Anak sekolah menurut definisi WHO (World Health Organization) yaitu golongan anak yang berusia antara 7-15 tahun, sedangkan di Indonesia lazimnya anak yang berusia 7-12 tahun. Menurut Wong (2009), usia sekolah adalah anak pada usia 6-12 tahun, yang artinya sekolah menjadi pengalaman inti anak. Periode ketika anak-anak dianggap mulai bertanggung jawab atas perilakunya sendiri dalam hubungan dengan orang tua mereka, teman sebaya, dan orang lainnya. Usia sekolah merupakan masa anak memperoleh dasar- dasar pengetahuan untuk keberhasilan penyesuaian diri pada kehidupan dewasa dan memperoleh keterampilan tertentu. Anak usia sekolah menurut ( Kemenkes, 2011), adalah anak-anak yang berusia 7-12 tahun. Pada anak usia 7-12 tahun terjadi perubahan yang signifikan terhadap perkembangan biologis, psikososial, kognitif, sosial dan spiritual. Anak diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari delapan belas tahun dan sedang berada dalam masa tumbuh kembang dengan kebutuhan khusus, baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual. Sedangkan anak usia sekolah dapat diartikan sebagai anak yang berada dalam rentang usia 6-12 tahun, dimana anak mulai memiliki lingkungan lain selain keluarga (Supraptini, 2004). Anak usia sekolah biasa disebut anak usia pertengahan. Periode usia tengah merupakan periode usia 6-12 tahun (Santrock, 2008). Periode usia sekolah dibagi menjadi tiga tahapan umur yaitu tahap awal 6-7 tahun, tahap pertengahan 7-9 tahun dan pra remaja 10-12 tahun (Potter & Perry, 2005). 2. Pertumbuhan Anak Usia Sekolah Pertumbuhan (growth) berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,jumlah ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu,yang bias diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolic (retensi kalsium dan nitrogen tubuh) (Soetjiningsih, 2002). Pertumbuhan adalah proses normal dari pembesaran ukuran organisme yang disebabkan oleh accretion (pertumbuhan) jaringan tubuh (Anderson, 2007). Faktor yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu internal dan eksternal atau faktor lingkungan. a. Faktor Internal Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung didalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan kualitas dan kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas terhadap rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang. Termasuk faktor genetic adalah faktor bawaan normal atau patologik, jenis kelamin, suku bangsa. Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal b. Faktor Eksternal Faktor eksternal atau peranan lingkungan adalah faktor prenatal ibu yang termasuk status gizi ibu pada saat hamil Toksin atau obat-obatan yang bisa menyebabkan kelainan kongenital seperti thalidomide. Paparan terhadap sinar radiasi seperti X–ray dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti mikrosefali, spina bifida, retardasi mentaldan deformitas anggota gerak, kelainan congenital mata dan jantung. Ibu yang mengalami infeksi pada trimester pertama dan kedua oleh TORCH (Toksoplasma, Rubella,Sitomegalo virus, Herpes simpleks) dan penyakit menular seksual dapat mengakibatkan kelainan pada janin seperti katarak, bisu, tuli, mikrosefali, retardasi mental dan kelainan jantung kongenital. Jika ibu memiliki golongan darah yang berbeda antara diri dan janin maka ada kemungkinan terjadi Eritroblastosisfetalis (Tanuwidjaya, 2003).Faktor eksternal yang lainnya adalah faktor pasca natal, yaitu bila gizi yang diperlukan bayi untuk bertumbuh dan berkembang mencukupi. Jika anak atau bayi mengalami penyakit kronis atau kelainan kongenital, serta lingkungan fisik dan kimia ,Psikologis sang anak, caranya berhubungan dan berinteraksi dengan orang sekitarnya. 3. Perkembangan Anak Usia Sekolah Anak usia sekolah memiliki perubahan dari periode sebelumnya. Harapan dan tuntutan baru dengan adanya lingkungan yang baru dengan masuk sekolah dasar saat usia 6 atau 7 tahun (Hurlock, 2015). Anak usia sekolah mengalami beberapa perubahan sampai akhir dari periode masa kanak-kanak dimana anak mulai matang secara seksual pada usia 12 tahun (Hurlock, 2015). Dalam tahap perkembangan anak di usia sekolah, anak lebih banyak mengembangkan kemampuannya dalam interaksi soisal, belajar tentang nilai moral dan budaya dari keluarga serta mulai mencoba untuk mengambil bagian peran dalam kelompoknya. Perkembangan yang lebih khusus juga mulai muncul dalam tahap ini seperti perkembangan konsep diri, keterampilan serta belajar untuk menghargai lingkungan sekitarnya (Hidayat, 2005). Terdapat tiga tahapan perkembangan anak usia sekolah menurut teori tumbuh kembang, yaitu: a. Perkembangan Kognitif (Piaget) Dilihat dari sisi kognitif, perkembangan anak usia sekolah berada pada tahap konkret dengan perkembangan kemampuan anak yang sudah mulai memandang secara realistis terhadap dunianya dan mempunyai anggapan yang sama dengan orang lain. Sifat ego sentrik sudah mulai hilang, sebab anak mulai memiliki pengertian tentang keterbatasan diri sendiri. Anak usia sekolah mulai dapat mengetahui tujuan rasional tentang kejadian dan mengelompokkan objek dalam situasi dan tempat yang berbeda. Pada periode ini, anak mulai mampu mengelompokkan, menghitung, mengurutkan, dan mengatur bukti- bukti dalam penyelesaian masalah. Anak menyelesaikan masalah secara nyata dan urut dari apa yang dirasakan. Sifat pikiran anak usia sekolah berada dalam tahap reversibilitas, yaitu anak mulai memandang sesutau dari arah sebaliknya atau dapat disebut anak memiliki dua pandangan terhadap sesuatu. Perkembangan kognitif anak usia sekolah memperlihatkan anak lebih bersifat logis dan dapat menyelesaikan masalah secara konkret. Kemampuan kognitif pada anak terus berkembang sampai remaja (Hurlock, 2015) b. Perkembangan Psikoseksual (Freud) Pada perkembangan ini, anak usia sekolah berada pada fase laten dimana perkembangannya ditunjukkan melalui kepuasan anak terhadap diri sendiri yang mulai terintegrasi dan anak sudah masuk pada masa pubertas. Anak juga mulai berhadapan dengan tuntutan sosial seperti memulai sebuah hubungan dalam kelompok. Pada tahap ini anak biasanya membangun kelompok dengan teman sebaya. Anak usia sekolah mulai tertarik untuk membina hubungan dengan jenis kelamin yang sama. Anak mulai menggunakan energi untuk melakukan aktifitas fisik dan intelektual bersama kelompok sosial dan dengan teman sebayanya, terutama dengan yang berjenis kelamin sama (Wong, 2009) c. Perkembangan Psikososial Pada perkembangan ini, anak berada dalam tahapan rajin dan akan selalu berusaha mencapai sesuatu yang diinginkan terutama apabila hal tersebut bernilai sosial atau bermanfaat bagi kelompoknya. Pada tahap ini anak akan sangat tertarik dalam menyelasaikan sebuah masalah atau tantangan dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan oleh adanya keinginan anak untuk mengambil setiap peran yang ada di lingkungan sosial terutama dalam kelompok sebayanya. Pada tahap ini, anak menginginkan adanya pencapaian yang nyata. Keberhasilan anak dalam pencapaian setiap hal yang mereka lakukan akan meningkatkan rasa kemandirian dan kepercayaan diri anak. Anak- anak yang tidak dapat memenuhi standar yang ada dapat mengalami rasa inferiority (Muscari, 2005; Wong, 2009). Anak yang mengalami inferiority harus diberikan dukungan dalam menjalankan aktivitasnya(Sarafino, 2006). Pengakuan teman sebaya terhadap keterlibatan anak di kelompoknya akan memberikan dukungan positif pada anak usia sekolah. Perkembangan moral anak usia sekolah menurut Kohlberg berada di tahap konvensional (Muscari, 2005). Perkembangan moral sejalan dengan cara pikir anak usia sekolah yang lebih logis (Hockenberry & Wilson, 2007). Anak pada usia sekolah dapat lebih memahami standar perilaku yang seharusnya mereka terapkan pada kehidupan sehari- hari. Anak dalam tahap konvensional, mulai memahami bagaimana harus memperlakukan orang lain sesuai dengan apa yang ingin diterima oleh mereka dari orang lain (Muscari, 2005; Wong, 2009). Anak mulai melihat berbagai cara pandang untuk menilai suatu tindakan benar atau salah (Hockenberry & Wilson, 2007). Secara Internasional terdapat 4 parameter menilai aspek− aspek perkembangan anak usia sekolah 1. Personal sosial (kepribadian atau tingkah laku sosial) Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. 2. Fine motor adaptive (gerakan motorik halus) Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian- bagian tubuh tertentu saja dan dilakukan otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat. Misalnya, kemampuan untuk menggambar dan memegang sesuatu benda. 3. Language (bahasa) Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti perintah dan bicara spontan. 4. Gross motor (perkembangan motorik kasar) Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan pergerakan tubuh dan sikap tubuhyang melibatkan otot- otot besar. 4. Ciri−ciri dan Prinsip Tumbuh−Kembang Perkembangan dan pertumbuhan mengikuti prinsip cephalo caudal dan proximodistal. Prinsip cephalo caudal merupakan rangkaian dimana pertumbuhan yang tercepat selalu terjadi diatas, yaitu di kepala. Pertumbuhan fisik dan ukuran secara bertahap bekerja dari atas kebawah,perkembangan sensorik dan motorik juga berkembang menurut prinsip ini,contohnya bayi biasanya menggunakan tubuh bagian atas sebelum merekamenggunakan tubuh bagian bawahnya (Santrock, 2011). Prinsip proximodistal (dari dalam ke luar) yaitu pertumbuhan dan perkembangan bergerak dari tubuh bagian dalam ke luar (Papalia,2010). Menurut Potter dan Anne (2009) ciri – ciri pertumbuhan yaitu: a. Pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalamhal bertambahnyaukuran fisik seperti berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkarlengan dan lingkar dada. b. Pertumbuhan dapat terjadi perubahan proporsi yang dapat terlihat padaproporsi fisik atau organ manusia yang muncul mulai dari masa konsepsi hingga dewasa. c. Pertumbuhan dan perkembangan terjadi hilangnya ciri −ciri lama yangada selama masa pertumbuhan, seperti hilangnya kelenjar timus,lepasnya gigi susuatau hilangnya reflex tertentu. d. Pertumbuhan terdapat ciri baru yang secara perlahan mengikuti proses kematangan, seperti adanya rambut pada daerah aksila, pubis atau dada. Sementara itu ciri –ciri perkembangan yaitu: a. Perkembangan selalu melibatkan proses pertumbuhan yang diikuti dariperubahan fungsi, seperti perkembangan sistem reproduksi akan diikuti perubahan pada fungsi alat kelamin. b. Perkembangan memiliki pola yang konstan dengan hukum tetap, yaitu perkembangan dapat terjadi dari daerah kepala menuju ke arah kaudalatau dari bagian proksimal ke bagian distal. c. Perkembangan memiliki tahapan yang berurutan mulai dari kemampuan melakukan hal yang sederhana menuju kemampuan melakukan hal yang sempurna. d. Perkembangan setiap individu memiliki kecepatan pencapaian perkembangan yang berbeda. e. Perkembangan dapat menentukan pertumbuhan tahap selanjutnya, dimana tahapan perkembangan harus melewati tahap demi tahap. (Potter dan Anne, 2009) Teori dalam perkembangan anak, yaitu: 1. Teori Nativisme, teori ini pertama kali digagas oleh Schopenhauer. Menurut teori ini, perkembangan manusia ditentukan oleh faktor-faktor nativus yaitu faktor-faktor keturunan yang merupakan faktor yang dibawa pada waktu melahirkan. Teori ini meyakini bahwa faktor yang paling mempengaruhi dalam perkembangan manusia adalah pembawaan sejak lahir atau boleh dibilang ditentukan oleh bakat. Teori nativisme bersumber dari Leibnitzian tradition yangmenekankan pada kemampuan dalam diri seorang anak. Orang-orang yang mengikuti teori nativisme sangat menekankan bakat yang dimilikinya sehingga dapat mengembangkan secara maksimal. 2. Teori dalam perkembangan anak selanjutnya yaitu Teori Empirisme oleh John Locke. Teori empirisme menyatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pengalaman-pengalaman yang diperoleh selama perkembangan individu dalam kehidupannya. Faktor lingkungan, lebih khusus adalah dunia pendidikan, sangat besarmenentukan perkembangan anak. 3. Teori Konvergensi, dikemukakan oleh William Stern. Menurut teori ini, baik pembawaan maupun lingkungan mempunyai peranan penting dalam perkembangan anak. Perkembangan individu akan ditentukan oleh faktor yang dibawa sejak lahir maupun faktor lingkungan (Azzet, 2010) Daftar pustaka Ali, Z. (2009). Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC. Chayatin, N. (2012). Ilmu Keperawatan Komunitas konsep dan aplikasi. Jakarta : Salemba Medika.
Albert Bandura dan faktor efikasi diri: Sebuah perjalanan ke dalam psikologi potensi manusia melalui pemahaman dan pengembangan efikasi diri dan harga diri