Anda di halaman 1dari 9

BAB 2

KESETIMBANGAN FASA
(Sistem tiga komponen)
Indikator Pembelajaran:
1. Mahasiswa mampu menerangkan diagram fasa system sistem tiga
komponen cair-cair dan padat-cair
2. Mahasiswa mampu menggambar diagram fasa system tiga komponen
cair-cair berdasarkan informasi yang diberikan
SISTEM TIGA KOMPONEN
Dalam sistem tiga komponen, derajat kebebasan, f = 3-p+2 = 5-p. Untuk p =1,
ada 4 derajat kebebasan. Cukup sulit untuk menyatakan sistem seperti ini dalam
bentuk grafik lengkap dalam tiga dimensi, apalagi dalam dua dimensi. Penggambaran
dalam tiga dimensi membutuhkan perangkat lunak computer yang baik, oleh karena
itu biasanya dinyatakan pada suhu dan tekanan yang tetap, dan derajat kebebasannya
menjadi f = 3-p. Jadi derajat kebebasannya paling banyak adalah dua, dan dapat
dinyatakan dalam satu bidang. Pada suhu dan tekanan tetap, variabel yang dapat
digunakan untuk menyatakan keadaan sistem tinggal komposisi yakni XA , XB, XC
yang dihubungkan melalui XA + XA + XA = 1 . Komposisi salah satu komponen
sudah tertentu jika dua komponen lainnya diketahui. Untuk menyatakannya dalam
suatu grafik, Gibbs dan Rozenboom menggunakan suatu segitiga sama sisi. Titik A,
B, C pada setip sudut tiga masing- masing menyatakan 100% A, 100% B dan 100% C
(gambar 2.23). Tiap titik dalam segitiga tersebut jika dihubungkan secara tegak lurus
ke sisi-sisinya dan diperoleh penjumlahan ketiga garis ini selalu konstan, sama
dengan tinggi segitiga tersebut, h.
Pada Gambar (2.23), + + = h. Dalam hal ini, tinggi segitiga
dinyatakan dalam 100 satuan, sehingga panjang garis , dan masing-
masing sama dengan persentase dari A, B dan C (bisa dalam persen mol atau dalam
persen berat). Jika setiap komposisi dari sistem dapat dinyatakan oleh suatu titik di
dalam segitiga atau pada segitiga tersebut.

Kaimir S., Pendidikan Kimia-FKIP Undana 2020 Halaman 1


Untuk memudahkan, pada Gambar (2.23) digambarkan garis-garis yang
sejajar dengan sisi- sisi segitiga dengan rentang jarak yang sama. Pada suatu garis
yang sejajar dengan AB, komposisi C tetap. Titik H yang ada pada gambar
menyatakan 25% A, 50% B dan 25% C. Sepanjang garis AB, persentase C nol;
artinya setiap titik pada AB sesuai dengan sistem biner A dan B.

Gambar 2.23 Sistem koordinat segitiga yang digunakan dalam diagram fasa terner
Salah satu conto sistem ini adalah aseton-air-dietil eter (“eter”) pada 1 atm
dan 30 . Pada keadaan ini, air dan aseton misibel, demikian pula eter dan aseton
misibel, akan tetapi ai dan eter misibel sebagian. Diagram fasa sistem ini dapat dilihat
pada gambar (2.24).
Daerah di atas kurva CFKHD merupakan daerah satu fasa. Setiap titik yang
ada di bawah kurva menyatakan adanya dua fasa cair dalam kesetimbangan. Garis-
garis yang ada dalam daerah ini merupakan garis dasi yang ujungnya menyatakan
komposisi kedua fasa. Berbeda halnya dengan sistem biner yang garis dasinya
horisontal, garis dasi pada sistem terner ini tidak seperti itu.

Kaimir S., Pendidikan Kimia-FKIP Undana 2020 Halaman 2


Gambar 2.24 Diagram fasa cair-cair system aseton-air-eter pada 30 oC dan 1 atm,
koordinat merupakan persen mol.
Kedudukan garis dasi ditentukan melalui analisis kimia dari setiap fasa. Pada
gambar (2.24), sistem dengan komposisi (keseluruhan) G terdiri atas dua fasa, yakni
fasa , eter yang larut dalam air dengan komposisi F dan fasa , air yang larut dalam
eter dengan komposisi H. Kemiringan garis dasi FGH menunjukkan bahwa aseton
dalam fasa lebih banyak dari fasa .
Titik K adalah titik batas yang didekati oleh garis dasi dimana kedua fasa
dalam kesetimbangan menjadi semakin dan semakin mirip. Titik K disebut dengan “
plait point”, dan kurva CFKHD disebut dengan kurva “binodal”.
Jika ada dua pasang cairan yang misibel sebagian, misalnya pasangan A-B dan
B-C maka kurva binodalnya akan muncul seperti pada Gambar (6.23.a). Pada suhu
yang lebih rendah, kedua kurva binodal pada gambar (2.25.a) bisa overlap. Jika
overlapnya sedemikian rupa sehingga plait pointnya saling bergabung satu sama lain,
maka daerah dua-fasa menjadi berubah seperti yang terlihat pada gambar (2.25b)

Gambar 2.25 Dua pasang cairan yang misibel sebagian

Kaimir S., Pendidikan Kimia-FKIP Undana 2020 Halaman 3


Jika kurva binodal tak bertemu di plait point, diagramnya mempunyai bentuk seperti
yang terlihat pada Gambar (2.25c). Setiap titik dalam segitiga kecil abc menyatakan
keadaan sistem dimana tiga lapisan cair yang mempunyai komposisi a, b dan c
terdapat bersama-sama.

Gambar 2.26 Sistem koordinat segitiga dalam sistem 3 komponen


Titik G mempunyai koordinat 25 % mol A, 10 % mol B dan 65 % mol C.
Titik G dapat dibuat dengan memotongkan garis yang mempunyai komposisi 25 %
mol A yaitu garis sejajar BC, 10 % mol B yaitu garis sejajar AC dan garis sejajar AB
dengan % mol 65 %.
Gambar 2.27 adalah contoh diagram fasa 3 komponen cair-cair sistem aseton-
air-eter pada 30 oC, 1 atm dengan koordinat persen mol . Daerah di bawah kurva
adalah daerah 2 fasa yaitu air-aseton dan eter-aseton. Dalam gambar terlihat pada
komposisi ekstrem (komposisi sangat banyak atau eter sangat banyak, daerah dengan
komposisi mendekati 100% air atau 100% eter) air dapat bercampur sempurna
dengan eter. Sedangkan aseton dapat bercampur homogen baik dengan air maupun
eter.

Gambar 2.27 Diagram fasa air- eter- aseton

Kaimir S., Pendidikan Kimia-FKIP Undana 2020 Halaman 4


Kristalisasi pada sistem tiga komponen
Gambar 2.28 Memperlihatkan representasi tiga dimensi dari sistem tiga
komponen (terner) ABC. Perhatikan bahwa komposisi diukur di sepanjang sisi
segitiga basal dan suhu (atau tekanan) diukur secara vertikal. Bagian atas gambar
menunjukkan permukaan dengan garis kontur yang mewakili suhu konstan. Kontur
ini disebut isoterm. Perhatikan bahwa titik eutektik di masing-masing proyeksi sistem
biner ke dalam sistem terner sebagai kurva. Kurva ini disebut kurva batas, dan setiap
komposisi pada salah satu kurva ini akan mengkristal dua fase di kedua sisi kurva.

Gambar 2.28 Representasi tiga dimensi dari sistem terner ABC


Gambar 2.29 menunjukkan gambar yang sama seperti gambar 2.28, dalam dua
dimensi seperti yang terlihat dari atas. Kurva batas dan isoterm juga ditampilkan
diproyeksikan ke segitiga basal. Perhatikan bagaimana suhu menurun ke tengah
diagram.

Kaimir S., Pendidikan Kimia-FKIP Undana 2020 Halaman 5


Gambar 2.29 Representasi dua dimensi dari sistem terner ABC
Pada Gambar 2.30 kita menelusuri kristalisasi komposisi X. Gambar 2.30 sama
dengan Gambar 2.29, dengan isoterm yang tersisa untuk kejelasan yang lebih besar.

Gambar 2.30 Kristalisasi system terner ABC dengan komposisi awal X


Perhatikan bahwa padatan akhir harus terdiri dari kristal A + B + C karena
komposisi awal adalah dalam segitiga ABC. Pada suhu sekitar 980 ° C cairan dengan
komposisi X akan memotong permukaan likuidus. Pada titik ini zat C akan mulai
memadat. Ketika suhu diturunkan, kristal C akan terus mengendap, dan komposisi
cairan akan bergerak sepanjang garis lurus menjauh dari C. Ini karena C adalah
endapan dan cairan menjadi miskin C dan diperkaya dalam komponen A + B. Pada
suhu sekitar 820 °C, titik L pada gambar 2.30, kita dapat menentukan proporsi relatif
kristal dan cairan.

Kaimir S., Pendidikan Kimia-FKIP Undana 2020 Halaman 6


% Kristal = a/(a+b) x 100
% liquid(cairan) = b/(a+b) x100
Dengan pendinginan lebih lanjut, jalur komposisi cairan akan memotong kurva batas
pada titik O. Pada kurva batas kristal A kemudian akan mengendap. Jalur cairan
kemudian akan mengikuti kurva batas menuju titik M. Komposisi umum fase padat
yang diendapkan selama interval ini akan menjadi campuran A + C dalam proporsi
yang ditunjukkan oleh titik P. Pada titik M, komposisi sebagian besar fase padat yang
diendapkan sejauh ini melalui tahapan pendinginan tadi terletak di titik N
(perpanjangan garis lurus dari M melalui komposisi awal X). Pada saat tersebut
jumlah paatan akan diberikan oleh jarak:
(Jarak MX/Jarak MN) x 100
Dan jumlah persentasi cairan dinyatakan oleh:
(jarak XN/jarak MN) x 100
Perhatikan, bagaimanapun, bahwa padatan pada titik ini terdiri dari kristal A dan
kristal C. Jadi, kita harus memecah lebih lanjut persentase padatan. Ini dilakukan
sebagai berikut: Persentase padatan yaitu A akan diberikan oleh jarak dari C ke N
relatif terhadap jarak antara A dan C; yaitu dengan rumus:
% padatan A = (jarak NC/jarak AC) x 100
Demikian pula, persentase padatan yang terdiri dari kristal C diberikan oleh rumus:
% padatan C = (Jarak AN/Jarak AC) x 100
Kita sekarang dapat menghitung persentase tepat dari semua fase yang ada dalam
komposisi X pada suhu 660 ° (di mana komposisi cairan berada pada titik M). Rumus
berikut berlaku:
% Kristal A = %A dalam padatan x % kristal/100
Atau
%A = (Jarak NC/Jarak AC)x100 x (Jarak MX/Jarak MN)
Dan % Kristal C = %C dalam padatan x % kristal/100
Atau
%C = (Jarak NA/jarak AC)x100 x jarak MX/jarak MN

Kaimir S., Pendidikan Kimia-FKIP Undana 2020 Halaman 7


Perhatikan juga bahwa kita dapat menentukan komposisi semua fase yang ada dalam
sistem pada titik tersebut. Komposisi cairan diperoleh dengan membaca komposisi
titik M dari segitiga basal. Karena merupakan campuran A, B, dan C, maka akan
memiliki komposisi yang dinyatakan dalam persentase A, B, dan C. Komposisi
padatan adalah 100% A dan 100% C; yaitu fase padat murni (bukan campuran).
Dengan pendinginan lebih lanjut, komposisi cairan akan pindah ke eutektik
terner, E, pada suhu sekitar 650 °, di mana kristal titik B akan mengendap. Suhu akan
tetap konstan sampai semua cairan habis. Produk kristal akhir akan terdiri dari kristal
A + B + C dalam proporsi yang diberikan oleh komposisi awal X. Kristalisasi akan
mengalami proes yang mirip untuk semua komposisi lain dalam sistem terner.
Secara singkat, kita dapat mengekspresikan tahapan atau proses kristalisasi
pada sistem tiga komponen dengan komposisi X dalam bentuk singkat sebagai
berikut:
T > 980° semua fasa cair
980°-680° cairan + padatan C
680°-650° Cairan + padatan C + padatan A
T = 650° cairan + padatan C + padatan A + padatan B
T < 650° padatan C+ padatan A + padatan B (semua dalam bentuk padatan)

Gambar 2.31 Bidang isotermal untuk sistem terner ABC pada 700 °C

Kaimir S., Pendidikan Kimia-FKIP Undana 2020 Halaman 8


Pada suhu berapa pun bidang isotermal dapat dibangun melalui sistem yang
akan menunjukkan fase yang ada untuk semua komposisi dalam sistem terner. Seperti
bidang isotermal untuk sistem ABC pada 700 °C ditunjukkan pada Gambar 2.31.

Soal Latihan:
1. Perhatikan gambar berikut

Bila daerah di bawah kurva adalah daerah 2 fasa, maka jelaskan keadaan titik
Y
2. Diketahui sistem 3 komponen A-B-C, komposisi titik K : 40% A, 20%B; titik L:
30%A, 30% C. Gambarkan titik K dan L

Pustaka Acuan:
Atkins, P.W. 1994. Physical Chemistry, 5th.ed. Oxford University Press, Oxford
Achmad, Hiskia. 1992. Wujud Zat dan Kesetimbangan Kimia. Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Fogiel, M. 1992. The Essentials of Physical Chemistry II. Research and Education
Association, Nex Jersey
Ternary phase Diagrams, https://www.tulane.edu/~sanelson/eens212/ternaryphdiag.htm

Kaimir S., Pendidikan Kimia-FKIP Undana 2020 Halaman 9

Anda mungkin juga menyukai