmer yang merusak
rangka fosfodiester DNA(Ganggaiswari,2010).
B. Biologi Pertumbuhan Tumor
Faktor - faktor mempengaruhi pertumbuhan tumor :
a. Kinetik pertumbuhan sel tumor
Ini akan terlihat dari pernyataan beberapa lama waktu yang diperlukan oleh
suatu sel transformasi untuk membentuk massa tumor yang jelas secara klinis.
b. Angiogenesis Tumor
Pasokan darah terhadap jaringan tumor. Tanpa ada pembuluh darah atau
pembuluh umfe tumor ganas akan gagal untuk bermetastasis.
c. Progresi dan Heterogenitas Sel Tumor
Tumor ganas berasal morokional dengan berjalannya waktu mereka menjadi
heterogen . pada tingkat molecular progresi tumor dan heterogenitas sebagai
akibat dari mutasi multiple yang terkumpul dan saling tidak tergantungpada
sel yang berbeda sehingga menurunkan subklonal dengan sifat yang berbeda.
Guyton A. C., Hall J. E. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :
EGC.
Hanahan, D., &Weinberg, R. A., 2000, The Hallmarks of Cancer, Cell, Vol.
100,57-70.
Halim, Danny, dkk. Stem Cell Dasar Teori dan Aplikasi Klinis : Humana
Press.Jakarta. 2010.
Mitchell, R.N. and Cotran, R.S. 2003. Jejas, Adaptasi, dan Kematian
Sel.Dalam:Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S.L. (eds).Buku Ajar
Patologi Robbins Volume 1.Edisi VII. Jakarta: EGC.3:7-26.
Robbins & Cotran., 2009.Buku Saku Dasar Patologis Penyakit (ed.7). Mitchell,
R.N., Kumar,V., Abbas, A.K., Fausto, N (editor). Jakarta: EGC.