Sistem Irigasi Tetes
Sistem Irigasi Tetes
b. Sumber daya, sumber tenaga yang digunakan untuk mengalirkan air dapat
dari gaya gravitasi (bila sumber air lebih tinggi daripada lahan
pertanaman), dan untuk sumber air yang sejajar atau lebih rendah dari
pada lahan pertanaman maka diperlukan bantuan pompa. Untuk lahan
yang mempunyai sumber air yang dalam, maka diperlukan pompa
penghisap pompa air sumur dalam.
❖ Irigasi bawah permukaan (sub-surface irrigation). Pada metoda ini air irigasi diberikan menggunakan emitterdi
bawah permukaan tanah. Debit pemberian pada metoda irigasi ini sama dengan yang dilakukan pada irigasi tetes.
❖ Bubbler irrigation. Pada metoda ini air irigasi diberikan ke permukaan tanah seperti aliran kecil menggunakan
pipa kecil (small tube) dengan debit sampai dengan 225l/jam. Untuk mengontrol aliran permukaan (run off) dan
erosi sering kali dikombinasikan dengan cara penggenangan (basin) dan alur (furrow).
❖ Irigasi percik (spray irrigation). Pada metoda ini, air irigasi diberikan dengan menggunakan penyemprotan kecil
(micro sprinkler) ke permukaan tanah. Debit pemberian irigasi percik sampai dengan 115l/jam. Pada metoda ini,
kehilangan air karena evaporasi lebih besar dibandingkan dengan metoda irigasi tetes lainnya.
Irigasi tetes juga dapat dibedakan berdasarkan jenis cucuran air menjadi :
(a) Air merembes sepanjang pipa lateral (viaflo)
(b) Air menetes atau memancar melalui alat aplikasi yang di pasang pada pipa lateral
(c) Air menetes atau memancar melalui lubang-lubang pada pipa lateral
Kelebihan irigasi tetes
❖Meningkatkan nilai guna air
❖Meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil
❖Meningkatkan efisiensi dan efektifitas
pemberian
❖Menekan resiko penumpukan garam
❖Menekan pertumbuhan gulma
❖Menghemat tenaga kerja
Kekurangan irigasi tetes
❖Memerlukan perawatan yang intensif
❖Membatasi pertumbuhan tanaman
❖Keterbatasan biaya dan teknik
Komponen irigasi tetes
1. Jaringan irigasi pada pipa
Jaringan irigasi tetes menggunakan pipa PVC (Poly Vinyl Chloride) dan PE (Poly Ethylene).
Seluruh pipa tersebut diatur sedemikian rupa sehingga terdapat pipa utama, pipa sekunder,
dan kalau ada pipa tersier. Pipa yang digunakan biasanya berukuran 0,5-1 inchi (1,27-2,54 cm)
dan pipa sekunder 0,24-0,5 inchi (0,61-1,27 cm) (Najiyanti dan Danarti, 1993).
2. Emitter
Emiter merupakan alat pengeluaran air yang disebut pemancar. Emiter mengeluarkan dengan
cara meneteskan air langsung ke tanah ke dekat tanaman. Daerah yang dibasahi emiter
tergantung pada jenis tanah, permeabilitas tanah. Emiter harus
menghasilkan aliran yang relatif kecil dan menghasilkan debit yang menghasilkan konstan.
Penampang aliran perlu relatif lebar untuk mengurangi tersumbatnya emiter (Hansen, dkk,
1986).
3. Tekanan
Menurut Erizal (2003) keseragaman pemberian air ditentukan berdasarkan variasi debit yang
dihasilkan emiter. Karena debit merupakan fungsi dari tekanan operasi, maka variasi tekanan
operasi merupakan faktor keseragaman aliran. Oleh karena tekanan berpengaruh pada debit
emiter maka semakin besar tinggi air tangki penampungan akan semakin tinggi pula tekanan.
Sehingga debit akan semakin besar.
lanjutan
4. Debit Emitter
Debit : banyaknya volume air yang mengalir per satuan waktu. Debit yang umum digunakan 4
liter/jam. Pilihan lain bisa 2,6,8 liter/jam.
5. Daerah terbasahi
Semua jenis tanah bersifat lolos air, dimana air akan mengalir melalui ruang-ruang kosong yang
terdapat di antara butir-butir tanah. Daerah yang dibasahi oleh suatu areal tergantung pada
kecepatan dan volume dari pemancar emiter.
W = K (Vw)0.22 x (Cs / q)-0.17
dengan
W : lebar daerah terbasahi atau pola penyebaran air (m)
Vw : volume air yang diberikan (l)
Cs : permeabilitas tanah (m/detik)
q : debit emiter (l/jam)
K : koefisien empiris (0.0031)
GAMBAR BAHAN IRIGASI TETES