Anda di halaman 1dari 32

KONSEP PATOFISIOLOGI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Biostatistik


Dosen Pengampu : Risnawati, SST.,M.Keb

KELOMPOK 1

1. Aliantina 200411001
2. Eko Wahyu Satriatmi 200411009
3. Intan Bangsawan 200411019
4. Neny Rahmawati 200411029
5. Sannauly Novita S 200411037
6. Sarah Della 200411038
7. Wahyuni 200411044

ITKES WIYATA HUSADA SAMARINDA


JURUSAN KEBIDANAN PRODI S 1 KEBIDANAN
REGULER TRASFER KELAS BALIKPAPAN TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis


kemudahan dalam menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan
pertolongan-Nya, penulis tidak akan mampu menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan kepada Nabi
agung Muhammad SAW yang syafaatnya kita nantikan kelak.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan


nikmat sehat-Nya, sehingga makalah “Konsep Patofisiologi” dapat
diselesaikan.Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Medical Science.

Penulis menyadari makalah ini masih perlu banyak


penyempurnaan karena kesalahan dan kekurangan.Penulis terbuka
terhadap kritik dan saran pembaca agar makalah ini dapat lebih
baik.Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, baik terkait
penulisan maupun konten, penulis memohon maaf.

Demikian yang dapat penulis sampaikan.Akhir kata, semoga


makalah ini dapat bermanfaat.

Balikpapan, 03 Maret 2021

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

COVER................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR......................................................................................... ii

DAFTAR ISI........................................................................................................ iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Patofisiologi............................................................................. 2

B. Ruang Lingkup Patofisiologi..................................................................... 2

C. Konsep Stres dan Penyakit........................................................................ 4

BAB II PENUTUP

A. Kesimpulan................................................................................................ 2

B. Saran.......................................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Patologi adalah salah satu dasar ilmu yang memiliki peranan yang sangat
fundamental, seringkali diagnosis pasti suatu penyakit ditegakan dengan patologi
(histapatologi). Sedangkan pengertian paatologi dalam arti luas adalah bagian
dari ilmu yang mengamati sebab akibat dari terjadinya penyakit atau kelainan
pada tubuh. Namun pengertian patofisiologi sender adalah reaksi fungsi tubuh
terhadap suatu penyakit yang masuk dalam tubuh.

B. Perumusan Masalah
1. Apa definisi patofisiologi?
2. Apa ruang lingkup patofisiologi?
3. Apa konsep stres dan penyakit?
.
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi patofisiologi
2. Mengetahui ruang lingkup patofisiologi
3. Apa konsep stres dan penyakit

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Patofisiologi

Patofisiologi diambil daridua kata yaitu patologi dan fisiologi. Patologi adalah ilmu
mengenai penyakit. Fisiologi adalah ilmu yang tentang fungsi tubuh yang normal. Jadi
Patofisiologis adalah ilmu yang mempelajari mengenai fungsi-fungsi tubuh yang
mengalami gangguan atau fungsi-fungsi tubuh yang berubah akibat proses penyakit.

Berikut beberapa definisi patofisiologi:.


1. Patofisiologi adalah ilmu yang mempelajari gangguan fungsi pada organisme
yang sakit meliputi asal penyakit, permulaan perjalanan penyakit dan akibat yang
di timbulkan .
2. Patofisiologi merupakan ilmu yang bersifat integrative yang menggambarkan
konsep-konsep dari banyak ilmu dasar dan klinis termasuk anatomi, fisiologi,
biokimia, biologi sel, dan molekuler, genetika, farmakologi, dan patologi.

B. Ruang Lingkup Patofisiologi


1. Karakteristik Penyakit

a. Epidemiologi : Studi tentang seberapa sering suatu penyakit terjadi pada


seseorang.

b. Etiologi : (Sebab) Suatu agen primer yang bertanggung jawab untuk memulai
proses selanjutnya yang menghasilkan sakit

c. Patogenesis : mekanisme terjadinya penyakit

d. Manifestasi klinis dan patologis : agen etiologo bekerja melalui alur


patogenetik/mekanisme untuk memproduksi manifestasi penyakit yang
menimbulkan tanda, gejala dan gambaran patologik (lesi) dimana tanda dan
gejala.

2. Etiologi Penyakit
a. Faktor genetik.
b. Multifaktor.
c. Faktor lingkungan : bakteri,virus jamur, bahan kimia, radias,trauma mekanik.

2
3. Patogenesis

a. Proses radang adalah suatu respon terhadap berbagai mikro organisme dan
berbagai jenis bahan yang merugikan menyebabkan kerusakan jaringan.

b. Degenerasi adalah kemunduran sel atau jaringan.

c. Karsinogenesisadalah mekanisme dimana bahan karsinogen menyebabkan


terjadinya kanker.

d. Reaksi imun adalah reaksi system imun tubuh yang tak diinginkan.

4. Manifetasi Bentuk dan Fungsi Kelainan Bentuk


a. Lesi yang mengisi ruang, menghancurkan, menekan jaringan sehat di
dekatnya.
b. Penimbunan yang berlebihan dalam organ.
c. Letak jaringan yang abnormal akibat invasi, metastasis, atau pertumbuhan
abnormal.
d. Hilangnya jaringan sehat dari permukaan atau dari dalam organ.
e. Obstruksi aliran normal dalam saluran.
5. Kelainan Fungsi
a. Sekresi berlebihan dari produksi sel.
b. Sekresi yang tidak mencukupi.
c. Gangguan konduksi saraf.
d. Gangguan kontraktilitas struktur otot.
6. Komplikasi dan Cacat
Penyebaran organisme penyebab infeksi dan tempat asal masuknya
7. Prognosis
Perkiraan terhadap perjalanan suatu penyakit.

3
C. Konsep Stres
1. Pengertian Stres
Stress adalah suatu reaksi fisik dan psikis terhadap setiap tuntutan yang
menyebabkan keteganggan dan mengganggu stabilitas kehidupan sehari - hari
(Priyoto, 2014). Stress merupakan respon tubuh terhadap lingkungan di
sekitarnya, sehingga dapat menjadi sistem pertahanan diri yang dapat
memproteksi diri kita (Nasir & Munith 2011). Stres adalah suatu kondisi atau
keadaan tubuh yang terganggu karena tekanan psikologis dan biasanya stres
dikaitkan dengan penyakit psikologis. Akan tetapi, lebih karena masalah
kejiwaan seseorang selanjutnya berakibat pada penyakit fisik yang bisa muncul
akibat lemah dan rendahnya daya tahan tubuh dalam kondisi stress (Mumpuni,
Y, & Wulandari, A, 2010).

2. Faktor Yang Mempengaruhi Stres


Stres bersumber dari frustasi dan konflik yang dialami individu dapat berasal dari
berbagai bidang kehidupan manusia. Dalam hal hambatan, ada beberapa macam
hambatan yang biasanya dihadapi oleh individu seperti :
a. Hambatan fisik : kemiskinan, kekurangan gizi dan bencana alam.
b. Hambatan sosial : kondisi perekonomian yang tidak bagus, persaingan hidup
yang keras, perubahan tidak pasti dalam berbagai aspek kehidupan. Hal-hal
tersebut mempersempit kesempatan individu untuk meraih kehidupan yang
layak sehingga menyebabkan timbulnya frustasi pada diri seseorang.
c. Hambatan pribadi : keterbatasan-keterbatasan pribadi individu dalam bentuk
cacat fisik atau penampilan fisik yang kurang menarik bisa menjadi pemicu
frustasi dan stres pada individu.

Konflik antara dua atau lebih kebutuhan atau keinginan yang ingin dicapai,
yang ingin dicapai, yang terjadi secara berbenturan juga bisa menjadi penyebab
timbulnya stres. Konflik bisa menjadi pemicu timbulnya stres. Faktor pemicu
stres itu dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelompok berikut (Yusuf,
2004)
a. Stressor fisik-biologik, seperti : penyakit yang sulit disembuhkan, cacat fisik
atau kurang berfungsinya salah satu anggota tubuh, wajah yang tidak cantik
atau ganteng.
b. Stressor psikologik, seperti : negative thinking atau berburuk sangka,
frustrasi (kekecewaan karena gagal memperoleh sesuatu yang diinginkan).
4
c. Stressor Sosial, seperti iklim kehidupan keluarga : hubungan antar anggota
keluarga yang tidak harmonis (broken home), perceraian, suami atau istri
selingkuh, suami atau istri meninggal, mengkonsumsi minuman keras, dan
menyalahgunakan obat-obatan terlarang) tingkat ekonomi keluarga yang
rendah, lalu ada faktor pekerjaan : kesulitan mencari pekerjaan,
pengangguran.

Ada dua macam stres yang dihadapi oleh individu yaitu :


a. Stres yang ego-envolved : stres yang tidak sampai mengancam kebutuhan
dasar.
b. Stres yang ego-involved : stres yang mengancam kebutuhan dasar serta
integritas kepribadian seseorang. Stres semacam ego involved
membutuhkan penanganan yang benar dan tepat dengan melakukan reaksi
penyesuaian agar tidak hancur karenanya. Kemampuan individu dalam
bertahan terhadap stres sehingga tidak membuat kepribadiannya
“berantakan” disebut dengan tingkat toleransi terhadap stress (Ardani,
2013).

Menurut Greenwood III dan Greenwood Jr (dalam Yusuf, 2004) faktor faktor
yang mengganggu kestabilan (stres) organisme berasal dari dalam maupun
luar. Faktor yang berasal dari dalam diri organisme adalah :

a. Faktor Biologis, stressor biologis meliputi faktor-faktor genetik,


pengalaman hidup, ritme biologis, tidur, makanan, postur tubuh,
kelelahan, penyakit.
b. Faktor Psikologis, stressor psikologis meliputi faktor persepsi, perasaan
dan emosi, situasi, pengalaman hidup, keputusan hidup, perilaku dan
melarikan diri.
c. Faktor Lingkungan (luar individu), stressor lingkungan ini meliputi
lingkungan fisik, biotik dan sosial.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan faktor-faktor yang dapat


mempengaruhi stres seseorang dilihat dari tiga sudut pandang yaitu sudut
pandang psikodinamik, sudut pandang biologis dan sudut pandang kognitif
dan perilaku, kemudian ada faktor tambahan berupa hambatan-hambatan yang
dialami individu seperti hambatan fisik, sosial dan pribadi.
5
3. Tahapan stress

Tahapan stres dikemukakan oleh (Robert J. Van Amberg, dalam Yosep 2016)
sebagai berikut :
a. Sres Tingkat I
1) Semangat besar.
2) Penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya.
3) Energi dan gugup berlebihan, diikuti kemampuan menyelesaikan
pekerjaan lebih dari biasanya.

Tahapan ini biasanya menyenangkan dan semangat menjadi bertambah


tetapi tanpa disadari bahwa sebenarnya cadangan energinya sedang
menipis.

b. Stres Tingkat II
Pada tahapan ini dampak stres yang menyenangkan mulai menghilang dan
timbul keluhan-keluhan dikarenakan cadangan energi tidak lagi cukup
sepanjang hari.

c. Stres Tingkat III


Pada tahapan ini keluhan keletihan semakin Nampak. Pada tahapan ini
penderita sudah harus berkonsultasi pada dokter, kecuali kalau beban stres
dikurangi dan tubuh mendapat kesempatan untuk beristirahat atau
relaksasi guna memulihkan suplai energi.

d. Stres Tingkat IV
Pada tahapan ini sudah menunjukkan gejala yang lebih buruk yang
ditandai dengan ciri-ciri :
1) Tenaga yang digunakan untuk bisa bertahan sepanjang hari terasa
sangat sulit.
2) Kegiatan - kegiatan yang semula menyenangkan kini terasa sulit.
3) Kehilangan kemampuan untuk menanggapi suatu pergaulan sosial dan
kegiatan-kegiatan rutin lainnya terasa berat.
4) Tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan dan sering
terbangun dini hari.

6
e. Stres Tingkat V

Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dibandingkan


dengan tingkat stres IV, ditandai dengan :

1) Keletihan yang mendalam (physical and psychological exhaustion)

2) Tidak mampu mengerjakan pekerjaan sederhana

3) Perasaan takut yang semakin menjadi, mimpi buruk

f. Stres Tingkat VI

Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan keadaan gawat


darurat, ditandai dengan :

1) Denyut jantung terasa amat keras, hal ini disebabkan zat adrenalin yang
dikeluarkan, karena stres tersebut cukup tinggi dalam peredaran darah.

2) Nafas terasa sesak bahkan dapat megap-megap.

3) Badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran.

4) Tenaga untuk hal-hal yang ringan sekalipun tidak bisa lagi, pingsan
atau collap.

4. Tingkat Stres

Setiap individu memiliki persepsi dan resepon yang berbeda – beda terhadapa
stress. Stres sudah menjadi bagian dari hidup seseorang. Mungkin tidak ada
manusia biasa yang belum pernah merasakan stres. Stres kini menjadi
manusiawi selama tidak berlarut - larut dan berkepanjangan (Psychology
foundation of Australia, 2010). Berdasarkan gejalanya, stres dibagi menjadi tiga
tingkat yaitu :

a. Stres Ringan
Pada tingkat stres ringan adalah stres yang tidak merusak aspek fisiologis
dari seseorang. Stres ringan umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya
lupa, ketiduran, dikritik, dan kemacetan. Stres ringan sering terjadi pada
kehidupan sehari - hari dan kondisi dapat membantu individu menjadi

7
waspada. Situasi ini tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi
terus menerus.

b. Stres Sedang
Stres sedang terjadi lebih lama, dari beberapa jam hingga beberapa hari.
Respon dari tingkat stres ini didapat gangguan pada lambung dan usus
misalnya maag, buang air besar tidak teratur, ketegangan pada otot,
gangguan pola tidur, perubahan siklus menstruasi, daya konsentrasi dan
daya ingat menurun. Contoh dari stresor yang menimbulkan stres sedang
adalah kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebihan,
mengharapkan pekerjaan baru, dan anggota keluarga yang pergi dalam
waktu yang lama.

c. Stres Berat
Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai
beberapa tahun. Respon dari tingkat stres ini didapat gangguan pencernaan
berat, debar jantung semakin meningkat, sesak napas, tremor, persaan
cemas dan takut meningkat, mudah bingung dan panik. Contoh dari stresor
yang dapat menimbulkan stres berat adalah

5. Cara Mengatasi Stres

Adapun cara mengatasi stres antara lain :


Berolahraga, relaksasi otot, relaksasi mental (rekreasi), melakukan curhat atau
berbicara pada orang lain, memberi batas waktu sedih, memperdalam ibadah dan
agama, menghindari pelarian negatif (Depkes, 2009)

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Patofisiologis adalah ilmu yang mempelajari mengenai fungsi-fungsi tubuh yang


mengalami gangguan atau fungsi-fungsi tubuh yang berubah akibat proses
penyakit. Patofisiologi mempunyai ruang lingkup yang terdiri dari kaarakteristik
penyakit, etiologi penyakit, potogenesis, manifetasi bentuk dan fungsi kelainan
bentuk, kelainan fungsi, komplikasi dan cacat, dan prognosis. Sedangkan stress
merupakan respon tubuh terhadap lingkungan di sekitarnya, sehingga dapat
menjadi sistem pertahanan diri yang dapat memproteksi diri kita (Nasir &
Munith 2011). Stres bersumber dari frustasi dan konflik yang dialami individu
dapat berasal dari berbagai bidang kehidupan manusia. Adapun cara mengatasi
stres antara lain berolahraga, relaksasi otot, relaksasi mental (rekreasi),
melakukan curhat atau berbicara pada orang lain, memberi batas waktu sedih,
memperdalam ibadah dan agama, menghindari pelarian negatif (Depkes, 2009)

B. Saran

Kelompok kami menyadari akan kekurangan dalam makalah ini, adapun saran yang
hendak penulis sampaikan semoga makalah ini dapat memberikan waasan kepada
teman-teman mahasiswi tentang patofisiologi dan konsep stress.

9
DAFTAR PUSTAKA

Lowdermilk, Perry, & Cashion. (2010). Maternity Nursing. Mosby

Anderson Sylvia. (2002). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Proses Penyakit

Desi trisiani, 2017. Hubungan Kecemasan Ibu Hamil Terhasap Kejadian Preeklampsia di
RSUD Majalaya Kabupaten Bandung. 1(3) : 14-17
Anitya Setyawati, 2018. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia
di Indonesia. 2(1) : 32-40
Suyanto. 2016. Patologi I. Jakarta: PPSDM Kemenkes RI.

10
LAMPIRAN

9
Hubungan Kecemasan Ibu
Hamil

HUBUNGAN KECEMASAN IBU HAMIL


TERHADAP KEJADIAN PREEKLAMPSIA DI
RSUD MAJALAYA KABUPATEN BANDUNG

Desi Trisiani, Rima Hikmawati

STIKes Bhakti Kencana Bandung

desitrisiani@yahoo.co.id

I. ABSTRAK

Kehamilan merupakan waktu transisi dari suatu masa sebelum mempunyai anak hingga janin
berada dalam kandungan dan kemudian lahir. Perubahan status yang radikal ini akan memerlukan
persiapan psikologis dan salah satu bentuk adaptasinya adalah kecemasan. Kecemasan merupakan
unsur kejiwaan yang menggambarkan perasaan, keadaan emosional yang dimiliki oleh seseorang pada
saat menghadapi kenyataan atau kejadian dalam hidupnya. Hal ini dapat membuat spasme pembuluh
darah menjadi memburuk sehingga terjadi kenaikan tekanan darah pada ibu hamil dan apabila tidak
dikelola dengan baik dapat menyebabkan hipertensi bahkan preeklampsia.

Tujuan penelitian ini untuk mengatahui hubungan antara kecemasan terhadap ibu hamil dengan
preeklampsia.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analitik korelatif, dengan pendekatan case
control jumlah sampel 90 responden (1:2) yang dikumpulkan secara accidental sampling.

Hasil penelitian didapatkan bahwa terdapat hubungan antara kecemasan pada ibu hamil dengan
kejadian preeklampsi. Dukungan psikologis yang diperlukan oleh ibu hamil salah satunya adalah dari
bidan yang diberikan pada saat kunjungan ANC, dengan memberikan informasi yang baik (konseling)
untuk mengatasi setiap kecemasan yang dirasakan klien serta mencegah kecemasan berkelanjutan yang
bisa menyebabkan stress dan depresi yang akan berdampak pada kesehatan ibu dan janin.

II. Kata Kunci: Kecemasan, Preeklampsia.

JURNAL ILMIAH BIDAN, VOL.I, NO.3, 14 14


PENDAHULUAN Penelitian-penelitian yang hampir sama
yang menyertakan variabel anxiety (kecemasan)
Kehamilan merupakan waktu transisi dari sebagai salah satu faktor risiko dari kejadian
suatu masa sebelum mempunyai anak hingga janin preeklampsia pada ibu hamil mendapatkan hasil
berada dalam kandungan dan kemudian lahir. variabel kecemasan ini berkorelasi dengan
Perubahan status yang radikal ini akan kejadian preeklampsia pada ibu hamil dan bahkan
memerlukan persiapan psikologis dan salah satu beberapa penelitian mendapatkan OR (odds ratio)/
bentuk adaptasinya adalah kecemasan (Varney, RR (relatives risk) bernilai tinggi (Isworo, 2012).
2007). Menurut data WHO (World Health
Kecemasan merupakan unsur kejiwaan Organization) pada tahun 2012 jumlah kasus
yang menggambarkan perasaan, keadaan hipertensi ada 839 juta kasus. Kasus ini
emosional yang dimiliki oleh seseorang pada diperkirakan akan semakin tinggi pada tahun 2025
saat menghadapi kenyataan atau kejadian dalam dengan jumlah 1,15 milyar kasus atau sekitar 29%
hidupnya. Kecemasan yang dirasakan oleh dari total penduduk dunia. Secara global, 80%
wanita yang sedang hamil, akan berdampak pada kematian ibu hamil yang tergolong dalam
janin yang dikandungnya. Banyak penelitian penyebab kematian ibu secara langsung, yaitu
yang membuktikan bahwa pikiran negatif dapat disebabkan karena terjadi perdarahan (25%)
berdampak buruk bagi ibu hamil dan janin yang biasanya perdarahan pasca persalinan, hipertensi
dikandungnya (Sijangga, 2010) pada ibu hamil (12%), partus macet (8%), aborsi
Masa kehamilan merupakan waktu yang (13%) dan karena sebab lain (22%) (WHO, 2012).
rentan beresiko terjadinya gangguan psikologis Kementerian Kesehatan menjelaskan bahwa
bagi seorang wanita hamil, bahkan dapat hipertensi merupakan penyakit yang berbahaya,
meningkat beberapa kali (Kumala, 2015). Depresi terutama apabila terjadi pada wanita yang sedang
dan kecemasan pada awal kehamilan berhubungan hamil. Hal ini dapat menyebabkan kematian bagi
dengan risiko preeklamsia. Preeklamsia ibu dan bagi bayi yang akan dilahirkan. Karena
merupakan komplikasi utama dalam kehamilan, tidak ada gejala atau tanda khas sebagai
sebagai etiologi komplikasi ini sebagian besar peringatan dini. Hipertensi dalam kehamilan atau
tidak diketahui (Kurki, 2010). yang disebut dengan preeklampsia, kejadiannya
Penelitian tentang suasana hati dan 12% dari kematian ibu di seluruh dunia.
gangguan kecemasan relatif sedikit, namun telah Kemenkes tahun 2013 menyatakan bahwa
dievaluasi sejauh mana hal tersebut menjadi faktor hipertensi meningkatkan angka kematian dan
risiko terjadinya preeklamsia. Hasil dari studi kesakitan pada ibu hamil (Kemenkes, 2014).
yang dilakukan, risiko preeklamsia ada kaitannya Hipertensi dalam kehamilan menempati
dengan riwayat kesehatan ibu dari suasana hati urutan pertama penyebab kematian ibu di Jawa
dan gangguan kecemasan. Kesimpulannya Ibu Barat yaitu 31%, menggantikan perdarahan
dengan gangguan kecemasan berkaitan dengan sebanyak 30% yang biasanya menempati urutan
risiko preeklamsia meningkat (Qiu, et all. 2009). teratas. Jumlah kasus preeklampsia dan eklampsia
Kurki et al. (2010) melaporkan bahwa di RS.Hasan Sadikin Bandung dari 2009-2013
depresi dan kecemasan antenatal terkait dengan sebanyak 1811 (21,8%) dari 8275 persalinan.
ekskresi vasoaktif hormon atau neuroendokrin Jumlah kematian ibu selama periode tersebut 106
lainnya, yang pada gilirannya meningkatkan kasus dan 61 kasus (57,5%) diantaranya
risiko hipertensi, hal ini juga memicu perubahan preeklampsia dan eklampsia. Preeklampsia dan
pembuluh darah dan peningkatan resistensi arteri eklamsi mulai merayap naik menjadi penyebab
uterina yang sama halnya terjadi pada kasus kematian utama diindonesia dan dijawa barat
preeklampsia. khususnya. Berabgai faktor menjadi

15
penyebab utama meningkatnya kematian ibu seperti munculnya perasaan khawatir yang
akibat preeklampsi dan eklampsi. Mulai dari berlebihan,
karakteristik ibu , riwayat penyakit sebelumnya
ataupun factor social yang lainnya (Hidayat,
2015).
RSUD Majalaya merupakan salah satu
Rumah Sakit Rujukan yang ada di Wilayah
Kabupaten Bandung dengan angkat kejadian
preeklampsi yang cukup tinggi. Pada tahun 2013
diketahui kejadian Preeklampsi 146 kasus dari
2137 ibu bersalin (6,83%). Pada tahun 2014
kejadian preeklampsi 136 kasus dari 2217 ibu
bersalin (6,13%) dan pada tahun 2015 terdapat
141 kasus dari 2425 ibu bersalin (5,81%).
Meskipun terdapat penurunan angka kejadian
preeklampsi namun hal tersebut tidaklah
signifikan mengingat dampak yang ditimbulkan
hingga pada kematian ibu dan janin.

III. METODE PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan dalam


penelitian ini yaitu metode analitik korelatif,
dengan pendekatan case control. Variabel dalam
penelitian ini adalah kecemasan dan kejadian
preeklampsi. Populasi dan sampel adalah seluruh
pasen ibu hamil yang datang berkunjung ke
RSUD Majalaya baik rawat inap maupun rawat
jalan yang datang selama bulan april – Mei 2016,
yang dikumpulkan secara accidental sampling
dengan perbandingan 1:2 dengan jumlah sampel
90 responden, yaitu
30 responden kasus dan 60 responden kontrol.
Diagnosis Preeklampsi didapatkan berdasarkan
data rekam medik, sedangkan untuk kecemasan
menggunakan kuesioner baku dari Hamilton.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ibu hamil hipertensi mempunyai kecemasan


tinggi dalam menghadapi persalinan, dikarenakan
risiko yang besar yang akan dihadapi oleh dirinya
maupun bayi yang dilahirkan. Kondisi tersebut
akan bertambah sulit jika ibu hamil hipertensi
memiliki perasaan-perasaan yang mengancam
V. Hubungan Kecemasan pada ibu
hamil Terhadap Kejadian Preeklampsi
VI. di RSUD Majalaya Kab.Bandung
Periode Bulan Januari-Agustus 2016

Pre Kecemasan Total Pv


eklampsia Ringan Sedang Berat

Ya 0 29 11 30
(Kasus) 0% 63,4% 36,6% 100%
0,000
Tidak 26 26 8 60
(Kontrol) 43,3% 43,3% 13,4% 100%

Jumlah 26 45 19 90
28,9% 50% 21,1 100%

kecemasan dalam menghadapi kelahiran,


ketidakpahaman mengenai apa yang akan terjadi
di waktu persalinannya. Gejala-gejala tersebut
akan mempengaruhi kondisi ibu hamil hipertensi
baik secara fisik maupun psikis (Sijangga, 2010)
Meskipun dibeberapa teori tidak
pernah disinggung kaitannya dengan kejadian
preeklampsia, namun pada teori kecemasan yang
terjadi dalam waktu panjang dapat
mengakibatkan gangguan seperti pada tekanan
darah. Manifestasi fisiologi dari kecemasan
diantaranya meningkatnya tekanan darah
berhubungan dengan kontraksi pembuluh darah
reservoar seperti kulit, ginjal dan organ lain,
Sekresi urin meningkat sebagai efek dari
norepinefrin, retensi air dan garam meningkat
akibat produksi mineralokortikoid sebagai akibat
meningkatnya volume darah curah jantung
meningkat. (Rozikhan, 2007).
Kehamilan merupakan anugerah Tuhan
yang Maha Kuasa. Setiap wanita menginginkan
kehamilan berjalan sesuai harapan, akan tetapi
pada beberapa kasus kehamilan mengalami
komplikasi, baik dari sisi ibu maupun bayi
(Lubis, 2010).
Hasil wawancara dengan responden,
penyebab kecemasan dan ketakutan yang terjadi
pada ibu hamil preeklampsia menjelang persalinan Cemas dapat mempengaruhi kesehatan dan
antara lain: kecemasan terhadap diri sendiri yang menjadi faktor penting dalam kesehatan janin.
meliputi: takut mati, takut berpisah dengan bayi, Kecemasan pada ibu hamil dapat terkendali
cemas terhadap kesehatan, cemas terhadap rasa dengan baik apabila terdapat peran keluarga yang
nyeri saat persalinan, kemungkinan komplikasi saling mendukung. Terdapat hubungan peran
saat hamil atau bersalin, khawatir tidak segera keluarga terhadap kecemasan ibu hamil di poli
mendapat pertolongan dan perawatan saat kandungan RSUDZA Banda Aceh (Banita, 2015)
melahirkan. Kecemasan tidak langsung Apabila menemukan tanda gejala Ibu hamil
berhubungan dengan kehamilan dan persalinan, dengan masalah atau gangguan kejiwaan yang
seperti: takut suami tidak hadir saat persalinan, dapat mempengaruhi kesehatan/keselamatan ibu
takut beban hidup semakin berat dan takut akan maupun janin yang dikandungnya, maka dugaan
tanggung jawab sebagai ibu. Kecemasan terhadap kehamilan dengan gejala cemas, panik, obsesif-
anaknya, yang meliputi: bayi cacat, bayi kompulsif, depresi, mania atau skizofrenia harus
mengalami kelainan alat-alat tubuh, bayi ditegakkan untuk mendapatkan upaya apa yang
mengalami gangguan pertukaran zat dalam tubuh, harus dilakukan. Di tingkat Polindes upaya yang
takut keguguran dan kematian dalam kandungan. dilakukan diantaranya : kenali, rujuk, observasi
Ibu hamil yang mengalami kecemasan dan dan pascaterapi. Di Puskesmas : Diagnosis,
stres dapat mengakibatkan tekanan darahnya naik. Terapi psikoterapi, sedatif, rujuk bila gejala tetap
Hipertensi pada ibu hamil termasuk preeklampsia memburuk dan observasi pasca rujukan. Di
dapat menyebabkan bayi yang dilahirkan memiliki Rumah sakit diagnosis psikoanalis dan terapi
berat lahir rendah, bahkan kematian. Janin dalam sedatif, konsultasi dengan Psikolog/psikiater
rahim dapat merespon apa yang sedang dirasakan (Priyanto, 2009).
ibunya, seperti detak jantung ibu, semakin cepat
detak jantung ibu, semakin cepat pula pergerakan VII. KESIMPULAN
janin dalam rahim. Ibu hamil yang mengalami
kecemasan dapat meningkatkan detak jantung, dan Kecemasan merupakan bentuk adaptasi
ibu hamil yang hipertensi memiliki rasa cemas psikologis yang normal terhadap perubahan
karena senantiasa berfikir tentang kelangsungan psikologis yang terjadi pada perempuan selama
kehidupan janin hingga masa persalinan (Alder, hamilnya. Kecemasan adalah salah satu bentuk
2007). perubahan psikologis yang apabila berlangsung
Lingkungan emosional diketahui terus menerus dapat menyebabkan stress hingga
mempengaruhi morbiditas perinatal meskipun hal depresi.
tersebut masih jauh dari penyebab atau penentu Dukungan psikologis yang diperlukan
faktor utama, dan belum adayang menyebutkan oleh ibu hamil selain dari diri sendiri, pasangan
bahwa stres di berbagai rekomendasi global dan lingkungan keluarganya, adalah dari bidan
berhubungan dengan masih tingginya angka yang diberikan pada saat kunjungan ANC dengan
kematian perinatal. Lebih dari setengah wanita memberikan informasi yang baik (konseling)
hamil terkena stres, faktor risiko utama terjadinya untuk mengatasi setiap kecemasan yang dirasakan
stress yaitu dukungan keluarga dan orang klien serta mencegah kecemasan berkelanjutan
terkait (mitra-orang). Stres meningkatkan risiko yang bisa menyebabkan stress dan depresi yang
morbiditas pada ibu, seperti : gangguan organik akan berdampak pada kesehatan ibu dan janin.
(infeksi, gastritis dan gangguan hipertensi) atau
non organik (insomnia dan depresi) (Umba, 2014).
DAFTAR PUSTAKA

Alder Judith, et all. 2007. Depresion and Anxiety during Pregnancy : a risk factor for obstetric, fetal
and neonatal outcome? A critical review of the literature. The Journal of Maternal – Fetal and
Neonatal Medicine 20 (3) : 189-209.
Banita Sephtia. 2015. Hubungan antara peran keluarga terhadap kecemasan ibu hamil di Poli
Kandungan RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Skripsi FK. Universitah Syah Kuala
Darrusalam banda Aceh.
Hidayat Dini, 2015. Epidemiologi Preeklampsi, dalam Prosiding Simposium What’s New in
Preeclampsia. Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan Obstetri Gynekologi FK.
UNPAD, 12 Desember 2015
Hamilton. 1959. The Assesment of Anxiety States By Rating. British Journal of Medical Psychology.
Isworo. 2012. Hubungan antara kecemasan dengan kejadian preeklampsia di Kabupaten Banyumas
Jawa Tengah. Berita Kedokteran Masyarakat
;Vol. 28:no 1.
Kemenkes RI, 2014. Situasi Kesehatan Ibu. Infodatin - Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI. http:/www.depkes. go.id
Kumala Fatma Tiara, 2015. Hubungan antara kejadian Preeklampsia dan resiko depresi Antenatal. Di
RSI Sunan Kudus. Tesis Universitas Sebelas Maret Surakarta
Kurki, et all. 2010. Depression and anxiety in early pregnancy and risk for preeclampsia. The
American college of Obstetricians and Gynecologist, Volume 95 issue 4 p 487-490.
Lubis Lumongga Namora & Pieter Zan Herri, 2010. Pengantar Psikologi untuk Kebidanan. Jakarta
Priyanto A,. 2009. Komunikasi dan Konseling Aplikasi dalam Sarana Pelayanan Kesehatan untuk
Perawat dan Bidan. Jakarta: Salemba Medika. Halaman 49, 73-4
Qiu Chunfang, et all. 2009. Preeclampsia Risk in Relation to Maternal Mood and Anxiety Disorders
Diagnosed Before or During Pregnancy. American Journal of Hypertension (AJH), Volume 22 ;
issue 4 > 397-402.
Rozikhan. 2007. Faktor - Faktor Risiko Terjadinya Preeklampsia Berat di RS. Dr. H Soewondo
Kendal. Universitas Diponogoro Semarang.
Sijangga, WN. 2010. Hubungan Antara Strategi Coping dengan kecemasan Menghadapi Persalinan
pada Ibu Hamil Hipertensi. Skripsi Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Umba Tandu Barthelemy, 2014. Maternal Stress and Pregnancy Outcomes. Departement of obstetric
and gynaecology, University Clinics of Kinshasa, Democratif Republic of Congo. Open Journal of
obstetric and gynaecology Vol.4 361-370
Varney, H. 2006. buku ajar asuhan kebidanan, Jakarta, EGC. WHO.Millenium Development
Goals.2012[Accessed 06 Desember 2015]

32
Jurnal Perawat Indonesia, Volume 2 No 1, Hal 32 - 40, Mei 2018
e-ISSN 2548-7051
Persatuan
Jurnal Perawat
Perawat Nasional
Indonesia, Indonesia
Volume 2 NoJawa
1, HalTengah
23 - 29, Mei 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa
Tengah
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PREEKLAMPSIA
DI INDONESIA

Anita Setyawati1, Restuning Widiasih1, Ermiati1


1
Fakultas Keperawatan, Universitas Padjadjaran
anitasetyawati03@gmail.com/anita.setyawati@unpad.ac.id

Abstrak
VIII. Preeklampsia adalah kelainan multisistemik spesifik pada kehamilan yang ditandai oleh
timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu. Kondisi yang terjadi pada
kasus preeklampsia perlu ditangani dengan tepat karena preeklampsia dapat menimbulkan komplikasi
yang serius pada ibu dan janin. Sementara itu, hingga saat ini penyebab preeklampsia belum diketahui
secara pasti. Namun demikian, beberapa penelitian telah mengidentifikasi faktor-faktor yang
berhubungan dengan kejadian preeklampsia. Sehingga, studi literatur ini dilakukan untuk
mengidentifikasi faktor- faktor yang berhubungan dengan preeklampsia berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan di Indonesia. Studi literatur ini dilakukan dengan cara melakukan pencarian artikel
pada google cendekia, pengkategorian artikel sesuai kriteria inklusi, dan analisis artikel. Kata kunci yang
digunakan dalam pencarian artikel adalah : faktor-faktor dan preeklampsia. Pada pengaturan lanjutan
ditentukan artikel yang dicari adalah artikel pada tahun 2008-2018. Dalam pencarian tersebut
didapatkan 887 artikel. Kriteria inklusi yang digunakan dalam pencarian artikel adalah : (1) artikel berisi
tentang kejadian preeklampsia di Indonesia, (2) kata kunci yang digunakan dalam pencarian ada dalam
judul artikel, dan

(3) rancangan penelitian dalam artikel menggunakan case control design. Berdasarkan kriteria inklusi
tersebut, maka didapatkan 10 artikel yang dapat dianalisis untuk studi literatur ini. Berdasarkan analisis
yang telah dilakukan, telah teridentifikasi bahwa faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan
kejadian preeklampsia adalah karakteristik ibu, riwayat kehamilan, berat badan, riwayat penyakit kronis,
pengetahuan, dan riwayat kontrasepsi. Faktor-faktor resiko yang telah teridentifikasi ini diharapakan
dapat digunakan sebagai dasar untuk menganalisis program pencegahan preeklampsia dan menentukan
penatalaksanaan yang lebih tepat pada ibu hamil dengan preeklampsi di Indonesia.

Kata kunci: faktor, preeklampsia


Abstract

Literature Study: Related Factors With Preeclampsia Events In Indonesia. Preeclampsia is a specific multisystemic
disorder in pregnancy characterized by the onset of hypertension and proteinuria after 20 weeks' gestation.
Conditions that occur in cases of preeclampsia need to be handled appropriately because preeclampsia can cause
serious complications in the mother and fetus. Meanwhile, until now the cause of preeclampsia is not known for
certain. Nevertheless, several studies have identified factors associated with the incidence of preeclampsia. Thus,
this literature study was conducted to identify factors related to preeclampsia based on the results of studies that
have been conducted in Indonesia. This literature study is done by doing an article search on google scholar,
categorizing articles according to inclusion criteria, and article analysis. The keywords used in article search are:
factors and preeclampsia. In the advanced settings specified article sought is an article in 2008-2018. In this search
887 articles were obtained. The inclusion criteria used in article search are: (1) articles containing the incidence of
preeclampsia in Indonesia, (2) the keywords used in the search are in the title of the article, and (3) the research
design in the article using case control design. Based on the inclusion criteria, 10 articles can be analyzed for this
literature study. Based on the analysis that has been done, has been identified that risk factors associated with the
incidence of preeclampsia are mother characteristics, pregnancy history, body weight, history of chronic diseases,
knowledge, and history of contraception. These identified risk factors are expected to be used as a basis for
analyzing prevention programs of preeclampsia and establishing more appropriate management in pregnant
women with preeclampsia in Indonesia.

33
Keywords: factor, preeclampsia

34
IX. Pendahuluan dengan primigravida;
Dalam kerangka Sustainable
Development Goals (SDGs), menurunkan
Angka Kematian Ibu (AKI) masih menjadi
salah satu target utama bidang
kesehatan(World Health Organization, 2016).
WHOmencanangkan bahwa AKIdiharapkan
menurun hingga 70 per
100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030
(World Health Organization, 2016).
Sementara berdasarkan Survei Demografi
Kependudukan Indonesia (SDKI) tahun
2015, AKI di Indonesia adalah 305 per
100.000 kelahiran hidup(Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Barat, 2015).
AKI adalah jumlah kematian ibu selama
masa kehamilan, persalinan, dan nifas yang
disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan
nifas serta pengelolaannya tetapi bukan
karena sebab – sebab lain seperti kecelakaan,
terjatuh, dan lain – lain di setiap
100.000 kelahiran
hidup(KementerianKesehatanRepublikInd
onesia, 2011). Seiring dengan pernyataan di
atas, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian
Kesehatan mengungkapkan bahwa
penyebab tertinggi AKIdi Indonesia
adalah 32,4% hipertensi dan/atau
preeklampsia serta 20,3% perdarahan post
partum.
Preeklampsia adalah kelainan
multisistemik spesifik pada kehamilan yang
ditandai oleh timbulnya hipertensi dan
proteinuria setelah umur kehamilan 20
minggu (Rahmadhayanti, Hayati, & Saleh,
2014). Kondisi yang terjadi pada kasus
preeklampsia perlu ditangani dengan tepat
karena preeklampsia dapat menimbulkan
komplikasi yang serius pada ibu dan janin.
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dan
janin meliputi komplikasi maternal dan
komplikasi fetal yang dapat mengancam
nyawa(Heazell, 2010).
Sementara itu, hingga saat ini penyebab
preeklampsia belum diketahui secara
pasti(Velde, Scholefield, & Plante, 2013).
Namun demikian, resiko preeklampsia
diketahui dapat meningkat pada ibu hamil
grandmultigravida; kehamilan yang tentang kejadian preeklampsia di Indonesia,
langsung terjadi setelah perkawinan; ibu (2) kata kunci yang digunakan
hamil dengan usia kurang dari 20 tahun
atau lebih dari 35 tahun; janin besar;
kehamilan lebih dari satu (kembar);
morbid obesitas; riwayat preeklampsia
pada kehamilan sebelumnya; riwayat
keluarga dengan preeklampsia; ibu hamil
dengan gangguan fungsi organ (diabetes
mellitus, penyakit ginjal, migrain, dan
hipertensi); serta ibu hamil dengan hydrops
foetalis, mola hidatidosa, anti fosfolipid
antibodies, dan infeksi saluran kemih
(Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2004;
Cunningham et al., 2012).
Akan tetapi, faktor resiko
preeklampsia di atas merupakan faktor
resiko yang didapatkan dari hasil-hasil
penelitian di Luar Indonesia. Padahal di
Indonesia juga terdapat hasil-hasil
penelitian yang meneliti faktor-faktor yang
berhubungan dengan
kejadian
preeklampsia. Hasil-hasil penelitian yang
mengidentifikasi adanya faktor resiko
preeklampsia di Indonesia tentu dapat
digunakan sebagai dasar untuk
menganalisis program pencegahan
preeklampsia dan
menentukan
penatalaksanaan yang lebih tepat pada ibu
hamil dengan preeklampsia. Oleh karena
itu, studi literatur ini dilakukan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang
berhubungan dengan
kejadian
preeklampsia di Indonesia.

X. Metode

Studi literatur ini dilakukan dengan


cara melakukan pencarian artikel pada
google cendekia, pengkategorian artikel
sesuai kriteria inklusi, dan analisis artikel.
Kata kunci yang digunakan dalam
pencarian artikel adalah : faktor-faktor dan
preeklampsia. Pada pengaturan lanjutan
ditentukan artikel yang dicari adalah
artikel pada tahun 2008-2018. Dalam
pencarian tersebut didapatkan 887 artikel.
Kriteria inklusi yang digunakan dalam
pencarian artikel adalah : (1) artikel berisi
dalam pencarian ada dalam judul artikel, dan
(3) rancangan penelitian dalam artikel Kategori faktor resiko karakteristik ibu
menggunakan case control design. hamilterdiri dari usia, tingkat pendidikan
Berdasarkan kriteria inklusi tersebut, maka terakhir, dan pekerjaan.
didapatkan sepuluh artikel yang dapat Tabel 1 menunjukkan bahwa sembilan
dianalisis untuk studi literatur ini. dari sepuluh artikel menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara usia
XI. Hasil dengan kejadian preeklampsia (p<0,05)
(Agustin & Indriani, 2013; Aidah, Suesti, &
Berdasarkan sepuluh artikel yang Sulistyaningsinh, 2013; Andriyani, 2012;
dianalisis, didapatkan enam kategori faktor Astuti, 2016; Nurhasanah & Indriani, 2017;
resiko yang berhubungan dengan kejadian Saraswati & Mardiana, 2016; Situmorang,
preeklampsia di Indonesia, antara lain : Damantalm, Januarista, & Sukri, 2016; Umar
karakteristik ibu hamil, riwayat kehamilan, & Wardani, 2017; Yani & Suyani, 2017).
peningkatan berat badan atau obesitas, Penelitian- penelitian tersebut
riwayat penyakit kronis, pengetahuan tentang mengelompokkan usia berdasarkan kelompok
kehamilan dan masalah kehamilan, serta usia beresiko (<20 tahun dan >35 tahun) dan
riwayat kontrasepsi hormonal. Hasil studi kelompok usia tidak beresiko (20-35 tahun).
literatur ini ditampilkan pada tabel 1.

Tabel 1.
Kategori Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia
Kategori Faktor p
Resiko

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
(Umar & Yani &(Nurhasanah &(Sutrimah, (Situmorang (Saraswati (Astuti, (Agustin (Aidah et (Andriyani,
Wardan, 2017)
Suyan, Indriani, 2017) Mifbakhuddin, &et al., 2016) & Mardiana,2016) & Indriani, al., 2013) 2012)
2017) Wahyuni, 2015) 2016) 2013)
Usia 0,004 0,001 0,000 0,768 0,000 0,0001 0,017 0,000 0,046 0,001
Karakteristik Tingkat - - 0,001 - - 0,082 0,002 0,823 - 0,001
Pendidikan
Pekerjaan - - 0,631 - - 0,287 0,166 - - 0,001

Paritas 0,000 0,001 0,000 0,313 0,765 0,009 0,793 - 0,010 0,001
ANC - - - - 0,813 0,0001 0,215 - - -
Riwayat Jarak antar - - - - - - 0,698 0,996 0,004 -
Kehamilan Kehamilan
Kehamilan - - - 1,0 - 0,584 - 0,015 0,316 -
Kembar
Berat Badan Obesitas - 0,005 0,027 - - - - - - -

Hipertensi 0,000 - - - - 0,0001 0,000 - 0,023 -


Preeklampsia 0,000 - - 0,01 - 0,0001 - - 0,155 0,001
Riwayat Keturunan - - 0,012 - - 0,033 - - 0,237
Penyakit Preeklampsia
Kronis Selain - 0,002 0,021 - - 0,235 0,841 0,181 0,316 -
Hipertensi
dan
Preeklampsia

Tentang - - - - 0,000 - - - - -

Pengetahuan Kehamilan
dan Masalah
Kehamilan

Riwayat Hormonal - - 0,048 - - - - - - -


Kontrasepsi
XII. Pembahasan
didapat, maka seseorang akan lebih terbiasa
Satu dari sembilan hasil penelitian menerima dan memahami informasi yang
tersebut menunjukkan bahwa ibu yang diberikan. Sehingga ibu hamil dengan tingkat
berusia <20 atau >35 tahun memiliki pendidikan lebih tinggi akan lebih mudah
kemungkinan 3-4 kali lebih besar untuk memahami informasi kesehatan tentang
mengalami preeklampsia dibandingkan kehamilan dan berpikir lebih rasional dalam
dengan ibu yang berusia 20-35 tahun(Agustin menghadapi masalah pada kehamilan yang
& Indriani, 2013). Hal ini dikarenakan oleh salah satunya mengarah pada kejadian
usia dapat mempengaruhi peningkatan dan preeklampsia.
penurunan fungsi tubuh manusia serta status Selanjutnya tabel 1 menunjukkan
kesehatan manusia yang dalam hal ini adalah bahwa empat dari sepuluh artikel meneliti
ibu hamil(Situmorang et al., 2016).Pada usia tentang status pekerjaan sebagai faktor resiko
<20 tahun diketahui bahwa organ reproduksi terjadinya preeklampsia. Satu dari empat
perempuan belum siap dan atau matang artikel tersebut menunjukkan bahwa terdapat
secara sempurna, sementara pada usia >35 hubungan yang signifikan antara status
tahun atau semakin bertambahnya usia ibu pekerjaan dengan kejadian preeklampsia
hamil, dapat terjadi proses degeneratif yang (p=0,001) (Andriyani, 2012). Hasil
menyebabkan terjadinya pengerasan dinding penelitiannya mendapatkan bahwa ibu yang
pembuluh darah yang selanjutnya bekerja mempunyai kemungkinan
menyebabkan terjadinya penyempitan 4 kali lebih besar untuk mengalami
pembuluh preeklampsia dibandingkan dengan ibu yang
darah(Lowdermilk, Perry, & Cashion, 2010). tidak bekerja. Hal ini sejalan dengan teori
Sehingga aliran darah memerlukan tekanan Klonof bahwa perempuan yang bekerja di
darah yang lebih besar agar dapat melalui luar rumah memiliki resiko lebih tinggi untuk
pembuluh darah. Hal ini ditunjukkan dengan mengalami preeklampsia jika dibandingkan
adanya peningkatan tekanan darah sebagai dengan ibu rumah tangga. Pekerjaan
salah satu tanda dari preeklampsia. dikaitkan dengan adanya aktifitas fisik dan
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa lima stres (Agustin, 2016). Sementara itu, adanya
dari sepuluh artikel meneliti tentang tingkat stres pada tubuh seseorang dapat merangsang
pendidikan terakhir sebagai faktor resiko pelepasan endotel pada pembuluh darah yang
terjadinya preeklampsia. Tiga dari lima dapat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
artikel tersebut menunjukkan adanya darah dan mengakibatkan peningkatan
hubungan yang signfikan antara usia dengan tekanan darah yang mengarah pada
kejadian preeklampsia (p<0,05) (Andriyani, preeklampsia (Agustin & Indriani, 2013).
2012; Astuti, 2016; Nurhasanah & Indriani, Selain itu, pengaruh stres akan merangsang
2017). Ketiga penelitian tersebut kelenjar anak ginjal atau adrenal untuk
mengelompokkan tingkat pendidikan terakhir mengeluarkan hormon adrenalin. Hormon
berdasarkan kelompok tingkat pendidikan adrenalin akan bekerja dan memacu denyut
rendah (SD dan SMP) dan kelompok tingkat jantung lebih cepat yang berdampak pada
pendidikan tinggi (SMA dan perguruan peningkatan tekanan darah (Nurhasanah &
tinggi).Satu dari lima hasil penelitian tersebut Indriani, 2017).
menunjukkan bahwa ibu hamil dengan Sementara kategori faktor resiko
tingkat pendidikan terakhir SMP dan riwayat kehamilan terdiri dari faktor resiko
kebawahnya dapat mempengaruhi 2-3 kali paritas, antenatal care (ANC), jarak antar
lebih besar untuk terjadinya preeklampsia. kehamilan, dan kehamilan kembar.
Hal ini dapat disebabkan oleh semakin Tabel 1 menunjukkan bahwa sembilan
banyak pendidikan yang dari sepuluh artikel meneliti tentang status
paritas sebagai faktor resiko
kejadian preeklampsia. Enam dari sembilan
artikel tersebut menunjukkan adanya preeklampsia (p=0,004) (Aidah et al., 2013).
hubungan yang signifikan antara status Hasil penelitiannya membuktikan bahwa ibu
paritas dengan kejadian preeklampsia hamil dengan jarak antar kehamilan <2 atau
(p<0,05) (Aidah et al., 2013; Andriyani, >5 tahun memiliki kemungkinan 2-3 kali
2012; Nurhasanah & Indriani, 2017; lebih besar untuk mengalami
Saraswati & Mardiana, 2016; Umar & preeklampsia jika
Wardani, 2017; Yani & Suyani, 2017). Hasil dibandingkan dengan ibu hamil yang
penelitian Aidah et al. (2013) membuktikan memiliki jarak antar kehamilan 2-5 tahun.
bahwa ibu hamil primipara memiliki Hal ini dapat dikarenakan sumber biologis
kemungkinan 4-5 kali lebih besar untuk tubuh ibu secara sistematis akan terpakai
mengalami preeklampsia selama masa kehamilan, dan untuk kehamilan
dibandingkan dengan ibu hamil multipara berikutnya membutuhan waktu 2-5 tahun
bahkan grande multipara. Hal ini dapat agar kondisi tubuh ibu kembali seperti
terjadi karena pada kehamilan pertama kondisi sebelum hamil. Apabila terjadi
cenderung terjadi kegagalan pembetukan kehamilan berikutnya sebelum 2 tahun, maka
blocking antibodies terhadap antigen plasenta kesehatan ibu dapat mengalami kemunduran
sehingga timbul respon imun yang tidak secara progresif.
menguntungkan yang mengarah pada Selain itu tabel 1 juga menunjukkan
preeklampsia. bahwa terdapat empat dari sepuluh artikel
Pada tabel 1 juga ditunjukkan bahwa yang meneliti tentang kehamilan kembar
terdapat tiga dari sepuluh artikel yang sebagai faktor resiko terjadinya preeklampsia.
meneliti tentang riwayat ANC sebagai faktor Satu dari empat artikel tersebut menunjukkan
resiko terjadinya preeklampsia. Satu dari tiga bahwa terdapat hubungan yang signifikan
artikel tersebut menunjukkan bahwa terdapat antara kehamilan kembar dengan kejadian
hubungan yang signifikan antara riwayat preeklampsia (p=0,015) (Agustin & Indriani,
mengikuti ANC dengan kejadian 2013). Hasil penelitian tersebut sejalan
preeklampsia (p=0,0001) (Saraswati & dengan hasil penelitian Kristen et al. (2015)
Mardiana, 2016). Hasil penelitiannya bahwa ibu hamil kembar memiliki
mendapatkan bahwa ibu hamil yang tidak kemungkinan 3 kali lebih besar untuk
mengikuti ANC memiliki kemungkinan 17 mengalami preeklampsia.
kali lebih besar untuk mengalami Sementara itu, berdasarkan kategori
preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil faktor resiko berat badan (obesitas),
yang mengikuti ANC. Hal ini berkaitan didapatkan dua dari sepuluh artikel yag
dengan pernyataan Kementerian Keseharan meneliti tentang obesitas sebagai faktor
Republik Indonesia bahwa melalui ANC ibu resiko terjadinya preeklampsia. Kedua artikel
hamil bisa mendapatkan informasi kesehatan tersebut menunjukkan bahwa terdapat
tentang tumbuh kembang kehamilannya serta hubungan yang signifikan antara obesitas
dapat mengenali secara dini adanya penyulit dengan kejadian preeklampsia (p<0,05)
dalam kehamilannya, sehingga dapat (Nurhasanah & Indriani, 2017; Yani &
terhindar dari preeklampsia. Suyani, 2017). Hasil penelitian tersebut
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa membuktikan bahwa ibu hamil dengan
terdapat tiga dari sepuluh artikel yang obesitas memiliki kemungkinan 2-
meneliti tentang jarak antar kehamilan 3 kali lebih besar ntuk mengalami
sebagai faktor resiko terjadinya preeklampsia. preeklampsia dibandingkan ibu hamil yang
Satu dari tiga artikel tersebut menunjukkan tidak obesitas. Obesitas disebabkan karena
bahwa terdapat hubungan yang signifikan banyak faktor seperti faktor genetik,
antara riwayat lama jarak antar kehamilan gangguan metabolik, dan konsumsi makanan
dengan kejadian yang berlebihan. Semakin gemuk seseorang
maka jumlah darah yang ada
pada tubuh juga akan semakin banyak
sehigga akan semakin berat juga fungsi membuktikan bahwa ibu hamil dengan
pompa jantungnya yang ditandai dengan riwayat preeklampsia pada kehamilan
peningkatan tekanan darah. Jika hal ini sebelumnya memiliki kemungkinan 20 kali
berlangsung terus menerus tanpa penanganan, lebih besar untuk mengalami preeklampsia.
maka hal ini dapat engarah pada terjadinya Pada tabel 1 juga didapatkan bahwa
preeklampsia. terdapat tiga dari sepuluh artikel yang
Berikutnya berdasarkan kategori faktor meneliti tentang riwayat keturunan
resiko riwayat penyakit kronis terdiri dari preeklampsia sebagai faktor resiko terjadinya
hipertensi, preeklampsia, keturunan preeklampsia. Dua dari tiga artikel tersebut
preeklampsia, dan penyakit selain hipertensi. menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat signifikan antara riwayat keturunan
empat dari sepuluh artikel yang meneliti preeklampsia dengan kejadian preeklampsia
tentang riwayat hipertensi sebagai faktor (p<0,05) (Nurhasanah & Indriani, 2017;
resiko terjadinya preeklampsia. Keempat Saraswati & Mardiana, 2016). Hasil
artikel tersebut menunjukkan bahwa terdapat penelitian Saraswati dan Mardiani (2016)
hubungan yang signifikan antara riwayat membuktikan bahwa ibu hamil dengan
hipertensi dengan kejadian preeklampsia riwayat keturunan preeklampsia pada ibu dan
(p<0,05) (Aidah et al., 2013; Astuti, 2016; keluarganya memiliki kemungkinan 2- 3 kali
Saraswati & Mardiana, 2016; Umar & lebih besar mengalami preeklampsia
Wardani, 2017). Hasil penelitian Umar dan dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak
Wardani (2017) serta Saraswati dan Mardiana mempunyai riwayat keturunan
(2016) membuktikan bahwa ibu hamil dengan preeklampsia. Hasil penelitian ini
riwayat hipertensi memiliki kemungkinan 6 membuktikan teori Norwitz (2008) yang
kali lebih besar untuk mengalami menyatakan bahwa preeklampsia merupakan
preeklampsia dibandingkan sindrom yang diturunkan. Sindrom ini lebih
dengan ibu hamil yang tidak memiliki sering ditemukan pada anak perempuan dari
riwayat hipertensi. Hal ini selaras dengan ibu yang mempunyai riwayat preeklampsia
pernyataan(Cunningham et al., 2012)bahwa atau mempunyai riwayat preeklampsia dalam
pada sebagian ibu hamil dengan riwayat keluarganya.
hipertensi kronis, maka dapat tarjadi Selain itu tabel 1 menunjukkan bahwa
perburukan kondisi hipertensi pada terdapat enam dari sepuluh artikel yang
kehamilan berikutnya. hipertensi yang meneliti tentang riwayat penyakit selain
diperberat oleh kehamilan dapat disertai hipertensi dan preeklampsia sebagai faktor
dengan proteinuria atau edema patologis yang resiko terjadinya preeklampsia. Dua dari
kemudian disebut dengan superimposed enam artikel tersebut menunjukkan bahwa
preeclampsia. terdapat hubungan yang signifikan antara
Tabel 1 juga menunjukkan bahwa riwayat penyakit selain hipertensi dan
terdapat lima dari sepuluh artikel yang preeklampsia dengan kejadian preeklampsia
meneliti tentang riwayat preeklampsia (p<0,05) (Nurhasanah & Indriani, 2017; Yani
sebagai faktor resiko terjadinya preeklampsia. & Suyani, 2017). Hasil penelitian
Empat dari lima artikel tersebut menunjukkan Nurhasanah (2017) membuktikan bahwa ibu
bahwa terdapat hubungan yang signifikan hamil dengan riwayat menderita penyakit
antara riwayat preeklampsia dengan kronis memiliki kemungkinan 2 kali lebih
kejadian preeklampsia besar untuk mengalami preeklampsia
(p<0,05) (Andriyani, 2012; Saraswati & dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak
Mardiana, 2016; Sutrimah et al., 2015; Umar menderita riwayat penyakit kronis. Angka
& Wardani, 2017). Hasil penelitian Saraswati kejadian preeklampsia akan meningkat
dan Mardiana (2016)
pada ibu hamil yang memiliki riwayat
penyakit kronis sebelumnya karena pembuluh digunakan dalam jangka waktu yang lama
darah plasenta sudah mengalami gangguan akan menimbulkan efek samping lain. Kedua
sebelumnya. hormon tersebut memiliki kemampuan untuk
Selanjutnya berdasarkan kategori faktor memperoleh retensi ion natrium dan sekresi
resiko pengetahuan tentang kehamilan dan air disertai kenaikan aktivitas renin plasma
masalah kehamilan, terdapat satu dari dan pembentukan angiotensin sehingga dapat
sepuluh artikel yang meneliti tentang memicu terjadinya peningkatan tekanan
pengetahuan sebagai faktor resiko terjadinya darah yang mengarah pada preeklampsia.
preeklampsia. Artikel tersebut menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan XIII. Simpulan dan Saran
antara pengetahuan dengan kejadian
Berdasarkan hasil dan pembahasan di
preeklampsia (p=0,000) (Situmorang et al.,
atas, maka studi literatur ini menunjukkan
2016). Ibu hamil dalam penelitian tersebut
bahwa faktor-faktor resiko yang berhubungan
mengatakan bahwa pengetahuan tentang
dengan kejadian
kehamilan dan masalah kehamilan sangat
preeklampsia adalah karakteristik ibu, riwayat
penting, karena dengan memiliki
kehamilan, berat badan, riwayat penyakit
pengetahuan tentang kehamilannya, maka
kronis, pengetahuan, dan riwayat kontrasepsi.
mereka dapat mengetahui dan mengatasi
Faktor-faktor resiko yang telah teridentifikasi
tanda dan gejala dari masalah yang
ini diharapakan dapat digunakan sebagai
dialaminya. Selain itu, dengan pengetahuan
dasar untuk menganalisis program
yang baik, ibu hamil dapat terlindungi dari
pencegahan preeklampsia dan
kecemasan dalam menghadapi masalah
menentukan
kehamilan sehingga tercapai derajat
penatalaksanaan yang lebih tepat pada ibu
kesehatan yang baik bagi ibu hamil.
hamil dengan preeklampsi di Indonesia.
Sementara itu berdasarkan faktor resiko
riwayat kontrasepsi hormonal, terdapat satu XIV. Daftar Pustaka
dari sepuluh artikel yang meneliti tentang
riwayat kontrasepsi hormonal sebagai faktor XV. Agustin, D. P., & Indriani. (2013).
resiko terjadinya preeklampsia. Artikel Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan
tersebut menunjukkan Kejadian Preeklampsia pada Ibu Hamil di
bahwa terdapat hubungan yang signifikan RSUD Panembahan Senopati Bantul
Yogyakarta Tahun 2012. STIKES
antara riwayat kontrasepsi hormonal dengan
’Aisyiyah Yogyakarta. Retrieved from
kejadian preeklampsia (p=0,048) http://digilib.unisayogya.ac.id/1341/
(Nurhasanah & Indriani, 2017). Hasil
penelitian tersebut membuktikan bahwa ibu
hamil dengan riwayat penggunaan Aidah, S., Suesti, & Sulistyaningsinh. (2013).
Faktor-Faktor Resiko yang Berhubungan
kontrasepsi hormonal memiliki kemungkinan
dengan Kejadian Preeklampsia pada Ibu
1-2 kali lebuh besar untuk mengalami Bersalin di RS PKU Muhammadiyah
preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil Yogyakarta Tahun 2010-2012. STIKES
yang tidak memiliki riwayat penggunaan
kontrasepsi hormonal. Sebagian besar ’Aisyiyah Yogyakarta. Retrieved
from http://digilib.unisayogya.ac.id/id/epri
kontrasepsi hormonal mengandung hormon
nt/1423
estrogen dan progesteron. Hormon dalam
kontrasepsi ini telah diatur sedemikian rupa Andriyani, R. (2012). Faktor Risiko Kejadian Pre-
sehingga mendekati kadar hormon dalam Eklampsia di RSUD Arifin Achmad. Jurnal
tubuh akseptor. Namun jika Kesehatan
Komunitas, 2(1), 1–5. M. I. (2014). Hubungan Polimorfisme
https://doi.org/https://doi.org/10.2531 Gen Reseptor
1/jkk.Vol2.Iss1.38
Angiotensin II Tipe 1 1166 A / C Dengan
Astuti, S. P. (2016). Faktor-Faktor Yang Kejadian Preeklampsia.
Berhubungan Dengan Kejadian Majalah Kedokteran Sriwijaya, 46(1),
Preeklampsia Kehamilan di Wilayah Kerja 52–58. Retrieved from
http://ejournal.unsri.ac.id/index.php/
Puskesmas Pamulang Kota Tangerang
mks/article/view/2682
Selatan Tahun 2014- 2015.
Retrieved from Saraswati, N., & Mardiana. (2016). Faktor Risiko
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/h yang Berhubungan dengan Kejadian
andle/123456789/29646 Preeklampsia pada Ibu Hamil (Studi Kasus
di RSUD Kabupaten Brebes Tahun 2014).
Unnes Journal of Public Health, 5(2),
Bobak, I. M., Lowdermilk, D. L., & Jensen, M. D. 90–99.
(2004). Maternity Nursing. San Francisco: https://doi.org/10.15294/ujph.v5i2.10 106
Mosby-Year Book.
Situmorang, T. H., Damantalm, Y., Januarista, A.,
Cunningham, F. G., Gants, N. F., Leveno, & Sukri. (2016). Faktor - Faktor yang
K. J., Gilstrap, L. C., Hault, J. C., & Berhubungan dengan Kejadian Preeklampsia
Wenstrom, K. D. (2012). Williams pada Ibu Hamil di Poli KIA RSU Anutapura
Obstetrics. New York: McGraw-Hill. Palu. Jurnal Kesehatan Tadulako, 2(1), 34–
44.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat. (2015).
Angka Kematian Ibu. Retrieved from Sutrimah, Mifbakhuddin, & Wahyuni, D. (2015).
www.diskes.jabarprov.go.id Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Kejadian Preeklampsia pada Ibu Hamil di
KementerianKesehatanRepublikIndonesia. (2011). RS Roemani Muhammadiyah Semarang.
Jaminan Persalinan, Upaya Terobosan Jurnal Kebidanan Universitas
Kementerian Kesehatan dalam Percepatan Muhammadiyah Semarang, 4(1).
Pencapaian Target MDGs. https://doi.org/https://doi.org/10.2671
Retrieved from 4/jk.4.1.2015.1-10
http://www.kesehatanibu.depkes.go.i
d/archives/99 Umar, M. Y., & Wardani, P. K. (2017). Faktor-
Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Lowdermilk, Perry, & Cashion. (2010). Pre-Eklampsia pada Perempuan Bersalin.
Maternity Nursing. Mosby. JUrnal Ilmu Kesehatan Aisyah, 2(1), 45–50.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.30
Nurhasanah, D. N., & Indriani. (2017). Faktor- 604/jika.v2i1.31
Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Preeklampsia pada Ibu Hamil di RSUD Velde, M. Van de, Scholefield, H., & Plante, L. A.
(Eds.). (2013). Maternal Critical Care.
Panembahan Senopati Bantul Tahun 2016.
Cambridge: Cambridge University Press.
Universitas ’Aisyiyah Yogyakarta. Retrieved
from
World Health Organization. (2016).
http://digilib.unisayogya.ac.id/3028/
Sustainable Development Goals.
Rahmadhayanti, E., Hayati, L., & Saleh, Retrieved from www.who.int

Anda mungkin juga menyukai