DOKTER INTERNSIP
Disusun oleh:
Nama : dr. Hitasukha Marakata
Wahana : RSUD Gunawan Mangunkusumo Ambarawa
Tanggal : Juli 2020
Pendamping :
dr. Kemalasari
HALAMAN PENGESAHAN
Judul : Manajemen Anestesi Pada Pasien Atonia Uteri dengan Syok Hemoragik
Mengetahui,
I. Pendahuluan
paling sering dari perdarahan obstetrik yang terjadi akibat kegagalan dari
Pada kasus atonia uteri, perdarahan yang terjadi cenderung sedang namun
seluruh tubuh dengan konsumsi oksigen4 atau bisa disebut dengan renjatan
akibat perdarahan.5
tubuh lainnya jika tidak dilakukan prosedur pembedahan dalam 6 jam atau
II. Kasus
melahirkan P3A0. Pasien dirujuk dari klinik milik bidan ke IGD RSUD Ambarawa
Anamnesa
sebelum masuk rumah sakit. Pasien melahirkan anak ketiga secara spontan per
namun setelah melewati kala III, perdarahan terus terjadi. Menurut bidan, bidan
namun perdarahan tidak kunjung berhenti, sehingga pasien pun dirujuk ke RSUD.
Proses melahirkan anak pertama dan kedua juga dijalani secara spontan per
Pemeriksaan fisik
100/60 mmHg, laju nadi 130 x/menit (reguler), laju nafas 24 x/menit, suhu 37 0 C,
konjungtiva pasien anemis; abdomen datar dengan tinggi fundus uteri 2 jari
dibawah pusat, tanpa adanya kontraksi; pada ekstrimitas didapatkan akral dingin,
Pemeriksaan penunjang
7
elektrolit, gula darah, fungsi hati dan fungsi ginjal masih dalam proses
tidak dilakukan.
lpm dan pemberian cairan Ringer Laktat disertai dengan pemberian Oksitosin 2
ampul didalan Ringer Laktat 500 cc. Kemudian dilakukan pemasangan jalur infus
2 untuk resusitasi cairan. Cairan yang dipilih untuk resusitasi awal adalah Ringer
Laktat. Selain resusitasi cairan, diberikan pula Gastrul 4 tablet per rectal. Setelah
mendapatkan 1000 cc Ringer Laktat dari jalur infus 2, dilakukan evaluasi ulang
pada tekanan darah. Tekanan darah yang didapatkan sebanyak 70/50 mmHg,
sehingga dilakukan resusitasi cairan ulang pada jalur 2 dengan Ringer Laktat 1000
cc tetesan cepat. Pasien pun dikonsulkan oleh dokter jaga IGD ke Bagian
Obstetrik dan Gynecology dan mendapatkan advis untuk histerektomi cito dan
resusitasi cairan dengan Haes sebanyak 1000 cc dengan tetesan cepat, kemudian
Pengelolaan anestesi
dimasukkan kedalam kamar operasi tanpa melalui proses puasa. Pasien masuk ke
kamar operasi dalam keadaan sopor, dilakukan pemeriksaan tanda vital, tekanan
darah 70/palpasi mmHg, laju nadi 120 x/menit teraba lemah, laju nafas 28-30
cc, dan diberikan dalam 40 tetes per menit. Lalu dilakukan preoksigenasi dengan
sebanyak 6 L/menit sampai onset pelumpuh otot tercapai lalu dilakukan intubasi
menggunakan pipa endotrakheal kinking dengan balon no. 6,5 kedalaman 20 cm.
Setelah dilakukan fikasi dari ETT dilakukan rumatan anestesi dengan oksigen 6
stabil dengan tekanan darah diastolik berkisar antara 81-131 mmHg, diastolik 47-
Operasi berlangsung selama 1 jam, total perdarahan kurang lebih 1000 cc.
Total cairan intraoperatif koloid Gelafusal 1000 cc dan HES 500 cc. Analgetik
Pengelolaan pascaoperasi
Keadaan pasien sopor dengan tekanan darah 124/58 (82) mmHg, laju nadi
122 x/menit, laju nafas 12 x/menit, suhu 360C, SpO2 100 % dengan pengaturan
support ventilator MV : AIC, F : 12, PeiO PEEP: 4 FiO2: 80%, dan analgetik
kontinyu fentanil 100 µg/jam. Pasien dirawat di ruang ICU dan mendapatkan
transfusi Whole Blood 4 labu, transfusi PRC 2 labu, Injeksi Vit K 1 x 1 mg,
Injeksi Asam Tranexamat 3 x 500 mg. Kurang lebih 8 jam setelah operasi, pasien
meninggal.
10
III. Pembahasan
hamil di seluruh dunia.1 Atonia uteri merupakan penyebab utama dari perdarahan
post partum yang terjadi. Hal ini ditandai dengan kegagalan uterus untuk
resiko penyebab terjadinya atonia uteri antara lain uterus yang terlalu besar saat
untuk merelaksasikan uterus.3 Pada pasien ini, terdapat faktor resiko berupa
Tatalaksana yang dapat dilakukan jika terjadi atonia uteri adalah dengan
yang timbul cenderung sedang namun, jika perdarahan tidak dihentikan dapat
itu, dalam proses perujukan ke rumah sakit, kompresi bimanual maupun tampon
tidak dilakukan, sehingga setibanya di rumah sakit, pasien sudah dalam keadaan
syok.
berbagai macam parameter yang dapat digunakan untuk menentukan kelas dari
syok hemoragik, yaitu perkiraan kehilangan darah; laju nadi; tekanan darah; pulse
pressure; laju nafas; urin output; skor GCS dan lain-lain. 5 Pada pasien ini,
berdasarkan dari kesadaran atau skor GCS, laju nadi, tekanan darah, dan laju
11
nafas. Didapatkan skor GCS E4M6V5 saat tiba di IGD, dengan tekanan darah
100/60 mmHg, laju nadi 130 x/menit (reguler), dan laju nafas 24 x/menit. Pasien
oksitosin 2 ampul dilarutkan dalam 500 cc ringer laktat segera diberikan untuk
resusitasi cairan selesai.5 Pada pasien ini, setelah dilakukan resusitasi cairan
ulang dilakukan dengan jumlah cairan yang sama. Dokter jaga Instalasi Gawat
berdasarkan dari anamnesis dan pemeriksaan fisik.7 Beberapa hal yang penting
dikonsumsi, riwayat penyakit dahulu, waktu makan terakhir serta keadaan sekitar
12
saat terjadi kecelakaan atau luka.4 Pada pasien ini, kondisi pasien sudah
mengalami perburukan, dimana pasien tidak dalam keadaan kompos mentis saat
tiba di ruang operasi. Didapatkan pemeriksaan fisik pasien yaitu kesadaran sopor,
tekanan darah 71/palpasi, laju nadi sebanyak 120x/menit, laju nafas 28-30 kali per
bahwa pasien tidak memiliki riwayat alergi maupun penyakit apa-apa, dan pasien
posisi supine. Posisi ini dipilih karena mempertimbangkan lokasi operasi dan
dalam supine, hemodinamik pasien lebih stabil. Tangan pasien diposisikan dalam
posisi abduksi kurang dari 90 derajat untuk menghindari cedera dari pleksus
brakialis. Dilakukan pre oksigenasi selama kurang lebih 3 menit sesuai volume
(dosis 1-2 mg/kg BB). Pemilihan obat induksi ketamine didasari oleh efek
dan cardiac output. Hal ini disebab kan oleh stimulasi dari system saraf simpatik
dengan ETT nomor 6,5. Pemberian gas volatile maupun N2O tidak dilakukan,
tekanan darah pasien yang rendah, diberikan pula norepinephrine 1 ampul dalam
operasi kurang lebih 1000 cc. Total cairan intraoperatif koloid Gelafusal 1000 cc
dan HES 500 cc. Pasien belum mendapatkan transfuse darah karena kesulitan
IV. Simpulan
mudahnya terjadi syok pada pasien. Pemilihan teknik operasi dan obat yang tepat
Evaluasi selama operasi juga menentukan terapi pascaoperasi yang tepat untuk
Daftar Pustaka
4. Gropper MA, editor. Miller’s anesthesia. 9th ed. Philadelphia: Elsevier; 2019.
6. Fleisher LA, Fleischmann KE, Auerbach AD, Barnason SA, Beckman JA,
Bozkurt B, et al. 2014 ACC/AHA Guideline on Perioperative Cardiovascular
Evaluation and Management of Patients Undergoing Noncardiac Surgery: A
Report of the American College of Cardiology/American Heart Association
Task Force on Practice Guidelines. Circulation [Internet]. 2014 Dec [cited
2020 Jul 5];130(24). Available from:
https://www.ahajournals.org/doi/10.1161/CIR.0000000000000106