Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

ULKUS DIABETUS MILITUS

Disusunoleh :
Sutrisno
NIM :2020800018

PRODI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU KESEHATAN


ITS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN
ULKUS DIABETUS MILITUS
A. Pengertian
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas
metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein yang disebabkan oleh
penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas insulin atau
keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular,
makrovaskular, dan neuropati (Yuliana dalam NANDA, 2015).

Ulkus diabetik merupakan luka terbuka pada permukaan kulit

karena adanya komplikasi makroangiopati sehingga terjadi vaskuler

insusifiensi dan neuropati, keadaan lebih lanjut terdapat luka pada

penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi

infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Hastuti dalam

Dafianto, 2016). Ulkus ini juga disebut ulkus neuropati diabetik yang

dapat terjadi pada individu yang menderita diabetes melitus, sebagian

akibat dari gangguan sirkulasi. Individu penderita diabetes sering kali

sulit untuk sembuh dan luka ini mungkin sulit diobati (Rosdahi, 2015).

Menurut Frykberg dalam Dafianto (2016), luka diabetik adalah luka atau

lesi pada pasien DM yang mengakibatkan ulserasi aktif dan merupakan

penyebab utama amputasi kaki. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan

ulkus diabetik atau ulkus neuropati diabetik merupakan suatu luka

terbuka pada lapisan kulit sampai ke dalam dermis biasanya pada

ekstermitas bawah yang sulit diobati dan diakibatkan karena komplikasi


makroangiopati yang dapat berkembang karena adanya infeksi dan

merupakan penyebab utama amputasi kaki.

B. Penyebab dan factor predisposisi


Ulkus Kaki Diabetik pada dasarnya disebabkan oleh trias
klasik yaitu neuropati, iskemia, dan infeksi (Singh et al., 2013).

a. Neuropati

Sebanyak 60% penyebab terjadinya ulkus pada kaki


penderita diabetes adalah neuropati. Peningkatan gula darah
mengakibatkan peningkatan aldose reduktase dan sorbitol
dehidrogenase dimana enzim-enzim tersebut mengubah
glukosa menjadi sorbitol dan fruktosa. Produk gula yang
terakumulasi ini mengakibatkan sintesis myoinositol pada
sel saraf menurun sehingga mempengaruhi konduksi saraf.
Hal ini menyebabkan penurunan sensasi perifer dan
kerusakan inervasi saraf pada otot kaki. Penurunan sensasi
ini mengakibatkan pasien memiliki resiko yang lebih tinggi
untuk mendapatkan cedera ringan tanpa disadari sampai
berubah menjadi suatu ulkus. Resiko terjadinya ulkus pada
kaki pada pasien dengan penurunan sensoris meningkat
tujuh kali lipat lebih tinggi dibandingkan pasien diabtes
tanpa gangguan neuropati (Singh et al., 2013)
b. Vaskulopati
Keadaan hiperglikemi mengakibatkan disfungsi dari
sel-sel endotel dan abnormalitas pada arteri perifer.
Penurunan nitric oxide akan mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah dan meningkatkan resiko aterosklerosis,
yang akhirnya menimbulkan iskemia. Pada DM juga terjadi
peningkatan tromboksan A2 yang mengakibatkan
hiperkoagulabilitas plasma. Manifestasi klinis pasien
dengan insufisiensi vaskular menunjukkan gejala berupa
klaudikasio, nyeri pada saat istirahat, hilangnya pulsasi
perifer, penipisan kulit, serta hilangnya rambut pada kaki
dan tangan (Singh et al, 2013).

c. Immunopati
Sistem kekebalan atau imunitas pada pasien DM
mengalami gangguan (compromise) sehingga memudahkan
terjadinya infeksi pada luka. Selain menurunkan fungsi dari
sel-sel polimorfonuklear, gula darah yang tinggi adalah
medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Bakteri
yang dominan pada infeksi kaki adalah aerobik gram positif
kokus seperti S. aureus dan β-hemolytic streptococci .Pada
telapak kaki banyak terdapat jaringan lunak yang rentan
terhadap infeksi dan penyebaran yang mudah dan cepat
kedalam tulang, dan mengakibatkan osteitis. Ulkus ringan
pada kaki dapat dengan mudah berubah menjadi
osteitis/osteomyelitis dan gangrene apabila tidak ditangani
dengan benar (Singh et al.,2013)
C. Manifestasi Klinik( tanda dan gejala )
Tanda dan gejala ulkus diabetik (Arisanti dalam Yunus, 2010), yaitu:
1. Sering kesemutan
2. Nyeri kaki saat istirahat
3. Sensasi rasa berkurang
4. Kerusakan jaringan (nekrosis)
5. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis, dan poplitea
6. Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal
7. Kulit kering.

D. Patofisiologi
Ulkus kaki diabetik terbentuk dari berbagai mekanisme
patofisiologi dan neuropati diabetika merupakan salah satu faktor yang
paling berperan. Menurunnya input sensorik pada ekstremitas bawah
menyebabkan kaki mudah mengalami perlukaan dan cenderung berulang.
Selain neuropati, komplikasi diabetes yang lain adalah vaskulopati baik
pada mikrovasular maupun makrovasular. Hal ini menyebabkan aliran
darah ke ekstremitas bawah berkurang dan terhambatnya tekanan oksigen
gradien di jaringan. Keadaan hipoksia dan trauma berulang ini
menyebabkan ulkus berkembang menjadi luka kronis (Heyneman et al.,
2016)

Neuropati perifer merupakan faktor predisposisi yang


paling awal muncul meliputi disfungsi sensoris, autonom dan
neuropati motorik. Gangguan serabut sensoris menyebabkan
menurunnya sensasi nyeri sehingga kaki penderita diabetik dapat
dengan mudah mengalami perlukaan tanpa disadari. Disfungsi
autonom menyebabkan perubahan aliran mikrovaskuler dan terjadi
arteri-vena shunting sehingga mengganggu perfusi ke jaringan,
meningkatkan temperatur kulit dan terjadi edema. Selain itu, kaki
penderita menjadi kering dan mudah timbul fisura karena
menurunnya fungsi kelenjar keringat sehingga cenderung menjadi
hiperkeratosis dan mudah timbul ulkus. Neuropati motorik
menyebabkan kelemahan otot sehingga terjadi biomekanik
abnormal pada kaki dan menimbulkan deformitas seperti Hammer
toes, claw toes, dan Charcot. Bersama dengan adanya neuropati
memudahkan terbentuknya kalus (Hobizal, K.B., 2012; Clayton )
makroangiopati tampak sebagai obstruksi pada pembeuluh darah
besar yaitu arteri infrapopliteal dan terganggunya sirkulasi darah
kolateral. Hal ini menimbulkan penyakit arteri perifer atau
peripheral arterial disease (PAD) pada ekstremitas bawah. PAD
sendiri merupakan faktor resiko yang meningkatkan kejadian ulkus
diabetik terinfeksi (diabetik foot infection). Sedangkan akibat dari
mikroangiopati adalah penebalan membrane basal kapiler dan
disfungsi endotel yang mengganggu pertukaran nutrien dan
oksigen sehingga terjadi iskemia di jaringan (Ho, T.K et al., 2012)
E. Pathway keperawatan

Diabetus Melitus

Trauma

Diabetus Foot

Mikroba masuk
Luka dikaki

Kerusakan
Metabiisme Inflamasi inegrias kulit
meningkat

Suhu tubuh Tekanan pada Kemerahan,tera


meningkat ujung saraf sa panas,
meningkat purulen

Hipertermi Nyeri akut Resiko infeksi

F. Penatalaksanaan
Standar perawatan ulkus kaki diabetik meliputi kontrol
glikemia, perfusi yang adekuat, debridemen luka, off-loading,
kontrol infeksi, antibiotika yang tepat, dan penanganan komorbid
yang menyertai. Pengobatan ulkus kaki diabetik dengan standar
perawatan saja seringkali memberi hasil yang tidak maksimal
sehingga dikombinasi juga dengan terapi adjuvant. Beberapa terapi
adjuvan yang digunakan antara lain: penggunaan granulocyte
colony stimulating factors (GCSF), pemberian faktor pertumbuhan
(growth factor therapy) dan bioengineered tissue, serta terapi
oksigen hiperbarik (Schaper et al., 2007 )
G. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium standar yang diperiksa adalah kadar
glukosa darah, glycosylated hemoglobin (HbA1c), serta fungsi
hati dan ginjal sebagai monitoring status metabolik penderita.
Bila terdapat infeksi maka pemeriksaan kultur mikrobiologi
dapat dilakukan untuk menentukan agen kuman penyebab
(Singh et al., 2013).

2. Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan untuk


menentukan gangguan vaskuler adalah ankle brachial index
atau toe brachial index. Nilai ABI kurang dari 0,9
menandakan adanya obtruksi vaskuler dan skor yang kurang
dari 0,4 menandakan adanya nekrosis jaringan serta
merupakan resiko yang siginifikan terjadinya amputasi.

3. Pemeriksaan pulse oksimetri juga merupakan parameter yang


efektif dalam menilai perfusi ke jaringan. Pengukuran kadar
oksigen transkutaneus dapat digunakan sebagai indikator
perfusi di sekitar luka atau ulkus untuk menentukan
kesembuhan luka. TcPo2 yang kurang dari 20 mmHg
menandakan penyembuhan luka yang sulit (Singh et al.,
2013).

4. Pemeriksaan foto polos radiologi adalah pemeriksaan imaging


yang paling sering dipilih pada ulkus kaki diabetik karena
biayanya lebih murah dan mudah dikerjakan. Pemeriksaan ini
dapat memberi informasi adanya perubahan artropati,
osteomielitis dan adanya pembentukan gas pada jaringan lunak

5. Pemeriksaan CT Scan, CT scan masih terbatas pada kaki


diabetik tetapi memiliki beberapa keuntungan dibandingkan
foto polos, yaitu: lebih sensitif dan spesifik dalam menilai
erosi kortek tulang, adanya sequester, gas pada jaringan lunak
dan kalsifikas
6. Pemeriksaaan MRI, Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya
edema dan osteomielitis sebagai tahap awal dari neuroartropati
dengan sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi (90-100% dan
40-100%). MRI memiliki kemampuan multiplanar imaging
dengan kontras
yang tinggi pada jaringan lunak sehingga dapat menilai ada tidaknya
infeksi (Sanverdi, 2012).

H. Pengkajian focus
a. Riwayat Penyakit
1) Keluhan Utama
Lamanya onset diabetes melitus, adanya keluhan polifagi, polidipsi, dan
poliuria, keluhan neuropati dan penyakit vascular perifer, serta penurunan berat
badan, lemah, anoreksia, mual, muntah, nafas pasienmungkin berbau
aseton , penglihatan yang kabur, kelemahan dan sakit kepala.
2) Kesehatan masa lalu
Adanya riwayat penyakit DM, riwayat ulkus maupun amputasi sebelumnya
atau penyakit – penyakit  lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin
misalnya penyakit pankreas.  Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,
maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita
3) Kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya ulkus, penyebab terjadinya luka ulkus serta
upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.

5) Pemeriksaan Fisik

a). Aktifitas/istirahat

Gejala :Lemah, letih, sulit bergera/berjalan, kram otot, tonus

otot menurun, gangguan istirahat dan tidur.

Tanda :Takikardi, takipnea pada keaadaan istirahat atau

dengan aktifitas
b). Sirkulasi

Gejala :Adanya riwayat hipertensi, kebas, dan kesemutan

pada ekstremitas

Tanda :Takikardi, nadi yang menurun, perubahan tekanan

darah postural, distritmia, kulit panas, kering, dan

kemerahan bola mata cekung

c). Integritas ego

Gejala :Sress, tergantung pada orang lain, masalah finansial

yang berhubungan dengan kondisi

Tanda :Ansietas, peka rangsang

d). Eliminasi

Gejala :Perubahan pola berkemih (poliuri), nokturi Rasa

nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISK

baru/berulang, nyeri tekan abdomen

Tanda :Urin encer, pucat kuning, poliuri, urin berkabut, bau

busuk (infeksi), abdomen keras adanya ansites, bising

usus lemah dan menurun.

e). Makan/cairan

Gejala : Hilang nafsu makan, mual muntah, tidak mengikuti

diet, peningkatan masukan glukosa/karbohidrat,

penuruna berat badan lebih dari periode, beberapa

hari/minggu, haus

Tanda : Kulit kering, turgao kulit jelek, kekakuan/distensi

abdomen, muntah, pembesaran tyroid, bau holitosis


f). Neurosensoris

Gejala :Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan

pada otot, parestesia, gangguan penglihatan

Tanda :Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor/koma (tahap

lanjut), gangguan memori, reflek tendon dalam (RTD)

menurun (koma)

g). Nyeri/kenyamanan

Gejala :Abdomen yang tegang/nyri (sedang dan berat)

Tanda :Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-

hati

h). Pernapasan

Gejala :Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan dan tanpa

sputum purulen (tergantung adanya infeksi atau tidak)

Tanda :Batuk, dengan dan tanpa sputum purulen (infeksi),

frekuensi pernapasan

i). Keamanan

Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit

Tanda :Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi/ulserasi,

menurunnya kekuatan umum/rentang gerak,

parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan

(jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam)

j). Seksualitas

Gejala :Rabas vagina (cendrung infeksi), masalah impoten

pada pria, kesulitan organme pada wanita


6) Pemeriksaan diagnostic

a. Gula darah meningkat > 200 mg/dl

b. Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok

c. Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt

d. Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO 3 (asidosis

metabolik)

e. Alkalosis respiratorik

f. Trombosit darah : mungkin meningkat

g. (dehidrasi), leukositosis, hemokonsentrasi, menunjukkan respon

terhadap stress/infeksi.

h. Ureum/kreatinin mungkin meningkat/normal

lochidrasi/penurunan fungsi ginjal.

i. Insulin darah : mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I),

normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan

insufisiensi insulin.

j. Urine : gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin

meningkat.

k. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada

saluran kemih, infeksi pada luka.

I. Diagnosa keperawatan

1. Resiko Infeksi
2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisik
3. Resiko defisit nutrisi
J. Perencanaan

NO Waktu Tujuan &kriteria Perencanaan Rasional


(tgl/jam) hasil
1. 25/01/2021 Setelah dilakukan 1. Monitor karakteristik luka 1. Mengkaji
Jam 17.00 tidakan keperawatan 2. Lepaskan balutan luka karateristik luka
selama 3x24 jam dengan perlahan berfubgsi sebagai
pasien akan 3. Bersihkan luka dengan identifikasi awal
menunjukkan cairan NaCl unuk tindakan
pengurangan tingkat 4. Bersihkan jaringan lebih lanjut
infeksi dengan kriteris nekrotik 2. Perawatan luka
hasil : 5. Berikan salep dan penggunaan
1. Demam (5) 6. Ganti balutan sesuai antibiotik untuk
2. Kemerahan (5) dengan jumlah eksudat mencegah
3. Nyeri (5) dan drainase terjadinya infeksi
4. Bengkak (5) 7. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
8. Kolaborasi pemberian
antibiotik
2 25/01/2021 Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi, 1. Mengetahui data
Jam 17.00 tindakan keperawatan karakteristik, durasi, dasar untuk
selama 3x24 jam frekuensi, itensitas dan menentukan
pasien pasien akan skala nyeri intervensi lebih
menunjukkan tingkat 2. Berikan teknik lanjut
nyeri yang menurun nonfarmakologi untuk 2. Memberikan
dengan kriteria hasil : mengurangi rasa nyeri relaksasi kepada
3. Jelaskan strategi pasien
1. Keluhan nyeri (5) meredakan nyeri 3. Mengurangi
2. Gelisah (5) 4. Fasilitasi istirahat tidur nyeri dan spasme
3. Meringis (5) otot
4. Memberikan rasa
nyaman pada
pasien

3 10/01/2021 Setelah dilakukan 1. Identifikasi status nutrisi 1. Untuk


tindakan keperawatan 2. Fasilitasi menentukan mengidentifikasi
selama 3x34 jam pedoman diet asupan nutrisi
pasien kan 3. Ajarkan diet yang pasien
menunjukkan status diprogramkan 2. Untuk
nutisi yang lebih baik 4. Kolaborasi dengan ahli meningkatkan
dengan kriteria hasil : gizi untuk menentukan nafsu makan
1. Porsi makanan jumlah kalori dan jenis pasien
yang nutrien yang dibutuhkan 3. Untuk
dihabiskan (5) mengontrol pola
2. Kekuatan otot makan dan berat
menelan (5) badan pasien
3. Kekuatan otot 4. Untuk
mengunyah (5) menentukan
jumlah kalori dan
nutrisi yang
dibutuhkan
pasien

DAFTAR PUSTAKA

Aboyans, V., Ho, E., Denenber, J.O., Ho, L.A., Natarajan, L., Criqui, M.H., 2008. The

Association Between Elevared Ankle Sitolic Pressure and Peripheral Occlusive Arterial
Disease in Diabetic and Non Diabetic Subjects. J Vasc Surg. 53: 984-991

Clayton, W, Elasy, TA 2009, ‘A review of pathophysiology, classification and treatment of foot

ulcers in diabetic patients’, Clin diabetes. Vol.27:52-58, diakses 09 Februari 2021

http://www.scirp.org/(S(351jmbntvnsjt1aadkposzje))/reference/ReferencesP apers.aspx?

ReferenceID=1978761

Dafianto, R. (2016). Pengaruh relaksasi otot progresif terhadap resiko ulkus kaki diabetik pada

pasien diabetes mellitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Jelbuk Kabupaten Jember.

Skripsi. Jember: Universitas Jember.

Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10 editor T

Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.

 Rosdahl, D. B. (2015). Buku Ajar Keperawatan Dasar. Jakarta: EGC.

Schaeper, C., Sadosky, A., Mann, R., et al. (2014). Pain severity and the economic burden of

neuropathic pain in the United States: BEAT Neuropatic Pain Observational Study.

Clinicoeconomics and Outcomes Research, 6: 483- 496.

Singh S, Pai DR, Yuhhui C (2013). Diabetic foot ulcer-diagnosis and management. Clinical

Research on Foot and Ankle, 1(3): 120.

Anda mungkin juga menyukai