DOSEN PENGAJAR :
Kelompok 2
DISUSUN OLEH :
Lia Dinata
Fransisca Nadya Chrisjayanti
Yunisari Sidabariba
Rifka Mesinta Manalu
Riki
Gilbert G. Pakpahan
Maldini Rahman Susanto
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur selalu kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan sayang-Nya
memberikan pengetahuan, kemampuan dan kesempatan kepada penyusun sehingga mampu
meyelesaikan penyusunan makalah ini. Makalah ini ditulis sebagai tugas mata kuliah pengantar
filsafat ilmu manajemen.
Penyusun meyadari, dalam penulisan makalah ini masih ada kemukinan kekurangan-kekurangan
karena keterbatasan kemampuan penyusun. Untuk itu, masukan yang bersifat membangun akan
sangat membantu penyusun untuk semakin membenahi kekuragannya.
Ucapkan terima kasih tidak lupa kami haturkan kepada semua pihak yang telah membantu.
Semoga manfaat dari makalah ini bisa dirasakan oleh semua orang.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Pembahasan 1
1.3 Tujuan 1
BAB II PEMBAHASAN 2
3.1 Kesimpulan 9
3.2 Saran 9
DAFTAR PUSTAKA 10
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Filsafat adalah pengetahuan tentang cara berpikir terhadap segala sesuatu atau
penggambaran alam pikir manusia yang tidak mengenal rasa puas dengan ilmu
pengetahuan dan kebenaran yang hakiki. Immanuel Kant (1724-1804), salah seorang
filsuf abad modern, berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan mengenai pokok
pangkal dari segala pengetahuan dan perbuatan.
Budaya menurut KBBI diartikan sebagai pikiran akal budi atau adat-istiadat. Secara tata
bahasa pengertian kebudayaan diturunkan dari kata budaya yang cenderung menunjuk
pada pola pikir manusia. Budaya merupakan salah satu cara hidup yang terus
berkembang dan dimiliki bersama oleh suatu kelompok orang dan diwariskan dari
generasi ke generasi selanjutnya.
Budaya kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai
yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu
kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan
serta tindakan yang terwujud sebagai kerja. (Sumber : Drs. Gering Supriyadi,MM dan
Drs. Tri Guno, LLM ).
Tipe-tipe pekerjaan saat ini sangat bervariasi dalam hal ruang lingkup serta ukuran dan
mungkin akan memiliki beberapa praktik yang unik pada pekerjaan itu. Misalnya,
universitas, perusahaan, perkantoran dan lainnya. Dalam sebuah organisasi pasti memiliki
model-model budaya kerja yang berbeda menurut jenis pekerjaan tertentu.
Inti dari kehidupan pekerjaan ditemukan di dalam budayanya. Dalam hal ini, budaya
tidak mengacu pada keanekaragaman ras, etnis, dan latar belakang individu. Melainkan
budaya adalah suatu cara hidup di dalam sebuah pekerjaan. Hal ini mungkin mencakup
semangat kerja karyawan, sikap, dan tingkat produktivitas. Makna dan pemahaman
budaya dicapai melalui interaksi yang terjadi antar karyawan dan pihak manajemen.
1.2 Pembahasan
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis membahas sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan dasar budaya kerja?
2. Apa saja unsur, tujuan, dan konsep budaya kerja ?
3. Apa saja model-model budaya kerja ?
4. Bagaimana askiologo di dalam budaya kerja?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui maksud dari hakekat budaya kerja
2. Untuk mengetahui apa unsur ,tujuan, dan konsep budaya kerja
3. Untuk mengetahui dan memahami model – model budaya kerja
4. Untuk mengetahui dan memahami aksiologi di dalam budaya kerja
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Hakikat Manajemen Budaya Kerja
Budaya kerja merupakan inti kehidupan manusia karena keberhasilan kerja
berakar pada nilai nilai yang dimiliki dalam budaya kerja. Nilai nilai tersebut berasal dari
adat kebiasaan ,agama ,norma, dan kaidah yang menjadi sumer motivasi kerja.seseorang
yang bekerja dengan cara berpijak pada pola pikir, pola nilai , pola idealisme yang
terdapat pada jiwanya,sehingga membentuk kebiasaan ,disebut telah melakukan budaya
kerja.
1. Komponen kualitas manusia yang melekat pada identitas bangsa dan menjadi tolak
ukur pembangunan
2. Ikut menentukan integritas bangsa dan menjadi penyumbang utama dalam menjamin
kesinambungan lehidupan bangsa.
3. Erat kaitannya dengan nilai-nilai yang dimiliki bangsa dan negara terutam falsafah
bangsa yanag mampu mendorong prestasi kerja seoptimal mungkin.
4. Pembudayaan dalam proses yang lama karean perubahan nilai-nilai lama menjadi
nilai-nilai baru memerlukan waktu lama sehingga membentuk tradisi bangsa.
5. Perilaku kerja yang tercermin dalam kerja keras ulet, disiplin, produktif ,ytanggung
jawab ,motivasi, manfaat, kreatif, dinamis ,konsekwen, konsisiten responsif,
mandiri ,dan berwawasan kedepan.
Menurut Budi Paramita, mengatakan bahwa budaya kerja terdiri atas dua sikap, yaitu :
1. Sikap terhadap pekerjaan, yaitu mencintai pekerjaan dengan sepenuh hati, sehingga
bekerja atas kesadaran hidupnya.,
2. Sikap pada saat bekerja, yaitu ulet, amanat, rajin, kerja keras, berdedikasi,
bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan kuat untuk mempelajari
tugas dan kewajibannya dan suka membatu sesama karyawan
Melaksanakan budaya kerja sangat penting untuk membangkitkan keterpurukan ekonomi
dan sosial, karena budaya kerja akan mengubah sikap dan perilaku SDM untuk mencapai
produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan.
2
2.2 Unsur, Tujuan dan Konsep Budaya Kerja
Budaya kerja adalah berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa atau
masyarakat Indonesia yang diolah sedemikian rupa menjadi nilai-nilai baru yang akan
menjadi sikap dan perilaku manajemen yang diharapkan dalam upaya menghadapi
tantangan baru. Budaya kerja tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi harus
diupayakan dengan sungguh-sungguh melalui proses yang terkendali dengan melibatkan
semua sumber daya manusia dalam seperangkat sistem, alat-alat dan teknik-teknik
pendukung. Budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang, karena
perubahan nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan waktu untuk menjadi
kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melakukan penyempurnaan dan perbaikan.
Unsur dasar budaya kerja merupakan mata rantai proses pada setiap kegiatan yang
berkaitan dengan proses lainnya. Dengan kata lain, suatu hasil pekerjaan merupakan
masukan bagi proses pekerjaan lainnya. Kekuatan rantai proses secara terpadu tersebut
bergantung pada rangkaian terlemah pada proses individual. Kesalah dalam proses akan
memengaruhi kualitas produk akhir. Oleh karena itu, jaminan mutu terletak pada
kekuatan rangkaian yang berjalan dengan baik dan benar semenjak pertama dilakukan
suatu pekerjaan.
Tujuan mendasar dalam budaya kerja adalah membangun sumber daya manusia
seutuhnya agar setiap orang menyadari bahwa kehidupan tidak dapat terlepas dari faktor
internal dan eksternal, serta perannya masing-masing, seperti ada penanam teh, pemetik,
pembeli, penjual, dan seterusnya. Budaya berupaya menciptakan budaya komunikasi dan
perilaku manajemen modern yang melakukan aktivitas dengan penuh tanggungjawab dan
profesional.
Konsep budaya kerja terdiri atas nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Nilai-
nilai tersebut menimbulkan keyakinan dan kesadaran akan pentingnya bekerja sebagai
upaya mempertahankan kehidupan. Setiap nilai harus diimplementasikan pada bentuk-
bentuk aktivitas yang kreatif, inovatif, berdaya guna, dan berhasil guna. Nilai-nilai dalam
organisasi menuntut perubahan cara komunikasi secara vertikal dan horizontal.
Kemudian, membangun hubungan kerja sama yang partisipatif.
Dengan masuknya nilai-nilai budaya dalam manajemen diharapkan terjadi
peningkatan kualitas sumber daya manusia, kualitas cara kerja, dan kualitas produk.
Kualitas produk dapat diukur dengan beberapa aspek berikut :
1. Kesesuaian dengan mutu yang diminta oleh pelanggan, sehingga memuaskan
pelanggan
2. Setiap pelanggan mempunyai dimensi persyaratan mutu yang berbeda-beda
bergantung pada keperluannya. Oleh karena itu untuk menciptakan produk
(barang atau jasa) diperlukan kerja sama internal ataupun eksternal agar
produk tersebut dapat memenuhi standar yang dipersyaratkan oleh pelanggan.
Untuk kerja sama yang intensif, perlu diciptakan jaringan kerja yang
menerobos kekakuan birokrasi, seperti jaringan kerja horizontal, vertikal, dan
diagonal.
3. Orientasi pada pencegahan lebih baik daripada memperbaiki kesalahan karena
biaya perbaikan akan lebih mahal dan memengaruhi daya saing.
4. Agar mutu menjadi lebih baik perlu diperhatikan hal berikut : pembiayaan,
meliputi penilaian (inspeksi, pengujian, dan tugas lain), pencegahan (latihan,
mencari penyebab, koreksi, pengembangan), kegagalan (kerusakan,
perbaikan, kerja ulang, kurang waktu), kegagalan eksternal (penghentian
jaminan, kerusakan, kehilangan pelanggan, keluhan dan perbaikan).
5. Mutu terletak pada sumbunya, bahwa setiap sumber daya manusia adalah
inspektur kualitas bagi pekerjaannya. Untuk mencapai tingkat optimal cara
kerja seperti itu, diperlukan kerja sama kelompok tertentu, para pekerja di beri
pelatihan dan peralatan teknik untuk pemecahan masalah, sehingga mereka
mampu mencegah kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi.
3
6. Mutu dapat diraih melalui cara perbaikan yang berkesinambungan. Hal ini
merupakan filsafah manajemen yang mendekatkan tantangan dan tuntutan
dengan cara kerja melalui proses yang berkesinambungan dan mencapai
kemenangan kecil. Ide-ide dari kelompok akan banyak berperan dalam upaya
memperbaiki mutu.
Budaya kerja jenis ini menumpukan kepada ‘command and control’. Kuasa dan
autoriti dalam organisasi biasanya terpusat kepada pemimpinnya yang seringkali
disanjung sebagai , ‘hero’. Pekerja akan diharapkan untuk memperlihatkan kesetiaan
yang tinggi kepada pemimpin. Arahan dan peraturan dihantar dari atas menuju ke
dasar organisasi.
Budaya bentuk ini seringkali diamalkan dengan berkesan dalam organisasi yang
bersize kecil seperti perniagaan keluarga, syarikat kecil dan firma sederhana.
Bagaimanapun terdapat agensi swasta yang melaksanakan budaya kerja ini dimana
keputusan ditentukan oleh pengasas atau pemegang saham utama, manakala pekerja
tidak mempunyai suara kecuali sebagian kecil individu dalam organisasi yang diberi
kepercayaan oleh pemilik atau pemegang saham utama tadi. Asas kepercayaan boleh
berdasarkan kepada unsur nepotisme, kronisme, pribadi atau mungkin juga
kecakapan.
Dengan demikian hubungan personal yang rapat dengan pihak atasan adalah
faktor penting dalam kelancaran pekerjaan dan kenaikan pangkat. Oleh itu bagi
menjaga kepentingan, pekerja cenderung untuk bersikap ‘yes man , dan ‘play safe’
daripada memberi pandangan kritikal bagi menjaga kedudukan dan kepentingan
masing-masing.
Budaya kerja birokratik ini berasaskan kepada konsep bahwa organisasi boleh
diurus dengan cakap menerusi kaedah pengurusan bersifat impersonal, rasional,
autoriti dan formaliti. Impersonal bermaksud setiap pekerja tertakluk kepada
peraturan dan prosedur yang sama dan harus menerima layanan yang sama. Peraturan
dan prosedur tersebut adalah dilaksanakan secara formal untuk mengingatkan pekerja
akan etika dan keperluan yang dikehendaki daripada mereka.
Oleh itu, struktur kumpulan adalah fleksibel dan interaksi adalah berasaskan
kemahiran dan hormat-menghormati. Keputusan akan diperolehi selepas
perbincangan, perundingan dan persetujuan para anggota projek. Oleh itu kejayaan
dinilai berasaskan kebolehan menyempurnakan projek yang memuaskan pelanggan.
Bekerja secara bersama bagi menjayakan sesuatu projek ini membentuk solidariti
pekerja dan mendorong penyesuaian antara personaliti yang berbeda kerana mereka
sama-sama bertanggungjawab kepada kejayaan organisasi.
Dalam organisasi jenis ini, kesatuan pekerja diakui sebagai bagian utama dalam
organisasi. Kesatuan sekerja berfungsi untuk menjaga kepentingan pekerja dan
membantu pengurusan mencapai tujuan organisasi. Perundingan dan tawar menawar
berlangsung berdasarkan perundangan dan prosedur yang diakui oleh kedua-dua
belah pihak. Meskipun pertikaian dan pertentangan pendapat kadangkala berlaku
antara kesatuan sekerja dan majikan, tetapi ia sering dapat diselesaikan di meja
rundingan. Dari satu segi pihak pengurusan boleh mendapat pandangan wakil
kesatuan sekerja bagi melaksanakan peraturan, sistem dan ganjaran. Manakala
kesatuan sekerja akan mempastikan hak, kepentingan dan kebajikan pekerja diberi
jaminan. Secara keseluruhannya pendekatan ini yang berkonsepkan hubungan rapat
majikan pekerja bertujuan untuk mewujudkan situasi menang-menang antara kedua
belah pihak.
Kelompok atau klan yang hidup bersama, budaya satu ini menekankan aspek
kolaborasi di mana anggotanya menganggap diri mereka sebagai satu keluarga besar
yang saling terlibat satu sama lain. Organisasi yang mengadopsi budaya ini diikat
oleh komitmen dan tradisi, dengan nilai utama berupa teamwork, komunikasi, dan
kesepakatan. Kepemimpinan yang ada pada clan culture berbentuk mentorship.
Salah satu perusahaan yang diketahui mengadopsi clan culture yaitu Tom’s of
Maine, perusahaan yang memproduksi berbagai produk perawatan tubuh natural.
Sang founder, Tom Chappell, berfokus untuk membangun hubungan yang baik
dengan karyawan, konsumen, pemasok, hingga lingkungan.
Budaya ini didasarkan oleh energi dan kreativitas. Setiap karyawan diharapkan
berani mengambil risiko, dengan sosok pemimpin yang dipandang sebagai inovator.
Nilai utama yang dianut biasanya didasari oleh perubahan yang ada, dan salah satu
hal yang menyatukan perusahaan yaitu eksperimen yang diikuti dengan kebebasan
individu.
Facebook merupakan salah satu perusahaan yang menganut budaya adhocracy.
Mark Zuckerberg sebagai CEO terkenal dengan nasihatnya yang berbunyi “Move fast
and break things – unless you are breaking stuff, you are not moving fast enough.”
(Bergerak cepat dan hancurkan hal lain – kamu belum bergerak cepat sampai kamu
merusak berbagai hal).
Market culture dianggap sebagai budaya kerja yang bisa menghambat proses
pembelajaran. Budaya kerja satu ini tidak hanya menekankan aspek kompetitif
dengan pesaing di industri, tetapi juga antar karyawan dalam organisasi. Karyawan
akan dituntut untuk memenuhi tujuan yang sulit dan performa mereka akan
menentukan hasil yang didapat, apakah itu bonus ataupun hukuman.
Penekanan pada performa ini sebenarnya diharapkan bisa menjadi motivasi bagi
karyawan untuk berprestasi. Namun, banyak kritik justru berpendapat bahwa hal ini
bisa menimbulkan budaya yang tidak sehat, seperti ketidakjujuran dan mengurangi
produktivitas.
6
2.4 Aksiologi Budaya Kerja
Pengertian nilai (aksiologi) didefinisikan oleh banyak pakar dari berbagai disiplin
ilmu pengetahuan . Pengertian nilai dari sudut pandang dan disiplin ilmu, diambil dari
buku Handbook of Administrative Ethic, yang di edit oleh Terry L. Cooper dan Mercel
Dekker, antara lain sebagai berikut:
Nilai merupakan inti dari pilihan moral berkaitan dengan etika dalam administrasi
dan manajemen.
Dalam arti sempit, nilai merupakan sesuatu yang dianggap baik, menyenangkan,
penting dan bermanfaat.
Adapun dalam arti luas nilai merupakan segala sesuatu yang dianggap baik,
kewajiban, kebijakan, keindahan, kebenaran, dan keluhuran.
Dalam perpeksi budaya, menurut William Frankena, nilai adalah konsepsi
eksplisit ataupun implisit yang terdapat pada kelompok, yang dijadikan dasar untuk
memilih cara, alat, tujuan yang tersedia dalam bertindak.
Dalam prespektif sosiologi, menurut Erikson, nilai merupakan tolak ukur nilai
batin individu yang memerlukan tuntutan masyarakat.
1. Nilai-nilai ekonomi, seperti rasional, ilmiah, efisiensi, niai terukur dengan materi,
tujuan yang terukur, campur tangan minimal, dan bergantung pada kekuatan pasar.
2. Nilai-niai sosial, seperti kemanusiaan, keamanan, kenyamanan, keselarasan, efisiensi,
kepraktisan.
3. Nilai-nilai demokratis, seperti kepentingan, kepatuhan, aktualisasi diri, hak-hak
minoritas, kebebasan, dan ketepatan.
4. Nilai-nilai birokratis, seperti kemempuan teknik, spesialisasi, tujuan yang ditentukan,
lugas dalam bertindak, rasional, stabilitas, dan tugas terstruktur.
5. Nilai-nilai profesional, seperti keahlian, kewenangan, memutuskan, penolakan
kepentingan pribadi, pengakuan dan diakui masyarakat, komitmen kerja, kewajiban
sosial manfaat bagi pelanggan, dan disiplin.
1. Memberi tujuan, arti, kesenangan, dan nilai pada kehidupan untuk melakukan
sesuatu;
2. Mempermudah dalam membuat keputusan;
3. Menentukan cara kita melihat dan memahami persoalan;
4. Memberi arti, makna, dan signifikansi pada masalah tertentu;
5. Ada yang bersifat sesaat dan ada juga yang permanen.
Nilai budaya kerja adalah pilihan nilai-nilai moral dan etika yang dianggap baik dan
positif, meliputi nilai sosial budaya positif yang relevan, normal atau keindahan, etika,
dan nilai kerja produktif yang bersumber dari pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
7
Nilai di jadikan pedoman secara individu atau kelompok yang dapat
meningkatkan produktifitas dan kerja dalam pelaksanaan tugas penyelenggaraan
pemerintah, pembangunan, dan pelayanan masyarakat.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
9
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. Filsafat Manajemen. Cet. 1. Bandung: Pustaka Setia.
2012
Sumber Internet :
http://faridaniva.blogspot.com/2013/12/makalah-budaya-kerja.html
https://jojonomic.com/blog/budaya-kerja/
10