Anda di halaman 1dari 12

1 Anatomi

1.1 Ileum

Ileum merupakan bagian ketiga dari usus halus dan berakhir pada ileocecal

junction yang merupakan titik pertemuan antara ileum and caecum. Ileum terminal

biasanya berada di pelvis yang kemudian naik dan berakhir pada aspek medial dari

caecum. Meskipun tidak ada batas demarkasi yang jelas antara jejunum dan ileum,

kedua struktur tersebut memiliki karakter khusus yang secara operatif penting. Berikut

merupakan tabel yang menyajikan perbedaan antara Jejunum and Ileum (Drake dkk.,

2014; Moore dkk., 2010).

Tabel x.x Perbedaan anatomis pada Jejunum dan Ileum Moore dkk., 2010

Karakteristik Jejunum Ileum


Warna Merah gelap Pink pucat
Kaliber 2-4 cm 2-3 cm
Dinding Tebal dan berat Tipis dan ringan
Vaskularisasi Lebih banyak Lebih sedikit
Vasa recta Panjang Pendek
Arcades Sedikit loop yang besar Banyak loop pendek
Jaringan lemak di Sedikit Lebih banyak
mesenterikum
Lipatan sirkular (Plica Besar, tinggi, dan Sedikit, jarang dan tidak
circulares) berdekatan aad di bagian dista;
Limfonodi Sedikit Banyak

Dengan ilustrasi anatomi untuk ileum seperti gambar di bawah ini :

B. Ileum proksimal
A B. Ileum terminal

Gambar x.x Struktur mesenterikum pada ileum (Moore dkk., 2010).

Mesenterium merupakan lipatan perineum berbentuk kipas yang melekatkan

ileum dan ileum pada dinding abdomen posterior. Arteri mesenterica superior (SMA)

mensuplai darah untuk jejunum dan ileum melalui arteri jejunalis dan ileal. Arteri-arteri

ini kemudian bergabung dan membentuk loop atau busur yang disebut arterial arcades

yang kemudian becabang dan muncul arteri yang lurus dan dikenal sebagai vasa recta.

Vena mesenterika superior mengalirkan darah dari jejunum dan ileum. Cabang-cabang

SMA dikelilingi oleh plesus saraf periarterial yang merupakan persarafan yang

menginervasi usus halus (Drake dkk., 2014; Moore dkk., 2010 ).


Gambar x.x Menggambarkan suplai vaskular pada usus (Moore dkk., 2010)

1.2 Usus besar

Usus besar merupakan tempat dimana air diabsorbsi dari residu yang tidak bisa

dicerna dari chyme cair menjadi feses semisolid yang disimpan sementara dan

diperbolehkan untuk diakumulasi sampai terjadinya defekasi. Usus besar terdiri dari

caecum, appedix, colon ascendens, transversum, descendens, dan sigmoid, juga anal

canal. Perbedaan antara usus halus dan usus besar antara lain (Drake dkk., 2014;

Moore dkk., 2010) :

 Omental appendices : Merupakan struktur kecil, berlemak, proyeksi seperti omen

 Taenia coli : merupakan 3 pita longitudinal yang mencolok, (1) mesocolic tenia

yang transversal dan pada sigmoid mesocolons, (2) omental tenia yang berada

di daerah melekatnya omental appendices, (3) tenia libera pada tempat-tempat

selain di mesocolon atau di perlekatan omental appendices.

 Haustra : sakulasi dari dinding kolon antara teniae


 Kaliber yang lebih besar

Gambar x.x Ilustrasi dari ileum terminal dan usus besar (Moore dkk., 2010).

1.2.1 Cecum dan Appendix

Cecum merupakan bagian pertama dari usus besar dan berlanjut menjadi colon

ascendens. Merupakan kantung usus dengan panjang dan diameter 7,5 cm. Berada

pada fossa illiaca pada kuadran kanan bawah dari abdomen. Meruapakan organ
intraperitoneum dan tidak memeiliki mesenterikum(Drake dkk., 2014; Moore dkk.,

2010).

Appendix merupakan divertikulum pada usus dengan panjang 6-10 cm yang

mengandung massa jaringan limfatik. Appendix memiliki mesenterikum yang pendek

dan triangular dan disebut mesoappendix yang merupakan derivat dari bagian posterior

mesenterikum dari ileum terminal (Drake dkk., 2014; Moore dkk., 2010).

1.2.2 Colon

Colon terbagi menjadi 4 bagian – ascendens, traversal, descendens, dan

sigmoid – yang dibedakan satu sama lain dari sudutnya. Segmen ascedens dan

descendens merupakan segmen yang berada pada retriperitoneal dan segmen

transversal dan sigmoid merupakan organ intraperitoneal. Pembuluh darah yang

mensuplai colon ascendens antara lain ialah cabang-cabang dari ileocolic artery,

cabang SMA yaitu right colic artery. Untuk colon tranversal antara lain cabang SMA

yaitu right colic artery, middle colic artery, dan left colic artery. Sedangkan vaskularisasi

untuk colon descendens ialah left colic artery dari arteri mesenterica inferior.Dan yang

terakhir, colon sigmoid mendapatkan vaskularisasi dari arteri sigmoidal dari arteri

mesenterica inferior (Drake dkk., 2014).


2. Manifestasi Klinis

IBD dapat diklasifikasikan sesuai dengan umur pada saat terjadinya onset : (1)

Pediatric onset (<17 tahun); (2) Early onset (<10 tahun); (3) Very early onset (<6

tahun); (4) Infant/toddler onset (0-2 tahun); (5) neonatal onset. Anak-anak dengan onset

yang awal memiliki insidensi yang tinggi memiliki penyebab monogenetik untuk IBDnya

daripada penyebab idiopatik dan dimungkinkan penyebabnya ialah lingkungan-

poligenetik. Pada kasus-kasus IBD, biasanya dimungkinkan untuk membedakan kolitis

ulseratif (UC) dengan penyakit Crohn (CD) melalui manifestasi klinis, pemeriksaan

radiologis, endoskopi, dan temuan histopatologi. Kadang-kadang, seorang anak diyakini

menderita UC, namun kemudian ditemukan diagnosanya ialah kolitis Crohn. Pada

pasien yang lebih muda, penyakit Crohn biasanya lebih sering bermanifestasi sebagai

inflammasi kolon secara eksklusif yang sangat mirip dengan UC (Nelson dkk., 2016).

Tabel x.x Perbandingan Klinis pada CD dan UC (Nelson dkk., 2016).

Fitur Klinis Crohn Disease Ulcerative Colitis


Perdarahan rectal Kadang-kadang Sering ditemukan
Diare, mukus, pus Bervariasi Sering ditemukan
Nyeri abdomen Sering ditemukan Bervariasi
Massa abdomen Sering ditemukan Tidak muncul
Gagal tumbuh Sering ditemukan Bervariasi
Penyakit perianak Sering ditemukan Langka
Keikutsertaam rectum Kadang Universal
Pyoderma gangrenosum Langka Ada
Erythema nodusum Sering ditemukan Lebih jarang
Mouth ulceration Sering ditemukan Langka
Thrombosis Lebih jarang Muncul
Penyakit colon 50-75 % 100%
Penyakit ileal Sering ditemukan Tidak ada kecuali ileitis
mundur (backwash)
Penyati esophageal-gaster Lebih umum Gastritis kronis dapat
dijumpai
Striktur Sering dijumpai Langka
Fissura Sering ditemukan Langka
Fistula Sering ditemukan Langka
Toxic megacolon Tidak ada Ada
Sclerosing cholangitis Lebih jarang Ada
Risiko kanker Meningkat Sangat meningkat
Lesi diskontinu (skip) Sering ditemukan Tidak muncul
Keikutsertaan transmural Sering ditemukan Tidak umum
Abses kripte Lebih jarang Sering ditemukan
Granuloma Sering ditemukan Tidak ada
Ulserasi linear Jarang Sering ditemukan
Perinuclear antineutrophil cyto <20% 70%
-plasmic antibody hasil positif

Manifestasi ekstraintestinal sedikit lebih sering terjadi pada CD daripada UC.

Retardasi pertumbuhan terlihat pada 15-40% anak-anak dengan CD pada saat

didiagnosis. Penurunan kecepatan penambahan tinggi badan terjadi pada hampir 90%

anak dengan CD yang didiagnosa saat masa kanak-kanak atau remaja. Manifestasi

ekstraintestinal yang terjadi dengan IBD misalnya keterlibatan persendian, kulit, mata,

mulur, dan hepatobilier lebih dikaitkan dengan kolitis (Nelson dkk., 2016).
D

Gambar x.x Daftar komplikasi ekstra intestinal pada IBD. (Nelson dkk., 2016).

2.1 Kolitis Ulseratif (UC)

Kolitis ulseratif merupakan penyakit inflammasi kronis idiopatik yang biasanya

lokal pada kolon dan menyidakan saluran pencernaan atas. Penyakit ini biasanya

dimulai di rektum dan meluas ke arah proksimal dengan jarak yang beraga. Ketika
terlokalisasi di rektum, penyakitnya disebut sebagai proctitis ulseratif, namun apabila

penyakitnya meliputi seluruh colon maka disebut pankolitis. Sekitar 50-80% pasien

pediatri memiliki kolitis ekstensif, dan pada dewasa lebih sering mengalami kolitis distal.

Proctitis ulseratif lebih jarang berhubungan dengan manifestasi sistemik, meskipun bisa

jadi lebih tidak responsif terhadap terapi dibandingkan penyakit yang lebih difusa.

Sekitar 30% dari pasien anak-anak dengan proctitis ulseratif mengalami penyebaran

penyakit ke proksimal. Kolitis ulseratif diketahui sangat jarang muncul pada bayi

(Nelson dkk., 2016).

Presentasi paling sering pada kolitis ulseratif ialah ditemukannya darah, mucus,

dan pus pada feses. Konstipasi juga dapat muncul pada pasien dengan proctitis. Gejala

seperti tenesmus, urgency, nyeri abdomen terasa diremas terutama dengan pergerakan

usus, dan pergerakan usus nokturnal sering sekali ditemukan. Untuk mode dari onset

bermacam-macam, mulai dari progresi gradual hingga akut dan fulminant. Demam,

anemia berat, hypoalbuminemia, leukositosis, dan lebih dari 5 kali BAB darah selama 5

hari didefinisikan sebagai kolitis fulminan. Kekronisan dari penyakit amatlah penting

untuk diagnosis, sulit diketahui apakah pasien mengalami subakut, kolitis transient, atau

kolitis ulseratif ketika anak memiliki 1-2 minggu gelaja. Anorexia, penurunan berat

badan, dan gagal tumbuh dapat muncul, meskipun komplikasi tersebut lebih sering

dijumpai pada CD (Nelson dkk., 2016).

Manifestasi ekstraintestinal yang lebih sering muncul pada kolitis ulseratif

daripada penyakit Crohn antara lain pyoderma gangrenosum, sclerosing cholangitis,

hepatitis kronik aktif, dan ankylosisng spondylitis. Defisiensi besi dapat terjadi sebagai

akibat dari kehilangan darah kronis dan penurunan intake makanan. Defisiensi folat
jarang namun dapat lebih menonjol pada anak yang diterapi dengan sulfasalazine yang

mana mengganggu absorpsi folat. Inflammasi kronik dan hubungannya dengan sitokin

inflammasi dapat ikut campur dalam proses erythropoiesis dan berujung pada anemia

karena penyakit kronik. Amenorrhea sekunder juga sering ditemukan pada periode

penyakit yang aktif (Nelson dkk., 2016).

Sangat penting pula untuk memikirkan kemungkinan adanya infeksi usus dengan

gejala yang rekuren. Karena infeksi tersebut dapat mirip dan justru memicu rekurensi.

Penggunaan NSAID juga pada beberapa penelitian dipertimbangkan sebagai faktro

predisposisi dari eksaserbasi. Dipercaya bahwa risiko terjadinya kanker colon

meningkat pada 8-10 tahun penyakit dan bisa terus meningkat sekitar 0,5-1% per tahun

(Nelson dkk., 2016).

A B C D

Gambar x.x Endoskopi mayo untuk scoring pada kolitis ulseratif. (A) Skor 0 = Normal,
remisi endoskopi, (B) Skor 1 = ringan, eritema, penurunan pola vaskular, friabilitas
ringan, (C) Skor 2 = sedang, eritema jelas, pola vaskular yang menghilang, friabilitas,
erosi, (D) Skor 3 = parah, perdarahan spontan, ulserasi (Nelson dkk., 2016).

2.2 Penyakit Crohn (CD)

Penyakit Crohn merupakan penyakit inflammasi kronis dari pencernaan yang

idiopatik, melibatkan region mana saja dari seluruh traktus, mulai dari mulut hingga

anus. Meskipun banyak sekali kesamaan antara UC dan CD, ada perbedaan utama
secara klinis dan distribusi dari kedua penyakit ini. Proses inflammasi pada CD lebih

eksentrik dan segmental dan sering dengan skip area yaitu adanya bagian normal usus

antara area yang mengalami inflammasi. Meskipun inflammasi pada UC biasanya

terbatas pada mukosa, keterlibatan GIT pada CD biasanya hingga transmural.

Dibandingkan dengan kondisi onset dewasa, CD pada pediatri lebih sering mengalami

perluasan keterlibatan anatomis. Pada kondisi awal, lebih dari 50% pasien mengalami

penyakit yang melibatkan ileum dan colon (ileocolitis), 20% secara ekslusif dengan

penyakit kolon. Sekitar 30% persen sisanya didapatkan keterlibatan saluran cerna atas

(esofagus, lambung, dan duodenum (Nelson dkk., 2016).

Penyakit yang terbatas pada colon saja lebih sering pada pasien anak kurang

dari 8 tahun dan dapat dibedakan dari UC. Lokasi anatomis pada CD mudah sekali

meluas seiring berjalannya waktu pada anak. CD cenderung memili distribusi umur

bimodah dengan puncak utama biasanya pada usia remaja (Nelson dkk., 2016).

Penyakit Crohn memiliki karakter inflammasi, striktur, atau penetrasi. Pasien

dengan gangguan pada usus halus sering mengalami pola obstruktid dengan keluhan

nyeri kuadran kanan bawah yang memiliki karakter fibrostenosis, dan yang memiliki

penyakit kolon paling sering mengalami gejala karena terjadinya inflammasi seperti

diare, perdarahan, nyeri. Fenotip dari penyakit biasanya berubah sesuai durasi dari

penyakit semakin lama. Inflammasi akan semakin memiliki karakter striktur dan/atau

penetrasi (Nelson dkk., 2016).

Gejala dan tanda sistemik lebih sering pada CD daripada UB. Demam, malaide,

dan mudah lelah adalah yang sering ditemukan. Gagal tumbuh dengan perlambatan

maturasi tulang dan perlambatan perkembangan seksual bisa mendahulu gejala lain
dan 2 kali lebih sering terjadi pada CD dibanding UC. Tak jarang pula, anak-anak

datang dengan kondisi klinis gagal pertumbuhan sebagai satu-satunya manifestasi CD

(Nelson dkk., 2016).

Referensi

Anda mungkin juga menyukai