Anda di halaman 1dari 7

HISTORISISME DALAM NOVEL L’ORDRE DU JOUR

KARYA ÉRIC VUILLARD

Makalah

diajukan untuk menempuh ujian akhir semester

Program Studi Sastra Perancis Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran

ALDORINO REYHAN SOETOMO

180510180026

FAKULTAS ILMU BUDAYA


UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penggunaan pertama istilah historismus terdapat di dalam satu set catatan

fragmentaris tentang filologi yang ditulis oleh Friedrich Schlegel pada tahun

1797 ( Iggers 1995: 130). Kata historismus merupakan kata bahasa Jerman

yang artinya historisisme, pertama kali dikembangkan di Jerman pada abad

ke-19 seiring waktu kata atau istilah ini berkembang dan menjadi makna yang

berbeda. Historisisme adalah cara berpikir yang memberikan makna utama

pada konteks tertentu, seperti periode sejarah, tempat geografis, dan budaya

lokal, artinya bahwa peristiwa sosial dan budaya ditentukan oleh sejarah.

Pada dasarnya sebuah karya tulis sastra memiliki banyak kandungan nilai

yang dapat diperoleh bagi pembacanya. Sering kali novel yang diciptakan oleh

seorang sastrawan terinspirasi oleh sejarah yang pernah ada atau terjadi dalam

sebuah masyarakat. Karya sastra yang mengandung unsur historisisme di

dalamnya menceritakan suatu peristiwa sejarah dapat dijadikan acuan oleh

para pembaca di masa yang akan datang untuk mengetahui fakta dan jejak

sejarah yang terkandung dalam karya sastra tersebut. Meski tidak terlalu

mencangkup seluruh peristiwa sejarah jika dibandingkan dengan teks non

sastra, novel sejarah pastilah dapat memberikan nilai-nilai historisisme yang

bermanfaat bagi para pembaca dengan menyajikan peristiwa sejarah yang

melatarbelakanginya, terutama yang berkaitan dengan fakta sejarah.

Secara umum sastra selalu dikaitkan dengan fiksi, sejarah pun tidak dapat

dipisahkan dari fakta masa lampau (Purwanto, 2001: 29). Fenomena ini
menimbulkan pertanyaan, apakah bisa jika dua unsur tersebut digabung dalam

sebuah tulisan yang mengandung unsur sejarah sekaligus gaya penulisan fiksi

yang indah.

Sejarah sebagai fakta atau kenyataan hanya merupakan sesuatu yang

terjadi satu kali pada masa lampau, itu berarti sesuatu yang tidak dapat

berulang. Menurut Purwanto (2001: 30) rekonstruksi sejarah merupakan

produk keadaan di mana seseorang berpikiran relatif atau bisa dibilang produk

subjektif dari proses pemahaman intelektual yang ditunjukkan oleh simbol –

simbol kebahasaan atau naratif dan dapat berubah seiring waktu, dari tempat

yang satu ke tempat yang lain, dari satu orang ke orang yang lain. Ini berarti

rekonstruksi sejarah merupakan suatu produk yang dinamis, sesuatu yang

terus-menerus berubah, bergerak secara aktif dan mengalami perkembangan.

Pada waktu yang sama sastra berhasil menunjukkan gambaran dirinya

sejajar menjadi sejarah lantaran bisa menghadirkan situasi faktual berdasarkan

masa lampau, yang dikonversi menjadi sebuah narasi melalui imajinasi

kebahasaannya (Purwanto, 2001: 30). Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan

antara sejarah dan sastra, karena suatu karya sastra memiliki konteks sejarah

yang melahirkannya. Hubungan koneksi antara sastra dan sejarah juga

dikemukakan oleh Dr. Andries Teeuw, menurutnya, secara etimologi sastra

dan sejarah berakar dari kata yang sama yaitu historia (Yunani). Menurut

tokoh historisisme Hippolyte A. Taine, Historisisme memperlakukan sastra

bukan sebagai karya seni tanpa tubuh, tetapi sebagai produk dari konteks

sejarah dan budaya tertentu.


Historisisme dalam suatu karya sastra yang mengandung unsur periode

sejarah, lokasi geografis, dan budaya lokal diindikasikan oleh sebuah novel

karya seorang penulis Prancis, bernama Éric Vuillard. Novel yang berjudul

L'ordre du Jour ini berlatar belakang sejarah, menceritakan tentang tragedi

Anschluss, yaitu aneksasi Austria ke dalam Jerman Raya oleh rezim Jerman

pada tanggal 12 Maret 1938. Novel ini bercerita tentang pertemuan rahasia

antara partai nazi yang dipimpin oleh Adolf Hitler dan dilaksanakan di

kediaman resmi presiden reichstag Hermann Göring. Pertemuan yang dihadiri

oleh kurang lebih 24 industrialis ini bertujuan mengumpulkan dana untuk

keperluan kampanye pemilihan partai nazi. Novel ini menceritakan periode

sejarah tertentu secara detail, periode – periode yang mungkin tidak terlalu

popular dalam sejarah perang dunia ke 2. Para tokoh di dalam novel ini juga

berdasarkan fakta sejarah yang nyata, seperti ada Adolf Hitler, Joachim von

Ribbentrop, Kurt Schuschnigg, Gustav Krupp von Bohlen und Halbach dan

nama – nama yang belum pernah terdengar sebelumnya.

Berkat novel ini, sang pengarang mendapatkan penghargaan Prix Goncourt

Général pada tahun 2017 (tahun yang sama dengan tahun terbitnya).

Penghargaan tersebut dianugerahkan setiap tahun kepada seseorang penulis

dengan "karya terbaik dan imajinatif tahun ini". Melihat dari definisi

penghargaan tersebut, sangat menarik bagaimana sebuah karya sastra yang

dikaitkan erat dengan fiksi bertemu dengan sejarah yang merupakan fakta,

mengindikasikan adanya historisisme yang ditampilkan dalam karya sastra ini.

Melihat adanya rekonstruksi sejarah dalam bentuk karya sastra, penelitian ini

layak dilakukan guna menguraikan penggambaran historisisme dalam novel


tersebut. . Berangkat dari latar belakang yang telah dipaparkan, judul yang

akan penulis berikan untuk penelitian ini adalah:

“HISTORISISME DALAM NOVEL L’ORDRE DU JOUR

KARYA ÉRIC VUILLARD”

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan pemaparan pada subbab sebelumnya, penelitian ini

berupaya menjawab pertanyaan: Bagaimana historisisme digambarkan

dalam novel En finir?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah disebutkan, penelitian

ini bertujuan untuk menguraikan penggambaran historisisme dalam novel

L'ordre du Jour.

1.4 Kerangka Pemikiran

Novel L'ordre du Jour merupakan karya sastra berlatar sejarah.

Novel ini merekonstruksi sejarah ke dalam tulisan sastra yang indah.

Setelah dipahami, terungkap adanya indikasi historisisme dalam novel ini.

Penelitian ini mencoba membincangkan wacana yang dipilih, yakni fakta

sejarah yang ditemukan memiliki tempat dalam karya sastra ini. Dengan

demikian, teori besar yang digunakan adalah teori new historicism.

Kontribusi new historicism terhadap penelitian ini adalah dalam hal

memahami wacana tertentu dalam suatu karya secara historis dengan


melakukan analisis langsung terhadapnya, kemudian mengaitkannya

dengan bacaan-bacaan di luar karya tersebut.

Berdasarkan pemahaman new historicism tersebut, seorang yang

membuat suatu karya sastra berlatar sejarah paling tidak melakukan dua

hal, yaitu menulis teks sastra dengan tujuan menampilkan sejarah sebagai

konteks dan menampilkan sejarah dalam gambaran dirinya sendiri. Sejarah

sebagai suatu rekonstruksi tertulis dan lisan yang kita kenal saat ini adalah

produk dari Bahasa, wacana dan pengalaman sesuai dengan konteksnya

( Purwanto 2001: 30). Sejarah ‘’dalam gambaran pengarang’’ berarti

memberikan bermacam - macam sudut pandang dalam melihat peristiwa

masa lalu sebagai bentuk interpretasi pengarang dengan wacana sejarah

yang dipahaminya.

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Menurut

Ratna (dalam Yukiarti, 2014: 58-59) metode analisis deskriptif adalah

metode yang digunakan dengan cara menganalisis dan menguraikan data

untuk menggambarkan keadaan objek yang diteliti yang menjadi pusat

perhatian penelitian. Metode ini sesuai dengan tujuan dari penelitian ini.

Pendekatan yang digunakan adalah objektif, mimetis, ekspresif dan

historis karena penelitian ini akan menganalisis karya sastra sebagai

cerminan kenyataan, ungkapan pemikiran dan pengetahuan tentang nilai-

nilai yang didasari oleh suatu fenomena atau gejala sejarah. Gabungan
pendekatan ini dipilih karena sesuai dengan bahan penelitian yang

merupakan sebuah novel sejarah.

Tahapan analisis dilakukan sebagai berikut:

1. Menguraikan struktur naratif menggunakan teori new historicism.

2. Menganalisis narasi-narasi berupa kalimat atau paragraf dalam novel

yang berhubungan dengan historisisme.

3. Menganalisis novel dan menandai narasi-narasi atau kalimat-kalimat

yang dianggap terkait dengan historisisme.

4. Menguraikan penggambaran historisisme dalam novel.

5. Mempelajari teks non sastra yang berasal dari periode sejarah yang

sama dengan karya sastra untuk menemukan relevansi antara novel dan

teks non sastra (jurnal, artikel dan karya ilmiah)

6. Menganalisis fakta sejarah dalam novel dengan menguraikan dalam

bentuk deskripsi untuk menunjukkan makna karya sastra.

1.6 Sumber Data

Sumber data yang digunakan untuk penelitian ini adalah salah satu

novel karya Éric Vuillard, yang berjudul L’ordre du Jour. Novel ini

diterbitkan tahun 2017 dengan banyak halaman 160 lembar.

Anda mungkin juga menyukai