Anda di halaman 1dari 2

Budaya "Ngopi" Sebagai Sarana Interaksi Sosial di Kalangan Mahasiswa Kota Malang.

Skripsi, Jurusan
Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang. Pembimbing:
Anggaunitakiranantika, M. Sosio . Kata Kunci : Mahasiswa, Ngopi, Interaksi Sosial Kota Malang
merupakan salah satu kota pendidikan yang ada di Indonesia karena terdapat banyak Universitas. Hal
tersebut membuat populasi mahasiswa menjadi meningkat setiap tahun ajaran baru. Aktivitas mahasiswa
sangat sibuk dengan berbagai hal seperti kuliah, organisasi, dan tugas. Kewajiban mahasiswa merupakan
menuntut ilmu, namun mereka juga membutuhkan hiburan ketika merasa lelah dengan aktivitasnya dan
ngopi menjadi salah satu pilihan yang diambil mahasiswa untuk menghibur diri. Rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah (1) bagaimana mahasiswa memaknai budaya ngopi? (2) bagaimana ngopi menjadi
sarana interaksi sosial di kalangan mahasiswa? Penelitian ini menggunakann metode pendekatan kualitatif
deskriptif. Teknik pengumpulan data yakni observasi, wawancara, dan dokumentasi. Peneliti menggunakan
lokasi penelitian di tiga lokasi yaitu Sarijan Coffe di Jl. Simpang Gajayana No.69 Kec. Lowokwaru, Warkop
Brewok di Jl. Kedawung No.93 Kec. Lowokwaru dan Warkop Mas Ple di Jl. Brigjend Slamet Riadi, No.77A
Oro-oro Dowo. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Mahasiswa dan ngopi sangat sulit untuk
dipisahkan, karena memang ngopi telah menjadi kebiasaan. Kebiasaan ngopi yang masyarakat lakukan
memicu tren baru sehingga menjadikan ngopi kegiatan yang populer bagi masyarakat khususnya
mahasiswa. Ngopi dianggap sebuah kebutuhan sehingga aktivitas sehari-hari tidak dapat dihindarkan dari
ngopi. Ketertarikan terhadap ngopi diakibatkan semua penikmatnya tidak melihat perbedaan latar
belakang, semua sama. Selain itu ngopi merupakan media diskusi yang pas untuk mahasiswa. (2)
Interaksi sosial dapat membentuk kelompok diskusi untuk membuat ngopi jauh lebih bermanfaat. Hal
tersebut merupakan hasil dari rasa persaudaraan yang muncul ketika ngopi dilakukan. Interaksi sosial
terjalin begitu jelas dengan batasan-batasan tema yang sedang dibahas, permasalahan di masyarakat
menjadi sumber pembahasan yang memicu untuk dijadikan sebuah dialog yang mengarah pada
penemuan solusi atau bahkan hanya sekadar kritik. Diskusi yang dilakukan mahasiswa dapat berupa
banyak hal seperti berkumpul sambil membicarakan hal yang konteksnya ringan hingga berat,
mengerjakan tugas kuliah, hingga bermain game. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu ngopi menjadi sarana
yang sangat efektif untuk menjalin interaksi, karena warung kopi merupakan salah satu ruang publik yang
menjadi pilihan untuk berdiskusi. Tidak ada batasan apapun dalam ngopi, siapapun dari manapun dapat
menikmati suasana ngopi, hal tersebut yang membuat interaksi yang terjalin begitu spesia

Kafe merupakan produk yang dibawa oleh modernitas. Menurut Kusasi (2010), pada awal
munculnya, budaya kafe sebagai gaya hidup merupakan budaya elite dimana hanya masyarakat
dari golongan orang kaya yang menjadikan kegiatan ke kafe sebagai gaya hidup. Namun, saat
ini kafe dapat dinikmati oleh semua golongan dan dijadikan sebagai gaya hidup modern,
termasuk daerah suburban. Salah satunya Kota Probolinggo Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kualitatif dengan pendekataan fenomenologi. Penelitian ini lebih menekankan
pada pengalaman individu dalam memaknai suatu realitas. Selain itu, pengalaman dari masing-
masing individu berbeda terutama pengalaman dalam memaknai aktivitas nongkrong di kafe.
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pemaknaan pengunjung kafe terhadap aktivitas
nongkrong di kafe pada Kota Probolinggo yang kemudian dijadikan sebagai sebuah gaya hidup
modern. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh informan dalam penelitian ini memiliki
pengalaman melakukan aktivitas nongkrong di kafe pada kota besar. Pengalaman tersebut
kemudian mereka bawa ketika kembali ke Kota Probolinggo dengan melakukan aktivitas
nongkrong. Para informan setuju dalam menyebutkan bahwa aktivitas nongkrong di kafe
merupakan sebuah gaya hidup modern. Mereka mengidentifikasi aktivitas nongkrong di kafe
sebagai kebutuhan untuk eksistensi diri dan prestise.

 Kata Kunci : motivasi, nongkrong, perkembangan kognisi moral. Masa remaja merupakan masa peralihan
dari masa anak-anak menuju dewasa. Pada kehidupan remaja , remaja gemar untuk berkelompok. Dalam
berkelompok remaja merasa nyaman untuk memilih teman yang sebaya. Keluarga yang dahulu sebagai
fungsi rekreasi, sekarang telah berubah. Remaja pada saat ini lebih gemar untuk mencari hiburan diluar
keluarga termasuk mencari hiburan dengan jalan nongkrong. Ketika terdapat kecocokan antara teman
yang nongkrong, hal tersebut menimbulkan keinginan remaja untuk selalu nongkrong. Keinginan untuk
selalu nongkrong tersebut menimbulkan nongkrong menjadi kebiasaan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui tingkat perkembangan kognitisi moral Lawrence Kohlberg remaja yang nongkrong yang
diketahui dari beberapa rumusan masalah diantaranya yaitu dilihat dari latar historis budaya nongkrong,
motif remaja untuk nongkrong, topik pembicaraan ketika nongkrong, dan tingkat perkembangan kognisi
moral remaja yang nongkrong menurut teori Lawrence Kohlberg. Metode yang digunakan pada penelitian
ini adalah metode kualitatif. Subyek yang diteliti pada penelitian ini menggunakan sepuluh remaja dan satu
remaja diwawancara untuk memberikan informasi seputar komunitas nongkrong. Teknik yang digunakan
dalam pengumpulan data yaitu wawancara secara mendalam, observasi partisipasi moderat, dan
pengambilan foto. Data dianalisis dengan teknik reduksi data (data reduction), penyajian data (data
display), dan penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclusion drawing atau verification). Asal mula
kebiasaan nongkrong antara remaja satu dengan yang lainnya berbeda. Rata-rata asal mula nongkrong
sehingga menjadi kebiasaan bagi para remaja yaitu karena para remaja tersebut sudah gemar untuk
nongkrong yang dilakukan sejak lama. Terdapat remaja nongkrong yang memulai nongkrong sejak remaja
tersebut masuk ke jenjang perkuliahan, sejak SMK (Sekolah Menengah Kejuruhan), sejak duduk dibangku
SMP (Sekolah Menengah Pertama), terdapat juga remaja yang mengawali nongkrong sejak remaja
tersebut masih SD (Sekolah Dasar), bahkan memulai nongkrong sejak TK (Taman Kanak-kanak). Selain
itu juga terdapat remaja yang mempunyai asal usul kebiasaan nongkrong yang diawali dari mengikuti klub
maupun komunitas. Selain asal mula yang dimulai dari jenjang yang berbeda juga berawal dari sebab yang
berbeda sehingga asal mula nongkrong menjadi suatu kebiasaan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu
melalui ajakan teman, keinginan diri sendiri, dan terdapat juga dari ajakan orang tua. Kegemaran
nongkrong remaja dipengaruhi oleh beberapa motif. Motif yang mendorong remaja untuk nongkrong
secara garis besar terdapat tiga motif yaitu motif berkumpul atau berkelompok, motif refreshing, dan motif
karena dalam nongkrong terdapat hal yang positif. Topik pembicaraan yang diperbincangkan oleh remaja
yaitu meliputi seputar hobi (billiard, sepak bola, dunia motor, dan mendaki gunung), kondisi yang saat ini
terjadi (Politik, Ekonomi, dan Sosial), kuliah (tugas dan skripsi), dan seputar pergaulan remaja (seputar
cewek dan seputar teman). Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat remaja yang mencapai
perkembangan kognisi moral Lawrence Kohlberg pada tingkat prakonvensional, konvensional, dan
pascakonvensional (otonom). Terdapat dua remaja yang mencapai tingkat prakonvensional dimana satu
remaja berada pada tingkat prakonvensional tahap satu dan yang satu lagi berada pada tahap
prakonvensional pada tahap dua, terdapat empat remaja yang berada pada tingkat konvensional dimana
satu remaja berada pada tingkat konvensional tahap tiga dan tiga remaja yang berada pada tahap
konvensional tahap empat, dan terdapat empat remaja yang berada pada tingkat pasca konvensional atau
disebut juga tahap otonom diantaranya yaitu terdapat dua remaja yang berada pada tingkat otonom tahap
lima dan dua remaja berada pada tingkat otonom tahap enam. Saran bagi remaja yang gemar nongkrong
bahwa dengan adanya penelitian ini diharapkan tetap membawa nongkrong kearah yang positif,
sedangkan saran bagi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) diharapkan jurusan dapat
menyarankan untuk memperluas cakupan lokasi penelitian bagi peneliti selanjutnya, saran bagi Polres
Malang yang mempunyai program untuk menghapuskan geng motor supaya lebih mensosialisasikan
program tersebut secara intensif, dan bagi peneliti selanjutnya supaya lebih meneliti secara mendalam lagi,
memperluas lokasi penelitian dan supaya tidak hanya meneliti nongkrong yang positif saja tetapi juga
nongkrong yang negatif.

Anda mungkin juga menyukai