Macam Dan Pergerakan Pers Jepang

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 3

Macam-macam pers di jaman Jepang

Pers Pada Masa Pendudukan Jepang Ketika Jepang datang ke Indonesia, surat kabar-surat
kabar yang ada di Indonesia diambil alih pelan-pelan. Beberapa surat kabar disatukan dengan
alasan menghemat alat- alat tenaga. Tujuan sebenarnya adalah agar pemerintah Jepang dapat
memperketat pengawasan terhadap isi surat kabar.
Beberapa surat kabar disatukan dengan alasan penghematan namun yang sebenarnya adalah agar
pemerintah Jepang memperketat pengawasan terhadat isi surat kabar. Kantor Berita Antara
diambil alih dan diubah menjadi kantor berita Yashima dengan berpusat di Domei, Jepang.
Konten surat kabar dimanfaatkan sebagai alat propaganda untuk memuji-muji pemerintahan
Jepang. Wartawan Indonesia saat itu bekerja sebagai pegawai sedang yang mempunyai
kedudukan tinggi adalah orang-orang yang sengaja didatangkan dari Jepang.
Salah satu surat kabar yang terbit pada masa ini adalah Tjahaja (ejaan baru Cahaya). Surat kabar
ini sudah menggunakan Bahasa Indonesia dan penerbit berada di kota Bandung. Surat kabar ini
terbit di Indonesia namun berisikan berita tentang segala kondisi yang terjadi di Jepang. Para
pemimpinnya di antaranya adalah Oto Iskandar Dinata, R.Bratanata, dan Mohamad Kurdi.
Saat menguasai Indonesia, Jepang menetapkan ketentuan yang bersifat “sensor preventif” yakni
dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 16 tentang Sarana Publikasi dan Komunikasi.
Salah satu yang menjadi ketentuan dalam aturan itu, bahwa semua jenis barang cetakan harus
mengantongi izin publikasi atau izin terbit. Dalam ketentuan itu, bahwa Pemerintah Jepang
mempertegas, bahwa berbagai jenis cetakan, termasuk media harus melalui pemeriksaan sensor
balatentara Jepang.
Sensor pada percetakan di masa Jepang ini semakin kuat, setelah adanya kebijakan bagi koran
atau surat kabar agar menempatkan penasihat (shidooin) dalam jajaran redaksi .
Dengan demikian, sebenarnya, kondisi pers saat masa pndudukan Jepang lebih ketat dibanding
masa penjajahan Belanda. Sebab, kontrol yang dilakukan kala itu, bukan hanya pada pengawasan
preventif dan represif saja, akan tetapi Jepang juga melakukan intervensi bagi semua pers yang
ada kala itu .

Pergerakan Pers di jaman penjajahan Jepang


Pers dimasa pendudukan jepang dijadikan alat pemerintahan jepang dan sifat pro jepang.
Beberapa surat harian yang dikuasai jepang pada saat itu yakni.
1. Asia Raya di Jakarta.
2. Sinar Biru di Semarang.
3. Suara Asia di Surabaya.
4. Tjahaya di Bandung.
Pada masa pendudukan jepang di Indonesia, pers mengalami penderitaan dan pengekangan
kebebasan yang lebih dari pada masa pendudukan Belanda. Namun, ada beberapa keuntungan
yang peroleh pers dan para wartawan yang ikut bekerja pada penerbitan jepang, yakni.
1. Bertambahnya pengalaman yang diperoleh.
2. Penggunaan bahasa indonesia sangat luas dan sering.
3. Terdapat pengajaran terhadap rakyat indonesia untuk berfikir kritis menghadapi suatu
hal.
 PERS PADA MASA PENJAJAHAN JEPANG (1942-1945) Di masa penduduk Jepang, pers,
baik radio, majalah surat kabar maupun kantor berita dikuasai Jepang, kecuali beberapa surat
kabar pribumi dibawah control berat melalui UU penguasa. Hanya ada satu surat kabar yang
terbit (secara illegal), yaitu Berita Indonesia. Surat ini dipelopori oleh Soeadi Tahsin (pelajar
kenkoku gakukin). Surat kabar tersebut diantaranya memuat berita-berita sekitar kehidupan
masyarakat yang sangat memprihatinkan akibat penjajahan, kenyataan kehidupan politik pada
masa itu, san berita-berita lainnya mengenai perjuangan bangsa Indonesia. Penyebar luasan
Berita Indonesia ini bertujuan untuk mengimbangi propaganda pemerintah Jepang yang disiarkan
melalui berita Goenseikanbu. Surat kabar ini intinya berisi propaganda-propaganda Jepang agar
rakyat Indonesia membantu Jepang dalam perangnya melawan tentara serikat. Pada masa ini
Indonesia berada dalam kekuasaan pemerintah penjajah Jepang. Kehidupan pers diatur
pemerintah penjajah dengan Undang-Undang No.16 yang memberlakukan sistem lisensi dan
sensor preventif. Setiap penerbit cetak harus memiliki izin terbit serta melarang penerbitan yang
dinilai memusuhi Jepang. Aturan ini masih diperkuat lagi dengan menempatkan Shidooin
(penasihat) dalam redaksi setiap surat kabar. Tugas “penasihat” ini adalah mengontrol dan
melakukan sensor. (Soerjomiharjo dan Suryadinata, 2002) sensor adalah tindakan pengawasan,
dan pemeriksaan terhadap informasi yang akan dipublikasikan
Berdasarkan Undang-Undang tersebut, berbagai surat kabar berbahasa Belanda dibredel.
Selanjutnya, pemerintah penjajah Jepang mendirikan surat kabar Jawa Simbun ka dan
membentuk kantor berita Domei. Selama sama penduduknya di Indonesia, pemerintah penjajah
Jepang melatih wartawan Indonesia mengenai teknik pemberitaan modern. Selain itu, pemerintah
penjajah juga mengangkat wartawan Indonesia menjadi redaktur berbagai surat kabar di Jakarta
(Asia Raya, Djakarta Pembangung, Kung Yung Pao), di Surabaya (Soera Asia), di Bandung
(Tjahaja), di Semarang (Sinar Baroe), dan di Yogyakarta (Sinar Matahari). Namun demikian,
keberadaan pers dikontrol secara ketat oleh pemerintah penjajah Jepang. Pers sepenuhnya
diarahkan untuk melayani kepentingan pemerintah Jepang, yakni “Memobilisasi rakyat untuk
melayani kepentingan pemerintah penjajah Jepang”. Pada masa ini surat kabar Indonesia semula
berusaha dan berdiri sendiri di paksa bergabung menjadi satu, dan segala bidang usahanya
disesuaikan dengan rencana-rencana serta tujuan-tujuan tentang Japeng untuk memenangkan apa
yang mereka namakan “Dai Toa Senso” atau perang Asia Timur Raya. Dengan demikian, di
zaman pendudukan Jepang pers merupakan alat Jepang. Kabar- kabar dan karangan-karangan
yang dimuat hanyalah pro-Jepang semata. Pers nasional masa penduduk Jepang mengalami
penderitaan dan pengekangan kebebasan seperti jaman Belanda. Namun, ada beberapa
keuntungan yang didapat oleh para wartawan atau instan pers di Indonesia yang bekerja pada
penerbitan Jepang.

Anda mungkin juga menyukai