Anda di halaman 1dari 10

A.

Ringkasan Kasus

Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Tomi Triono mengaku menerima duit
dari anggaran kegiatan joint audit pengawasan dan pemeriksaan di Kemendikbud. Tomi mengaku sudah
mengembalikan duit ke KPK. Tomi saat bersaksi untuk terdakwa mantan Irjen Kemendikbud Mohammad
Sofyan mengaku bersalah dengan penerimaan duit dalam kegiatan wasrik sertifikasi guru (sergu) di
Inspektorat IV Kemendikbud. Duit yang dikembalikan Rp 48 juta. Menurutnya ada 10 auditor BPKP
yang ikut dalam joint audit. Mereka bertugas untuk 6 program, di antaranya penyusunan SOP wasrik dan
penyusunan monitoring dan evaluasi sertifikasi guru. Adanya aliran duit ke auditor BPKP juga terungkap
dalam persidangan dengan saksi Bendahara Pengeluaran Pembantu Inspektorat I Kemendikbud, Tini
Suhartini pada 11 Juli 2013. Sofyan didakwa memperkaya diri sendiri dan orang lain dengan
memerintahkan pencairan anggaran dan menerima biaya perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan. Dia
juga memerintahkan pemotongan sebesar 5 persen atas biaya perjalanan dinas yang diterima para peserta
pada program kegiatan joint audit Inspektorat I, II, III, IV dan investigasi Itjen Depdiknas tahun anggaran
2009. Dari perbuatannya. Total kerugian keuangan negara dalam kasus ini mencapai Rp 36,484 miliar.

B. Pihak-pihak Yang Terlibat

Berikut ini merupakan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus tersebut diatas dengan perannya masing-
masing:

1) Tomi Triono dan 10 Auditor lainnya selaku Auditor Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP)

2) Mohammad Sofyan selaku Irjen Kemendikbud

3) Tini Suhartini selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu Inspektorat I Kemendikbud

C. Pelanggaran Yang Dilakukan

Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan
tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota dalam
memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku
profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan
keuntungan pribadi. Kasus suap yang menimpa beberapa auditor BPKP menunjukan adanya pelanggaran
terhadap prinsip etika profesi. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Auditor bersangkutan
berdasarkan Prinsip Etika Ikatan Akuntan Indonesia, sebagai berikut:

1. Tanggungjawab Profesi, Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap


auditor harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang
dilaksankannya. Dalam kasus suap auditor BPKP, jelas beberapa auditor tidak mempertimbangkan aspek
moral dan professional dengan menerima sesuatu yang bukan haknya serta lebih mengedepankan
kepentingan pribadi diatas kepentingan public.

2. Kepentingan Publik, Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas
profesionalisme. Dalam kasus ini, auditor BPKP seharusnya berkewajiban untuk senantiasa bertindak
dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen
dan profesionalisme. Selain itu, alam kasus ini yang dirugikan adalah Masyarakat karena uang negara
adalah uang rakyat, dan auditor BPKP adalah pegawai negeri yang secara tidak langsung mengemban
amanah dari rakyat. dengan kata lain, auditor BPKP dalam kasus ini juga telah mengabaikan prinsip
kepentingan publik.

3. Integritas, Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap auditor BPKP harus
memenuhi tanggungjawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. Tidak menerima suap
adalah cerimanan auditor yang berintegritas.

4. Objektivitas, Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan
anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan auditor bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual,
tidak berprasangka. Seharusnya auditor menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran dan objektifitas dalam
melaksanakan tugasnya sebagai seorang profesional. tidak diperkenankan auditor menerima sejumlah
uang untuk menutup-nutupi suatu kecurangan apalagi ikut 'merancang' agar kecurangan tersebut tidak
terbaca oleh mata hukum.

5. Kompetensi dan Kehati – hatian Profesional, Setiap auditor BPKP harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan kehati– hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk
mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk
memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten
berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.

6. Perilaku Profesional, Setiap auditor BPKP harus berperilaku konsisten sesuai aturan yang telah
ditetapakan dan menjauhi tindakan seperti menerima suap yang dapat mendiskreditkan profesi.

7. Standar Teknis, Setiap auditor harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis
dan standar profesional yang relevan.

Selain pelanggaran atas kode etik profesi yang dijelaskan di atas, auditor tersebut juga melakukan
penyimpangan secara hukum dengan telah melanggar Pasal 12 huruf a UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Korupsi.

D. Sanksi

E. Dampak

Berikut merupakan dampak yang ditimbulkan dari kasus yang dilakukan auditor, bagi:

1) Masyarakat

2) Pemerintah

3) Lingkungan

F. Solusi

Adapun solusi yang dapat kami tawarkan dalam kasus tersebut, meliputi:
1) Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah maupun swasta
tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara.

2) Mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan
kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan
integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya.

3) Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan.
Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka
terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara.

4) Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan,
penilaian dan kebijakan.

5) Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan
peringatan, sebab wewenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan.

6) Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense of belongingness”
dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa perusahaan tersebut adalah milik sendiri dan
tidak perlu korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang terbaik.

7) Perlu penayangan wajah para Auditor maupun para Koruptor yang bermasalah di televisi dan media
elektronik serta cetak lainnya agar bisa dijadikan sebagai bahan pelajaran untuk professional lainnya

8) Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat terkhususnya para auditor di


pemerintahan.

1. Kasus PT Muzatek Jaya 2004


Menkeu Sri Mulyani telah membekukan ijin AP (Akuntan Publik) Drs Petrus M. Winata dari KAP Drs.
Mitra Winata dan Rekan selama 2 tahun yang terhitung sejak 15 Marit 2007, Kepala Biro Hubungan
Masyaraket Dep. Keuangan, Samsuar Said saat siaran pers pada Selasa (27/3), menerangkan sanksi
pembekuan dilakukan karena AP tersebut melakukan suatu pelanggaran atas SPAP (Standar Profesional
Akuntan Publik).

Pelanggaran tersebut berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan audit terhadap Laporan Keuangan PT.
Muzatek Jaya pada tahun buku 31 December 2004 yang dijalankan oleh Petrus. Dan selain itu Petrus juga
melakukan pelanggaran terhadap pembatasan dalam penugasan audit yaitu Petrus malaksanakan audit
umum terhadap Lap. keuangan PT. Muzatek Jaya dan PT. Luhur Arta Kencana serta kepada Apartement
Nuansa Hijau mulai tahun buku 2001. hingga tahun 2004.

2. Kasus PT KAI 2006


Komisaris PT KAI (Kereta Api Indonesia) mengungkapkan bahwa ada manipulasi laporan keuangan
dalam PT KAI yang seharusnya perusahaan mengalami kerugian tetapi dilaporkan mendapatkan
keuntungan.

“Saya mengetahui ada sejumlah pos-pos yang seharusnya dilaporkan sebagai beban bagi perusahaan tapi
malah dinyatakan sebagai aset perusahaan, Jadi disini ada trik-trik akuntansi,” kata Hekinus Manao, salah
satu Komisaris PT. KAI di Jakarta, Rabu.

Dia menyatakan, hingga saat ini dirinya tidak mau untuk menandatangani laporan keuangan tersebut
karena adanya ketidak-benaran dalam laporan keuangan itu

“Saya tahu bahwa laporan yang sudah diperiksa akuntan publik, tidak wajar karena sedikit banyak saya
mengerti ilmu akuntansi yang semestinya rugi tapi dibuat laba,” lanjutnya.

Karena tidak ada tanda-tangan dari satu komisaris PT KAI, maka RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham)
PT Kereta Api harus dipending yang seharusnya dilakukan pada awal Juli 2006.

3. Kasus Kredit Macet BRI Cabang Jambi 2010

Kredit Macet Hingga Rp. 52 Miliar, Akuntan Publik Diduga Terlibat.

Seorang akuntan publik yang menyusun laporan keuangan Raden Motor yang bertujuan mendapatkan
hutang atau pinjaman modal senilai Rp. 52 miliar dari Bank Rakyat Indonesia (BRI) Cabang Jambi pada
tahun 2009 diduga terlibat dalam kasus korupsi kredit macet. Terungkapnya hal ini setelah Kejati Provinsi
Jambi mengungkap kasus tersebut pada kredit macet yang digunakan untuk pengembangan bisnis
dibidang otomotif tersebut. Fitri Susanti, yang merupakan kuasa hukum tersangka Effendi Syam, pegawai
BRI Cabang Jambi yang terlibat kasus tersebut, Selasa [18/5/2010] menyatakan, setelah klien-nya
diperiksa dan dicocokkan keterangannya dengan para saksi-saksi, terungkap adaa dugaan keterlibatan dari
Biasa Sitepu yang adalah sebagai akuntan publik pada kasus ini.

Hasil pemeriksaan yang kemudian dikonfrontir keterangan tersangka dengan para saksi Biasa Sitepu,
terungkap ada terjadi kesalahan dalam pelaporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam pengajuan
pinjaman modal ke BRI Cabang Jambi.

Ada 4 aktivitas data pada laporan keuangan tersebut yang tidak disajikan dalam laporan oleh akuntan
publik sehingga terjadi kesalahan dalam proses kreditnya dan ditemukan dugaan korupsi-nya

“Ada 4 aktivitas laporan keuangan Raden Motor yang tidak dimasukan kedalam laporan keuangan yang
diajukan ke Bank BRI, hingga menjadi sebuah temuan serta kejanggalan dari pihak kejaksaan untuk
mengungkap kasus kredit macet ini.” tegas Fitr. Keterangan serta fakta tsb. terungkap setelah tersangka
Effendi Syam, diperiksa dan dibandingkan keterangannya dengan keterangan saksi Biasa Sitepu yang
berperan sebagai akuntan publik dalam kasus ini di Kejati Jambi. Seharusmya data-data laporan keuangan
Raden Motor yang diajukan harus lengkap, tetapi didalam laporan keuangan yang diberikan oleh
tersangka Zein Muhamad sebagai pimpinan Raden Motor ada data-data yang diduga tidak disajikan
dengan seharusnya dan tidak lengkap oleh akuntn publik.

Tersangka Effendi Syam berharap penyidik di Kejati Jambi bisa melaksanakan pemeriksaan dan
mengungkap kasus secara adil dan menetapkan pihak pihak yang juga terlibat dalam kasus tersebut,
sehingga semuanya terungkap. Sementara itu, penyidik Kejaksaan masih belum mau berkomentar lebih
banyak atas temuan tersebut.

Kasus kredit macet itu terungkap, setelah pihak kejaksaan menerima laporan tentang adanya penyalah-
gunaan kredit yang diajukan oleh tersangka Zein Muhamad sebagai pemilik Raden Motor. Sementara ini
pihak Kejati Jambi masih menetapkan 2 tersangka, yaitu Zein Muhamad sebagai pemilik Raden Motor
yang mengajukan kredit dan Effedi Syam dari pihak BRI cabang jambi sebagai pejabat yang menilai
pengajuan sebuah kredit.

4. Mulyana W Kusuma – Anggota KPU 2004

Kasus anggota KPU ini terjadi pada tahun 2004, Mulyana W Kusuma yan menjadi seorang anggota KPU
(Komisi Pemilihan Umum) diduga telah menyuap anggota BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) yang
ketika itu melaksanakan audit keuangan terhadap pengadaan logistik pemilu. Logistik pemili tersebut
berupa kotak suara, amplop suara, surat suara, tinta, serta tekhnologi informasi. Setelah pemeriksaan
dilaksanakan, BPK meminta untuk dilakukan suatu penyempurnaan laporan. Setelah penyempurnaan
laporan dilakukan, BPK menyatakan bahwa laporan yang dihasilkan lebih baik dari laporan sebelumnya,
kecuali mengenai laporan teknologi informasi. Maka disepakati laporan akan dilakukan periksaan
kembali satu bulan setelahnya.

Setelah satu bulan terlewati ternyata laporannya tak kunjung selesai dan akhirnya diberikan tambahan
waktu. Di saat penambahan waktu ini terdengar kabar mengenai penangkapan Mulyana W Kusuma. Dia
ditangkap karena tuduhan akan melakukan tindakan penyuapan kepada salah satu anggota tim auditor dari
BPK, yaitu Salman Khairiansyah. Tim KPK bekerja sama dengan pihak auditor BPK dalam penangkapan
tersebut. Menurut Khoiriansyah, dia bersama Komisi Pemberantas Korupsi mencoba merangkap usaha
penyuapan yang dilakukan oleh Mulyana menggunakan perekam gambar pada 2 kali pertemuan.

Penangkapan Mulyana ini akhirnya menimbulkan pro-kontra. Ada pihak yang memberikan pendapat
Salman turut berjasa dalam mengungkap kasus ini, tetapi lain pihak memberikan pendapat Salman tak
sewajarnya melakukan tindakan tersebut karena hal yang dilakukan itu melanggar kode etik

5. Kasus Malinda Dee – Citibank


Malinda Memalsukan Tandatangan Nasabah. Malinda Dee, 47 tahun, Terdakwa atas kasus
pembobolan dana Citybank, terbukti diketahui memindahkan beberapa dana nasabah dengan memalsukan
tandatangan nasabah didalam formulir transfer. Kejadian ini terungkap didalam dakwaan oleh Jaksa
Penuntut Umum dalam sidang perdana di PN Jakarta Selatan, Selasa [8/11/2011]. “Sebagian tandatangan
yang tertera pada blangko formulir transfer adalah tanda-tangan nasabah.” ujar Tatang Sutarma, Jaksa
Penuntut Umum.
Malinda berhasil memalsukan tandatangan Rohli bin Pateni. Pemalsuan dilakukan hingga 6 kali pada
formulir transfer Citibank nomor AM 93712 yang bernilai 150.000 dollar AS pada tanggal 31 Agustus
2010. Pemalsuan tanda tangan dilakukan juga di formulir nomor AN 106244 yang dikirim ke PT.
Eksklusif Jaya Perkasa sebesar Rp. 99 juta. Dalam transaksi transfer ini, Malinda  dee menulis
“Pembayaran Bapak Rohli untuk pembayaran interior”, pada kolom pesan.

Pemalsuan tanda tangan yang lain pada formulir nomor AN 86515 tanggal 23 Desember 2010 dengan
penerima PT. Abadi Agung Utama. “Penerima Bank Artha Graha senilai Rp. 50 juta dan pada kolom
pesan tertulis DP pembelian unit 3 lantei 33 combin unit.” baca jaksa penuntut umum.  Juga dengan
menggunakan nama serta tanda-tangan palsu Rohli, Malinda Dee mengirim uang sebesar Rp. 250 juta
pada formulir AN 86514 kepada PT. Samudera Asia Nasional tanggal 27 December 2010 dan AN 61489
sebesar nilai yang sama pada tanggal 26 January 2011. Pun pemalsuan dalam formulir AN 134280
pengiriman kepada Rocky Deany C. Umbas senilai Rp. 50 juta tanggal 28 January 2011 pembayaran
pemasangan CCTV, milik Rohli.

Adapun tanda-tangan palsu beratas nama korban N. Susetyo Sutadji dilakukan sebanyak 5 kali, yaitu
dalam formulir Citibank No AJ 79026, AM 122339, AM 122330, AM 122340, dan juga AN 110601.
Malinda mengirim uang senilai Rp. 2 miliar kepada PT. Sarwahita Global Management, Rp. 361 juta
kepada PT. Yafriro International, Rp. 700 juta kepada Leonard Tambunan. Dan 2 transaksi yang lain
sebesar Rp. 500 juta dan Rp 150 juta dikirimkan kepada Vigor AW. Yoshuara secara berurutan.

“Hal ini telah sesuai dengan keterangan saksi Rohli dan N. Susetyo Sutadji dan saksi Surjati T. Budiman
serta telah sesuai BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Labaratoris Kriminalistis Bareskrim Polri.” jelasnya.
Pengiriman uang serta pemalsuan tanda-tangan ini tidak  di sadari oleh ke-2 nasabah tersebut.

6. Kasus KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono yang diduga menyuap pajak.


September  tahun 2001, KPMG-Siddharta Siddharta & Harsono harus menanggung malu. Kantor akuntan
publik ternama ini terbukti menyogok aparat pajak di Indonesia sebesar US$ 75 ribu. Sebagai siasat,
diterbitkan faktur palsu untuk biaya jasa profesional KPMG yang harus dibayar kliennya PT Easman
Christensen, anak perusahaan Baker Hughes Inc. yang tercatat di bursa New York.

Berkat aksi sogok ini, kewajiban pajak Easman memang susut drastis. Dari semula US$ 3,2 juta menjadi
hanya US$ 270 ribu. Namun, Penasihat Anti Suap Baker rupanya was-was dengan polah anak
perusahaannya. Maka, ketimbang menanggung risiko lebih besar, Baker melaporkan secara suka rela
kasus ini dan memecat eksekutifnya.

Badan pengawas pasar modal AS, Securities & Exchange Commission, menjeratnya dengan Foreign
Corrupt Practices Act, undang-undang anti korupsi buat perusahaan Amerika di luar negeri. Akibatnya,
hampir saja Baker dan KPMG terseret ke pengadilan distrik Texas. Namun, karena Baker mohon ampun,
kasus ini akhirnya diselesaikan di luar pengadilan. KPMG pun terselamatan.

8. Kasus Sembilan KAP yang diduga melakukan kolusi dengan kliennya


Jakarta, 19 April 2001 .Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan
Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara tahun 1995-
1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan,
berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank
bermasalah ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.
Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas bank-bank
yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya oleh pemerintah
sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S
& S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah menyalahi etika profesi.
Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles
laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW
dalam waktu dekat akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan
mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan pihak perbankan.

ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan
laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan pelanggaran
yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga
Keuangan tidak melakukan tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan
laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini karena
kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah melanggar
standar audit sehingga menghasilkan laporan yang menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi
laporan bank tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita
mengharapkan ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin kantor
akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan tindakan dari kesembilan
KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya
dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.

9. Laporan Keuangan Ganda Bank Lippo Tahun 2002


Kasus ini merupakan kasus dimana Bank Lippo melakukan pelaporan laporan keuangan ganda pada tahun
2002. Kasus Lippo bermula dari adanya tiga versi laporan keuangan yang ditemukan oleh Bapepam untuk
periode 30 September 2002, yang masing-masing berbeda. Berikut laporan keuangan tersebut :

 Laporan pertama, yang diberikan kepada publik atau diiklankan melalui media massa pada 28
November 2002.
 Laporan kedua, yang diberikan kepada BEJ pada 27 Desember 2002.
 Laporan ketiga, yang disampaikan akuntan publik, dalam hal ini kantor akuntan publik Prasetio,
Sarwoko dan Sandjaja dengan auditor Ruchjat Kosasih dan disampaikan kepada manajemen Bank
Lippo pada 6 Januari 2003.
Dari ketiga versi laporan keuangan tersebut yang benar-benar telah diaudit dan mencantumkan ”opini
wajar tanpa pengecualian” adalah laporan yang disampaikan pada 6 Januari 2003. Dimana dalam laporan
itu disampaikan adanya penurunan AYDA (agunan yang diambil alih) sebesar Rp 1,42 triliun, total aktiva
Rp 22,8 triliun, rugi bersih sebesar Rp 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23 %. Untuk laporan keuangan
yang diiklankan pada 28 November 2002 ternyata terdapat kelalaian manajemen dengan mencantumkan
kata audit. Padahal laporan tersebut belum diaudit, dimana angka yang tercatat pada saat diiklankan
adalah AYDA sebesar Rp 2,933 triliun, aktiva sebesar Rp 24,185 triliun, laba bersih tercatat Rp 98,77
miliar, dan CAR 24,77 %.
1. Kasus WorldCom.
WorldCom pada awalnya merupakan perusahaan penyedia layanan telpon jarak jauh. Selama
tahun 90an perusahaan ini melakukan beberapa akuisisi terhadap perusahaan telekomunikasi lain
yang kemudian meningkatkan pendapatnnya dari $152 juta pada tahun 1990 menjadi $392
milyar pada 2001, yang pada akhirnya menempatkan WorldCom pada posisi ke 42 dari 500
perusahaan lainnya menurut versi majalah fortune.

Pada tahun 1990 terjadi masalah fundamental ekonomi pada WorldCom yaitu terlalu besarnya
kapasitas telekomunikasi. Masalah ini terjadi karena pada tahun 1998 Amerika mengalami resesi
ekonomi sehingga permintaan terhadap infrastruktur internet berkurang drastis. Hal ini berimbas
pada pendapatan WorldCom yang menurun drastis sehingga pendapatan ini jauh dari yang
diharapkan.

Nilai pasar saham perusahaan Worldcom turun dari sekitar 150 milyar dollar (januari 2000)
menjadi hanya sekitar $150 juta (1 juli 2002). Keadaan ini mebuatan pihak manajemen berusaha
melakukan praktek-praktek akuntansi untuk menghindari berita buruk tersebut.

Cara Manajemen WorldCom menggelembungkan angka:


 Biaya jaringan yang telah dibayarkan pihak WorldCom kepada pihak ketiga
dipertanggungjawabkan dengan tidak benar. Dimana biaya jaringan yang seharusnya
dibebankan dalam laporan laba rugi, oleh perusahaan dibebankan ke rekening modal.
 Dana cadangan untuk beberapa biaya operasional dinaikkan oleh perusahaan. Dengan
praktik ini, WorldCom berhasil memanipulasi keuntungannya sebesar $ 2 M.
Lalu Cynthia Cooper salah satu auditor internal WorldCom merasa ada sesuatu yang tidak beres
dengan pelaporan keuangan yang terjadi pada perusahaan. Pada masa-masa itu WorldCom
menggunakan jasa perusahaan Arthur Andersen sebagai auditor eksternal independen.
Sedangkan Arthur Andersen sendiri terlilit skandal Enron tidak lama yang lalu. Jadi bisa dibilang
kredibilitas perusahaan Arthur Andersen sendiri mulai dipertanyakan. Dan pada bulan Mei 2002
Cynthia Cooper berhasil menemukan sebuah lubang pada laporan keuangan perusahaan mereka.

2. Kasus Tesco
Dalam kasus Skandal Tesco Pada akhir tahun 2014 yang lalu, terbukti bahwa
pihak manajemen perusahaan Tesco ditemukan menggelembungkan labanya sehingga
meningkat hingga £250 Miliar selama hanya setengah tahun. Ia mencatat laba pada laporan
keuangan nya menjadi sebesar £263 Miliar. Overstatedlaba tersebut terjadi karena Tesco
melakukan pengakuan dini atau lebih awal atas pendapatan dari suplier. Tesco sudah
mengakui pendapatan saat barang yang diterima dari supliernya padahal belum terjual ke
pihak lain. Kesepakatan dengan suplier untuk membayar kembali ke Tesco pada beberapa
periode menyebabkan pendapatan yang seharusnya belum diakui menjadi lebih dulu diakui
sehingga pendapatan tesco terus meningkat. Diskon yang diberikan oleh suplier juga
dimasukkan dalam pendapatan nya.
Untuk keterlibatan Auditor nya sendiri, setelah diselidiki lebih lanjut auditor dalam kasus
ini, yaitu PwC tidak terlibat dalam penggelembungan laba yang dilakukan oleh manajemen.
Tidak ada bukti yang ditemukan bahwa auditor PwC terlibat dalam penggelembungan laba
ini. Jadi disini tidak ada peristiwa kolusi atau semacamnya antara Tesco dan auditor
PwC, karena tidak ada bukti auditor PwC disuap atau semacamnya. Akan tetapi auditor
PwC dianggap gagal dalam melakukan pekerjannya sebagai auditor dalam mengaudit
laporan keuangan perusahaan Tesco. Diduga, hal ini disebabkan unsur kelalaian pihak
auditor sehingga laba yang berlebih tersebut tidak terdeteksi. Atau juga mungkinkarena
sudah lama dalam bekerjasama dengan Tesco, KAP PwC tidak lagi memiliki Profesional
Sceptismsehingga kesalahan tersebut tidak terdeteksi. Artinya auditor PwC sebenarnya
menemukan kejanggalan atas laporan keuangan Tesco akan tetapi karena faktor kerjasama
yang begitu lama sehingga tidak melakukan audit secara terinci sehingga kecurangan tadi
tidak dapat ditemukan oleh auditor PwC. Sehingga disini kesan auditor PwC terkesan
menutupi kecurangan tadi, atau secara tidak langsung auditor PwC memang menutupi
kecurangan tadi yang kemungkinannya ada kepentingan pribadi dari pihak PwC.Sehingga,
disini terjadi salah satu threat Independensi auditor PwC, yaitu Familiarityyaitu adanya
hubungan kekerabatan sehingga akuntan publik menjadi terlalu bersimpati. Kemudian
Familitarity yang berarti adanya hubungan kekerabatan sehingga akuntan publik menjadi
terlalu bersimpati. Telah diketahui bahwa kerjasama KAP PwC dan Tesco terjalin selama
32 tahun lamanya yang menyebabkan kedua nya memiliki hubungan yang cukup erat sehingga
kedekatan tersebut berubah menjadi hubungan kekerabatan. Mungkin karena itu KAP PwC
tidak lagi memiliki profesional Sceptism (kecurigaan) terhadap kliennya yaitu Tesco,
sebagai akibatnya KAP PwC gagal mendeteksi kesalahan yang dilakukan oleh
Tesco.Sehingga meskipun auditor KAP mengetahui adanya kejanggalan ini, karena
familiaritytadi auditor KAP PwC tetap memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian.

3. Kasus Enron
Enron merupakan perusahaan dari penggabungan antara InterNorth (penyalur gas alam
melalui pipa) dengan Houston Natural Gas. Kasus Enron yang melibatkan akuntansi publik
Arthur Andersen, manajemen Enron telah melakukan window dressing dengan cara menaikkan
pendapatannya senilai US $ 600 juta dan menyembunyikan utangnya sebesar US $ 1,2 miliar
dengan teknik off-balance sheet.. Auditor Enron, Arthur Andersen kantor Huston dipersalahkan
karena ikut membantu proses rekayasa laporan keuangan selama bertahun-tahun. Akhirnya pada
waktu yang singkat, Enron melaporkan kebangkrutannya kepada otoritas pasar modal. Arthur
Andersen juga dipersalahkan karena telah melakukan pemusnahan ribuan surat elektronik dan
dokumen lainnya yang berhubungan dengan audit Enron. Perbuatan yang dilakukan oleh Arthur
Andersen tidak sesuai dengan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) dan Generally
Accepted Auditing Standard (GAAS). Seharusnya Arthur Andersen bekerja dengan penuh
kehati-hatian sehingga informasi keuangan yang telah diauditnya dapat dipercaya tidak
mengandung keragu-raguan.
Kasus KAP (Kantor Akuntan Publik) Andersen dan Enron terungkap saat Enron
mendaftarkan kebangkrutannya ke pengadilan pada tanggal 2 Desember 2001. Saat itu
terungkap, terdapat hutang perusahaan yang tidak dilaporkan, yang menyebabkan nilai investasi
dan laba yang ditahan berkurang dalam jumlah yang sama. Sebelum kebangkrutan Enron
terungkap, KAP Andersen mempertahankan Enron sebagai klien perusahaan, dengan
memanipulasi laporan keuangan dan penghancuran dokumen atas kebangkrutan Enron, dimana
sebelumnya Enron menyatakan bahwa pada periode pelaporan keuangan yang bersangkutan
tersebut, perusahaan mendapatkan laba bersih sebesar $ 393, padahal pada periode tersebut
perusahaan mengalami kerugian sebesar $ 644 juta yang disebabkan oleh transaksi yang
dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Enron.

Anda mungkin juga menyukai