Anda di halaman 1dari 37

DISKUSI REFLEKSI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN OKSIGENASI


PADA PASIEN CHF (CONGESTIVE HEART FAILURE)
DI RSUD Dr.SOEDIRMAN KEBUMEN

Nama Kelompok :

1. Agung sekar palupi (P1337420920139)


2. Alfania Zulfa (P1337420920134)
3. Amilya Latifah Nur (P1337420920155)
4. Anggun Julia Syafitri (P1337420920019)
5. Basuki (P1337420920183)
6. Puji Prihati (P1337420920026)
7. Resti Amelia (P1337420920020)
8. Siti Wahyuni (P1337420920184)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Congestive Heart Failure (CHF) adalah keadaan dimana jantung mengalami
kelainan fungsi, yang menyebabkan jantung tidak dapat memompakan darahnya
keseluruh tubuh untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi ke jaringan seluruh
tubuh. (McPhee & Ganong. Smeltzer & Bare, 2010). Congestive Heart Failure
merupakan salah satu dari Penyakit Tidak menular (PTM). Dengan gaya hidup yang
terus mengalami perubahan, penyakit tidak menular kini menjadi beban utama.
Congestive Heart Failure pun ikut serta dalam peningkatan angka kematian utama
didunia, yang mewakili 63% dari semua kematian. Menurut World Health
Organization (2016) terdapat 17,5 juta jiwa (31 %) dari 58 juta angka kematian yang
disebabkan oleh penyakit jantung dan 80% kematian kardiovaskuler disebabkan oleh
serangan jantung dan stroke. Sedangkan di Asia Tenggara itu sendiri, menunjukan
Indonesia termasuk kelompok dengan jumlah kejadian tertinggi yaitu 371 per 100
ribu orang. Penyakit jantung di Indonesia sendiri menduduki posisi pertama yang
menyebabkan kematian, sekitar 25 % dari keseluruhan kematian disebabkan oleh
penyakit jantung (Kemenkes RI, 2013).
Berdasarkan diagnosis dokter prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia
tahun 2013 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitaran 229.696 orang, sedangkan
berdasarkan diagnosis dokter/gejala sebesar 0,3% atau diperkirakan sekitaran 530.068
orang.
Pada penderita jantung identik dengan pernapasan yang cepat dan dangkal,
serta kesulitan dalam oksigen yang cukup. Pasien seringkali terbangun pada tengah
malam dikarenakan mengalami sesak napas yang hebat sebabkan perpindahakan
cairan dari jaringan ke dalam kompartemen intravascular akibat posisi terlentang
ketika berbaring, sehingga sering kai muncul keluhan keluhan sulit tidur (Sukainah,
Suhaimi, ichsan, 2016). Positioning adalah tindakan yang dilakukan perawat untuk
memberikan posisi tubuh dalam meningkatkan kesejahteraan atau kenyamanan secara
fisik maupun psikologis. Metode yang sederhana dan cukup efektif untuk mengurangi
resiko penurunan pengembangan pada dinding dada yaitu dengan pemberian posisi
saat istirahat. Dan posisi yang paling efektif bagi klien dengan penyakit
kardiopulmonari adalah diberikan posisi semi fowler dengan kemiringan 30-45
derajat (Boki dkk, 2013).
Berdasarkan hasil analisa diatas maka penulis tertarik untuk menerapkan
posisi semi fowler 45⁰ pada pasien Congestive Hearth Faillure (CHF) Tn.K di RSUD
Dr.Soedirman, Kebumen.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pengaturan posisi
semi fowler 450 terhadap perubahan nilai saturasi oksigen pada pasien
congestive heart failure (CHF).
2. Tujuan khusus
a) Untuk mengetahui karakteristik responden pasien dengan CHF.
b) Untuk mengetahui gambaran saturasi oksigen pada pasien CHF sebelum posisi
semi fowler.
c) Untuk mengetahui gambaran saturasi oksigen pasien dengan CHF sesudah
posisi semi fowler.
d) Menganalisis pengaruh pengaturan posisi semi fowler 45⁰ terhadap perubahan
saturasi oksigen pada pasien CHF

C. Manfaat
1. Untuk Rumah Sakit
Sebagai bahan pertimbangan untuk penyusunan SOP perawatan pasien CHF
sehingga dapat menyertakan hasil-hasil penelitian ini.
2. Untuk institusi pendidikan
a) Dapat dijadikan koleksi pilihan literatur bagi peneliti selanjutnya
b) Dapat dijadikan bahan bacaan bagi mahasiswa untuk menambah
pengetahuan.
3. Untuk pasien
Dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan tentang segala sesuatu yang
berhubungan dengan CHF.
4. Untuk perawat
a) Bisa dijadikan acuan untuk melakukan tindakan mandiri perawat agar bisa
melakukan sesuai SOP
b) Sebagai pengobatan non farmakologis yang dilakukan mandiri perawat secara
professional, dengan cost yang ringan dan dapat digunakan dalam waktu
lama dengan perawatan berkala
5. Untuk peneliti
a) Dapat memperdalam pengetahuan tentang penyakit CHF serta penanganannya
dan dapat melakukan tindakan mandiri keperawatan secara professional.
b) Sebagai terapi non farmakologis yang dilakukan mandiri perawat secara
professional, dengan cost yang ringan dan dapat digunakan dalam waktu
lama dengan perawatan berkala.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien
dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan peregangan ruang jantung (dilatasi)
guna menampung darah lebih banyak untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau
mengakibatkan otot jantung kaku dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah
untuk waktu yang singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu
memompa dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air
dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa organ tubuh
seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh klien menjadi bengkak
(congestive) (Udjianti, 2010).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah keadaan di mana jantung tidak dapat
memompa darah keseluruh tubuh dengan baik (Darmawan, 2012).
Menurut Sutanto (2010), Gagal jantung adalah suatu keadaan di mana jantung
sebagai pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme tubuh,
gagalnya aktivitas jantung terhadap pemenuhan kebutuhan metabolisme tubuh gagal.
Fungsi pompa jantung secara keseluruhan tidak berjalan normal. Gagal jantung
merupakan kondisi yang sangat berbahaya, meski demikian bukan berarti jantung tidak
bisa bekerja sama sekali, hanya saja jantung tidak berdetak sebagaimana mestinya.

1. Klasifikasi
 Berdasarkan Drajat Sakitnya
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4
kelas: (Mansjoer dan Triyanti, 2007)
a) Kelas 1 : Penderita kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas
sehari-hari tidak menyebabkan keluhan.
b) Kelas 2 : Penderita dengan kelainan jantung yang mempunyai akti vitas fisik
terbatas. Tidak ada keluhan sewaktu istirahat, tetapi aktivitas sehari - hari akan
menyebabkan capek, berdebar, sesak nafas.
c) Kelas 3 : Penderita dengan aktivitas fisik yang sangat terbatas. Pada keadaan
istirahat tidak terdapat keluhan, tetapi aktivitas fisik ringan saja akan
menyebabkan capek, berdebar, sesak nafas.
d) Kelas 4 : Penderita yang tidak mampu lagi mengadakan aktivitas fisik tanpa
rasa terganggu. Tanda-tanda dekompensasi atau angina malahan telah terdapat
pada keadaan istirahat.
 Berdasarkan waktunya
a) Gagal jantung akut terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan
kardiak output dan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Ini dapat mengakibatkan
edema paru dan kolaps pembuluh darah.
b) Gagal jantung kronik terjadinya secara perlahan ditandai dengan penyakit
jantung iskemik, penyakit paru kronis. Pada gagal jantung kronik terjadi
retensi air dan sodium pada ventrikel sehingga menyebabkan hipervolemia,
akibatnya ventrikel dilatasi dan hipertrofi.
 Berdasarkan lokasi terjadinya terbagi menjadi 2, yaitu :
a) Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri
tidak mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan
dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Dispnu
dapat terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu
pertukaran gas. Mudah lelah dapat terjadi akibat curah jantung yang kurang
menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme, juga terjadi akibat meningkatnya energi
yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress
pernapasan dan batuk. Takikardi dengan bunyi jantung S3, kecemasan
kegelisahan, anoreksia, keringat dingin, dan paroxysmal nocturnal dyspnea,
ronki basah paru di bagian basal.
b) Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongestif visera dan
jaringan perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu
mengosongkan volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.
Manifestasi klinis yang tampak meliputi: edema ekstremitas bawah yang
biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan, hepatomegali
(pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan cairan di dalam
rongga peritonium), anoreksia dan mual, lemah dan nokturia.

2. Etiologi
Menurut Wajan Juni Udjianti (2010) etiologi gagal jantung kongestif (CHF)
adalah sebagai berikut :
1. Kelainan otot jantung. Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot
jantung, disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot jantung mencakup ateroslerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit degeneratif atau inflamasi
2. Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya
mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium
degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi Sistemik atau pulmunal (peningkatan after load) meningkatkan
beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot
jantung.
4. Peradangan dan penyakit myocardium degeneratif, berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
5. Penyakit jantung lain, terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya,
yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat
mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katub semiluner),
ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, pericardium,
perikarditif konstriktif atau stenosis AV), peningkatan mendadak after load
6. Faktor sistemik. Terdapat sejumlah besar factor yang berperan dalam
perkembangan dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme
(missal : demam, tirotoksikosis). Hipoksia dan anemi juga dapat menurunkan
suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolic dan abnormalita
elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
3. Manifestasi Klinis (Nurarif,2015)
1. Kriteria Major
 Proksimal nocturnal dispnea
 Distensi vena leher
 Ronchi paru
 Kardiomegali
 Edema paru akut
 Gallop S3
 Peninggian vena jugularis
 Refluks hepatojugular
2. Kriteria Minor
 Edema ekstermitas
 Batuk malam hari
 Dipnea d’effort
 Hepatomegali
 Efusi pleura
 Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal
 Takikardia (>120/mnt)
3. Major atau Minor
 Penurunan BB > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan
 Diagnosa gagal jantung ditegakkan minimal ada 1 kriteria major dan 2
kriteria minor

4. Patofisiologi
Frekuensi jantung adalah fungsi dari saraf otonom. Bila curah jantung
berkurang, sistem saraf sipatis akan mempercepat frekuensi jantng
untukmempertahankan curah jantung. Bila mekanisme kompensasi ini gagal unruk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup jantunglah
yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah jantung. Volume
sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi, yang tergantung
pada 3 faktor, yaitu: (1) Preload (yaitu sinonim dengan Hukum Starling pada jantung
yang menyatakan bahwa jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung
dengan tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung); (2)
Kontraktilitas (mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada tingkat
sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut jantung dan kadar kalsium);
(3) Afterload (mengacu pada besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan
arteriole).
Jika terjadi gagal jantung, tubuh mengalami beberapa adaptasi yang terjadi baik
pada jantung dan secara sistemik. Jika volume sekuncup kedua ventrikel berkurang
akibat penekanan kontraktilitas atau afterload yang sangat meningkat, maka volume
dan tekanan pada akhir diastolik di dalam kedua ruang jantung akan meningkat. Hal ini
akan meningkatkan panjang serabut miokardium pada akhir diastolik dan
menyebabkan waktu sistolik menjadi singkat. Jika kondisi ini berlangsung lama, maka
akan terjadi dilatasi ventrikel. Cardiac output pada saat istirahat masih bisa berfungsi
dengan baik tapi peningkatan tekanan diastolik yang berlangsung lama (kronik) akan
dijalarkan ke kedua atrium, sirkulasi pulmoner dan sirkulasi sitemik. Akhirnya tekanan
kapiler akan meningkat yang akan menyebabkan transudasi cairan dan timbul edema
paru atau edema sistemik.
Penurunan cardiac output, terutama jika berkaitan dengan penurunan tekanan
arterial atau penurunan perfusi ginjal, akan mengaktivasi beberapa sistem saraf dan
humoral. Peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis akan memacu kontraksi
miokardium, frekuensi denyut jantung dan vena; yang akan meningkatkan volume
darah sentral yang selanjutnya meningkatkan preload. Meskipun adaptasi-adaptasi ini
dirancang untuk meningkatkan cardiac output, adaptasi itu sendiri dapat mengganggu
tubuh. Oleh karena itu, takikardi dan peningkatan kontraktilitas miokardium dapat
memacu terjadinya iskemia pada pasien dengan penyakit arteri koroner sebelumnya
dan peningkatan preload dapat memperburuk kongesti pulmoner.
Aktivasi sitem saraf simpatis juga akan meningkatkan resistensi perifer.
Adaptasi ini dirancang untuk mempertahankan perfusi ke organ-organ vital, tetapi jika
aktivasi ini sangat meningkat malah akan menurunkan aliran ke ginjal dan jaringan.
Salah satu efek penting penurunan cardiac output adalah penurunan aliran darah ginjal
dan penurunan kecepatan filtrasi glomerolus, yang akan menimbulkan retensi sodium
dan cairan. Sitem rennin-angiotensin-aldosteron juga akan teraktivasi, menimbulkan
peningkatan resistensi vaskuler perifer selanjutnya dan peningkatan afterload ventrikel
kiri sebagaimana retensi sodium dan cairan.
Gagal jantung berhubungan dengan peningkatan kadar arginin vasopresin
dalam sirkulasi, yang juga bersifat vasokontriktor dan penghambat ekskresi cairan.
Pada gagal jantung terjadi peningkatan peptida natriuretik atrial akibat peningkatan
tekanan atrium, yang menunjukan bahwa disini terjadi resistensi terhadap efek
natriuretik dan vasodilator.
Kegagalan ventrikel kanan terjadi bila bilik ini tidak mampu memompa
melawan tekanan yang naik pada sirkulasi pada paru- paru. Kegagalan ventrikel
kanan dalam memompakan darah akan mengakibatkan oedema pada ekstrimitas.
Pada hati juga mengalami pembesaran karena berisi cairan intra vaskuler, tekanan di
dalam sistem portal menjadi begitu tinggi sehingga cairan didorong melalui pembuluh
darah masuk ke rongga perut (acites) akibatnya akan mendesak diafragma yang
akhirnya akan susah untuk bernafas.

5. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG
Mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, infark, iskemia dan kerusakan
pola.
2. Tes Laboratorium Darah
Enzym hepar: Meningkat dalam gagal jantung/kongesti.
Elektrolit: Kemungkinan berubah karena perpindahan cairan, penurunan fungsi
ginjal.
Oksimetri Nadi: Kemungkinan saturasi oksigen rendah.
AGD: Gagal ventrikel kiri ditandai dengan alkalosis respiratorik ringan atau
hipoksemia dengan peningkatan PCO2.
Albumin: Mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein.
3. Radiologis
Sonogram Ekokardiogram, dapat menunjukkan pembesaran bilik perubahan
dalam struktur katup, penurunan kontraktilitas ventrikel.
Scan Jantung: Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan dinding.
Rontgen Dada: Menunjukan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan
dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau
peningkatan
tekanan pulmonal (Kasron, 2012).

6. Penatalaksanaan
Menurut Kasron (2012), Penatalaksanaan CHF meliputi:

1. Non Farmakologis
a. CHF Kronik
1) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.
2) Diet pembatasan natrium (<4 gr/hari) untuk menurunkan edema.
3) Menghentikan obat-obatan yang mempengaruhi NSAID karena efek
prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium.
4) Pembatasan cairan (± 1200-1500 cc/hari).
5) Olahraga secara teratur.
b. CHF Akut
1) Oksigenasi (ventilasi mekanik)
2) Pembatasan cairan (1,5 liter/hari)
2. Farmakologis
Tujuan: Untuk mengurangi afterload dan preload
a. First line drugs; diuretic
Tujuan:Mengurangi afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi
kongesti pulmonal pada disfungsi diastolic. Obatnya adalah: thiazide diuretics
untuk CHF sedang, loop diuretic, metolazon (kombinasi dari loop diuretic
untuk meningkatkan pengeluaran cairan), kalium-sparing diuretic.
b. Second line drugs; ACE inhibitor
Tujuan: Membantu meningkatkan COP dan menurunkan kerja jantung.
Obatnya adalah:
1) Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan untuk
kegagalan diastolic yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel
untuk relaksasi.
2) Hidralazin; menurunkan afterload pada disfungsi sitolik.
3) Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan afterload untuk disfungsi
sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
4) Calsium Chanel Blocker; untuk kegagalan diastolic, meningkatkan
relaksasi dan pengisian ventrikel (jangan dipakai pada CHF kronik).
5) Beta Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan respon
miokard. Digunakan pada disfungsi diastolic untuk mengurangi HR,
mencegah iskemi miokard, menurunkan TD, hipertofi ventrikel kiri.
3. Pendidikan Kesehatan
a. Informasikan pada pasien, keluarga dan pemberi perawatan tentang penyakit
dan penangananya.
b. Monitoring difokuskan pada; monitoring BB setiap hari dan intake natrium
c. Diet yang sesuai untuk lansia CHF; pemberian makanan tambahan yang banyak
mengandung kalium seperti; pisang, jeruk, dan lain-lain.
d. Teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat ditoleransi dengan
bantuan terapis.

7. Perawatan pasien congestive heart failure (CHF)


Diagnosa dibuat dengan mengevaluasi manifestasi klinis kongesti paru dan kongesti
sistemik. Suatu metode yang penting untuk mengevaluasi volume sekuncup adalah
penggunaan kateter arteri pulmonal. Kateter ini dipasang di tempat tidur. Kateter ini
mempunyai banyak lumen yang memungkinkan pengukuran lebih dari satu
parameter hemodinamik. Penatalaksanaan keperawatan dari pasien dengan kateter
hemodinamika sangat spesifik dan sebiknya dirawat di ruang intensif (Brunner &
Suddarth, 2010).
Menurut Brunner & Suddarth (2010) ada beberapa penatalaksanaan pada pasien
dengan pada pasien dengan congestive heart failure (CHF) antara lain:
a. Dukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung;
b. Meningkatkan efesiensi kontraksi jantungdengan bahan-bahan farmakologis;
c. Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi deuretik diet dan
istirahat.

8. Peran perawat dalam tatalaksana pasien congestive heart failure (CHF)


Menurut Brunner & Suddarth(2010) peran perawat dalam tatalaksana pasien congestive
heart failure (CHF) difokuskan pada pengobservasian tanda-tanda dan gejala kelebihan
cairan paru dan tanda serta gejala sistemik. Hal yang perlu diperhatikan antara lain:
a. Pernafasan: harus diauskultasi dengan interval sesering mungkin untuk menentukan
ada tidaknya krekel atau wheezing;
b. Jantung: harus diauskultasi mengenai adanya bunyi S3 dan S4 yang menandakan
pompa jantung mulai mengalami kegagalan;
c. Tingkat kesadaran: apabila terjadi transport oksigen kurang kedalam otak, maka otak
tidak dapat bertoleransi terhadap kekurangan oksigen sehingga akan muncul gejala
konfusi;
d. Perifer: harus dikaji adanya edema pada bagian ekstermitas dan dibagian periorbital
e. Distensi vena jugularis;
f. Haluran urin: biasanya pasien dengan gagal jantung lebih sering mengalami
oliguria, sehingga perlu diakukan pengukuran haluran urin sesering mungkin untuk
membuat dasar pengukuran efektifitas diuretik.

Intervensi mandiri keperawatan yang dapatdiberikan perawat pada pasien congestive


heart failure (CHF) adalah menyarankan pasien beristirahat untuk mengurangi beban
kerja jantung, memposisikan pasien semi fowler dengan tujuan aliran balik vena ke jantung
(preload) dan kongesi paru berkurang, dan penekanan diagfragma ke hepar menjadi
minimal, penghilangan kecemasan dengan tujuan oksigenasi lebih adekuat sehingga
pernafasan menjadi normal dikarenakan biasanya pada pasien congestive heart failure
(CHF) cenderung gelisah, menghindari stres dengan tujuan meminimalisir keja jantung
dan menormalkan denyut jantung yang meningkat.

9. Posisi semi fowler


Posisi semi fowler adalah suatu posisi dimana kepala tempat tidur dinaikkan 30
cm (8-10 inci) dengan sudut kemiringan 45-60⁰, dari rentang 45-60⁰ semakin tinggi
kemiringannya maka aliran balik vena ke jantung (preload) akan semakin berkurang.
Selain itu dengan memposisikan memposisikan pasien semi fowler maka kongesi paru
juga akan berkurang dan penekanan diagfragma ke hepar menjadi minimal (Brunner &
Suddarth).
Selain itu intervensi keperawatan untuk mempertahankan dan meningkatkan
pengembangan paru dengan melakukan prosedur non invasive yakni dengan menggunakan
teknik pengaturan posisi salah satunya dengan memberikan posisi semi fowler sehingga
oksigenasi adekuat (Burns dkk,1994; dikutip Potter & Perry, 2006).

10. Saturasi oksigen


Saturasi oksigen adalah kemampuan hemoglobin mengikat oksigen. Ditunjukkan
sebagai derajat kejenuhan atau saturasi (SpO2). Saturasi yang paling tinggi (jenuh) adalah
100%. Artinya seluruh hemoglobin mengikat oksigen. Sebaliknya saturasi yang paling
rendah adalah 0% artinya tidak ada oksigen sedikitpun terikat oleh hemoglobin. Normal
saturasioksigen yakni diatas 95% (Rupii, 2005).
Presentase saturasi hemoglobin diartikan sebagai jumlah oksigen yang dibawa oleh
hemoglobin dibandingkan dengan jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh hemoglobin
(Hudak & Gallo, 2010). Oksigen dibawa dalam darah dalam dua cara : (1) terlarut dalam
plasma, dan (2) terikat dalam hemoglobin. Oksigen tidak mudah larut dalam plasma atau
air, sehingga jumlahnya hanya sangat kecil yang terlarut dalam plasma. Sebagian besar
oksigen dibawa dalam ikatan dengan hemoglobin. Kira-kira 97% oksigen di transport dari
paru-paru ke jaringan berikatan dengan hemoglobin dan 3% sisanya terlarut dalam plasma
(Guyton & Hall, 2008).
Persentase saturasi hemoglobindenganoksigen memberikan perkiraan mendekati jumlah
total oksigen yang dibawa oleh darah (Hudak & Gallo, 2010). Nilai saturasi oksigen yang
rendah dapat menggambarkan bahwa afinitas (ikatan) oksigen terhadap hemoglobin rendah,
meskipun ambilan oksigen cukup dan kadarhemoglobin normal. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: (1) peningkatan konsentrasi karbon dioksida, (2)
suhu tubuh, dan (3) 2,3difosfogliserat (DPG) yaitu senyawa fosfat yang secara normal
berada dalam darah. Pada PCO2 tinggi suhu tubuh naik, 2,3 DPG tinggi akan
menurunkan afinitas oksigen terhadap hemoglobin, sehingga oksigen yang dapat diangkut
oleh darah berkurang. Sedangkan penurunan PCO2, penurunan suhu tubuh, dan
penurunan 2,3 DPG akan meningkatkan ikatan hemoglobinterhadap oksigen, akibatnya
ambilan oksigen dari paru-paru akan meningkat pula. Tetapi pelepasan oksigen ke
jaringan akan terganggu (Guyton & Hall, 2008). Sistem transportasi oksigen terdiri
dari sistem paru dan sistem kardiovaskuler. Faktor-faktor yang mempengaruhi saturasi
oksigen adalah: jumlah oksigen yang masuk paru-paru (ventilasi), kecepatan difusi,
dan kapasitas hemoglobin dalam membawa oksigen. Kapasitas darah membawa
oksigen dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang larut dalam plasma, jumlah hemoglobin,
dankecenderungan hemoglobin untuk berikatan oksigen (Ahrens, 1990; dikutip Potter &
Perry, 2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi bacaan saturasi oksigen ada 3, anatara lain:
a. Hemoglobin Jika hemoglobin tersaturasi penuh dengan oksigen, SaO2 akan menunjuk
kan nilai normal walaupun kadar hemoglobintotal rendah. Jadi, klien dapat menderita
anemia berat dan memiliki oksigen yang tidak adekuat untuk persediaan jaringan
sementara oksimetry nadi akan tetap pada nilai normal.
b. Sirkulasi Oxymeter tidak akan memberikan bacaan yang akurat jika area dibawah
sensor mengalami gangguan sirkulasi.
c. Aktivitas Menggigil atau gerakan yang berlebihan pada sisi sensor dapat mengganggu
pembacaan hasil yang akurat.
11. Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi (Potter & Perry, 2006)
Faktor-faktor yang mempengaruhi keadekuatan sirkulasi, ventilasi dan transportasi gas-
gas pernafasan kejaringan ada empat yaitu :
a. Faktor fisiologis
Setiap kondisi yang mempengaruhi kardiopulmonal akan mempengaruhi kemampuan
tubuh untuk pemenuhan oksigen. Klasifikasi umum gangguan jantung meliputi
1) ketidakseimbangan konduksi,
2) kerusakan fungsi faskuler,
3) hipoksia miokard,
4) kardiomiopati, dan
5) hipoksia jaringan perifer.

Ganngguan pernapasan meliputi:

1) Hiperventilasi,
2) Hipoventlasi, dan
3) Hipoksia.

Proses fisiologis lain yang mempengaruhi proses oksigenasi yaitu

1) Penurunan kapasitas pembawa oksigen seperti anemia


2) Peningkatan kebutuhan metabolisme seperti: kehamilan, demam, infeksi,
3) Perubahan yang mempengaruhi pergerakan dinding dada atau sistem saraf pusat
seperti: trauma, perubahan konfigurasi struktural yang abnormal, miastenia grafis,
sindruma guillain barre dan lain-lain.
b. Faktor perkembangan
Tahap perkembangan (umur) dan proses penuaan yang normal akan mempengaruhi
oksigenasi jaringan. Pada bayi prematur berisiko terkena penyakit membran hialin,yang
diduga disebabkan oleh defisiensi surfaktan. Kemampuan paru untuk mensistesis
surfaktan berkembang lambat pada masa kehamilan, yakni pada sekitar bulan
ketujuh, dan dengan demikian bayi preterm tidak memiliki surfaktan.
Bayi dan todler berisiko mengalami infeksi saluran napas atas sebagai hasil
pemaparan yang sering pada anak-anak lain dan pemaparan dari asap rokok yang
diisap dari orang lain. Selain itu selama proses pertumbuhan gigi, beberapa beberapa
bayi berkembang kongesti nasal, yang memungkinkan pertumbuhan bakteri dan
memungkinkan potensi terjadinya infeksi saluran pernapasan. Infeksi saluran
pernafasan atas biasanya tidak berbahaya dan bayi atau todler sembuh dengan kesulitan
yang sedikit.
Anak usia sekolah dan remaja terpapar pada infeksi pernapasan dan faktor-
faktor resiko pernafasan, misalnya asap rokok dan merokok. Individu usia dewasa
pertengahan dan dewasa muda terpapar pada banyak faktor resiko kardiopulmonar,
seperti: diet yang tidak sehat, kurang latihan fisik, obat-obatan, dan merokok.
Dengan mengurangi faktor-faktor yang dapat dimodifikasi ini, akan menurunkan
resiko menderita penyakit jantung dan pulmonar. Sistem pernafasan dan sistem jantung
pada lansia mengalami perubahan sepanjang proses penuaan. Pada sistem arterial
terjadi plak aterosklerosis sehingga tekanan darah sistemik meningkat. Kompliansi
dinding dada menurun pada klien lansia yang berhubungan dengan osteoporosis dan
kalsifikasi tulang rawan kosta. Ventilasi dan transfer gas menurun seiring peningkatan
usia.
c. Faktor perilaku Perilaku atau gaya hidup, baik secara langsung atau tak langsung
akan mempengaruhi kebutuhan oksigen. Faktor perilaku yang mempengaruhi
kebutuhan oksigen antara lain : nutrisi, latihan fisik, merokok, penyalahgunaan
substansi dan stres.
d. Faktor lingkungan Lingkungan juga mempengaruhi oksigenasi. Insiden penyakit paru
lebih tinggi di daerah berkabut, di daerah perkotaan lebih tinggi dari pada pedesaan.
Tempat kerja dapat meningkatkan resiko yaitu polusi udara lingkungan kerja. Stresor
yang terus menerus akan meningkatkan laju metabolisme tubuh dan kebutuhan akan
oksigen.

BAB III
METODE PENULISAN
A. Rumusan PICOT

P (Problem) : Masalah Kadar SpO₂


I (Intervention) : Posisi Semi Fowler 45⁰
C (Comparison) : Pasien CHF dengan kadar SpO₂ rendah yang diberi intervensi posisi
semi fowler 45⁰
O (Outcome) : Setelah dilakukan intervensi posisi semi fowler 45⁰ diharapkan kadar
SpO₂ meningkat
T (Time) : Posisi semi fowler 45⁰ dilakukan saat pasien baring atau tidur

B. Pencarian Bukti Penelitian

Pencarian literatur melalui database jurnal dengan rentang publikasi sepuluh tahun
terakhir (2012-2021). Sampel yang digunakan merupakan artikel yang berhubungan
dengan pengaruh posisi semi fowler 45⁰ terhadap kadar SpO₂ pada penderita Congestive
Heart Failure (CHF). Peneliti menggunakan beberapa sumber yaitu Google Scholar. Kata
kunci yang digunakan adalah : Congestive heart failure, posisi semi fowler, saturasi
oksigen. Setelah menganalisis artikel yang ditemukan, peneliti menemukan beberapa tema
bahasan utama. Peneliti menyajikan data dalam table berikut :

Bagan seleksi artikel

Judul atau abstrak


Google Scholar : 138
Batas 10 tahun terakhir (2012-
2021)
Dihapus : 17
121 artikel terskrining
Relevansi
Dihapus : 49
72 artikel terskrining
Review
Dihapus :
5 artikel
C. Analisa artikel

No Peneliti Tahun Desain Sampel Hasil

1 Dimas Agung 2020 Studi kasus Deskriptif 2 responden Memposisikan fowler pada pasien CHF dengan sesak nafas mampu
Pambudi, Sri meningkatkan saturasi oksigen pada pasien. Adanya perubahan SpO2
Widodo dari kedua responden sebesar 4-5%.
2 Nur Kasan, 2017 Quasy experimental 22 responden Posisi semifowler efektif menurunan respiratori rate pada pasien
Sutrisno dengan rancangan The congestive heart failure (CHF) di ruang lily RSUD Sunan Kalijaga
Removed Treatment Demak
Design dengan pretest
dan post test.
3 Sugih Wijayati, 2019 Pra Experimental 16 responden Ada pengaruh posisi tidur semi Fowler 45° terhadap kenaikan nilai
Dian Hardiyanti dengan saturasi oksigen pada pasien gagal jantung kongestif
Ningrum, Putrono rancangan Pre and
Post Test One Group
Design
4 Annisa Dwi 2019 Pre-post test without 14 responden Terdapat perubahan kualitas tidur pada pasien gagal jantung
Ananda, Badar, control group congestive setelah diberikan posisi semi fowler 45°
Nilam Norma
5 Ahmad Muzaki , 2020 Deskriptif dengan 2 responden Penerapan posisi semi fowler (posisi duduk 45°) selama 3x24 jam
Yuli Ani menggunakan metode sesuai dengan SOP membantu mengurangi sesak nafas dan membantu
pendekatan studi kasus mengoptimalkan RR pada klien sehingga masalah ketidakefektifan
pola nafas dapat teratasi.
D. Target dan Luaran
1. Target
Target yang akan mendapatkan intervensi pada deskripsi kasus ini yaitu pasien
Congestive Heart Failure (CHF) dengan kadar SpO₂ yang rendah dan diberikan
intervensi posisi semi fowler 45⁰ .
2. Luaran
Luaran dari deskripsi kasus ini untuk mengetahui perlakuan yang dilakukan
berdasarkan evidence based practice, selanjutnya dilakukan observasi dari hasil
intervensi posisi semi fowler 45⁰ terhadap kadar SpO₂ pada pasien Congestive Heart
Failure (CHF).

E. Prosedur pelaksanaan
1. Tujuan
a. Mempertahankan kenyamanan
b. Memfasilitasi fungsi pernapasan
c. Meningkatkan ventilasi paru
d. Meningkatkan curah jantung
e. Mencegah terjadinya aspirasi pada saat makan
2. Prosedur tindakan
a. Cuci tangan 5 langkah dan 6 momen
b. Lakukan persiapan sebelum ke tempat tidur pasien
c. Tinggikan kepala tempat tidur 45-60 derajat
d. Topangkan kepala diatas tempat tidur atau bantal kecil
e. Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan tangan bila pasien tidak dapat
mengontrolnya secara sadar atau tidak dapat menggunakan tangan dengan lengan
f. Tempatkan bantal tipis di punggung bawah
g. Tempatkan bantal kecil atau gulungan handuk dibawah paha
h. Tempatkan bantal kecil atau gulungan dibawah pergelangan kaki
i. Tempatkan papan kaki di dasar telapak kaki pasien
j. Turunkan tempat tidur
k. Observasi posisi kesejajaran tubuh, tingkat kenyamanan, dan titik potensi tekanan
l. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
BAB IV
LAPORAN KASUS

Tanggal Pengkajian/Jam : Ruang/RS: IGD RSUD Dr.SOEDIRMAN,


13 Maret 2021 jam 07:15 KEBUMEN

A. Biodata

1. Biodata Pasien
a. Nama : Tn K
b. Umur : 70 tahun
c. Alamat : Sumur Lor , Ambalkumolo, Kebumen
d. Pendidikan : SD
e. Pekerjaan :-
f. Tanggal masuk : 13 Maret 2021
g. Diagnosa medis
: CHF
h. Nomor register : 415273

2. Biodata Penanggungjawab
a. Nama : Ny A
b. Umur : 50 tahun
c. Alamat : Sumur Lor , Ambalkumolo, Kebumen
d. Pendidikan : SMA
e. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
f. Hubungan dengan klien : Anak

A. Pengkajian Primer
1. Airways
Ada batuk, ada lendir sedikit dan ada ronchi
2. Breathing
Pasien terlihat sesak nafas tanpa aktivitas. RR : 28 x/menit, irama tidak teratur,
kedalaman dangkal, bunyi nafas ronchi. Terlihat adanya otot bantu pernafasan
dan retraksi dinding dada

3. Circulation
Klien tampak gelisah, nadi : 157 x/menit, irama tidak teratur denyut lemah,
TD:127/85 mmHg, ektremitas teraba hangat, tidak ada edema pada ekstrimitas
atas dan bawah, Capilary refill < 3 detik
B. Pengkajian Sekunder
1. Riwayat Keperawatan
a) Keluhan
Sesak nafas sejak 2 hari yang lalu. Sesak tambah memberat saat
beraktifitas dan tiduran. Pasien tidur nyaman dengan 3 atau 4 bantal. Dada
terasa berat seperti di tindih dan berdebar, nafsu makan menuru, tidak mual
dan tidak muntah. Klien mengatakan merasa sepat lelah/capai kalau berjalan
sebentar. Tidak ada edema pada extremitas, kencing sedikit.
b) Riwayat penyakit: tidak ada riwayat hipertensi, klien menderita CHF kurang
lebih 5 tahun dan jarang kontrol ke Rumah Sakit.
c) Riwayat diet: di rumah klien makan rendah garam dan mngurangi daging
d) Riwayat pengobatan: kadang- kadang kaki bengkak tapi setelah di bawa ke
Puskesmas dan minum obat bengkaknya hilang
e) Pola eliminasi urine: klien BAK tidak ada 4 sampai 5 kali sehari
f) Riwayat merokok: dulu klien merokok tembakau
g) Klien tampak gelisah

2. Pemeriksaan Fisik (head to toe)


a) Keadaan umum
Klien tampak lelah, kesadaran somnolen, GCS : E₄ M₆ V₅
Tanda-tanda vital :
TD : 127/85 mmHg SB : 37◦ C
Nadi : 157 x/mnt RR : 28 x/menit
SpO₂ : 90 % BB : 50 kg
b) Kepala
Bentuk simetris, rambut bersih, tidak ada benjolan, tidak terdapat lesi, kulit
kepala tampak bersih, dan tidak ada nyeri tekan
c) Mata
Simetris, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, refleks pupil isokor
d) Hidung
Simetris, tidak ada pernapasan cuping hidung, tidak ada polip, fungsi
penciuman normal
e) Mulut
Tidak ada sianosis, tidak ada stomatitis, mukosa bibir lembab, tidak anemis.
f) Telinga
Simetris, tidak ada serumen, tidak ada gangguan pendengaran, tidak ada alat
bantu pendengaran.
g) Leher
Simetris, tidak ada benjolan, ada peningkatan JVP
h) Abdomen
Inspeksi : datar, simetris, tidak ada benjolan, tidak ada lesi, tidak ada
distensi abdomen.
Auskultasi : Bising usus terdengar 12 x/menit
Palpasi : nyeri tekan pada perut kiri atas.
Perkusi : timpani
i) Integumen
Kulit tidak tampak pucat, tidak ikterus, tidak ada edema.
j) Thoraks
Inspeksi : dada simetris, ekspansi dada seimbang, tidak menggunakan
otot bantu pernapasan.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Perkusi : tidak ada suara pekak di lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : ada ronchi
k) Jantung
Inspeksi : simetris
Palpasi : tidak teraba ictus cordis
Perkusi : batas jantung normal
Auskultasi : terdengar BJ 3
l) Ekstremitas
Akral hangat, tidak ada edema
Kekuatan otot :

5 5
5 5
m) Genitalia
Terpasang kateter urin

3. Pemeriksaan penunjang tanggal 13 Maret 2021

Hb 14,8 g/dL GDS 164 mg/dL


Ht 43 Ureum 46 mg/dL
Leukosit 6,1 Creatinin 0,48 mg/dL
SGOT 55 U/L
Kalium 4,6 mmol/L SGPT 37 U/L
Natrium 125 mmol/L
Chlorid 96 mmol/L Antigen SARS negatif
COV-2

EKG tanggal 13 Maret 2021 :


Kesan : atrial fibrilasi

4. Terapi
Vascon : 0,1 mg/kgBB/menit Ceftriaxone inj : 2g/12 jam
NRM : 15 ml Levofloxacin : 1 x 250
mg
Furosemide tab : 40 mg (1-0-0) RESFAN :1X1
Spironolactone tab : 25 mg Cernevit :1x1
Digoxin tab : 2 x ½ tab Pasang O₂ (NRM) : 15 Lpm
Nofisil : 20 mg (0-0-1)

C. Analisa Data
N
DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
O

1 DS : Perubahan irama Penurunan curah


jantung, frekuensi jantung (D.0008)
 Klien mengatakan sesak
jantung,
nafas sejak 2 hari yang kontraktilitas,
lalu dan sesak tambah preload
memberat saat
beraktifitas dan tiduran
 Dada terasa berat seperti
di tindih dan berdebar

DO :
 Klien tampak gelisah,
 JVP meningkat
 Batuk berlendir
 Nadi : 157 x/menit,
irama tidak teratur,
denyut lemah
 EKG : atrial fibrilasi
2 DS : ketidakseimbangan Intoleransi aktifitas
antara suplai dan (D.0056)
 Klien mengatakan
kebutuhan oksigen
merasa sepat lelah/capai
kalau berjalan sebentar.

DO :
 Gambaran EKG : atrial
fibrilasi

D. Rencana Keperawatan
Tanggal / Diagnosa TTD
No Tujuan Intervensi
Jam Keperawatan Perawat
13 Mar 1 D.0008 L.02008 I.02075 Puji
2021 Penurunan curah Curah jantung Perawatan Jantung
Jam 07:17 jantung b/d meningkat setelah 1. Identifikasi tanda dan gejala
Perubahan irama dilakukan perawatan primer penurunan curah
jantung, frekuensi selama 1 x 24 jam
jantung (dyspnea, kelelahan,
jantung, Kriteria hasil :
edema, ortpnea, Paroxymal
kontraktilitas, 1. Kekuatan nadi
preload di tanda perifer meningkat nocturnal dspnea (PND) dan
dengan 2. Palpitasi menurun peningkatan CVP
DS : 3. Bradikardi 2. Identifikasi tanda dan gejala
 Klien mengatakan menurun skunder penurunan curah
sesak nafas sejak 4. Gambaran EKG jantung ( peningkatan berat
2 hari yang lalu aritmia menurun badan, hepatomegaly,
dan sesak tambah 5. Lelah menurun distensia vena jugularis,
memberat saat 6. Distensi vena
palpitasi, ronchi basah,
beraktifitas dan jugularis menurun
oligouria, batuk, sianosis)
tiduran 7. Suara jantung S₃
menurun 3. Monitor tekanan darah
 Dada terasa berat
seperti di tindih 8. Ortopnea menurun 4. Monitor intake dan input
dan berdebar 9. Batuk menurun cairan
5. Monitor keluhan nyeri dada
DO : 6. Monitor EKG 12 sadapan
 Klien tampak 7. Periksa tekanan darah dan
gelisah frekuensi nadi sebelum dan
 JVP meningkat sesudah pemberian obat (beta
 Batuk berlendir blocker, ACE inhibitor,
 Nadi : 157 x/mnt, calcium chanel blocker,
irama tidak digoksin)
teratur, denyut 8. Posisikan semi fowler (45⁰)
lemah atau fowler
9. Berikan dukungan emosional
dan spiritual
10. Berikan oksigen (pertahankan
saturasi oksigen >94%)
11. Kolaborasi pemberian
antiaritmia
13 Mar 2 D.0056 L.05047 I.05178 Puji
2021 Intoleransi Toleransi aktifitas Manajemen energi
Jam 07:17 aktifitas b/d meningkat setelah 1. Observasi TTV sebelum
ketidakseimbanga dilakukan dan setelah aktivitas
n antara suplai dan perawatan selama 2. Monitor lokasi dan
kebutuhan oksigen 1 x 24 jam ketidaknyamanan selama
ditandai dengan Kriteria hasil : melakukan aktivitas
DS : 3. Sediakan lingungan yang
1. Frekuensi nadi
 Klien membaik (60- nyaman dan rendah
mengatakan stimulus (cahaya, suara dan
100 x/mnt)
merasa sepat kunjungan)
2. Saturasi
lelah/capai 4. Anjurkan tirah baring
oksigen
kalau berjalan 5. Anjurkan menghubungi
meningkat
sebentar. perawat jika tanda dan
(>94%)
gejala kelelahan tidak
3. Keluhan lelah
DO : berkurang
menurun
 Tampak lelah 4. Dipsnea saat
 Gambaran EKG : aktifitas dan
atarial fibrilasi
setelah aktifitas
menurun
5. Aritmia
menurun
6. Tekanan darah
membaik
(120/80 x/mnt)
7. Frekuansi nafas
membaik (16-
20x/mnt)

E. Implementasi
Kode
Tanggal / TTD
Diagnosa Tindakan Keperawatan Respon
Jam Perawat
Keperawatan
13 Mar 2021 D.0008 1. Mengdentifikasi tanda dan DS : Puji
Jam 07:20 gejala primer penurunan curah  Klien menatakan
jantung (dyspnea, kelelahan, sesak kalau aktifitas
edema, ortpnea, Paroxymal maupun istirahat
nocturnal dspnea (PND) dan DO :
peningkatan CVP  Tidak ada edema pada
ekstremitas

2. Mengidentifikasi tanda dan DS :


gejala skunder penurunan  Jantung berdebar
curah jantung (peningkatan berkurang
berat badan, hepatomegaly, DO :
distensia vena jugularis,  JVP meningkat
palpitasi, ronchi, oligouria,  Ada ronchi
batuk, sianosis)  Ada batuk
 Tidak sianosis

3. Memonitor tekanan darah


DS : -
DO :
 TD : 127/85 mmHg

4. Memonitor intake dan input


DS :
cairan

DO :
 Intake : -
 Urine output : -
5. Memonitor keluhan nyeri dada
DS :
 Klien menyatakan ada
aneri dada
DO :
 Tampak memegang
dadanya sekali-sekali
6. Melakukan EKG 12 sadapan
DS : -
DO :
 EKG : atrial fibrilasi
7. Memeriksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum dan DS : -
sesudah pemberian obat (beta DO :
blocker, ACE inhibitor,  TD : 127/85 mmHg
calcium chanel blocker,  N : 157 x/mnt
digoksin)

8. Memberkan posisi semi fowler


(45⁰) DS :
 Klien merasa lebih
nyaman
DO :
 Klien tampak lebih
tenang
 Saturasi oksigen
meniningkat menjadi
95%
9. Memberikan oksigen 15 Lpm
(NRB)
DS :
 Klien merasa sesak
berkurang
DO :
 Tampak lebih tenang
 Tidak ada sianosis
 Tidak ada retraksi
dinding dada
 SpO₂ : 95%
10. Memberikan Digoxin 2 x ½
tab DS :
 Klien mengatakan
jantung berdebar agak
berkurang
DO :
 Nadi : 120 x/mnt

13 Mar 2021 D.0056 1. Mengobservasi TTV sebelum DS : - Puji


Jam 07:20 dan setelah aktivitas DO :
 TD : 110/79 mmHg
 Nadi : 157 x/mnt
 RR : 28 x/mnt
 SpO₂ : 95% (O₂ : 15
Lpm NRB)

2. Memonitor lokasi dan DS :


ketidaknyamanan selama  Masih ada rasa
melakukan aktivitas tertekan didada
 Merasa cepat lelah
DO :
 Klien tampak lelah

3. Menyediakan lingkungan
DS :
yang nyaman dan rendah
 Klien merasa lebih
stimulus (cahaya, suara dan
tenang dan nyaman
membatasi kunjungan)
DO :
 Gelisah berkurang

DS :
4. Menganjurkan tirah baring
DO :
 Klien tampak
berbaring dengan
tenang
5. Menganjurkan menghubungi
DS :
perawat jika tanda dan gejala
DO :
kelelahan tidak berkurang
 Klien tampak
mengerti anjuran
perawat
F. Evaluasi
Kode
Tanggal / Evaluasi TTD
Diagnosa
Jam Perawat
Keperawatan
14 Maret D.0008 Subyektif Puji
2021  Klien mengatakan masih sesak nafas kalau beraktifitas dan
Jam 07:20 tiduran
 Rasa berat seperti di tindih dan berdebar berkurang sedikit

Obyektif
 Klien tampak mulai tenang
 JVP meningkat (4cm)
 Ada batuk berlendir
 Nadi : 120 x/mnt, irama tidak teratur, denyut lemah

Assessment
Masalah belum teratasi

Planning
Lanjutkan intervensi keperawatan no 3, 4, 5, 6, 7

14 Maret D.0056 Subyektif


2021  Klien mengatakan merasa lelah/capai kalau bergeser
Jam 07:20 posisi tidur atau duduk

Obyektif
 Klien tampak lelah
 Gambaran EKG : atarial fibrilasi

Analisa
Masalah belum teratasi

Planning
 Lanjutkan intervensi keperawatan no 2, 3, 4, 5
 Menganjurkan klien untuk banyak berdoa
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
Intervensi dilakukan pada Tn K yang menderita Congestive Heart Failure (CHF)
yang pad awal masuk IGD kadar SpO₂ 90%, sesak dan tambah memberat saat beraktifitas
dan tiduran. Setelah dilakukan intervensi posisi semi fowler 45⁰ dan diberikan oksigen 15
Lpm (NRM) keluahannya berkurang dan kadar SpO₂ menjadi 95%. Berdasarkan hasil
review literature yang diambil, ditemukan bahwa posisi semi fowler 45⁰ berpengaruh
terhadap kenaikan nilai saturasi oksigen pada pasien gagal jantung kongestif pada
kelompok intervensi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan kadar SpO₂.

B. PEMBAHASAN
Posisi Semi Fowler adalah tindakan keperawatan yang dimana perawat memberikan
pasien posisi tubuh sesuai dengan hambatan yang diderita dengan tujuan memanajemen
keselarasan dan kenyamanan fisiologis. Menurut Melanie (2012) menyatakan pada posisi
semi fowler 45° dapat menghasilkan kualitas tidur lebih baik bagi pasien dibandingkan
dengan sudut 30°. Semi fowler membantu dalam mengurangi aliran balik vena pada pasien
dengan gagal jantung yang akan mengurangi peningkatan dan distensi vena jugularis pada
pasien. Pemberian Posisi Semi Fowler 45° pada pasien Congestieve Heart Failure ini dapat
mengembangkan ekspansi paru meningkat, lalu mempengaruhi perubahan curah jantung
pada pasien, dan ini akan meningkatan pertukaran gas sehingga asupan oksigen pun
meningkat dan akan mengoptimalkan kualitas tidur pasien (Brunner & Suddarth, 2002).
Pada Tn K yang menderita Congestive Heart Failure (CHF) yang pad awal masuk
IGD kadar SpO₂ 90%, sesak dan tambah memberat saat beraktifitas dan tiduran. Setelah
dilakukan intervensi posisi semi fowler 45⁰ dan diberikan oksigen 15 Lpm (NRM)
keluhannya berkurang dan kadar SpO₂ menjadi 95%. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Sugih Wijayati dkk (2019) bahwa nilai saturasi oksigen terendah
sebelum diberikan perlakuan adalah 81% dan nilai tertinggi adalah 98%, dengan nilai
median saturasi oksigen sebelum perlakuan adalah 96%. Setelah di lakukan intervensi
posisi semi fowler 45 ⁰ nilai saturasi oksigen terendah adalah 95% dan nilai tertinggi
adalah 99%, dengan median 98%, yang berarti bahwa ada pengaruh pemberian posisi tidur
semi Fowler 45° terhadap kenaikan nilai saturasi oksigen pada pasien gagal jantung
kongestif.
Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dimas Agung Pambudi,
Sri Widodo (2020) bahwa memposisikan fowler pada pasien CHF dengan sesak nafas
mampu meningkatkan saturasi oksigen pada pasien. Nur Kasan, Sutrisno (2017) dalam
penelitiannya juga menyebutkan bahwa posisi semifowler efektif menurunan respiratori
rate pada pasien congestive heart failure (CHF) di ruang lily RSUD Sunan Kalijaga
Demak.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Annisa Dwi Ananda, Badar, Nilam Norma
(2019) di sebutkan bahwa terdapat perubahan kualitas tidur pada pasien gagal jantung
congestive setelah diberikan posisi semi fowler 45°.
Penelitan yang di lakukan oleh Ahmad Muzaki , Yuli Ani (2020) di hasilkan bahwa
penerapan posisi semi fowler (posisi duduk 45°) selama 3x24 jam sesuai dengan SOP
membantu mengurangi sesak nafas dan membantu mengoptimalkan RR pada klien
sehingga masalah ketidakefektifan pola nafas dapat teratasi.
BAB VI
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Congestive Heart Failure atau lebih sering dikenal dengan penyakit gagal jantung
adalah penyakit sindrom klinis yang ditandai dengan sesak nafas saat istirahat atau saat
aktivitas yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung. Posisi semi fowler
adalah suatu posisi dimana kepala tempat tidur dinaikkan 30 cm (8-10 inci) dengan
sudut kemiringan 45-60⁰, dari rentang 45-60⁰ semakin tinggi kemiringannya maka
aliran balik vena ke jantung (preload) akan semakin berkurang. Selain itu dengan
memposisikan pasien semi fowler maka kongesi paru juga akan berkurang dan
penekanan diagfragma ke hepar menjadi minimal (Brunner & Suddarth).
Berdasarkan hasil kajian literatur dapat disimpulkan bahwa penerapan posisi semi
fowler 45⁰ pada pasien Congestive Heart Failure (CHF) dengan sesak nafas mampu
meningkatkan kadar saturasi oksigen hingga 95%.

B. SARAN
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan bagi institusi rumah sakit dan dapat
dijadikan acuan untuk membuat Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang pemberian
posisi tidur semi fowler 45° bagi pasien gagal jantung kongestif sehingga setiap ada
pasien gagal jantung kongestif dapat diberikan posisi tidur semi fowler 45° untuk
mencegah terjadinya penurunan saturasi oksigen.
DAFTAR PUSTAKA

Darmawan. 2012 . Waspadai Gejala Penyakit Yang Mematikan. Jakarta : ORYZA


M. Bulechek, G., K Butcher, H., M. Dochterman, J., & M. Wagner, C. (2013). Nursing
Interventions Classification (NIC) (6th ed.). Singapore: CV. Mocomedia.
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Sutanto. 2010. Cekal Penyakit Modern; Hipertensi, Stroke, Jantung, Kolesterol, dan
Diabetes. Yogyakarta: ANDI
Brunner & Suddarth, 2010, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa, EGC, Jakarta.
Hariyanto, A & Sulistyowati R. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah I
dengan Diagnosis Nanda Internasional. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Udjianti, Wajan J. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba medika
Herdman, T.H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi
2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC
Kozier & Erb. (2011). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep, proses dan praktik
edisi 7 alih bahasa Eko Karyuni et.al. Penerbit Bukuk Kedokteran. Jakarta: EGC.
Sugih Wijayati, Dian Hardiyanti Ningrum, Putrono . (2019). Pengaruh Posisi Tidur Semi
Fowler 450 Terhadap Kenaikan Nilai Saturasi Oksigen Pada Pasien Gagal Jantung
Kongestif Di RSUD Loekmono Hadi Kudus. Medica Hospitalia Vol. 6, No. 1.
http://medicahospitalia.rskariadi.co.id/medicahospitalia/index.php/mh/article/view/372

Dimas Agung Pambudi, Sri Widodo (2020). Posisi Fowler Untuk Meningkatkan Saturasi
Oksigen Pada Pasien (CHF) Congestive Heart Failure Yang Mengalami Sesak Nafas.
Ners Muda, Vol 1 No 3. http://103.97.100.145/index.php/nersmuda/article/view/5775

Nur Kasan, Sutrisno. (2017). Effektifitas Posisi Semi fowler Terhadap Penurunan Respiratori
Rate Pasien Gagal Jantung Kronik (CHF) di Ruang Lily RSUD Sunan Kalijaga Demak.
Journal of TSCNers Vol.5 No.1.
http://ejournal.annurpurwodadi.ac.id/index.php/TSCNers/article/view/208

Annisa Dwi Ananda, Badar, Nilam Norma. (2019). Pengaruh Posisi Semi Fowler 45⁰
Terhadap Kualitas Tidur Pada Pasien Congesstive Hearth Failure di Ruang Intensive
Coronary Care Unit (ICCU) Rumah Sakit Abdul Wahab Sjahranie.
Repository.poltekkes-Kaltim.ac.id/190. http://repository.poltekkes-kaltim.ac.id/190/

Ahmad Muzaki , Yuli Ani.(2020). Penerapan Posisi Semi Fowler Terhadap Ketidakefektifan Pola
Nafas Pada Pasien Congesstive Hearth Failure (CHF).
http://journal.akperkabpurworejo.ac.id/index.php/nsj/article/view/16

Anda mungkin juga menyukai