Anda di halaman 1dari 10

HISTORISISME DALAM NOVEL L’ORDRE DU JOUR

KARYA ÉRIC VUILLARD

Makalah

diajukan untuk menempuh ujian akhir semester

Program Studi Sastra Perancis Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran

ALDORINO REYHAN SOETOMO

180510180026

FAKULTAS ILMU BUDAYA


UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2020
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian ini menggunakan pendekatan obyektif, mimetis, ekspresif dan

new historicism. Pendekatan objektif berupaya untuk menunjukkan hubungan dari

karya sastra dengan unsur-unsur pembangunnya (Ilma 2019: 29). Dalam

penelitian ini berarti pendekatan yang berupaya menunjukkan hubungan unsur

yang membangun karya sastra dari dalam (intrinsik) dan unsur yang membangun

karya sastra dari luar (ekstrinsik) terhadap konteks dari novel sebagai karya sastra.

Menurut Abrams (1953: 26) pendekatan mimetis merupakan pendekatan yang

memandang karya sastra sebagai suatu objek yang meniru atau mengimitasi aspek

– aspek yang ada di alam semesta. Jadi penelitian ini melihat suatu karya sastra

sebagai objek yang mimetis atau meniru. Pendekatan ekspresif melihat karya

sastra dari cara berpikir ekspresif seorang pengarang, di mana itu menjadi elemen

utama yang menghasilkan karya sastra (Abrams 1953: 22). Menurut Budianta

(dalam Wibowo 2017: 93) secara khusus pendekatan new historicism tersebut

mengaitkan antara teks sastra dan non sastra.

Empat pendekatan di atas akan dikombinasikan dalam penelitian ini. Karya

sastra yang menjadi obyek penelitian akan dianalisis sebagai sebuah teks atau

narasi, lalu sebagai cerminan dari suatu kejadian, lalu sebagai ungkapan,

pemikiran dan perasaan dari pengarang, dan yang terakhir yaitu dianalisis sebagai

fakta sejarah. Secara lebih spesifik, pendekatan yang digunakan dalam penelitian

ini adalah kritik new historicism dan teori intertekstual, lalu dikaji kembali

menggunakan kajian stilistika.


2.1 Teori New Historicism

Istilah New Historicism pertama kali digunakan dalam sebuah

jurnal Genre pada tahun 1982 oleh Stephen Greenblatt, gunanya untuk

menawarkan perspektif baru dalam kajian renaissance, menekankan

keterkaitan teks sastra dengan lingkup sosial, ekonomi, dan politik (Artika

2015: 51). Jika dilihat dari kata new, itu berarti teori ini adalah suatu

perkembangan dari teori sebelumnya, jika ada new itu berarti ada old.

Stephen Greenblatt yang dianggap sebagai pencetus dari New Historicism

menyatakan bahwa old historicism atau historisisme lama dianggap

bersifat monologis, hanya tertarik terhadap menemukan visi politik

tunggal, percaya bahwasanya sejarah bukan hasil dari interpretasi seorang

sejarawan, sejarah dianggap sebagai hasil dari kepentingan suatu

kelompok sosial dalam pertentangannya terhadap kelompok sosial lain

(Purwanto 2001: 30). New historicism menggunakan metode kerja

interteks yaitu membaca beberapa teks secara paralel. Hal ini berarti dalam

melakukan pembacaan beberapa teks secara bersamaan untuk menemukan

konteks yang sama, fakta yang sama dan korelasi fakta sejarah antar teks.

New historicism mengandung dua hal (1) Mengerti sastra melalui sejarah

dan (2) Mengetahui budaya, sejarah, dan pemikiran melalui sastra.

Pandangan New historicism adalah, sebuah karya sastra bukan

sebagai cerminan jelas dan pasif sejarah, melainkan karya tersebut ikut

dalam membangun, mengekspresikan, dan mereproduksi kebiasaan,

norma, nilai budaya melalui tindak verbal dan imajinatif kreatif (Artika

2015: 52). Dengan demikian New historicism sebagai kritik sangat bisa
digunakan dalam menganalisis novel yang berlatar sejarah. Pemikiran

pengarang dalam membuat suatu karya sastra yang berkenaan dengan

sejarah juga dapat di analisis melihat dari cara ia menarasikan karyanya.

Dari beberapa penjelasan di atas kajian menggunakan teori new

historicism dalam mengkaji suatu karya sastra berlatar sejarah bisa

disandingkan dengan pembacaan pararel dengan teks non sastra guna

mendukung fakta sejarah yang ada di dalamnya, dengan demikian

ditemukan adanya hubungan antara kedua teks tersebut. Untuk lebih

jelasnya lagi akan digunakan teori intertekstual untuk mengkaji lebih

dalam lagi.

2.2 Teori Intertekstual

Intertekstual merupakan konsep yang dikemukakan atau

diperkenalkan oleh seorang pemikir feminin Perancis bernama Julia

Kristeva berdasarkan konsep – konsep teoritikus Marxis Rusia Mikhail

Bakhtin tentang beragamnya suara sebuah teks (Situmorang 2008: 5).

Kajian intertekstual maksudnya adalah sebuah kajian terhadap sejumlah

teks (teks kesastraan), yang diduga memiliki bentuk – bentuk hubungan

tertentu (Nurgiyantoro 1995: 76). Hal ini menunjukkan adanya korelasi

antara unsur – unsur pada teks tersebut. Tujuan dari kajian interteks itu

adalah untuk memberikan makna secara lebih penuh terhadap karya

tersebut. Teeuw (dalam Nurgiyantoro 1995: 76) menyatakan penulisan

atau pemunculan suatu karya sastra sering ada kaitannya dengan unsur

kesejarahannya sehingga pemberian makna itu akan lebih lengkap dan

tepat jika dikaitkan dengan atau kepada unsur kesejarahan tersebut.


Sebuah karya sastra secara tidak sengaja ataupun sengaja pasti

melakukan peniruan, baik itu secara gambling atau tersirat. Dalam novel

L’ordre du Jour ini sang pengarang menulis sebuah karya sastra berlatar

kan sejarah, lebih tepatnya pada masa periode perang dunia (perang dunia

ke – 2). Kajian intertekstual ini muncul ke permukaan atas pendapat

bahwa kapan pun suatu karya sastra itu ditulis, tidaklah mungkin muncul

begitu saja, tidak mungkin lahir dari situasi kekosongan budaya

(Nurgiyantoro 1995: 77). Hal ini berarti tidak ada karya sastra yang benar

– benar asli dari hanya pemikiran sang pengarang, adanya penelitian

dengan membaca teks – teks non sastra tentang sejarah harus dilakukan

pengarang guna mendapatkan wawasan. Wawasan yang didapat dari teks

non sastra tentang periode sejarah yang dituju, membantu untuk

menciptakan novel yang berlatar sejarah, novel yang mengandung

historisisme di dalamnya. Dengan membaca teks yang berhubungan

dengan karya sastra yang berlatar sejarah, akan ditemukannya korelasi

yang membuat novel ini menjadi novel historisisme, namun korelasi

tersebut harus didapatkan oleh pembaca. Dalam novel L’ordre du Jour ini

dapat didapati korelasi nilai historisismenya. Adanya penggambaran

sejarah yang terdapat dalam novel ini seperti tokohnya, latar, dan kejadian

– kejadian yang benar nyata adanya menjadikan adanya hubungan

intertekstual dalam karya sastra ini dengan teks sejarah. Jika dalam teks

non sastra seperti jurnal, artikel atau karya ilmiah lainnya tidak

menggunakan estetika dan keindahan, berbeda dengan karya sastra yang

ditulis berdasarkan estetika dan keindahan kata – kata yang ditulis dari
imajinasi pengarang dalam menuliskan kata – kata. Dalam novel L’ordre

du Jour ini, pengarangnya menulis teks sejarah berupa fakta lalu

dipadukan dengan estetika bahasa yang indah. Cerita sejarah tentang awal

dari perang dunia ke 2 ini ditulis seolah bercerita fiksi. Untuk mengkaji

lagi lebih dalam keindahan dalam Bahasa yang digunakan dalam novel

L’ordre du Jour ini, penulis akan menggunakan kajian stilistika.

2.3 Kajian Stilistika

Teknik pengkajian stilistika adalah tentang memperoleh wawasan

berkenaan dengan struktur dan fungsi linguistik karena kedua hal tersebut

adalah tentang bagaimana memahami sebuah teks sastra (Simpson 2004:

3).

Dalam novel L’ordre du Jour ini, sang pengarang melakukan pembukaan

dengan Bahasa yang tidak biasa, Bahasa yang mengandung kiasan tentang

apa yang sedang terjadi dalam periode waktu dan tempat pada sejarah

tersebut. Berbeda dengan teks sejarah biasa, novel ini dibalut dengan kata

– kata yang indah dan bermakna, sekaligus memberikan informasi sejarah

yang terjadi pada periode waktu tersebut.

Di dalam kajian stilistika ada yang namanya kajian stilistika

tekstualitas dan kajian stilistika kontekstualitas. kajian stilistika

tekstualitas itu berarti kita mengkaji suatu karya sastra hanya melihat dari

teksnya saja. Artinya dalam kajian stilistika sebuah karya sastra, kita tidak

perlu menghubung – hubungkan atau mengaitkan teks tersebut dengan

teks – teks lain yang diluar teks itu sendiri (Nurgiantoro 2017: 81). Bagi

pembaca yang membaca novel itu berarti dalam mengkaji dengan cara ini
tidak harus melihat keluar teks, cukup dengan mengkaji teks yang dibaca

saja.

Kajian stilistika kontekstualitas. Berbeda dengan Kajian stilistika

tekstualitas yang berasumsi bahwa teks dalam bahasa sastra berbeda

dengan Bahasa non sastra, Kajian stilistika kontekstualitas di sini mengkaji

sebuah karya sastra dengan melihat konteksnya, karena suatu Bahasa

secara umum pasti memiliki konteks, dalam konteks apa bahasa tersebut

dipergunakan, apa konteksnya. Dalam karya sastra pengarang bisa

menggunakan keindahan sesuka hati tapi pembaca masih bisa mengerti

dan menangkap maksud dari penulis dikarenakan dalam bahasa tersebut

terdapat konteks. Bradford menuliskan (dalam Nurgiantoro 2017: 82)

pengaruh konteks itu antara lain dapat berupa atau berwujud (i)

kompetensi dari pembaca dan beserta disposisinya, (ii) pengaruh umum

kekuatan dari sosiokultural yang mendominasi segala bentuk wacana,

termasuk di dalamnya wacana sastra, (iii) sistem signifikansi atau

pentingnya proses pemahaman suatu fenomena, bahasa dan bukan bahasa,

sastra dan bukan sastra.

Dalam novel L’ordre du Jour ini terdapat konteks yang cukup

jelas, yaitu sejarah. Konteks sejarah yang terdapat di novel ini yaitu

sejarah yang benar – benar terjadi. Dengan bahasa yang mengandung satir

dan berupa opini dari pengarang, novel ini tetap mampu mempertahankan

konteks sejarahnya.

Kajian stilistika ini dipilih karena terdapat konsep kontekstualitas

dalam novel L’ordre du Jour ini. Sebuah teks berupa karya sastra yang
berlatar kan kejadian nyata atau fakta ini tidak dapat luput dari konteks.

Dalam bahasa yang digunakan dalam novel ini terdapat komponen

stilistika yang harus diperhatikan pembaca, jika ingin mendapatkan makna

dari novel ini haruslah memperhatikan konteksnya.

Penulis menyimpulkan beberapa poin penting dalam menganalisis

apakah di dalam sebuah karya sastra terdapat historisisme di dalamnya.

Terdapat pendekatan New Historicism untuk mengerti sastra melalui

sejarah lalu mengetahui budaya, sejarah, dan pemikiran melalui sastra.

Untuk dapat mengetahui kebenarannya menggunakan teori intertekstual.

Yang terakhir harus memahami konteks yang tersaji dalam suatu karya

sastra.
DAFTAR PUSTAKA

Ilma, A. A., & Bakthawar, P. (2019). METODE PENELITIAN SASTRA LOKAL: SEBUAH
RUMUSAN AWAL. Jurnal Sasindo Unpam, 29.
Abrams, M. H. (1953). The mirror and the lamp: romantic theory and the critical
tradition.
Wibowo, E. (2017). KAJIAN NILAI-NILAI HISTORISME DALAM NOVEL ANOMIE
KARYA RILDA A.OE. TANEKO. Ceudah, 93.
Artika, I. W. (2015). PENGAJARAN SASTRA DENGAN TEORI NEW HISTORICISM.
PRASI, 51.
Purwanto, B. (2001). HISTORISISME BARU DAN KESADARAN DEKONSTRUKTIF:
KAJIAN KRITIS TERHADAP HISTORIOGRAFI INDONESIASENTRIS.
Humaniora, 30.
(1995). In B. Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi (p. 76). Gajah Mada University
Press.
Situmorang, S. (2008). Boemipoetra 5. Djoernal Sastra, 5.
Simpson, P. (2004). Stylistics: A Resource Book for Students. Routledge .
Nurgiyantoro, B. (2017). Stilistika. Universitas Gajah Mada Press.

Anda mungkin juga menyukai