Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pulp merupakan bahan baku pembuatan kertas dan senyawa-senyawa
kimia turunan selulosa. Bahan dasar pembuatan pulp yang paling utama adalah
selulosa yang banyak dijumpai pada semua jenis tumbuhan yang berfungsi
sebagai pembentuk sel (Indriana dkk, 2018).
Berdasarkan data kementrian lingkungan hidup dan kehutanan pada tahun
2016 yang menyatakan bahwa komoditas ekspor hasil hutan tertinggi di Indonesia
adalah pulp dan kertas, yang mencapai hampir 50% dari seluruh komoditas ekspor
hasil hutan. Kedua komoditas tersebut berasal dari 25.856.152 m3 serpih kayu
(chip), sekitar 38% dari total komoditas hasil hutan (Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, 2016).
Selain itu, menurut laporan Kementerian Perindustrian tahun 2015,
komoditas pulp dan kertas memiliki nilai ekspor yang cukup stabil pada kisaran
USD 5,333–5,644 juta dalam kurun waktu tahun 2012 sampai 2015, dan masuk
dalam delapan besar komoditas ekspor industri non-migas (Kementerian
Perindustrian, 2016).
Saat ini, bahan baku pulp dan kertas berasal dari Hutan Tanaman Industri
(HTI) di Indonesia seluas 10.700.842,33 ha. Luasan HTI di Sumatera tercatat
4.641.643,9 ha dan luasan HTI di Riau mencapai 1.631.304 ha (Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2016).
Dapat diketahui bahwa bahan dasar pembuatan pulp adalah kayu,
sedangkan kayu sendiri bukan hanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan
pulp saja, melainkan juga digunakan sebagai bahan bangunan dan bahan baku
industri mebel. Oleh karena itu dibutuhkan bahan alternatife pengganti kayu untuk
mengurangi dampak penebangan hutan yang meluas.
Bahan baku alternatif sebagai pengganti kayu dalam pembuatan pulp
diantaranya yaitu rumput gajah, sabut kelapa, pinang, klobot, pelepah tanaman
salak, bulu ayam dan pelepah pisang. Kandungan yang dibutuhkan dalam proses

1
pembuatan kertas yaitu selulosa dalam bentuk serat sehingga sebagian besar
tanaman dapat digunakan sebagai bahan baku kertas. Kandungan selulosa yang
digunakan acuan dalam pembuatan kertas menurut industri kimia yaitu memiliki
kandungan selulosa tinggi (Bahri, 2015).
Pelepah pisang (Musa paradisiaca) adalah salah satu bagian dari tanaman
pisang yang kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Umumnya pelepah pisang
dibuang dan dibakar yang menyenbabkan penumpukan sampah. Pentingnya
pengelolaan sampah dilakukan untuk mengurangi jumlah sampah dan mengurangi
proses pembakaran sampah. Pengelolaan sampah merupakan salah satu kegiatan
yang dilakukan dengan cara pengumpulan, pengangkutan, dan pemprosesan daur
ulang sampah (Purwandari dkk, 2018).
Pelepah pisang biasanya berbentuk kumpulan pelepah yang berdiri tegak
membentuk pohon pisang. Pohon pisang yang sudah berbuah akan segera mati
dan biasanya akan didiamkan hingga menjadi pupuk, sehingga bagian-bagian
pohon pisang seperti daun, tandan pisang dan khususnya pelepah pisang kurang
dimanfaatkan (Bahri, 2015).
Produksi buah pisang dan tanaman pisang di Indonesia semakin lama
semakin meningkat, hal ini bisa diketahui dari data yang diperoleh dari Pusat
Data dan Sistem Informasi Pertanian pada tahun 2006 sampai tahun 2008 yaitu
pada tahun 2006 produksi buah pisang di Indonesia mencapai 5.037.472 ton
dengan luas tanaman pisang sekitar 94.144 ha, pada tahun 2007 produksi buah
pisang di Indonesia mencapai 5.454.226 ton dengan luas tanaman pisang sekitar
98.143 ha, dan pada tahun 2008 produksi buah pisang di Indonesia mencapai
6.004.615 ton dengan luas tanaman pisang sekitar 107.791 ha (Ahda, 2016).
Pelepah pisang memiliki jaringan selular dengan pori-pori yang saling
berkaitan sehingga ketika dilakukan proses pengeringan akan menjadi padat.
Pelepah pisang merupakan tanaman dengan daya simpan lama, ditemukan di
banyak tempat sebagai limbah pertanian, dan biaya yang dikeluarkan cukup
rendah dalam perolehan bahan maupun penanganan bahan yang dilakukan.
Pelepah pisang memiliki kandungan selulosa lebih dari 80 % dan lignin yang
rendah sebesar 2.97 % (Bahri, 2015). Berdasarkan nilai kandungan selulosanya

2
maka pelepah pisang dapat digunakan sebagai alternatif bahan baku pulp
pengganti kayu. Pelepah pisang banyak jenisnya, jenis pelepah pisang yang
digunakan dalam pembutan pulp adalah jenis pelepah pisang klutuk.
Pembuatan pulp dari pelepah pisang sudah pernah dilakukan oleh
Bahri (2015) dan Afifah (2019) dengan tujuan untuk mengetahui waktu
pemasakan dan konsentrasi NaOH yang optimal dalam membuat pulp. Pada
penelitian ini bertujuan untuk menentukan perbandingan antara bahan baku dan
volume pelarut secara optimal, serta menentukan temperatur pemasakan yang
tepat dalam membuat pulp dari pelepah pisang klutuk.
1.2. Perumusan Masalah
Permasalahan dalam penelitian ini adalah menentukan perbandingan
antara bahan baku dan volume pelarut secara optimal, serta menentukan
temperatur pemasakan yang tepat dalam membuat pulp dari pelepah pisang
klutuk.
1.3 Tujuan
Berdasarkan uraian diatas, penelitian ini direncanakan dengan tujuan
sebagai berikut :
a. Menghasilkan rendemen pulp dengan kuantitas yang tinggi.
b. Dapat menentukan perbandingan bahan baku dan volume pelarut secara
optimal dalam membuat pulp.
c. Dapat menentukam temperature pemasakan yang tepat dalam membuat
pulp.
I.4Manfaat
Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Mampu memanfaatkan limbah pelepah pisang klutuk sebagai bahan
baku pembuatan pulp
b. Mengetahui perbandingan bahan baku dan volume pelarut secara
optimal dalam membuat pulp.
c. Mengetahui temperatur pemasakan yang tepat dalam membuat pulp
dengan bahan baku pelepah pisang.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelepah Pisang


Tanaman Pisang (Musa Paradisiaca) merupakan tumbuhan yang berasal
dari Asia dan tersebar di Spanyol, Italia, Indonesia dan bagian dunia lainnya. Pada
dasarnya tanaman pisang merupakan tumbuhan yang tidak memiliki batang sejati.
Batang pohonnya terbentuk dari perkembangan dan pertumbuhan pelepahnya
yang mengelilingi poros lunak panjang yang disebut pelepah pisang (Veronika,
2016). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Pelepah Pisang


Pelepah pisang (Musa paradisiaca) adalah salah satu bagian dari tanaman
pisang yang kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Umumnya pelepah pisang
dibuang dan dibakar yang menyenbabkan penumpukan sampah. Pentingnya
pengelolaan sampah dilakukan untuk mengurangi jumlah sampah dan mengurangi
proses pembakaran sampah. Pengelolaan sampah merupakan salah satu kegiatan
yang dilakukan dengan cara pengumpulan, pengankutan, dan pemprosesan daur
ulang sampah (Purwandari dkk, 2018).
Pelepah pisang biasanya berbentuk kumpulan pelepah yang berdiri tegak.
Pohon pisang yang sudah berbuah akan segera mati dan biasanya akan didiamkan
hingga menjadi pupuk, sehingga bagian-bagian pohon pisang seperti daun,
jantung pisang dan khususnya pelepah pisang kurang dimanfaatkan (Afifah,
2019).

4
Bahan baku alternatif dalam pembuatan pulp untuk menggantikan kayu
ada beberapa jenis diantaranya yaitu alang-alang, jearami, ampas tebu, akasia dan
pelepah pisang. Kandungan yang dibutuhkan dalam proses pembuatan kertas yaitu
selulosa dalam bentuk serat sehingga sebagian besar tanaman dapat digunakan
sebagai bahan baku dalam pembuatan pulp. Berikut ini adalah beberapa kadar
selulosa dan lignin yang ada dibeberapa tanaman, yaitu :
Tabel 2.1 Kadar Selulosa dan Lignin dari Beberapa Tanaman Bahan Baku
Pembuatan Pulp
No Tanaman Selulosa (%) Lignin (%)
1 Alang – alang 44,78 21,42
2 Pelepah Pisang 63,9 9,7
3 Jerami 35,44 11,49
4 Ampas tebu 44,7 19,7
5 Akasia 55,69 24,46
Sumber : Veronika (2016)

Pelepah pisang diharapkan baik dipergunakan sebagai bahan baku


pembuatan pulp, karena berkadar lignin rendah (5%), selulosa (63-64%) dan
hemiselulola (20%) tinggi, sedangkan seratnya relatif panjang sekitar 4,29 mm.
Kadar lignin yang rendah dari pelepah pisang merupakan keuntungan lain karena
proses pembuatan pulp relatif membutuhkan bahan pemasak yang relatif sedikit
dan waktu yang relatif singkat sehingga memberikan keuntungan secara ekonomis
(Veronika, 2016).
Komposisi selulosa dan lignin pada beberapa pelepah pisang tentunya
berbeda-beda. Berikut beberapa pelepah pisang yang mengandung selulosa yang
tinggi menurut Sri Wahyuni (2015) dapat dilihat pada Tabel berikut :
Tabel 2.2. Komposisi kimia Pelepah Pisang
Komposisi Kimia Pelepah Pisang
Klutuk Kepok Putri
Selulosa 87,3 % 27,265 % 83,26 %
Lignin 5% 3,26 % 5,59 %
Sumber : Sri Wahyuni(2015).
Berdasarkan data diatas, maka bahan baku dalam pembuatan pulp adalah
pelepah pisang klutuk.

5
2.1.1. Tanaman pisang klutuk
Tanaman pisang berasal dari Asia Tenggara. Pengembangan budi daya
tanaman pisang di Indonesia pada mulanya terkonsentrasi di Jawa Barat,
Sumatera. akan tetapi kini telah tersebar di seluruh Indonesia.
Diantara jenis pisang yang ada di Indonesia, maka terdapat jenis pisang
yang bijinya banyak, yaitu pisang klutuk. Tanaman pisang ini mempunyai nama
latin Musa balbisiana Cola untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar dibawah
ini.

Gambar 2.2. Pelepah pisang Klutuk


Tanaman pisang ini berbatang semu (nampak di atas tanah) tinggi dapat
mencapai ± 3 m. Di atas batang semu tersebut terdapat banyak daun yang
menggerombol dengan pelepah daun 1 - 2 m. Daun mudah robek. Perbungaan
keluar dari ujung batang, dekat daun berbentuk tandan, warna bunga putih. Buah
juga berbentuk tandan setelah masak berwarna kuning. Pisang biji rasanya manis
tetapi banyak sekali bijinya, 1 buah terdapat ± 50 biji, biji kecil, warna hitam
(seperti biji kapuk randu). Kedudukan tanaman pisang klutuk dalam taksonomi
tanaman adalah sebagai :
 Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
 Sub divisi : Angiosspermae (berbiji tertutup)

6
 Kelas : Monocotyledonae (biji berkeping satu)
 Ordo : Scitaminae
 Famili : Musaceae
 Sub famili : Muscoideae
 Genus : Musa
 Spesies : Musa balbisiana
Pisang termasuk tanaman yang mudah tumbuh dan produktivitasnya akan
menjadi optimal jika ditanam di daerah dataran rendah. Iklim yang dikehendaki
adalah iklim basah dengan curah hujan merata sepanjang tahun. Tanaman pisang
menyukai tanah liat yang mengandung sedikit kapur.
Pisang klutuk memiliki ciri-ciri :
1) Tinggi pohon 3 meter, lingkar batang 60 cm -70 cm, berwarna hijau dengan
bercak ataupun tanpa bercak
2) Daun besar dan panjang (2 m x 0,6 m), kadang berlapis lilin tipis, sukar sobek.
3) Tandan buah panjangnya 20 cm – 100 cm dengan 5 – 7 sisir dan tiap sisr
berjumlah 12 – 18 buah yang tersusun rapat.
4) Buah berpenampang segi tiga atau segi empat, berkulit tebal, daging berwarna
putih atau kekuningan, teksturnya agak kasar, buah berbiji banyak.

2.2. Selulosa
Selulosa merupakan senyawa organik yang paling banyak melimpah
dialam, karena struktur bahan seluruh dunia tumbuhan terdiri atas sebahagian
besar selulosa. Suatu jaringan yang terdiri atas beberapa lapis serat selulosa adalah
unsur penguat utama dinding sel tumbuhan. Didalam selulosa terdapat dalam
bentuk serat-serat. Serat-serat selulosa mempunyai kekuatan mekanik yang tinggi.
Selulosa merupakan suatu polimer yang berantai lurus yang terdiri dari unit-unit
glukosa. Bobot molekul selulosa alamiah sukar diukur, dikarenakan degradasi
yang terjadi selama isolasi. Panjang rantainya berbeda-beda dari jenis tumbuhan
yang berbeda. Selulosa termasuk senyawa polisakarida yang mempunyai rumus
empiris (C6H10O5)n, dimana n berkisar dari 2000 sampai dengan 3000 (Bahri,
2015).

7
Selulosa merupakan polimer dengan rumus kimia (C6H10O5)n. Dalam hal

ini adalah jumlah pengulangan unit gula atau derajat polimerisasi yang harganya
bervariasi berdasarkan sumber selulosa dan perlakukan yang diterimanya
(Veronika, 2016).
Selulosa terdapat pada sebagian besar dalam dinding sel dan bagian-bagian
berkayu dari tumbuh-tumbuhan. Selulosa mempunyai peran yang menentukan
karakter serat dan memungkinkan penggunaannya dalam pembuatan kertas.
Dalam pembuatan pulp diharapkan serat-serat mempunyai kadar selulosa yang
tinggi.
Sifat-sifat bahan yang mengandung selulosa berhubungan dengan derajat
polimerisasi molekul selulosa. Berkurangnya berat molekul di bawah tingkat
tertentu akan menyebabkan berkurangnya ketangguhan. Serat selulosa
menunjukkan sejumlah sifat yang memenuhi kebutuhan pembuatan kertas.
Kesetimbangan terbaik sifat-sifat pembuatan kertas terjadi ketika kebanyakan
lignin tersisih dari serat. Ketangguhan serat terutama ditentukan oleh bahan
mentah dan proses yang digunakan dalam pembuatan pulp.
Molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai
kecenderungan kuat membentuk ikatan-ikatan hidrogen, baik dalam satu rantai
polimer selulosa maupun antar rantai polimer yang berdampingan. Ikatan
hidrogen ini menyebabkan selulosa bisa terdapat dalam ukuran besar, dan
memiliki sifat kekuatan tarik yang tinggi. Menurut Veronika (2016), Sifat serat
selulosa yaitu :
1. Memiliki kekuatan tarik yang tinggi.
2. Mampu membentuk jaringan.
3. Tidak mudah larut dalam air
4. Tidak mudah larut dalam alkali
5. Tidak mudah larut dalam pelarut organik.
Material utama dari pulp adalah selulosa. Selulosa tersebut dapat berasal
dari bahan kayu maupun bahan bukan kayu. Bahan kayu memiliki kandungan
selulosa yang terikat oleh lignin. Sedangkan bahan bukan kayu memiliki
kandungan selulosa yang terikat oleh lignin dan pektin. Bahan alam selain kayu

8
yang dapat menjadi bahan pembuat pulp dapat diperoleh dari limbah hasil
pertanian, seperti limbah pelepah pisang (Hamilton, 1990).
Syarat bahan alam selain kayu yang dapat diolah menjadi bahan baku
kertas antara lain (Stephenson, 1950):
1. Berserat
2. Kadar selulosa lebih dari 40 %
3. Kadar lignin kurang dari 25 %
Selulosa terdapat lebih dari 50% dalam kayu yang berwarna putih,
mempunyai kulit tarik yang besar dan mempunyai rumus kimia (C6H10O5) dan
berat molekul 162, setiap struktur selulosa mengandung 3 group alkohol hidroksil
seperti di tunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Struktur Selulosa


Berdasarkan derajat polimerisasi berat molekul tergantung dari panjang
rantai carbon serat jenis bahannya dan panjang rantai. Panjang rantai selulosa
dibagi menjadi 3 macam yaitu :
1. Alfa Selulosa, yaitu rantainya panjang, tak larut dalam air, sukar larut dalam
alkali dan penyusun utama adalah selulosa.
2. Beta Selulosa, yaitu rantainya pendek, larut dalam air, bila di beri asam akan
mengendap lagi.
3. Gamma Selulosa, yaitu rantainya lebih pendek, larut dalam alkali dan bila
diberi asam tidak mengendap.
2.3. Lignin
Lignin adalah polimer yang kompleks dengan berat molekul tinggi dan
tersusun atas unit-unit fenil propan. Meskipun tersusun atas karbon, hidrogen dan
oksida, tetapi lignin bukanlah suatu karbohidrat. Lignin terdapat di antara sel-sel

9
dan didalam dinding sel. Di antara dinding sel lignin berfungsi sebagai pengikat
untuk sel-sel secara bersama-sama (bahri, 2015)
Cara yang baik untuk mengisolasi lignin adalah dengan melarutkannya
dalam pelarut yang cocok seperti dioksan. Lignin dengan hasil isolasi dengan cara
ini lebih murni dan strukturnya relatif tidak berubah, hal ini disebabkan dioksan
tidak bereaksi dengan lignin. Di dalam tumbuh tumbuhan, lignin merupakan
bahan yang tidak berwarna. Jika lignin bersentuhan dengan adanya sinar matahari,
maka lama-lama lignin cenderung menjadi kuning.
Lignin merupakan zat pengikat antara molekul-molekul selulosa. Untuk
memperoleh serat, maka lignin harus dihilangkan dengan menggunakan asam dan
basa. Struktur lignin dapat dilihat pada Gambar 2.4. Proses penghilangan lignin
ini disebut “Proses Delignifikasi” jadi semakin rendah kandungan lignin suatu
bahan, akan semakin baik pulp yang dihasilkan.
Pulp akan mempunyai sifat fisik atau kekuatan yang baik apabila
mengandung sedikit lignin. Hal ini karena lignin bersifat menolak air dan kaku
sehingga menyulitkan dalam proses penggilingan. Kadar lignin untuk bahan baku
kayu 20-35 %, sedangkan untuk bahan non-kayu lebih kecil lagi (Veronika, 2016)

Gambar 2.4. Struktur Lignin


Dalam proses pembuatan pulp secara kimia, komponen-komponen dalam
bahan dasar akan mengalami reaksi kimia antara lain.
1. Reaksi kimia dari selulosa

10
Selulosa dapat menghasilkan reaksi kimia karena mengandung gugus
reaktif yaitu :
a. Gugus hidroksil yaitu tiap gugusnya mengandung 3 buah gugus hidroksil.
b. Adanya ikatan Glycosidic yang menghubungkan anhidrous satu sama lain
c. Adanya gugus pereduksi
2. Reaksi kimia dari lignin
Lignin dapat menjadi substan yang reaktif disebabkan adanya gugus
hidroksil, karbonil, dan metoksil yang terdapat dalam molekul lignin. Reaksi
lignin tergantung pada proses yang dijalankan jika dalam proses soda, lignin akan
membentuk natrium lignat berdasarkan reaksi :
(Lignin + NaOH NaLignat + H2O) ................................(1)

2.4. Pulp
Pulp adalah hasil pemisahan serat dari bahan baku berserat (kayu maupun
non kayu) melalui berbagai proses pembuatannya (mekanis, semikimia dan
kimia). Pulp terdiri dari serat-serat (selulosa dan hemiselulosa) sebagai bahan
baku kertas (bahri, 2015).
Tujuan dari pembuatan pulp adalah memisahkan selulosa (serat-serat) dari
bahan-bahan lainnya. Pulp serat pendek umumnya dihasilkan dari jenis rumput-
rumputan dan hasil pertanian, sedangkan pulp serat panjang dihasilkan dari
tumbuhan kayu. Berikut ini merupakan syarat-syarat bahan baku yang digunakan
dalam pulp dan untuk standar karakteristik pulp dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Syarat-syarat bahan baku yang digunakan dalam pembuatan pulp, yaitu sebagai
berikut :
a. Berserat
b. Kadar alfa selulosa lebih dari 40%
c. Kadar ligninnya kurang dari 25%
d. Kadar air maksimal 10%
e. Memiliki kadar abu yang kecil (Stephenson, 1950)

11
Tabel 2.3. Karakteristik Pulp
Komposisi Nilai (%)
Selulosa Min 40
Lignin Max 16
Abu Max 3
Air Max 7
Sumber : SNI 7274.

Sifat fisik pulp merupakan salah satu parameter yang digunakan untuk
menentukan kualitas pulp (Sixta, 2006), kriterianya tergantung pada jenis produk
yang diinginkan.
Secara sederhana sifat-sifat tersebut menurut Casey (1980), meliputi :
1. Ketahanan sobek
Ketahanan sobek didefinisikan sebagai gaya dalam satuan gram gaya atau
gram force (gf) atau miliNewton (mN), yang diperlukan untuk menyobek
lembaran pulp pada kondisi standar (SII-0435-81). Dalam hal ini nilai
kekuatannya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain (Browyer dan
Haygreen, 1999) :
a. Panjang serat
Secara umum ketahanan sobek lembaran pulp meningkat seiring dengan
peningkatan panjang serat. Hal ini terjadi karena serat-serat panjang dapat
menyebarkan daerah perusakan ikatan yang lebih besar daripada serat pendek saat
dilakukan penyobekan.
b. Jumlah serat yang berperan saat penyobekan
Masing-masing serat yang menyusun suatu lembaran pulp pada gramatur
tertentu (massa lembaran pulp dalam gram per satuan luasnya dalam meter persegi
yang diukur pada kondisi standar (SII-0435-81) turut menyumbangkan energi
terhadap keseluruhan energi yang dibutuhkan untuk penyobekan). Sehingga
lembaran pulp dengan jumlah serat lebih banyak akan memiliki ketahanan sobek
lebih tinggi.
c. Ikatan Antar Serat

12
Ikatan antar serat turut berpengaruh terhadap ketahanan sobek lembaran
pulp. Dalam hal ini kekuatan ikatannya sangat tergantung pada proses fibrilasi
(penguraian mikrofibril serat) yang terjadi pada saat pulping yang kemudian
disempurnakan melalui proses refining. Didalam refiner sebagian mikrofibril serat
akan mengalami pemipihan dan penguraian sehingga luas permukaan yang
berpotensi membentuk ikatan hidrogen bertambah, akibatnya ikatan antarserat
makin kuat. Ketahanan sobek lembaran pulp meningkat seiring dengan
peningkatan ikatan antarserat sampai pada batas tertentu saat masing-masing serat
mengalami tarikan yang sangat kuat sehingga ikatan antar keduanya mudah putus.
2. Ketahanan Tarik
Ketahanan tarik didefinisikan sebagai daya tahan lembaran pulp terhadap
gaya tarik yang bekerja pada kedua ujungnya, diukur pada kondisi standar. Sifat
fisik ini dianggap penting untuk jenis kertas tertentu seperti tas belanja. Menurut
Saranah, nilai kekuatannya dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain :
a. Arah serat dalam lembaran pulp mempunyai Nilai ketahanan tarik lembaran
pulp yang lebih tinggi jika arah seratnya sejajar dengan arah tarikannya.
b. Ikatan antar serat yaitu makin besar kekuatan ikatan antarserat maka
ketahanan tarik lembaran pulp makin besar.
3. Ketahanan retak
Ketahanan ratak didefinisikan sebagai tekanan hidrostatik dalam
kilopascal atau psi yang dibutuhkan untuk meretakkan suatu bahan saat tekanan
ditingkatkan pada kecepatan konstan oleh karet diafragma bundar dengan
diameter 30,5 mm (T-404-cm-92). Sifat fisik ini dianggap penting untuk jenis
kertas khusus yang biasa digunakan untuk menahan beban sangat berat. Menurut
Nursyamsu nilai kekuatannya terbaik bergantung pada:
a. Panjang serat Lembaran pulp yang tersusun oleh serat-serat panjang akan
memiliki kekuatan retak yang lebih tinggi.
b. Ikatan antar serat Makin besar kekuatan ikatan antar serat maka ketahanan
retak lembaran pulp makin besar. Kekuatan ikatan antarserat sangat
dipengaruhi oleh proses fibrilasi.

13
2.5. Pengelompokan Pulp
Menurut komposisinya pulp dikelompokkan menjadi tiga jenis yaitu:
1. Pulp kayu (wood pulp)
Pulp kayu adalah pulp yang berbahan baku kayu, pulp kayu dibedakan
menjadi:
a. Pulp kayu lunak (soft wood pulp) yaitu jenis kayu lunak yang umum
digunakan berupa jenis kayu berdaun jarum (Needle Leaf) seperti Pinus
Merkusi, Agatis Loranthifolia, dan. Albizza Folcata
b. Pulp kayu keras (hard wood pulp), pada umumnya serat ini terdapat pada
jenis kayu berdaun lebar (long leaf) seperti kayu Oak (Kirk dan Othmer,
1978).
2. Pulp bukan kayu (non wood pulp)
Pada saat ini pulp non kayu yang dihasilkan digunakan untuk
memproduksi kertas meliputi: percetakan dan kertas tulis, linerboard, medium
berkerut, kertas koran, tisu, dan dokumen khusus. Pulp non kayu yang umum
digunakan biasanya merupakan kombinasi antara pulp non kayu dengan pulp kayu
lunak kraft atau sulfit yang ditambahkan untuk menaikkan kekuatan kertas.
Karekteristik bahan non kayu mempunyai sifat fisik yang lebih baik daripada
kayu lunak dan dapat digunakan di dalam jumlah yang lebih rendah bila
digunakan sebagai pelengkap sebagai bahan pengganti bahan kayu lunak. Sumber
serat non kayu meliputi :
a. Limbah pertanian dan industri hasil pertanian seperti jerami padi, gandum,
pelepah pisang, batang jagung, dan limbah kelapa sawit.
b. Tanaman yang tumbuh alami seperti alang-alang, dan rumput-rumputan.
c. Tanaman yang diolah, seperti serat daun, dan serat dari batang.
3. Pulp Kertas Bekas
Proses daur ulang kertas bekas adalah proses untuk menjadikan kertas
bekas menjadi kertas dengan tujuan memanfaatkan menjadi sesuatu yang berguna,
mengurangi penggunaan bahan baku yang baru, mengurangi penggunaan energi,
mengurangi polusi, kerusakan lahan, dan emisi gas rumah kaca jika dibandingkan
dengan proses pembuatan barang baru. Pada umumnya kertas dibuat dengan

14
pembuatan pulp sebagai dan kemudian diikuti dengan proses percetakan. Dimana
ada proses pelunakan bahan agar terbentuk bubur kertas. Proses pemutihan dan
kemudian penambahan serat. Pulp merupakan bahan baku pembuatan kertas dan
senyawa-senyawa kimia turunan selulosa. Pulp dapat dibuat dari berbagai jenis
kayu, bambu, dan rumpu-rumputan. Pulp adalah hasil pemisahan selulosa dari
bahan baku berserat (kayu maupun non kayu) melalui berbagai proses pembuatan
baik secara mekanis, semikimia, maupun kimia.

2.6. Pelarut
Pelarut adalah benda cair atau gas yang melarutkan benda padat, cair atau
gas yang menghasilkan sebuah larutan. Pelarut paling umum digunakan dalam
kehidupan sehari-hari adalah air. Pada pembuatan pulp ini yaitu proses soda
menggunakan pelarut Natrium Hidroksida (NaOH). Natrium Hidroksida (NaOH)
juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium hidroksida adalah sejenis basa
logam kaustik. Natrium hidroksida terbentuk dari oksida basa yang dilarutkan
dalam air. Natrium hidroksida membentuk larutan alkalin yang kuat ketika
dilarutkan kedalam air. bubur kayu (pulp) dan yang paling umum digunakan
dalam laboratorium kimia. Sifat kimia dan sifat fisika dari natrium hidroksida
adalah sebagai berikut:
1. Sifat Kimia Natrium Hidroksida (NaOH)
1. Bersifat lembab, cair secara spontan menyerap karbon dioksida di udara
bebas.
2. Sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan.
3. Larut dalam etanol dan metanol, walaupun kelarutannya lebih kecil daripada
kelarutan KOH
4. Natrium Hidroksida akan meninggalkan noda kuning ketika berada pada
udara terbuka.
2. Sifat Fisika Natrium Hidroksida (NaOH)
1. Nama sistematis : Natrium Hidroksida
2. Nama alternatif : Soda Kaustik/ Sodium Hidroksida
3. Rumus molekul : NaOH

15
4. Warna : Putih
5. Massa molar : 39,9971 gr/mol
6. Densitas dan fase : 2,1 gr/cm3, padatan dan liquid
7. Bentuk : Pelet, serpihan, butiran ataupun larut\\ an jenuh 50%
8. Titik leleh : 318ºC (591ºK)
9. Titik didih : 1360ºC (1663ºK)

2.7. Faktor-faktor Pemilihan Pelarut


Dalam pemilihan pelarut pada umumnya dipengaruhi oleh faktor-faktor
berikut ini :
1. Selektivitas, yaitu pelarut dapat melarutkan ekstrak yang diinginkan, bukan
komponen lain dari bahan ekstraksi. Dalam praktek terutama pada ekstraksi
bahan alami, sering juga bahan lain (lemak, resin) ikut dibebaskan bersama
dengan ekstrak yang diinginkan. Dalam hal ini larutan ekstrak tercemar yang
diperoleh harus dibersihkan lagi dengan pelarut kedua.
2. Kelarutan, yaitu pelarut sedapat mungkin memiliki kemampuan melarutkan
ekstrak yang besar (kebutuhan pelarut lebih sedikit).
3. Kerapatan, yaitu pada ekstraksi cair-cair, sedapat mungkin terdapat perbedaan
kerapatan yang besar antara pelarut dan bahan ekstraksi. Hal ini bertujuan
kedua fase dapat dengan mudah dipisahkan kembali setelah pencampuran
(pemisahan dengan gaya berat). Bila beda kerapatannya kecil, seringkali
pemisahannya harus dilakukan menggunakan gaya sentrifugal.
4. Reaktivitas, yaitu pada umumnya pelarut tidak boleh menyebabkan perubahan
secara kimia pada komponen-komponen bahan ektraksi. Sebaliknya dalam
hal-hal tertentu diperlukan adanya reaksi kimia. Seringkali ekstraksi juga
disertai dengan reaksi kimia. Dalam hal ini bahan dipisahkan mutlak harus
berada dalam bentuk larutan.
5. Titik didih, Karena ekstrak dan pelarut biasanya harus dipisahka dengan cara
penguapan, distilasi atau rektifikasi, maka titik didih kedua bahan tidak boleh
terlalu dekat dan keduanya tidak membentuk azeotrop.

16
6. Kriteria yang lain, yaitu pelarut sedapat mungkin harus murah, tersedia dalam
jumlah besar, tidak beracun, tidak dapat terbakar, tidak eksplosif bila
bercampur dengan udara, tidak korosif, tidak menyebabkan menimbulnya
emulsi, memiliki viskositas yang rendah dan stabil secara kimia maupun termis
(Handojo, 1995:180).

2.8. Pemilihan Proses Pembuatan Pulp


Proses pembuatan pulp secara komersial dapat diklasifikasikan dalam
proses mekanis, semi kimia (kombinasi kimia dan mekanis), dan kimia. Produk
yang dihasilkan mempunyai karakteristik yang berbeda. Pemilihan jenis proses
pembuatan pulp tergantung kepada spesies kayu yang tersedia dan penggunaan
akhir dari pulp yang diproduksi. Proses kimia mendominasi hampir seluruh dunia.
Terdapat 3 macam proses pembuatan pulp, (Veronika, 2016) yaitu :
1. Proses Mekanis yaitu proses yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia.
Bahan baku hanya digiling dengan menggunakan mesin sehingga selulosa
terpisah dari zat lain.
2. Proses semi kimia yaitu proses yang dilakukan seperti proses mekanis, tetapi
dibantu dengan bahan kimia untuk lebih melunakkan, sehingga serat selulosa
mudah terpisah dan tidak rusak.
3. Proses kimia yaitu proses yang bahan baku dimasak dengan bahan kimia
tertentu untuk menghilangkan lignin yang terdapat dalam batang pisang.
Dengan proses ini dapat di peroleh selulosa murni.

Macam-macam proses pembuatan pulp secara kimia :


i. Proses sulfat (kraft)
Proses sulfat merupakan proses pemasakan dengan metode proses basa.
Larutan perebusan yang digunakan adalah 5,86% NaOH, 17,1% Na 2S dan 14,3%
Na2CO3. Proses ini disebut juga dengan proses Kraft. Hasil pulp relatif baik daya
tariknya, tetapi warna kurang baik sehingga sulit untuk diputihkan
(Austin G, 1975).

17
ii. Proses Sulfit
Proses Sulfit merupakan proses pemasakan dengan metode asam. Bahan
baku dalam proses ini adalah kayu lunak. Larutan perebus yang digunakan
adalah 7% berat SO2, 4,5% H2SO4, Mg(H2SO3)2, dan 2,5% berat Ca(HSO3)2.
Proses pemasakan dijalankan pada suhu 125-160ºC, tekanan 70 – 90 Psi dan
waktu 7-12 jam (Stephenson, 1950). Pulp yang dihasilkan berwarna keruh, tetapi
mudah dipucatkan. Kerugian yang timbul adalah larutan pemasak menggunakan
bahan dasar kation Kalsiu m, yang akan mempersulit dalam mengambilnya.
Kalsium akan menyebabkan kerak pada alat-alat pemasak (Austin G, 1975).
iii. Proses Nitrat
Proses Nitrat menggunaan asam nitrat sebagai larutan pemasak telah
mendapatkan perhatian dalam beberapa tahun dan terus dikembangkan. Pada
proses ini bahan baku direbus dengan HNO 3 dalam pemanas air. Bahan yang
sudah diolah direbus lagi dengan NaOH 2% berat selama 45 menit untuk
melarutkan lignin yang rusak. Proses yang pernah dilakukan digunakan HNO3
0,52% - 0,54% berat selama 0,5 – 3,5 jam dan larutan soda api 2% berat dengan
waktu perebusann 45 menit, suhu 98ºC. Produk rendemen pulp yang dihasilkan
sediikit.
iv. Proses Organosolv
Proses organosohalv adalah proses pemisahan serat dengan
menggunakan bahan kimia organik seperti misalnya metanol, etanol, aseton,
asam asetat, dan lain-lain. Proses ini telah terbukti memberikan dampak yang
baik bagi lingkungan dan sangat efisien dalam pemanfaatan sumber daya hutan.
Dengan menggunakan proses organosolv diharapkan permasalahan lingkungan
yang dihadapi oleh industri pulp dan kertas akan dapat diatasi. Hal ini karena
proses organosolv memberikan beberapa keuntungan, antara lain yaitu rendemen
pulp yang dihasilkan tinggi, namun warna produk kurang bagus. Tidak
menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman terhadap lingkungan, karena
menghasilkan limbah yang bersifat ramah lingkungan (Veronika, 2016).

18
v. Proses soda
Proses soda merupakan proses pemasakan dengan metode proses basa.
Pelarut yang pada umumnya sering digunakan adalah NaOH. Proses ini sangat
cocok digunakan untuk bahan baku non-kayu. Pada proses soda ini lebih
menguntungkan dari segi teknik dan ekonomis dibandingkan dengan
menggunakan proses lain, karena NaOH lebih efektif untuk mengikat lignin dan
tidak membuat limbah yang begitu berbahaya di lingkungan sekitar, serta
rendemen pulp yang dihasilkan tinggi. (Veronika, 2016).

19
Tabel 2.4. Perbandingan Proses Pembuatan Pulp Secara Kimia

Faktor Proses Pembuatan Pulp


Kraft Sulfit Nitrat Organosolv Soda
Pembanding
Metode Basa Asam - Kimia Organik Basa
Pelarut 5,86% NaOH, 7% berat SO2, HNO3 0,52% - metanol, etanol, NaOH
17,1% Na2S dan 4,5% H2SO4, 0,54% aseton, asam asetat
14,3% Na2CO3 Mg(H2SO3)2, dan
2,5% berat
Ca(HSO3)2.
Produk Hasil pulp relatif Pulp yang Produk rendemen rendemen pulp rendemen pulp
baik daya tariknya, dihasilkan pulp yang yang dihasilkan yang dihasilkan
tetapi warna berwarna keruh, dihasilkan sediikit tinggi, namun tinggi dan lebih
kurang baik tetapi mudah warna produk efektif untuk
sehingga sulit dipucatkan. kurang bagus mengikat lignin
untuk diputihkan.
Dampak - Adanya Kalsium - limbah yang tidak membuat
Lingkungan akan menyebabkan bersifat ramah limbah yang begitu
kerak pada alat-alat lingkungan berbahaya di
pemasak lingkungan sekitar

20
Berdasarkan uraian proses pembuatan pulp diatas dan berdasarkan
perbandingan proses pembuatan pulp secara kimia yang dapat dilihat pada tabel
2.3. Pada percobaan pembuatan pulp dengan bahan baku pelepah pisang akan
menggukan proses Soda dengan pelarut NaOH.
Hal ini dikarenakan proses soda sangat cocok digunakan untuk bahan
baku non-kayu. Pada proses soda ini lebih menguntungkan dari segi teknik dan
ekonomis dibandingkan dengan menggunakan proses lain, karena NaOH lebih
efektif untuk mengikat lignin dan tidak membuat limbah yang begitu berbahaya di
lingkungan sekitar, serta rendemen pulp yang dihasilkan tinggi.

2.9. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan pulp dengan proses soda.


Dalam pembuatan pulp ada banyak yang berpengaruh dalam menghasilkan
pulp yang berkualitas, berikut adalah faktor-faktor yang berpengaruh dalam
pembuatan pulp menurut Veronika (2016), yaitu :
1. Konsentrasi pelarut yaitu semakin tinggi konsentrasi larutan alkali, akan
semakin banyak selulosa yang larut. Larutan NaOH berfungsi dalam
pemisahan lignin dan penguraian serat selulosa dan non selulosa.
2. Perbandingan pelarut dan bahan baku yaitu perbandingan cairan pemasak
terhadap bahan baku haruslah memadai agar pecahan-pecahan lignin sempurna
dalam proses degradasi dan dapat larut sempurna dalam cairan pemasak.
3. Temperatur pemasakan yaitu berhubungan dengan laju reaksi. Temperatur
yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya pemecahan makromolekul yang
semakin banyak, sehingga produk yang larut dalam alkali akan semakin
banyak.
4. Lama pemasakan yang optimum pada proses delignifikasi adalah sekitar
60-120 menit dengan kandungan lignin konstan setelah rentang waktu tersebut.
5. Ukuran bahan baku yaitu semakin kecil ukuran bahan baku akan menyebabkan
luas kontak antara bahan baku dengan larutan pemasak semakin luas, sehingga
reaksi lebih baik.
6. Kecepatan pengadukan yaitu pengadukan berfungsi untuk memperbesar
tumbukan antara zat-zat yang bereaksi sehingga dapat berlangsung dengan

21
baik. Reaksi kimia diawali ketika partikel-partikel zat yang bereaksi saling
bertabrakan. Tabrakan sempurna yang akan membentuk molekul kompleks
yang disebut molekul kompleks teraktivasi, dengan bantuan energi akivasi.
Penelitian pembuatan pulp dengan menggunakan bahan baku pelepah
pisang sebelumnya telah dilakukan oleh samsul Bahri (2015), yang memperoleh
konsentarasi dan waktu pemasakan pulp terbaik yaitu 2,97 % NaOH dengan
waktu pemasakan 120 menit dan penelitian lainnya juga dilakukan oleh Afifah
(2019), yang memperoleh konsentarasi dan waktu pemasakan pulp terbaik yaitu 3
% NaOH dengan waktu pemasakan 128,413 menit.
Berdasarkan uraian diatas, maka pada percobaan pembuatan pulp
dengan bahan baku pelepah pisang akan menggukan proses Soda dengan pelarut
NaOH pada konsentrasi 3 % dan waktu pemasakan 120 menit, dengan variable
yang diukur adalah temperature pemasakan dan perbandingan bahan baku dengan
volume pelarut dalam pembuatan pulp.

22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2020 di Laboraturium


Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Palembang.

3.2. Bahan dan Alat

3.2.1. Bahan yang Digunakan

a. Bahan Utama Pembuatan Pulp

1. Pelepah pisang
2. NaOH 3 % dan Aquadest

b. Bahan untuk Analisa Pulp


1) NaOH 17,5%
3) Asam sulfat 72%
4) Asam Asetat 2 N

3.2.2. Alat yang Digunakan

a. Alat untuk Pembuatan Pulp

1) Erlenmeyer
2) Hot plate dan oven
3) Kertas saring
4) Desikator

b. Alat Untuk Analisa Pulp

1) Hot plate
2) Oven dan desikator
3) Furnace
4) Alat-alat gelas : Erlenmeyer, gelas kimia, gelas ukur, kaca arloji, corong

28
3.3. Rancangan penelitian

Rancangan peenelitian pembuatan pulp menggunakan pelepah pisang


klutuk dengan proses soda, dapat dilihat pada gambar diagram dibawah ini.

Pelepah Pisang klutuk yang


telah dihancurkan dan
dikeringkan

Temperatur pemasakan
pulp 100oC, 120oC,
Pemasakan pulp selama 120 dan 140oC
menit, dengan pelarut
Volume pelarut NaOH 3 %
NaOH 3 % sebanyak
15 ml, 30 ml, 45 ml,
60 ml dan 75 ml

Filtrasi

Pulp

Analisa pulp :
1. kadar selulosa
2. kadar lignin
3. kadar air
4. kadar abu

Gambar 3.1. Diagaram blok pembuatan pulp

29
3.4. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dalam pembuatan pulp dengan proses soda adalah
sebagai berikut:

1. Pelepah pisang dibersihkan, kemudian dipotong kecil-kecil dengan ukuran


15x5 cm. selanjutnya pelepah pisang dikeringkan dibawah sinar matahari
dan kemudian dihancurkan dengan blender sampai halus membentuk bubur
pelepah pisang.
2. Pelepah pisang yang telah diblender, selanjutnya disaring dengan
menggunakan kain untuk memisahkan air. selanjutnya bubur pelepah pisang
dikeringkan di dalam oven dan bubur pelepah pisang yang kering digunakan
sebagai bahan baku pembuatan pulp.
3. Siapkan bubur pelepah pisang sebanyak 500 gr untuk percobaan.
4. Ambil bubur pelepah pisang sebanyak 30 gr, masukkan ke dalam gelas
kimia.
5. Masukkan pelarut NaOH 3 % dengan variasi volume larutan yaitu 15 ml, 30
ml, 45 ml, 60 ml dan 75 ml (dengan perbandingan bahan baku dan pelarut
yaitu 1:0,5, 1:1, 1:1,5, 1:2, dan 1:2,5)
6. Letakkan campuran bubur pelepah pisang dan pelarut diatas Hot plate.
Selanjutnya dipanaskan dengan variasi temperatur 100OC, 120OC, dan 140OC
selama 120 menit.
7. Pisahkan pulp dari larutan pemasaknya dengan menggunakan kertas saring
atau diperah dengan menggunakan kain bersih untuk pemisahan larutan
NaOH dan pulp.
8. Keringkan pulp di oven pada suhu 105 C hingga kering dan dinginkan pulp
pada desikator.
9. Pulp yang telah dikeringkan di dalam oven, selanjutnya dianalisa kadar air,
kadar abu, kadar lignin, dan kadar selulosa sesuai dengan SNI (Standar
Nasional Indonesia).

30
3.5. Prosedur Analisis
a. Kadar Air (SNI 0441)
1. Sampel ditimbang sebanyak 2 gram dalam cawan yang telah dipanaskan dan
telah diketahui berat keringnya
2. Sampel dalam cawan dipanaskan dalam oven pada suhu 105°C selama 1
jam.
3. Kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai
4. bobotnya tetap.

berat awal sampel−berat kering( gr )


% Kadar Air = x 100%
berat awal sampel(gram)

b. Kadar Abu (SNI 0442)


1. Sampel ditimbang sebnyak 2 gram dalam cawan yang telah dipanaskan
dengan suhu 95 oC dan diketahui berat keringnya
2. Sampel dalam cawan dimasukan di dalam furnace dan di panaskan sampai
suhu 575 o C selama 3-4 jam
3. Kemudian di dinginkan dalam desikator dan ditimbang sampai bobotnya
tetap. Kadar abu dalam bahan dapat dihitung dengan persamaan :

berat Ash(gr )
% Kadar Abu = x 100%
berat awal sampel (gram)

c. Kadar Selulosa (SNI 0444)


1. Kertas saring dipanaskan dalam oven pada temperatur 105°C kemudian
ditimbang hingga beratnya tetap.
2. Pulp kering ditimbang hingga 3 gram, kemudian dipindahkan ke gelas kimia
250 ml.
3. Pulp dibasahkan dengan 15 ml NaOH 17,5% dan diaduk dengan pengaduk
selama 1 menit, lalu ditambahkan lagi 10 ml NaOH 17,5% dan diaduk 15
detik, kemudian didiamkan selama 3 menit

31
4. Selanjutnya ditambahkan kembali 10 ml NaOH 17,5% (3x) setiap 2, 5, dan
7 menit. Dibiarkan selama 30 menit, kemudian ditambahkan 100 ml
aquadest dan dibiarkan selama 30 menit.
5. Campuran dituangkan dalam corong yang dilengkapi kertas saring.
6. Endapan di kertas saring dicuci dengan 50 ml aquadest (5x)
7. Endapan di dipindahkan ke dalam gelas kimia yang lain dan ditambahkan
asam asetat 2 N dan diaduk selama 15 menit
8. Endapan kemudian di saring kembali dengan menggunakan kertas saring
dan selanjutnya endapan dipindahkan kedalam cawan.
9. Endapan lalu dikeringkan dalam oven 105°C, kemudian didinginkan dalam
desikator dan ditimbang hingga berat tetap.

berat endapan selulosa( gr )


% Kadar Selulosa = x 100%
berat sampel awal(gr )

d. Kadar Lignin (SNI 0445)


1. Sampel pulp kering ditimbang sebanyak 2 gram
2. Kemudian dimasukkan kedalam gelas kimia dan ditambahkan sedikit demi
sedikit asam sulfat 72% sambil diaduk sampai contoh terendam.
3. Gelas kimia ditutupi dan dijaga temperaturnya pada suhu 20 oC selama 2
jam kemudian ditambahkan 40 ml aquades kedalam gelas kimia.
4. Kemudian larutan dididihkan selama 4 jam dalam gelas kimia
5. Campuran didiamkan sampai endapan lignin mengendap kemudian disaring
untuk mendapatkan lignin
6. Lignin dicuci dengan air panas lalu dikeringkan de dalam oven pada 1050C,
kemudian ditimbang sampai beranya tetap.
berat endapan lignin (gr )
% Kadar Lignin = x 100%
berat sampel awal(gr )

32

Anda mungkin juga menyukai