Anda di halaman 1dari 95

1

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA

MINI PROJECT

Studi Deskriptif dan Analitik

PENINGKATAN KEGIATAN PROLANIS MELALUI INOVASI KEGIATAN

DALAM MEMPENGARUHI KUALITAS HIDUP PESERTA PROLANIS DI

PUSKESMAS SOREANG

Oleh:

dr. SUGIH PRIMAS ADJIE

Pembimbing:

dr. YANI RACHMAYANI

PUSKESMAS SOREANG

DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANDUNG

2018
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat  Allah SWT dan junjungan kita Nabi Muhammad

SAW   karena   atas   karunia­Nya   penulis   dapat   menyelesaikan   makalah   yang

berjudul   “PENINGKATAN   KEGIATAN   PROLANIS   MELALUI   INOVASI


KEGIATAN   DALAM   MEMPENGARUHI   KUALITAS   HIDUP   PESERTA

PROLANIS   DI  PUSKESMAS   SOREANG”  sebagai   salah   satu   syarat   untuk

memenuhi   persyaratan   dalam   mengikuti   kegiatan   Kepaniteraan   Klinik   Senior

(KKS)   di   Departemen   Ilmu   Kesehatan   Masyarakat,   Fakultas   Kedokteran,

Universitas Sumatera Utara.

Pada   kesempatan   ini,   penulis   ingin   menyampaikan   terima   kasih   yang

sebesar­besarnya kepada dr. Yani Rachmayani selaku  pembimbing makalah atas

kesediaan beliau meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing, mendukung,

dan memberikan masukan kepada penulis sehingga makalah ini dapat diselesaikan

dengan sebaik­baiknya.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih belum sempurna,

baik  dari segi  materi  maupun  tata  cara  penulisannya.  Oleh karena  itu, penulis

mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan makalah ini di

kemudian   hari.   Semoga   makalah   ini   dapat   memberikan   sumbangsih   bagi

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kesehatan. Atas bantuan

dan   segala   dukungan   dari   berbagai   pihak   baik   secara   moral   maupun   spiritual,

penulis mengucapkan terima kasih.

Bandung, 8 Oktober 2018


3

Penulis
4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di seluruh dunia jumlah usia lanjut (lansia) diperkirakan

mencapai angka 500 juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan

diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar

(Stanley,2007). Pertambahan jumlah lansia di Indonesia dalam kurun

waktu tahun 1990 sampai 2025, tergolong tercepat didunia. Data

Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa penduduk lansia

pada tahun 2000 berjumlah 14,4 juta jiwa (7,18%). Pada tahun 2010

diperkirakan menjadi 23,9 juta jiwa (9,77%) dan pada tahun 2020

akan berjumlah 28,8 juta jiwa (11,34%) (BPS, 2010).

Karakter pasien lansia adalah multipatologi, menurunnya daya

cadangan biologis, berubahnya gejala dan tanda dari penyakit klasik,

terganggunya status fungsional pasien lansia, dan sering terdapat

gangguan nutrisi, gizi kurang atau buruk (Soejono,2006). Salah satu

bentuk terganggunya status fungsional yang paling menonjol dari

pasien pralansia dan lansia adalah penurunan fungsi kognitif.

Kognitif adalah suatu konsep yang komplek yang melibatkan

sekurang-kurangnya aspek memori, perhatian, fungsi eksekutif,

persepsi, bahasa, dan fungsi motorik (Nehlig, 2010). Penurunan

fungsi kognitif dapat meliputi berbagai aspek yaitu orientasi,


5

registrasi, atensi dan kalkulasi, memori, bahasa. Penurunan ini dapat

mengakibatkan masalah antara lain memori panjang dan informasi,

dalam memori panjang mereka akan kesulitan dalam

mengungkapkan kembali cerita atau kejadian yang tidak begitu

menarik perhatiannya dan informasi baru atau informasi tentang

orang.

Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) mencatat

penurunan fungsi kognitif lansia diperkirakan 121 juta manusia, dari

jumlah itu 5,8 % laki-laki dan 9,5 % perempuan (Djojosugito, 2002).

Perhatian dan pengetahuan masyarakat terhadap gangguan kognitif

saat ini masih sangat kurang. Masyarakat cenderung menganggap

hal tersebut sebagai bagian dari proses menua yang wajar. Pada

umumnya masyarakat baru akan mencari pengobatan setelah terjadi

gangguan kognitif yang berat dan gangguan perilaku atau demensia,

sehingga penatalaksanaanya tidak akan memberikan hasil yang

memuaskan. Penatalaksanaan gangguan kognitif pada stadium dini

baik secara farmakologis maupun non farmakologis dapat

menyembuhkan atau memperlambat progresifitas penyakitnya,

sehingga individu yang bersangkutan tetap mempunyai kualitas

hidup yang baik. Penilaian fungsi kognitif dengan pemeriksaan

neuropsikologi seperti Mini Mental State Examination (MMSE)

merupakan salah satu cara penapisan adanya gangguan kognitif

secara dini.
6

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mempengaruhi

penurunan fungsi kognitif pada lansia. Peningkatan tekanan darah

kronis dapat meningkatkan efek penuaan pada struktur otak, meliputi

reduksi substansia putih dan abu-abu di lobus prefrontal, penurunan

hipokampus, meningkatkan hiperintensitas substansia putih di lobus

frontalis. Berdasarkan data WHO, Indonesia merupakan negara yang

prevalensi hipertensinya lebih besar jika dibandingkan dengan

negara Asia lain seperti Bangladesh, Korea, Nepal dan Thailand

(WHO South East Asia Region,2011). Prevalensi hipertensi pada

pralansia dan lansia di Indonesia lebih besar dibandingkan kelompok

umur lain. Data Survey Kesehatan Rumah Tangga (2004), prevalensi

hipertensi pada kelompok umur 45-54 tahun 22,5% pada kelompok

umur 55- 64 tahun 27,9% dan pada kelompok umur 65 tahun keatas

ada 29,3% yang menderita hipertensi. Berdasarkan data Puskesmas

SOREANG, tahun 2015 hipertensi merupakan urutan ke 2 dari 15

penyakit terbanyak yang melakukan kunjungan ke Puskesmas

SOREANG.

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya pengaruh

hipertensi terhadap penurunan fungsi kognitif pada pasien lansia di

wilayah kerja Puskesmas SOREANG.


7

1.2 Rumusan Masalah

Adakah pengaruh program Prolanis terhadap peningkatan kesehatan

dalam rangka pengendalian pasien hipertensi dan diabetes Melitus II.

1.3 Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Mengetahui perubahan kualitas hidup peserta Prolanis melalui

inovasi yang diberikan pada kegiatan prolanis di puskesmas

Soreang.

b. Tujuan Khusus

1. Memberikan inovasi pada kegiatan prolanis untuk

meningkatkan jumlah anggota dan kehadiran peserta Prolanis

di Puskesmas SOREANG.

2. Mengetahui gambaran pemahaman peserta Prolanis

mengenai penyakit kronis dan pencegahan komplikasi.

3. Mengetahui perubahan perilaku hidup peserta Prolanis.

4. Memenuhi harapan peserta prolanis untuk mewujudkan hidup

sehat.

5. Mengetahui kepuasan peserta terhadapprogram Prolanis


8

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan penelitian

mengenai pengaruh hipertensi dan diabetes melitus pada pasien peserta

Prolanis. Hasil ini diharapkan dapat memberikan masukan informasi untuk

puskesmas SOREANG dalam peningkatan kualitas hidup pasien peserta

Prolanis sehingga bisa ditindak lanjuti.


9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah badan hukum yang

dibentuk   dengan   Undang­Undang   untuk   menyelenggarakan   program   jaminan

sosial. BPJS menurut UU SJSN adalah transformasi dari badan penyelenggara

jaminan sosial yang sekarang telah berjalan dan dimungkinkan untuk  membentuk

badan penyelenggara baru sesuai dengan dinamika  perkembangan jaminan sosial.

(Putri, 2014)
Menurut   Peraturan   Badan   Penyelenggara   Jaminan   Sosial   Kesehatan

Nomor 1 Pasal 1 tahun 2015, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

yang selanjutnya disingkat menjadi BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang

dibentuk   untuk   menyelenggarakan   jaminan   kesehatan.  (Badan   Penyelenggara

Jaminan Sosial, 2015)
Adapun   cakupan   dari   pelayanan   BPJS   Kesehatan   pada   Rawat   Jalan

Tingkat Pertama meliputi :

a. administrasi pelayanan, meliputi biaya administrasi pendaftaran peserta

untuk   berobat,   penyediaan   dan   pemberian   surat   rujukan   ke   fasilitas

kesehatan lanjutan untuk penyakit yang tidak dapat ditangani di fasilitas

kesehatan tingkat pertama; 

b. pelayanan promotif preventif, meliputi: 

1) kegiatan penyuluhan kesehatan perorangan; 
10

Penyuluhan   kesehatan   perorangan   meliputi   paling   sedikit

penyuluhan   mengenai   pengelolaan   faktor   risiko   penyakit   dan

perilaku hidup bersih dan sehat. 

2) imunisasi dasar; 

Pelayanan imunisasi dasar meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG),

Difteri   Pertusis   Tetanus  dan   Hepatitis­B   (DPTHB),   Polio,   dan

Campak. 

3) keluarga berencana; 

a)   Pelayanan   keluarga   berencana   meliputi   konseling,  kontrasepsi

dasar, vasektomi dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga

yang membidangi keluarga berencana. 

b)   Penyediaan   dan   distribusi   vaksin   dan   alat   kontrasepsi   dasar

menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan/atau pemerintah

daerah. 

c)   BPJS   Kesehatan   hanya   membiayai   jasa   pelayanan   pemberian

vaksin dan alat kontrasepsi dasar yang sudah termasuk dalam

kapitasi, kecuali untuk jasa pelayanan pemasangan IUD/Implan

dan Suntik di daerah perifer. 

4) Skrining kesehatan 

a) Pelayanan skrining kesehatan diberikan secara perorangan dan

selektif. 
11

b) Pelayanan skrining kesehatan ditujukan untuk mendeteksi risiko

penyakit   dan   mencegah   dampak   lanjutan   dari   risiko   penyakit

tertentu, meliputi: 

1) diabetes mellitus tipe 2; 

2) hipertensi; 

3) kanker leher rahim; 

4) kanker payudara; dan 

5) penyakit lain yang ditetapkan oleh Menteri. 

c) Pelayanan skrining kesehatan penyakit diabetes mellitus tipe 2

dan hipertensi dimulai  dengan analisis  riwayat kesehatan,  yang

dilakukan sekurang­kurangnya 1 (satu) tahun sekali.

d) Jika Peserta teridentifikasi mempunyai risiko penyakit diabetes

mellitus tipe 2 dan hipertensi berdasarkan riwayat kesehatan, akan

dilakukan   penegakan   diagnosa   melalui   pemeriksaan   penunjang

diagnostik   tertentu   dan   kemudian   akan   diberikan   pengobatan

sesuai dengan indikasi medis. 

e) Pelayanan skrining kesehatan untuk penyakit kanker leher rahim

dan kanker payudara dilakukan sesuai dengan indikasi medis. 

c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis; 

d. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif; 
12

e. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai; 

f. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama; 

g. pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui dan bayi ; 

h.   upaya   penyembuhan   terhadap   efek   samping   kontrasepsi   termasuk

penanganan komplikasi KB paska persalinan; 

i. rehabilitasi medik dasar. 

2.2. PROLANIS BPJS

2.2.1. Pengertian PROLANIS BPJS

PROLANIS   adalah   suatu   sistem   pelayanan   kesehatan   dan   pendekatan

proaktif yang dilaksanakan secara terintegrasi yang melibatkan Peserta, Fasilitas

Kesehatan   dan   BPJS   Kesehatan   dalam   rangka   pemeliharaan   kesehatan   bagi

peserta BPJS Kesehatan yang menderita penyakit kronis untuk mencapai kualitas

hidup yang optimal dengan biaya pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien.

(Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan, 2014)

Tujuan   program   ini   dalam   BPJS   adalah   untuk   mendorong   peserta

penyandang penyakit kronis mencapai kualitas  hidup optimal  dengan indikator

75% peserta terdaftar yang berkunjung ke Faskes Tingkat Pertama memiliki hasil

“baik” pada pemeriksaan spesifik terhadap penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi

sesuai   Panduan   Klinis   terkait   sehingga   dapat   mencegah   timbulnya   komplikasi

penyakit. (Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan, 2014)

Adapun   Program   Pengelolaan   Penyakit   Kronis   memiliki   karateristik

sebagai berikut: 
13

a. Penetapan target kesehatan individual bagi setiap penderita penyakit kronis. 

b. Penanganan kesehatan per individual peserta penderita penyakit kronis fokus

pada upaya promotif dan preventif untuk mencegah episode akut. 

c. Edukasi dan upaya meningkatkan kesadaran dan peran serta Peserta penderita

penyakit kronis terhadap perawatan kesehatannya secara mandiri. 

d. Penerapan protokol pengobatan yang berdasaran evidence base medicine. 

e.   Peningkatan   fungsi   gate   keeper   pada   tingkat   Rawat   Jalan   Tingkat   Pertama

dalam rangka pengendalian biaya pelayanan rujukan. (Rini, 2014)

2.2.2. Sasaran PROLANIS

Sasaran Prolanis adalah seluruh peserta Askes Sosial penderita  penyakit

kronis   Diabetes   Mellitus   dan   Hipertensi.   Tahapannya,   peserta   harus   mendaftar

dahulu  di Kantor Cabang  PT Askes  (Persero) terdekat  atau di  Puskesmas  dan

Dokter   keluarga   tempat   peserta   terdaftar.   Setelah   mendaftar,   peserta   akan

mendapatkan Dokter Keluarga Prolanis atau Dokter di Puskesmas Prolanis yang

dipilih serta buku pemantauan status kesehatan. Dokter Keluarga/Puskesmas di

sini berperan sebagai gatekeeper  yang tidak hanya memilih pasien untuk dirujuk

ke   spesialis   terkait,   tetapi   diharapkan   juga   dapat   memberikan   pelayanan

komprehensif   dan   terfokus   pada   upaya   promotif   dan   preventif.   Dokter

Keluarga/Dokter   Puskesmas   akan   bertindak   sebagai   manajer   kesehatan   bagi

penderita   penyakit   kronis   ini.   Dokter   keluarga   juga   akan   berperan   sebagai

konsultan bagi peserta yang memberikan bimbingan, edukasi, dan peningkatan

kemampuan   peserta   untuk   melakukan   pemeliharaan   atas   kesehatan   pribadinya


14

secara   mandiri.   Dokter   akan   memantau   kondisi   dan   status   kesehatan   peserta

Prolanis secara rutin serta bisa memberikan resep obat kronis pada level Rawat

Jalan Tingkat Pertama. (Rini, 2014)

2.2.3. Mekanisme PROLANIS BPJS

Pelayanan   Program   Pengelolaan   Penyakit   Kronis   bersifat   komprehensif

(menyeluruh) meliputi :

a.   Upaya   promotif;   penyuluhan/informasi   berbagai   media,   konsultasi,   dan

reminder aktifitas medis

b.   Upaya   preventif;   imunisasi,   penunjang   diagnostik,   kunjungan   rumah   (home

visite), konseling

c. Upaya kuratif; pemeriksaan dan pengobatan penyakit pada Rawat Jalan Tingkat

Pertama, Rawat Jalan Lanjutan, Rawat Inap Lanjutan serta pelayanan obat

d. Upaya rehabilitatif; penanganan pemulihan dari penyakit kronis

Pelayanan   PROLANIS   di   fasilitas   kesehatan   primer   lebih   fokus   pada

pelayanan promotif dan preventif meliputi :

a. Pemberian konsultasi medis, informasi, edukasi terkait penyakit kronis kepada

penderita dan keluarga

1) Kunjungan ke rumah pasien

2) Penyuluhan penyakit kronis

3) Pelatihan bagi tata cara perawatan bagi penderita
15

b. Pemantauan kondisi fisik peserta kronis secara berkesinambungan

c. Pemberian resep obat kronis dan kemudian peserta mengambil obat

pada Apotek yang ditunjuk

d. Pemberian surat rujukan ke Fasilitas yang lebih tinggi untuk kasus­kasus yang

tidak dapat ditanggulangi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama / Primer.

e. Penanganan terapi penyakit kronis dan peresepan obat kronis sesuai Panduan

Klinis penanganan penyakit kronis yang berlaku

f. Membuat dokumentasi status kesehatan per Pasien terhadap setiap pelayanan

yang diberikan kepada tiap pasien

g. Membuat jadwal pemeriksaan rutin yang harus dijalani oleh peserta

2.2.4. Langkah­Langkah Pelaksanaan

Sebelum   melaksanakan   PROLANIS,   ada   beberapa   langkah   yang   harus

dilakukan sebelum aktivitas PROLANIS itu sendiri:

1. Melakukan identifikasi data peserta sasaran berdasarkan: 

a. Hasil Skrining Riwayat Kesehatan dan atau 

b. Hasil Diagnosa DM dan HT (pada Faskes Tingkat Pertama maupun RS) 

2. Menentukan target sasaran 

3.   Melakukan   pemetaan   Faskes   Dokter   Keluarga/   Puskesmas   berdasarkan

distribusi target sasaran peserta 
16

4. Menyelenggarakan sosialisasi Prolanis kepada Faskes Pengelola 

5. Melakukan pemetaan jejaring Faskes Pengelola (Apotek, Laboratorium) 

6.   Permintaan   pernyataan   kesediaan   jejaring   Faskes   untuk   melayani   peserta

PROLANIS 

7.   Melakukan   sosialisasi   PROLANIS   kepada   peserta   (instansi,   pertemuan

kelompok pasien kronis di RS, dan lain­lain) 

8. Penawaran kesediaan terhadap peserta penyandang Diabetes Melitus Tipe 2 dan

Hipertensi untuk bergabung dalam PROLANIS 

9. Melakukan verifikasi terhadap kesesuaian data diagnosa dengan form kesediaan

yang diberikan oleh calon peserta Prolanis 

10. Mendistribusikan buku pemantauan status kesehatan kepada peserta terdaftar 

11. Melakukan rekapitulasi data peserta terdaftar 

12. Melakukan entri data peserta dan pemberian flag peserta PROLANIS 

13. Melakukan distribusi data peserta Prolanis sesuai Faskes Pengelola 

14.   Bersama   dengan   Faskes   melakukan   rekapitulasi   data   pemeriksaan   status

kesehatan   peserta,   meliputi   pemeriksaan   GDP,   GDPP,   Tekanan   Darah,   IMT,

HbA1C. Bagi peserta yang belum pernah dilakukan pemeriksaan, harus segera

dilakukan pemeriksaan 

15. Melakukan rekapitulasi data hasil pencatatan status kesehatan awal peserta per

Faskes Pengelola (data merupakan luaran Aplikasi P­Care) 
17

16.   Melakukan   Monitoring   aktifitas   PROLANIS   pada   masing­masing   Faskes

Pengelola: 

a. Menerima laporan aktifitas PROLANIS dari Faskes Pengelola 

b. Menganalisa data 

17. Menyusun umpan balik kinerja Faskes PROLANIS 

18. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/ Kantor Pusat

Setelah   semua   persiapan   pelaksanaan   PROLANIS   sudah   dipenuhi,

Aktivitas PROLANIS dapat dilakukan. Adapun aktivitas PROLANIS dijalankan

sebagai berikut :

1. Konsultasi Medis Peserta Prolanis : jadwal konsultasi disepakati bersama antara

peserta dengan Faskes Pengelola 

2. Edukasi Kelompok Peserta Prolanis 

Definisi : Edukasi Klub Risti (Klub Prolanis) adalah kegiatan untuk meningkatkan

pengetahuan   kesehatan   dalam   upaya   memulihkan   penyakit   dan   mencegah

timbulnya   kembali   penyakit   serta   meningkatkan   status   kesehatan   bagi   peserta

PROLANIS 

Sasaran : Terbentuknya kelompok peserta (Klub) PROLANIS minimal 1 Faskes

Pengelola   1   Klub.   Pengelompokan   diutamakan   berdasarkan   kondisi   kesehatan

Peserta dan kebutuhan edukasi. 

Langkah ­ langkah: 
18

a. Mendorong   Faskes   Pengelola   melakukan   identifikasi   peserta   terdaftar

sesuai tingkat severitas penyakit DM Tipe 2 dan Hipertensi yang disandang
19

b.   Memfasilitasi   koordinasi   antara   Faskes   Pengelola   dengan   Organisasi

Profesi/Dokter Spesialis diwilayahnya 

c. Memfasilitasi penyusunan kepengurusan dalam Klub 

d. Memfasilitasi penyusunan kriteria Duta PROLANIS yang berasal dari peserta. 

Duta   PROLANIS   bertindak   sebagai   motivator   dalam   kelompok   Prolanis

(membantu Faskes Pengelola melakukan proses edukasi bagi anggota Klub) 

e. Memfasilitasi penyusunan jadwal dan rencana aktifitas Klub minimal 3 bulan

pertama 

f. Melakukan Monitoring aktifitas edukasi pada masing­masing Faskes Pengelola:

1) Menerima laporan aktifitas edukasi dari Faskes Pengelola 

2) Menganalisis data 

g. Menyusun umpan balik kinerja Faskes PROLANIS 

h.   Membuat   laporan   kepada   Kantor   Divisi   Regional/Kantor   Pusat   dengan

tembusan kepada Organisasi Profesi terkait diwilayahnya 

3. Reminder melalui SMS Gateway 

Definisi : Reminder adalah kegiatan untuk memotivasi peserta untuk melakukan

kunjungan rutin kepada Faskes Pengelola melalui pengingatan jadwal konsultasi

ke Faskes Pengelola tersebut 
20

Sasaran : Tersampaikannya reminder jadwal konsultasi peserta ke masing­masing

Faskes Pengelola 

Langkah – langkah: 

a.   Melakukan   rekapitulasi   nomor   Handphone   peserta   PROLANIS/Keluarga

peserta per masing­masing Faskes Pengelola 

b. Entri data nomor handphone kedalam aplikasi SMS Gateway 

c. Melakukan rekapitulasi data kunjungan per peserta per Faskes Pengelola 

d. Entri data jadwal kunjungan per peserta per Faskes Pengelola 

e.   Melakukan   monitoring   aktifitas   reminder   (melakukan   rekapitulasi   jumlah

peserta yang telah mendapat reminder)

f. Melakukan analisa data berdasarkan jumlah peserta yang mendapat reminder

dengan jumlah kunjungan 

g. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat 

4. Home Visit 

Definisi  :  Home  Visit  adalah   kegiatan   pelayanan   kunjungan   ke   rumah   Peserta

PROLANIS   untuk  pemberian   informasi/edukasi   kesehatan   diri   dan   lingkungan

bagi peserta PROLANIS dan keluarga 

Sasaran: 

Peserta PROLANIS dengan kriteria : 
21

a. Peserta baru terdaftar 

b. Peserta tidak hadir terapi di Dokter Praktek Perorangan/Klinik/Puskesmas  3

bulan berturut­turut 

c. Peserta dengan GDP/GDPP di bawah standar 3 bulan berturut­turut (PPDM) 

d. Peserta dengan Tekanan Darah tidak terkontrol 3 bulan berturut­turut (PPHT) 

e. Peserta pasca opname

Langkah – langkah: 

a. Melakukan identifikasi sasaran peserta yang perlu dilakukan Home Visit 

b. Memfasilitasi Faskes Pengelola untuk menetapkan waktu kunjungan 

c. Bila diperlukan, dilakukan pendampingan pelaksanaan Home Visit 

d. Melakukan administrasi  Home Visit  kepada Faskes Pengelola dengan berkas

sebagai berikut: 

1) Formulir Home Visit yang mendapat tanda tangan Peserta/Keluarga peserta

yang dikunjungi 

2) Lembar tindak lanjut dari Home Visit/lembar anjuran Faskes Pengelola 

e.   Melakukan  monitoring   aktifitas  Home  Visit   (melakukan  rekapitulasi   jumlah

peserta yang telah mendapat Home Visit) 

f. Melakukan analisa data berdasarkan jumlah peserta yang mendapat Home Visit

dengan jumlah peningkatan angka kunjungan dan status kesehatan peserta 

g. Membuat laporan kepada Kantor Divisi Regional/Kantor Pusat
22

Satuan biaya kapitasi ditetapkan berdasarkan perkiraan besarnya resiko gangguan


kesehatan yang memerlukan pelayanan kesehatan di kalangan anggota lembaga
pendanaan kesehatan tersebut dalam waktu tertentu.

Faktor-faktor yang menentukan satuan biaya kapitasi:

1. Bentuk-bentuk gangguan/masalah kesehatan yang umumnya dialami anggota


beserta prevalensi nya.
23

2. Jenis-jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan untuk mengatasi gangguan


kesehatan tersebut beserta tarifnya.

3. Tingkat penggunaan pelayanan kesehatan oleh peserta

Dari setiap pelayanan kesehatan, dihitung angka/biaya kapitasi dengan


mengalikan angka utilisasi tersebut dengan satuan biaya riil (real cost). Jumlah dari
semua angka kapitasi yang didapat menjadi angka kapitasi rata-rata per peserta per bulan.
Secara umum rumus penghitungan kapitasi adalah sebagai berikut :

Angka kapitasi = angka utilisasi tahunan x biaya satuan : 12 bulan

= biaya per anggota per bulan (PAPB)

Harus diingat bahwa biaya per kapita tidak sama dengan besaran kapitasi. Untuk
menentukan besaran kapitasi dari biaya per kapita diperlukan analisis lain misalnya biasa
administrasi dan pelaporan yang akan dicakup, tingkat kepesertaan dan variasi sebaran
resiko pada peserta yang dicover PPK.

Contoh penetapan angka utilisasi dan angka kapitasi :


Dari laporan pemanfaatan pelayanan kesehatan di Kecamatan XX tahun yang lalu
(experienced rate) dapat diketahui jumlah kunjungan rawat jalan peserta asuransi
kesehatan ke PPK tingkat I sebanyak 12.443 kunjungan. Jumlah peserta 10.000
orang. Biaya dokter dan obat per kunjungan rata-rata Rp. 15.000,- (jasa dokter
Rp.5.000,- dan biaya obat rata-rata Rp. 10.000,-). Maka berdasarkan rumus diatas,
maka angka kapitasi per anggota per bulan (PAPB), adalah sebagai berikut :
PAPB = [( 12433 / Rp. 10.000 ) x Rp. 15.000 ] : 12 bulan = Rp. 1554,12
Perhitungan pembayaran kapitasi yaitu : jumlah peserta dan keluarganya
yang terdaftar sebagai peserta dikalikan dengan besarnya angka kapitasi untuk
jenis pelayanan kesehatan yang diinginkan.
Pembayaran kapitasi = jumlah peserta x angka kapitasi
Contoh perhitungan pembayaran kapitasi :
Jumlah peserta 3000 orang dan biaya kapitasi rawat jalan TK I Rp. 1.569,94
Pembayaran kapitasi lewat jalan TK 1 adalah sebagai berikut
Pembayaran kapitasi = 3000 x Rp. 1.569,94 = Rp. 4.709,820/bulan.
24

Yang perlu diketahui selanjutnya adalah premi netto. Premi netto adalah besaran
premi yang belum memasukkan unsur biaya administrasi, investasi, dan keuntungan.
Premi netto (dalam setahun) dihitung dengan menambahkan besaran biaya kapitasi (full
atau partial tergantung manfaat yang dijamin) dengan besar biaya contigency margin
(CM), sehingga jika dinyatakan dalam rumus maka premi netto adalah:

Premi netto = Biaya kapitasi + (CM x biaya kapitasi)

Adapun premi bruto adalah besaran premi yang sudah memasukkan unsur biaya
operasional, serta keuntungan. Perhitungan premi bruto dapat diformulasikan sebagai
berikut:

Premi bruto = Premi netto + Biaya Operasional + Profit

Biaya operasional yang dimaksud disini adalah besar biaya administrasi yang dibebankan
kepada tiap peserta. (Januraga, 2008)

Manfaat sistem Kapitasi :

1. Ada jaminan tersedianya anggaran untuk pelayanan kesehatan yang akan


diberikan
2. Ada dorongan untuk merangsang perencanaan yang baik dalam pelayanan
kesehatan, sehingga dapat dilakukan :
 Pengendalian biaya pelayanan kesehatan per anggota
 Pengendalian tingkat penggunaan pelayanan kesehatan
 Efisiensi biaya dengan penyerasian upaya promotif-preventif dengan kuratif-
rehabilitatif
 Rangsangan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bermutu,
efektif & efisien
 Peningkatan pendapatan untuk PPK yang bermutu
 Peningkatan kepuasan anggota yang akan menjamin tersedianya kesehatan
masyarakat
25

2.1 Prolanis

Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan

tekanan darah di dalam arteri. Istilah “tekanan darah” berarti tekanan

pada pembuluh nadi dari peredaran darah sistemik di dalam tubuh

manusia. Tekanan darah di bedakan antara tekanan darah sistolik

dan tekanan darah diastolik. Hipertensi dapat di definisikan sebagai

tekanan darah persisten di mana tekanan sistoliknya di atas 140

mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg, pada populasi

manula hipertensi di defenisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg

dan tekanan diastolik 90 mmHg.

Hipertensi menurut Manjoer dkk (2001) hipertensi adalah

tekanan sistolik ≤ 140 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 90

mmHg atau bila pasien memakai obat anti hipertensi. Hipertensi

(HTN) adalah peningkatan tekanan darah arteial abnormal yang

langsung terus-menerus (Aplikasi Klinis Patofisiologi edisi 2:1).

Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah pada waktu jantung

menguncup (sistole). Adapun tekanan darah diastolik adalah tekanan

darah pada saat jantung mengendor kembali (diastole). Dengan

demikian, jelaslah bahwa tekanan darah sistolik selalu lebih tinggi

dari pada tekanan darah diastolik. tekanan darah manusia selalu

berayun-ayun antara tinggi dan rendah sesuai dengan detak jantung.


26

Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa

gejala, di mana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri

menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma,

gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.

Pada pemeriksaan tekanan darah akan di dapat dua angka.

Angka yang lebih tinggi di peroleh pada saat jantung berkontraksi

(sistolik), angka yang lebih rendah akan di peroleh pada saat jantung

berelaksasi (diastolik). Tekanan darah di tulis sebagai tekanan

sistolik garis miring tekanan diastolik,misalnya 120/80 mmHg, di

baca seratus dua puluh per delapan puluh.

Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai

140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg

dan tekanan diastolik dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering

ditemukan pada usia lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia,

hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah, tekanan

sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik

terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang

secara perlahan bahkan menurun drastis.

Hipertensi maligna adalah hipertensi yang sangat parah, yang

bila tidak diobati akan menimbulkan kematian dalam waktu 3-6

bulan. Hipertensi ini jarang terjadi, hanya 1 dari setiap 200 penderita

hipertensi. Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi


27

secara alami. Bayi dan anak-anak secara normal memiliki tekanan

darah yang jauh lebih rendah daripada orang dewasa. Tekanan

darah juga diperngaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi

pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat.

Tekanan darah dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di waktu

pagi hari dan paling rendah pada saat tidur malam hari.

Menurut The Seventh Report of The Joint National

Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of

High Blood Pressure (JNC7) klasifikasi tekanan darah pada orang

dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prahipertensi, hipertensi

derajat 1 dan derajat 2 seperti yang terlihat pada tabel 1 dibawah

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan

Tekanan Sistolik Darah


28

Normal < 120 < 80


Prahipertensi 120-139 80-89
Hipertensi derajat 1 140-159 90-99
Hipertensi derajat 2 > 160 > 100

Tabel 2.1.Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7

The Joint National Community on Preventation, Detection

evaluation and treatment of High Blood Preassure dari Amerika

Serikat dan badan dunia WHO dengan International Society of

Hipertention membuat definisi hipertensi yaitu apabila tekanan

darah seseorang tekanan sistoliknya 140 mmHg atau lebih

atau tekanan diastoliknya 90 mmHg atau lebih atau

sedang memakai obat anti hipertensi. Pada anak-anak,

definisi hipertensi yaitu apabila tekanan darah lebih dari 95

persentil dilihat dari umur, jenis kelamin, dan tinggi badan yang

diukur sekurang-kurangnya tiga kali pada pengukuran yang

terpisah.

Lebih dari 90% penderita hipertensi belum diketahui penyebabnya

dengan pasti, sehingga disebut sebagai hipertensi primer. Data-data

penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering

menyebabkan hipertensi. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor

keturunan, ciri perseorangan dan kebiasaan hidup.

a. Faktor Keturunan
29

Dari data statistik terbukti seseorang akan memiliki kemungkinan

lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah

penderita hipertensi.

b. Ciri Perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah

umur dan jenis kelamin. Umur yang bertambah akan menyebabkan

terjadinya kenaikan tekanan darah. Tekanan darah pria umumnya

lebih tinggi dibandingkan wanita. Statistik di Amerika menunjukkan

prevalensi hipertensi pada orang kulit hitam hampir dua kali lebih

banyak dibandingkan dengan orang kulit putih.

c. Kebiasaan Hidup

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi

adalah konsumsi garam yang tinggi, kegemukan (makan berlebihan),

stres dan pengaruh lain.

1) Konsumsi garam yang tinggi

Dari data statistik ternyata dapat diketahui bahwa hipertensi jarang

diderita oleh suku bangsa atau penduduk dengan konsumsi garam

yang rendah. Dunia kedokteran juga telah membuktikan bahwa

pembatasan konsumsi garam dapat menurunkan tekanan darah dan

pengeluaran garam (natrium) oleh obat diuretik (pelancar kencing)

akan menurunkan tekanan darah.

2) Kegemukan atau makan berlebihan


30

Obesitas didefinisikan sebagai kelebihan berat badan sebesar 20%

atau lebih dari berat badan ideal, perhitungan IMT ≥ 27,0. Pada

orang yang menderita obesitas ini organ-organ tubuhnya dipaksa

untuk bekerja lebih berat sehinga lebih cepat merasa gerah dan

kelelahan. Akibat obesitas para penderita cenderung menderita

penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan diabetes mellitus.

3) Stres atau ketegangan jiwa

Hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui

aktifitas saraf simpatis peningkatan saraf dapat menaikan tekanan

darah secara intermiten (tidak menentu) stress yang berkepanjangan

dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi.

Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa

marah, dendam rasa takut) dapat merangsang kelenjar anak ginjal

melepaskan hormone adrenalin dan memacu jantung berdenyut

lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan

meningkat, jika stress berlangsung cukup lama, tubuh akan

berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul kelainan

organis atau perubahan patologis, gejala yang muncul dapat berupa

hipertensi atau penyakit maag. (Anjali, Arora, 2008).

4) Pengaruh lain

Pengaruh lain yang dapat menyebabkan naiknya tekanan

darah yaitu :
31

 Merokok

Nikotin penyebab ketagihan merokok akan merangsang jantung,

saraf, otak dan bagian tubuh lainnya bekerja tidak normal. Nikotin

juga merangsang pelepasan adrenalin sehingga meningkatkan

tekanan darah, denyut nadi dan tekanan kontraksi otot jantung selain

itu meningkatkan kebutuhan oksigen jantung dan dapat

menyebabkan gangguan irama jantung (aritmia) serta berbagai

kerusakan lainnya.

 Minuman beralkohol

 Olahraga

Olahraga yang bersifat kompetensi dan meningkatkan kekuatan

dapat memacu emosi sehingga dapat mempercepat peningkatan

tekanan darah seperti tinju, panjat tebing dan angkat besi.

(Kuswandi, 2004).

Bentuk latihan yang paling tepat untuk penderita hipertensi adalah

jalan kaki, bersepeda, senam, berenang dan aerobic, olahraga yang

bersifat kompetisi dan meningkatkan kekuatan tidak dibolehkan bagi

penderita hipertensi karena akan memacu emosi sehingga akan

mempercepat peningkatan tekanan darah.

 Minum obat-obatan, misal ephedrin, prednison,

epinefrin.
32

3. Gejala Penyakit Hipertensi

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan

gejala, meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi

bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi

(padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit

kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan

kelelahan yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi

maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.

Hipertensi diduga dapat berkembang menjadi masalah kesehatan

yang lebih serius dan bahkan dapat menyebabkan kematian. Sering

kali hipertensi disebut sebagai silent killer karena dua hal yaitu:

a. Hipertensi sulit disadari seseorang karena hipertensi tidak memiliki

gejala khusus, gejala ringan seperti pusing, gelisah, mimisan dan

sakit kepala biasanya jarang berhubungan langsung dengan

hipertensi, hipertensi dapat diketahui dengan mengukur secara

teratur.

b. Hipertensi apabila tidak ditangani dengan baik, akan mempunyai

risiko besar untuk meninggal karena komplikasi kardiovaskular

seperti stroke, serangan jantung, gagal jantung dan gagal ginjal.

Jika timbul hipertensinya berat atau menahun dan tidak terobati, bisa

timbul gejala berikut:


33

1. Sakit kepala

2. Kelelahan

3. Jantung berdebar-debar

4. Mual

5. Muntah

6. Sesak nafas

7. Gelisah

8. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan

pada otak, mata, jantung dan ginjal.

9. Telinga berdenging

10. Sering buang air kecil terutama di malam hari.

Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan

kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak.

Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan

penanganan segera. (Trisha Macnair, 2007).

Patofisiologi

ACE (Angiotensin Converting Enzyme), memegang peran

fisiologi penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung

angiotensinogen yang diproduksi di hati selanjutnya oleh hormone,

rennin akan diubah menjadi angiotensin 1, oleh ACE yang terdapat di

paru-paru angiotensin 1 diubah menjadi angiotensin II (peranan

kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.


34

a. Meningkatkan sekresi hormone antidiuretik (ADH) dan rasa haus,

ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitasi) dan bekerja pada

ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan

meningkatnya ADH sangat sedikit urin yang dieksresikan keluar

tubuh sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya untuk

mengencerkanya volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan

dengan cara menarik cairan di bagian intra seluler akibatnya

volume darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan

tekanan darah.

b. Menstimulasi sekrsi aldosteron dari korteks adrenal, aldosteron

merupakan hormone steroid yang memiliki peranan penting pada

ginjal untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan

mengurangi eksresi NaCl dengan cara mengabsorbsinya dari

tubulus ginjal. Naiknya kosentrasi NaCl akan diencerkan kembali

dengan cara meningkatkan volume cairan ekstra seluler yang pada

giliranya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

Penatalaksanaan

Bagi penderita tekanan darah tinggi penting mengenal

hipertensi dengan membuat gaya hidup positif. Jika anda baru saja

menemukan tekanan darah anda tinggi atau tidak normal, tidak perlu

khawatir ada 7 langkah untuk mengatasinya antara lain:

a. Mengatasi Risiko
35

Tanyakan pada diri sendiri pertanyaan berikut: apakah anda

memiliki sejarah keluarga penderita hipertensi? Apakah anda

memiliki berat badan berlebihan? Apakah anda makan makanan

berkadar garam tinggi? Apakah anda cukup olahraga atau apakah

anda merokok? Jika jawaban anda ya pada salah satu pertanyaan

diatas anda berisiko memiliki tekanan darah tinggi.

b. Mengontrol pola makan

Apabila anda ingin terhindar dari risiko hipertensi jauhi

makanan berlemak dan mengandung garam.

c. Tingkat konsumsi potassium (K) dan magnesium (mg)

Pola makan yang rendah potassium dan magnesium menjadi

salah satu faktor pemicu tekanan darah tinggi, buah-buahan dan

sayur segar adalah sumber terbaik bagi kedua nutrisi tersebut.

d. Makan makanan jenis padi-padian

Dalam sebuah penelitian yang dimuat dalam American Journal

Clinical Nutrition ditemukan pria yang makan sedikitnya satu porsi

perhari sereal dari jenis padi-padian kecil kemungkinan terkena

penyakit hingga 20%.

e. Tingkat aktifitas
36

Orang dengan gaya hidup yang tidak aktif akan lebih rentan

terhadap tekanan darah tinggi. Melakukan olahraga secara teratur

tidak hanya menjaga bentuk tubuh dan berat badan, tetapi juga

dapat menurunkan tekanan darah. Jika anda menyandang tekanan

darah tinggi, latihan aerobic sedang selama 30 menit sehari selama

beberapa hari setiap minggu dapat menurunkan tekanan darah.

Jenis latihan yang dapat mengontrol tekanan darah adalah : berjalan

kaki, bersepeda, berenang, aerobic. (Trisna Macnair, 2007).

Tidak diragukan meningkatkan aktifitas dapat menurunkan

risiko tekanan darah tinggi, anda tidak perlu berolahraga seperti

seorang atlet hanya 30 menit sampai 45 menit 5 hari dalam

seminggu cukup untuk menurunkan hipertensi.

f. Sertakan bantuan dari kelompok pendukung

Sertakan keluarga dari teman menjadi kelompok pendukungn

pada pola hidup sehat dukungan dan partisipasi orang lain

membuatnya lebih mudah dan lebih asyik dalam menjalankan

dietnya. Bagi setiap orang dukungan keluarga berhasil dalam

membuat perubahan gaya hidup untuk mencegah tekanan darah

tinggi.

g. Berhenti merokok

Jika anda tidak merokok itu baik bagi anda, jika anda merokok

berhenti sekarang juga. Walaupun merokok tidak ada kaitanya


37

dengan timbulnya hipertensi. Merokok dapat menimbulkan risiko

komplikasi lainnya seperti penyakit jantung dan stroke.

h. Latihan relaksasi atau meditasi

Relaksasi berguna untuk mengurangi stress atau ketegangan

jiwa, relaksasi dilaksanakan dengan mengencangkan dan

mengendorkan otot tubuh sambil membayangkan sesuatu yang

damai, indah dan menyenangkan dilakukan dengan mendengarkan

musik atau bernyanyi.

6. Pengobatan pada tekanan darah tinggi (Hipertensi)

Pengobatan pada penyakit tekanan darah tinggi harus

memperhatikan terlebih dahulu faktor penyebabnya oleh karena itu

dianjurkan untuk memeriksakan kesehatanya kepada dokter yang

sama agar dokter dapat mengikuti riwayat penyakit pasien dengan

demikian dokter akan memiliki obat yang tepat.

a. Pengobatan pada golongan khusus

1) Hipertensi pada golongan khusus

Obat anti hipertensi diberikan pada ibu hamil bila tekanan

diastolenya ≥ 90 mmHg pada trimester pertama dan ≥ 100 mmHg

para trimester ketiga.


38

2) Hipertensi pada dislipidemia

Obat yang biasa digunakan untuk mengatasi keadaan tersebut

adalah gemfibrozil ini dapat menurunkan kadar kolesterol total,

kolesterol LDL trigliserida dan meningkatkan kadar kolesterol HDL

secara nyata.

3) Hipertensi pada pembuluh darah otak

Tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pecahnya

pembuluh darah, apabila yang pecah adalah pembuluh darah otak

keadaan ini dikenal dengan stroke.

4) Hipertensi pada penyakit jantung

Pemberian obat pada hipertensi dengan kelalian jantung harus

disesuaikan dengan jenis gangguan pada jantung dan derajat

hipertensinya. Pemeriksaan fungsi jantung perlu dilakukan untuk

menentukan pengobatanya.

5) Hipertensi pada gagal ginjal

Pengobatan pada gagal ginjal dibedakan menjadi dua bagian besar

yakni pengobatan pada refrosklerosis benigna dan nefrosklerosis

maligna, pengobatan pada nefrosisklerosis benigna dilakukan

secepatnya hingga mendekati normal penurunan tekanan darah

yang cepat akan mengurangi kerusakan akibat nekrosis arteroti


39

sehingga dalam jangka panjang diharapkan terjadi perbaikan fungsi

ginjal.

Perubahan gaya hidup

Gaya hidup yang baik untuk menghindari terjangkitnya penyakit

hipertensi dan berbagai penyakit degeneratif lainnya adalah:

1) Mengurangi konsumsi garam dan lemak jenuh

2) Melakukan olahraga secara teratur dan dinamik (tidak

mengeluarkan tenaga terlalu banyak seperti berenang, jogging

(jalan kaki cepat), naik sepeda)

3) Meningkatkan porsi buah-buahan dan sayuran segar dalam pola

makan

4) Mengkonsumsi kalium dalam jumlah tinggi seperti semangka,

avokad, kismis, pisang, tomat, kentang dan biji bunga matahari

dapat membantu menjaga tekanan darah agar tetap normal.

5) Menjauhkan dan menghindarkan stress dengan pendalaman

agama sebagai salah satu upayanya.

Pengaturan Makanan
40

Upaya penanggulangan hipertensi melalui pengaturan

makanan pada dasarnya dnegan mengurangi konsumsi lemak dan

diet rendah garam dan diet rendah kalori. Jumlah kalori yang

diberikan pada diet rendah kalori disesuaikan dengan berat badan.

Pilihan obat dalam mengatasi hipertensi diantaranya:

1) Hipertensi tanpa komplikasi diuretic, beta bloken

2) Indikasi tertentu enhibitor ACE, penghmabat reseptor angiotensin II,

Alfa bloker, alfa-beta bloker, antagonisca, diuretic.

3) Indikasi yang disesuaikan: diabetes mellitus tipe I dengan protein

nuria inhibitor ACE, gagal jantung ibhibitor ACE diuretic, hipertensi

sistolik terisolasi, infark miokard beta bloker (non ISA) inihibitor ACE

(dengan disfungsi sistolik).

Bila tekanan darah tidak dapat diturunkan dalam satu bulan,

dosis obat dapat disesuaikan sampai dosis maksimal atau

menambahkan obat golongan lain atau mengganti obat pertama

dengan obat golongan lain. Sasaran penurunan tekanan darah

adalah kurang dari 140/90 dengan efek samping minimal penurunan

dosis obat dapat dilakukan pada golongan hipertensi ringan yang

sudah terkontrol dengan baik selama satu tahun.

1. Diuretik
41

Diuretic adalah obat yang memperbanyak kencing,

mempertinggi pengeluaran garam (NaCl) dengan turunya kadar N a+

makan tekanan darah akan turun dan efek hipotensifnya kurang

kuat. Obat yang sering digunakan adalah obat yang daya kerjanya

panjang sehingga dapat digunakan dosis tunggal, diutamakan

diuretic yang hemat kalium seperti spironolacton, HCT, Furosemide.

2. Alfa-Bloker

Alfa blocker adalah obat yang dapat memblokir reseptor alfa

dan menyebabkan vasodilatasi perifer serta turunya tekanan darah

karena efek hipotensinya ringan sedangkan efek sampingnya agak

kuat misalnya hipotensi ostotatik dan tachikardia maka jarang

digunakan. Seperti prognosin dan terazosin.

3. Beta-Blocker

Mekanisme kerja obat beta-blocker belum diketahui dengan

pasti diduga kerjanya berdasarkan beta blocker pada jantung

sehingga mengurangi daya dan frekuensi kontrasi jantung. Dengan

demikian tekanan darah akan menurun dan daya hipotensinya baik.

Seperti : propanolol, bisoprolol, dan antenolol.

4. Obat yang bekerja sentral


42

Obat yang bekerja sentral dapat mengurangi pelepasan non

adrenalin sehingga menurunkan aktifitas saraf adrenergik perifer dan

turunya tekanan darah, penggunaan obat ini perlu memperhatikan

efek hipotensi ostatik seperti reserpine, clonidine dan metildopa

5. Vasodilator

Obat vasodilator dapat langsung mengembangkan dinding

arteriola sehingga daya tahan pembuluh perifer berkurang dan

tekanan darah menurun seperti hidralazine dan tecrazine.

6. Antagonis Kalsium

Mekanisme obat antagonis kalisum adalah menghambat

pemasukan ion kalsium ke dalam sel otot polos pembuluh dengan

efek vasidilatasi dari turunya tekanan darah seperti :

nipedipin,amlodipine, dan verapamil.

7. Penghambat ACE

Obat penghambat ACE ini menurunkan tekanan darah dengan

cara menghambat angiotensin converting enzyme yang berdaya

vasodilatori kuat seperti captopril, lisinopril.

Tabel 2.3

Beberapa obat antihipertensi yang sering dipakai

No Jenis obat Dosis sehari (mg)


43

Min Maks Frekuensi

pemakaian

sehari

1 Diuretik

HCT 12,5-25 50 1x

Chlorbalidone 12,5-25 50 1x

Indopamide 2,5 5 1x

Spironolactone 2,5 10 1x

2 Bekerja netral

Clonidene 0,1 1,2 2x

Gufacine 1 3 1x

Methidopa 250 2000 2x

3 Penyekat alfa-1

Prozoin 1-2 20 2x

Doxazosin 1-2 15 1x

Terazosin 1-2 20 1x

4 Penyekat beta

Metoprolol 50 200 1x

Atenolol 25 150 1x
44

Propanolol 40 320 1x

Acebutolol 200 1200 1x

5 Vasodilator

Hydralazine 50 300 2x

Ecarazine HCL 30 120 2x

6 Penghambat ACE

Captopril 25-50 300 1-3x

Lisinopril 5 40 1x

Enalapril 2,5-5 40 1-2x

a. Pencegahan Hipertensi dengan cara tradisional

Banyak ramuan tradisional yang dapat dipercaya untuk

menurunkan tekanan darah, beberapa ramuan sudah diteliti secara

laboratories contoh yang berkhasiat menurunkan tekanan darah:

cincau hijau, daun dan buah alpukat, mengkudu masak (pace),

mentimun, daun seledri, daun selada dan bawang putih.

Tabel 2.4

Efek Samping obat anti hipertensi

Golongan obat Efek samping

Thiazide/diuretic menyerupai - Kadar kalium dalam darah


45

thiaziae misalnya aprinox rendah (dideteksi dengan

pemeriksaan darah)

- Toleransi glukosa terganggu

(kadar glukosa darah diatas

normal) terutama jika dikombinasi

dengan beta blocker (dideteksi

pemeriksaan darah)

- Peningkatan kadar kolesterol

LDL, trigliserida dan asam urat

(cek darah dan urine).

- Disfungsi ereksi (impotensi pada

pria)

- Gout (radang pada persendian

akibat peningkatan kadar gula)


Alfa blocker - Inkontinensia

- Rasa melayang pada saat berdiri


(misalnya cardura)

Beta-blocker - Kadar glukosa tidak terkontrol

- Latargi (lesu)
(misalnya cardicor)
- Gangguan memori dan

kosentrasi

- Gejala penyakit arteri perifer

memburuk, sirkulasi yang buruk

pada tungkai.
Inhibitor ACE - Batuk
46

(misalnya capoten) - Fungsi ginjal memburuk

- Hipotensi (akut, penurunan

tekanan darah tiba-tiba)

- Ruam
Blocker kenal kalsium golongan - Edema perifer (akumulasi cairan

non-dihydropyridine misalnya dan pembengkakan di mata kaki)

ticdiem - Pembesaran gusi dan konstipasi

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai

tropi bertujuan menentukan adanya kerusakan jaringan dan faktor

risiko lain atau mencari penyebab hipertensi, biasanya diperiksa

urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah, (kalium, natrium,

kreatinin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL, dan

EKG.

Diagnosis

Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakan dalam satu kali

pengukuran hanya dapat ditetapkan setelah dua kali atau lebih

pengukuran pada kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat

kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis pengukuran tekanan

darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersandar setelah

beristirahat selama 5 menit dengan ukurang pengukuran lengan


47

yang sesuai (menutupi 80% lengan) tensimeter dengan air raksa

masih tetap dianggap alat pengukuran yang terbaik.

Anamnesis dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama

menderitanya, riwayat dan gejala penyakit, penyakit yang berkaitan

seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit

serebrovaskuler. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga,

gejala-gejala yang berkaitan dengan penyebab hipertensi,

perubahan aktifitas/kebiasaan (merokok), konsumsi makanan,

riwayat obat-obat bebas, hasil dan efek samping terapi antihipertensi

sebelumnya bila ada dan faktor psikososial lingkungan (keluarga,

pekerjaan dll).

Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah

dua kali atau lebih dengan jarak 2 menit, kemudian diperiksa ulang

pada lengan kontralateral dikaji perbandingan berat badan dan tinggi

pasien, kemudian dilakukan pemeriksaan funduskopi untuk

mengetahui adanya retio hipertensif, pemeriksaan leher untuk

mencari bising carotid, pembesaran vena, atau kelenjara tiroid. (

Komplikasi

Pemakaian obat dalam jangka panjang bisa menyebabkan

berbagai komplikasi seperti terganggunya fungsi atau terjadi

kerusakan organ otak, ginjal, jantung dan mata. Kerusakan pada

otak terjadi pembesaran otot jantung bagian kiri yang berakhir pada
48

kegagalan jantung. Kejadian ini biasanya ditandai dengan bengkak

pada kaki, kelopak mata, kelelahan dan sesak nafas.

Kerusakan pada ginjal akibat hipertensi bisa menurunkan ginjal

sebagai penyaring racun dalam tubuh sekaligus sebagai produsen

hormone yang dibutuhkan tubuh, penderita yang mengalami

komplikasi ginjal harus cuci darah setiap minggu dengan biaya yang

mahal sementara itu gangguan pada mata sering tidak disadari

sebagai akibat tekanan darah tinggi, kerusakan pada mata buta

menyebabkan kebutaan atau gangguan penglihatan.

Kerusakan pada otak ditandai dengan nyeri kepala hebat,

berubahnya kesadaran kejang dengan deficit neurology fokal

ozotermia, mual dan muntah. Ensefalopati dapat terjadi terutama

pada hipertensi maligna, tekanan yang tinggi pada kelainan ini

menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan

kedalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat.

2.2 LANSIA

Definisi lansia adalah keadaan yang ditandai oleh kegagalan

seseorang untuk mempertahankan keseimbangan terhadap kondisi

stres fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan penurunan daya

kemampuan untuk hidup serta peningkatkan kepekaan secara

individual
49

Menurut WHO, usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut:

usia pertengahan (middle age)adalah 45-59 tahun, lanjut usia

(ederly) adalah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75-90 tahun,

usia sangat tua (very old) adalah diatas 90 tahun

2.3 Konsep Menua

Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara

perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan

mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan

terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita. Seiring

dengan proses tersebut tubuh mengalami masalah kesehatan yang

biasa disebut penyakit degeneratif (Maryam, 2008)

Terdapat dua jenis penuaan antara lain, penuaan primer,

merupakan proses kemunduran tubuh gradual tak terhindarkan yang

dimulai pada masa awal kehidupan dan terus berlangsung selama

bertahun-tahun, terlepas dari apa yang orang-orang lakukan untuk

menundanya. Sedangkan penuaan sekunder merupakan hasil

penyakit, kesalahan dan penyalahgunaan faktor-faktor yang

sebenarnya dapat dihindari dan berada dalam kontrol seseorang

(Papalia, 2008)
50

Banyak perubahan yang dikaitkan dengan proses menua

merupakan akibat dari kehilangan yang secara bertahap. Lansia

mengalami perubahan-perubahan fisik diantaranya perubahan sel,

sistem persarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem

kardiovaskuler, sistem pengaturan suhu tubuh, sistem respirasi,

sistem gastrointestinal, sistem genitourinari, sistem endokrin, sistem

muskuloskeletal, disertai juga dengan perubahan-perubahan mental

menyangkut perubahan ingatan (memori).(Watson,2003)

2.4 Kognitif Pada Lansia

Kognitif merupakan suatu proses pikir yang membuat

seseorang menjadi waspada terhadap objek pikiran atau persepsi,

mencakup semua aspek pengamatan, pemikiran dan ingatan

(Dorland, 2002). Kognitif adalah suatu konsep yang kompleks yang

melibatkan sekurang-kurangnya aspek memori, perhatian, fungsi

eksekutif, persepsi, bahasa, dan fungsi psikomotor (Nehlig, 2010).

Perubahan kognitif yang terjadi pada lansia, meliputi

berkurangnya kemampuan meningkatkan fungsi intelektual,

berkurangnya efisiensi transmisi saraf di otak (menyebabkan proses

informasi melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi),

berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi baru dan

mengambil informasi dari memori, serta kemampuan mengingat


51

kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat

kejadian yang baru saja terjadi.

Fungsi kognitif seseorang meliputi berbagai fungsi berikut,

antara lain:

a. Orientasi

Orientasi dinilai dengan pengacuan terhadap personal, tempat

dan waktu. Orientasi terhadap personal (Kemampuan menyebutkan

namanya sendiri ketika ditanya) menunjukkan informasi yang

“overlearned” Kegagalan dalam menyebutkan namanya sendiri

sering mereflesikan negatifism, distraksi, gangguan pendengaran

atau penerimaan bahasa.

Orientasi tempat dinilai dengan menanyakan negara, provinsi,

kota, gedung, dan lokasi dalam gedung. Sedangkan orientasi waktu

dinilai dengan menanyakan tahun, musim, bulan, hari dan tanggal.

Karena perubahan waktu lebih sering daripada tempat, maka waktu

dijadikan indeks yang paling sensitif untuk disorientasi.

b. Bahasa

Fungsi bahasa merupakan kemampuan yang meliputi 4

parameter, yaitu kelancaran, pemahaman, pengulangan dan

penamaan.

1) Kelancaran

Kelancaran merujuk pada kemampuan untuk menghasilkan

kalimat dengan panjang, ritme dan melodi yang normal. Suatu


52

metode yang dapat membantu menilai kelancaran pasien adalah

dengan meminta pasien menulis atau membaca spontan.

2) Pemahaman

Pemahaman merujuk pada kemampuan memahami sesuatu

perkataan atau perintah, dibuktikan dengan mampunya seseorang

melakukan perintah tersebut.

3) Pengulangan

Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan

atau kalimat yang diucapkan seseorang.

4) Penamaan

Penamaan merujuk pada kemampuan seseorang untuk

menamai suatu objek beserta bagian-bagiannya.

c. Atensi

Atensi merujuk pada kemampuan seseorang untuk merespon

stimulus spesifik dengan mengabaikan stimulus yang lain di luar

lingkungannya.

1) Mengingat segera

Aspek ini merujuk pada kemampuan seseorang untuk

mengingat sejumlah kecil informasi selama <30 detik dan mampu

untuk mengeluarkanya kembali.

2) Konsentrasi

Aspek ini merujuk pada sejauh mana kemampuan seseorang

untuk memusatkan perhatiannya pada satu hal. Fungsi ini dapat


53

dinilai dengan meminta seseorang tersebut untuk mengurangkan 7

secara berturut-turut dimulai dari angka 100 atau dengan

memintanya mengeja kata secara terbalik.

d. Memori

Memori verbal yaitu kemampuan seseorang untuk mengingat

kembali informasi yang diperolehnya.

1) Memori baru

Kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi

yang diperolehnya pada beberapa menit atau hari yang lalu.

2) Memori lama

Kemampuan untk mengingat informasi yang diperolehnya pada

beberapa minggu atau bertahun-tahun yang lalu.

3) Memori visual

Kemampuan seseorang untuk mengingat kembali informasi

berupa gambar.

e. Fungsi konstruksi, mengacu pada kemampuan seseorang untuk

membangun dengan sempurna. Fungsi ini dapat dinilai dengan

meminta orang tersebut untuk menyalin gambar, memanipulasi

balok atau membangun kembali suatu bangunan balok yang

telah dirusak sebelumnya.

f. Kalkulasi, yaitu kemampuan seseorang untuk menghitung

angka.
54

g. Penalaran, yaitu kemampuan seseorang untuk membedakan

baik buruknya suatu hal, serta berpikir abstrak

2.5 Teori Mempertahankan Fungsi Kognitif

Peningkatan jumlah lansia harus diimbangi dengan kesiapan

keluarga dan tenaga kesehatan dalam memandirikan dan

meminimalisir bantuan ADL (Activity Daily Living) makan, minum,

mandi, berpakaian dan menaruh barang pada lansia, karena pada

lansia terjadi penurunan atau perubahan antara lain perubahan

fisiologis yang menyangkut masalah sistem muskuloskeletal, saraf,

kardiovaskuler, respirasi, indra, dan integumen, hal ini yang

menghambat keaktifan dan keefektifan lansia dalam pemenuhan

kebutuhan sehari-hari secara mandiri. Sebenarnya tidak ada batas

yang tegas, pada usia berapa penampilan seseorang mulai

menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat

berbeda-beda baik dalam hal pencapaian puncak maupun

penurunannya. (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008)

Perawat atau keluarga sangat berperan penting dalam

membantu lansia yang mengalami penurunan pada aspek kognitif,

yaitu dengan menumbuhkan dan membina hubungan saling percaya,

saling besosialisasi, dan selalu mengadakan kegiatan yang bersifat

kelompok, selain itu mempertahankan fungsi kognitif lansia upaya

yang dapat dilakukan adalah dengan cara menggunakan otak secara


55

terus menerus dan diistirahatkan dengan tidur,kegiatan seperti

membaca, mendengarkan berita dan cerita melalui media sebaiknya

dijadikan sebuah kebiasaan hal ini bertujuan agar otak tidak

beristirahat secara terus menerus (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia,2008).

2.6 MMSE (Mini Mental State Examination)

MMSE awalnya dirancang sebagai media pemeriksaan status

mental singkat serta terstandarisasi yang memungkinkan untuk

membedakan antara gangguan organik dan fungsional pada pasien

psikiatri. Sejalan dengan banyaknya pengguna tes ini selama

bertahun-tahun, kegunaaan MMSE berubah menjadi suatu media

untuk mendeteksi dan mengikuti perkembangan gangguan kognitif

yang berkaitan dengan kelainan neurodegeneratif, misalnya penyakit

Alzheimer

MMSE merupakan suatu skala terstruktur yang terdiri dari 30

paoin dikelompokkan menjadi tujuh kategori: orientasi terhadap

tempat(negara, provinsi, kota, gedung, dan lantai), orientasi terhadap

waktu (tahun, musim, bulan, hari, dan tanggal), registrasi

(mengulang dengan cepat 3 kata), atensi dan konsentrasi (secara

berurutan mengurangi 7, dimulai dari angka 100,atau mengeja kata

WAHYU secara terbalik), mengingat kembali (mengingat kembali 3

kata yang telah diulang sebelumnya), bahasa (memberi nama 2


56

benda, mengulang kalimat, membaca dengan keras dan memahami

suatu kalimat, menulis kalimat, dan mengikuti perintah 3 langkah),

dan konstruksi visual (menyalin gambar)

Skor MMSE diberikan berdasarkan jumlah item yang benar,

skor yang makin rendah mengindikasikan perfomance yang buruk

dan gangguan kognitif yang makin parah. Skor total berkisar antara

0-30 (performance sempurna). Skor ambang MMSE yang pertama

kali direkomendasikan adalah 24 atau 25, memiliki sensivitas dan

spesifitas yang baik untuk mendeteksi demensia, bagaimanapun,

beberapa studi sekarang ini menyatakan bahwa skor ini terlalu

rendah. Studi-studi ini menunjukkan bahwa demensia dapat

didiagnosis dengan keakuratan baik pada beberapa orang dengan

skor MMSE antara 24-27.

Pelaksanaan

MMSE dapat dilaksanakan selama kurang lebih 5-10 menit. Tes

ini dirancang agar dapat dilaksanakan dengan mudah oleh semua

profesi kesehatan atau tenaga terlatih manapun yang telah

menerima instruksi untuk penggunaannya.

Validitas

Performance pada MMSE menunjukkan kesesuaian dengan

berbagai tes lain yang menilai kecerdasan, memori dan aspek-aspek

lain fungsi kognitif pada berbagai populasi. Skor MMSE memiliki

kesesuaian dengan skor pada tes Clock Drawing pada pasien lansia
57

dan pasien dengan penyakit Alzheimer, dan juga pada tes seperti

Information Memory Concentration (IMC), tes Composite

neuropsycological and Brief Cognitive Rating Scale (BCRS).

Skor pada MMSE pertama kali diajukan sebagai ambang skor

yang mengindikasikan disfungsi kognitif. Dalam 13 studi berurutan

yang menilai keefektifan ambang skor MMSE <23 untuk mendeteksi

demensia, sensivitas berkisar antara 63%-100% dan spesifitas

berkisar antara 52%-99%.

Penggunaan klinis

MMSE merupakan pemeriksaan status mental singkat dan

mudah diaplikasikan yang telah dibuktikan sebagai instrumen yang

dapat dipercaya serta valid untuk mendeteksi dan mengikuti

perkembangan gangguan kognitif yang berkaitan dengan penyakit

neurodegeneratif. Hasilnya,MMSE menjadi suatu metode

pemeriksaan status mental yang digunakan paling banyak didunia.

Tes ini digunakan secara luas pada praktik klinis dan

kecemerlangannya sebagai instrumen skrining kognitif telah

dibuktikan dengan pencantuman bersama dengan Diagnosis

Interview Schedule dalam studi National Institute of Mental Health

ECA dan oleh daftarnya yang menyebutkan MMSE sebagai penilai

fungsi kognitif yang direkomendasikan untuk kriteria diagnosis


58

penyakit Alzheimer yang dikembangkan oleh konsorsium National

Institute of Neurological and Communication Disorders and Stroke

and the Alzheimer Disease and Related Disorders

Association(McKhann,1984)

Data psikometri luas MMSE menunjukkan bahwa tes ini

memiliki tes retest dan reliabilitas serta validitas sangat baik

berdasarkan diagnosis klinik independen demensia dan penyakit

Alzheimer. Karena performance pada MMSE dapat dibiaskan oleh

pengaruh status pendidikan rendah pada pasien yang sehat,

beberapa pemeriksa merekomendasikan untuk menggunakan

ambang skor berdasarkan umur dan status pendidikan untuk

mendeteksi demensia.

Kelemahan terbesar MMSE yang banyak disebutkan ialah

batasannya atau ketidakmampuannya untuk menilai kemampuan

kognitif yang terganggu di awal penyakit Alzheimer atau gangguan

demensia lain (misalnya terbatas item verbal dan memori dan tidak

adanya penyelesaian masalah atau judgment), MMSE juga relatif tak

sensitif terhadap penurunan kognitif yang sangat ringan (terutama

pada individual dengan status pendidikan tinggi). Walaupun batasan-

batasan ini mengurangi manfaat MMSE, tes ini tetap menjadi

instrumen yang sangat berharga untuk penilaian fungsi kognitif.

Intepretasi MMSE
59

Intepretasi MMSE didasarkan pada skor yang diperoleh pada

saat pemeriksaan:

Skor 24-30 diintepretasikan sebagai fungsi kognitif normal.

Skor<24 berarti definite gangguan kognitif

BAB III

METODE

5.1. Kerangka Teori

Tekanan darah Vasokontriksi


ke otak pembuluh darah
Hipertensi meningkat otak

Penurunan Sebagial sel-


fungsi sel saraf otak Sel-sel saraf
kognitif mati kekurangan
asupan darah
60

3.2 Hipotesis

Terdapat pengaruh hipertensi terhadap penurunan fungsi kognitif pada

pasien lansia di wilayah kerja Puskesmas SOREANG.

3.3 Metodologi Penelitian

3.3.1 Ruang lingkup penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi bidang Ilmu

Penyakit Dalam, Ilmu Geriatri dan Psikiatri

3.3.2 Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di acara bulanan

Prolanis di Puskesmas SOREANG. Waktu penelitian

dilakukan pada hari Jumat tanggal 14 Oktober 2016.

3.3.3 Desain penelitian

Penelitian ini adalah penelitian survei dengan

pendekatan cross sectional, dimana kegiatan pengumpulan


61

data dilakukan dari responden pada satu waktu, dengan

jenis penelitian bersifat deskriptif dan analitik.

3.3.4 Populasi dan sampel penelitian

Populasi penelitian

Semua pasien usia lanjut yang datang ke acara

bulanan Prolanis di wilayah kerja Puskesmas

SOREANG pada hari Jumat tanggal 14 Oktober 2016.

Sampel penelitian

Jumlah pasien usia lanjut yang datang ke acara

bulanan Prolanis

Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kriteria

inklusi

Kriteria inklusi:

1. Merupakan pasien usia lanjut yang berumur ≥ 45 tahun di

wilayah kerja Puskesmas SOREANG.

2. Bersedia mengikuti penelitian/ mengisi quesioner

3. Pasien usia lanjut yang tidak mengalami kecacatan

mental dan fisik.


62

4. Pasien usia lanjut yang memiliki pendidikan minimal

SD/setara, sehingga bisa baca, tulis dan menggambar.

5. Menderita penyakit hipertensi dan tidak menderita

penyakit lain.

3.3.6 Variabel penelitian

Variabel bebas : Hipertensi

Variable tergantung : Penurunan fungsi kognitif

3.3.7 Definisi operasional

 Hipertensi adalah tekanan darah lebih dari 140/90mmHg.

 Penurunan Fungsi kognitif adalah penurunan kemampuan

orientasi, registrasi, atensi, dan kalkulasi serta bahasa dan

pemahaman.

 Lansia adalah orang yang berusia lebih dari atau sama

dengan 45 tahun, terdiri atas:

o usia pertengahan (middle age)adalah 45-59 tahun,

o lanjut usia (ederly) adalah 60-74 tahun,

o lanjut usia tua (old) adalah 75-90 tahun,

o usia sangat tua (very old) adalah diatas 90 tahun


63

3.3.8 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian berupa kuesioner data diri

responden dan kuesioner yang mengacu pada kuesioner

MMSE. Instrumen ini tidak dilakukan uji validitas dan

reliabilitas karena telah banyak digunakan untuk meneliti

tentang fungsi kognitif lansia.

3.3.9 Teknik Pengumpulan Data

Data diperoleh dari pengisian kuesioner yang telah

disiapkan oleh peneliti dengan menggunakan teknik

wawancara.

3.3.10 Pengolahan dan Analisis data

Pengolahan Data (editing)

Meneliti kembali apakah lembar kuesioner sudah

cukup baik sehingga dapat di proses lebih lanjut. Editing

dapat dilakukan di tempat pengumpulan data sehingga jika

terjadi kesalahan maka upaya perbaikan dapat segera

dilaksanakan.

Pengkodean (Coding)

Usaha mengklarifikasi jawaban-jawaban yang ada

menurut macamnya, menjadi bentuk yang lebih ringkas

dengan menggunakan kode.

Pemasukan Data (Entry)


64

Memasukan data ke dalam perangkat komputer

sesuai dengan kriteria.

Tehnik Analisis Data

Pada penelitian ini digunakan analisa univariat yaitu

analisa yang dilakukan terhadap variabel dari hasil penelitian

dalam analisa ini menghasilkan distribusi dan persentase

dari variabel yang diteliti.

3.3 Metode Intervensi

Metode intervensi yang digunakan dalam mini project ini adalah

penyuluhan mengenai adanya pengaruh terhadap tekanan darah tinggi

yang tidak terkontrol dengan penurunan fungsi kognitif pada pasien.

Penyuluhan ini menggunakan media presentasi berupa Keynote tentang

materi tersebut.

3.4 Petugas Penyuluhan

Petugas yang berpartisipasi dalam penyuluhan mini project ini

adalah :
1. Dokter Internsip Puskesmas SOREANG
2. Dokter Umum Puskesmas SOREANG
3. Dokter Gigi Puskemas SOREANG
3.5 Lokasi dan Waktu Penyuluhan
65

Kegiatan penyuluhan dilaksanakan di Ruang Pertemuan

Puskesmas SOREANG pada hari Jumat, 14 Oktober 2016.


3.6 Sasaran Penyuluhan

Sasaran pada kegiatan mini project ini terbagi menjadi 3

kelompok, antara lain :

- Sasaran primer : Peserta Prolanis di Puskesmas SOREANG


- Sasaran sekunder : Pegawai Puskesmas SOREANG
- Sasaran tersier : Stakeholders (BPJS, Kepala Puskesmas

SOREANG)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Keadaan Geografis

4.1.1 Batas Wilayah

Wilayah Puskesmas SOREANG merupakan penjabaran dari wilayah

Kecamatan SOREANG yang terdiri dari dataran rendah (89%) dan

dataran tinggi (11%).

Kecamatan SOREANG terletak di bagian selatan Kabupaten Blitar. Batas

- batas wilayah kerja puskesmas SOREANG :

- Sebelah Utara : Kecamatan Kanigoro

- Sebelah Timur : Kecamatan Binangun

- Sebelah Barat : Kecamatan Kademangan


66

- Sebelah Selatan : Kecamatan Panggungrejo

4.1.2 Luas Wilayah

Luas wilayah kerja Puskesmas SOREANG 42.20 Km2. Keadaan medan

terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi dengan kondisi daerah

wilayah Kecamatan SOREANG merupakan daerah yang pertanian dan

perbukitan, sehingga dalam tata kota Kabupaten Blitar Kecamatan

SOREANG diperuntukkan sebagai daerah pertanian dan perkebunan

4.1.3 Jumlah Desa dan Pedukuhan

Wilayah kerja Puskesmas SOREANG terdiri dari : 11 Desa / Keluarahan

dan termasuk desa / kelurahan swasembada.

No Nama Desa / Kelurahan KET


1 Kelurahan Kembangarum
2 Kelurahan Kalipang
3 Kelurahan Jegu
4 Kelurahan Jingglong
5 Kelurahan SOREANG
6 Kelurahan Sukorejo
7 Kelurahan Kedungbunder
8 Desa Sumberjo
9 Desa Bacem
10 Desa Kaulon
11 Desa Pandanarum
Sumber: Bagian Tata Usaha Puskesmas SOREANG
67

4.2 Sarana Komunikasi dan Transportasi

A. Sarana Komunikasi

Sarana Komunikasi di Kecamatan SOREANG telah berkembang,

masyarakat sudah bisa menggunakan pesawat telepon bahkan sebagian

kecil sudah ada yang mempunyai pesawat Orari dan Hand Phone / HP.

B. Sarana Transportasi

Untuk Desa seluruh Wilayah Kecamatan SOREANG sudah dapat

dilewati kendaraan roda 4 (empat).

4.3 Data Dasar Puskesmas

4.3.1 Data Umum

Nomor Kode Puskesmas : 3501

Nama Puskesmas : SOREANG

Kecamatan : SOREANG

Kabupaten : BLITAR

Propinsi : JAWA TIMUR

Tahun : 2015
68

4.3.2 Data Kependudukan

1 Jumlah penduduk seluruhnya : 50688 orang

Laki laki : 25494 orang

Perempuan : 25194 orang

2 Piramida Penduduk

3 Jumlah Kepala Keluarga (KK) : 16258 KK

4 Jumlah Penduduk Total Miskin (Jamkesmas) : 9487 Jiwa

5 Jumlah Kepala Keluarga Miskin (KK) : KK

6 Jumlah Anggota Keluarga Miskin (JAMKESMAS) : 7721 orang

7 Jumlah yang mempunyai kartu Jamkesmas : orang

8 Jumlah ibu hamil 836 orang


69

9 Jumlah ibu hamil Miskin 8 orang

10 Jumlah bayi ( < 1 tahun ) : 815 bayi

11 Jumlah Anak balita ( 1-4 tahun) : 2681 anak

13 Jumlah Wanita Usia Subur : 11 972 orang

14 Jumlah Pasangan Usia Subur : 9 901 pasang

15 Jumlah ibu bersalin : 746 orang

16 Jumlah ibu Nifas : 746 orang

17 Jumlah Ibu meneteki : 746 orang

4.3.3 Pendidikan

a) Jumlah Sekolah : buah

1 Taman Kanak-kanak yang ada : 36 buah

2 SD / MI yang ada : buah

3 SLTP / MT yang ada : buah

4 SMU / MA yang ada : buah

5 Akademi yang ada : 0 buah

6 Perguruan Tinggi yang ada : 0 buah

7 Jumlah Ponpes yang ada : buah

b) Jumlah murid yang ada : murid

1 Taman Kanak-kanak : murid

2 SD / MI : murid

3 SLTP / MT : murid

4 SMU / MA : murid

5 Akademi : 0 mahasiswa

6 Perguruan Tinggi : 0 mahasiswa


70

7 Jumlah santri Ponpes yang ada : santri

4.4 Data Khusus Kesehatan

4.4.1 Derajat Kesehatan

I. DERAJAT KESEHATAN
1 Jumlah Kematian Ibu : 0 orang

2 Jumlah kematian perinatal : 4orang

3 Jumlah Kematian Neonatal : 2 orang

4 Jumlah lahir mati : 2 orang

5 Jumlah lahir hidup : 713 orang

6 Jumlah kematian bayi : 13 orang

7 Jumlah kematian Balita : 1 orang

8 Jumlah Kematian semua umur : 180 orang

4.4.2 Ketenagaan

1 Dokter : 2 orang

2 Dokter gigi : 1 orang

3 Jumlah dokter mahir jiwa : 0 orang

4 Sarjana Kesehatan Masyarakat : 0 orang

5 Bidan : 11 orang

- P2B 6 orang

- D3 Kebidanan 5 orang

6 Bidan di desa : 9 orang

7 Perawat Kesehatan : 8 orang


71

- SPKJ 1 orang

- D3 Keperawatan 5 orang

- S1 Keperawatan 2 orang

8 Perawat Gigi : 0 orang

9 Perawat mahir jiwa : 1 orang

10 Sanitarian/D3 Kesling : 1 orang

11 Petugas Gizi/ D3 Gizi : 1 orang

12 Asisten Apoteker : 1 orang

13 Analis laboratorium/D3 Laboratorium : 2 orang

14 Juru Imunisasi / juru malaria : 0 orang

15 Tenaga Administrasi : 1 orang

16 Sopir , penjaga : 0 orang

17 Lain lain : 0 orang

4.4.3 Sarana Kesehatan

1 Rumah Sakit
-Rumah Sakit Pemerintah : 0 buah

-Rumah Sakit Swasta : 1 buah

2 Rumah bersalin : 1 buah

3 Puskesmas Pembantu : 2 buah

4 Puskesmas keliling : 1 buah

5 Polindes : 7 buah

6 BP Swasta : 0 buah

7 Praktek Dokter Swasta : 4 buah

8 Praktek Bidan Swasta : 0 buah


72

9 Praktek Perawat : 2 buah

Kecamatan SOREANG terdiri dari sebelas kelurahan, yang masing-

masing memiliki posyandu yang dijalankan oleh bidan desa dan dibantu

oleh kader posyandu. Tiap posyandu di masing-masing kelurahan memiliki

minimal lima kader. Berikut data posyandu di Kecamatan SOREANG :

NO KELURAHAN POSYANDU
Yudistira

Bima

Arjuna

1 SOREANG Krisna

Sadewa

Nakula

Drupadi
2 Kalipang Melati I

Melati II

Melati III

Melati IV

Melati V
73

Melati VI

Melati VII

Melati VIII
Pandanwangi I

Pandanwangi II

Pandanwangi III

Pandanwangi IV
3 Pandanarum
Pandanwangi V

Pandanwangi VI

Pandanwangi VII

Pandanwangi VIII
I

4 Kembangarum II

III
I

II
5 Kedungbunder
III

IV
74

Mawar I

Mawar II
6 Sukorejo
Mawar III

Mawar IV

7 Sumberejo Seruni

Anggrek

Melati
8 Jegu
Mawar

Dahlia
Anggrek

Mawar

Melati
9 Jingglong
Flamboyan

Dahlia

Cempaka
10 Bacem Mawar I

Mawar II

Mawar III
75

Mawar IV

Mawar V

Mawar VI
Rajawali

11 Kaulon Garuda

Elang

4.4.4 Peran Serta Masyarakat

1 Jumlah Dukun Bayi : 31 orang

2 Jumlah kader Posyandu : 270 orang

3 Jumlah Kader Poskesdes : 11 orang

4 Jumlah kader Tiwisada : 840 orang

5 Jumlah Guru UKS : 54 orang

6 Jumlah Santri Husada : 49 orang

7 Jumlah Kader Lansia : 130 orang

8 Jumlah Posyandu Usia lanjut : 26 kelompok

9 Jumlah kelompok batra : 79 kelompok

10 Jumlah Posyandu : 54 Pos

11 Jumlah Polindes : 7 Pos

12 Jumlah Poskesdes : 11 Pos

13 Jumlah Poskestren : 2 Pos

14 Jumlah Pos UKK : 3 Pos


76

15 Jumlah Saka Bhakti Husada : 0 SBH

16 Jumlah Organisasi Masyarakat/LSM peduli kesehatan : 1 kelompok

17 Jumlah Panti Asuhan : 1 buah

18 Jumlah Panti Wreda : 1 buah

19 Jumlah Posyandu Lansia : 27 buah

20 Jumlah UKBM lainnya : 0 Pos

21 Jumlah Kader Kes.jiwa : 0 orang

4.4.5 Program Kesehatan

a. Perbaikan Gizi
1 Penimbangan
a. Jumlah balita yg ada (S) : 3682 Balita
b. Jumlah balita yg punya KMS (K) : 3682 Balita
c. Jumlah balita yg ditimbang (D) : 3094 Balita
d. Jumlah balita yg naik BB (N) : 2527 Balita
e. Jumlah balita yang tetap/turun berat badannya : 234 Balita

b Penyehatan Lingkungan

1 Jumlah TPA yang ada / terdaftar : 1 / 1buah

2 Jumlah TPA yang memenuhi syarat : 1 buah

3 Jumlah TPS yang ada / terdaftar : 3/3 buah

4 Jumlah TPS yang memenuhi syarat : 3 buah

5 Jumlah TTU yang ada / terdaftar : 312/312 buah

6 Jumlah TTU yang memenuhi syarat : 248 buah


77

7 Jumlah SAB : 14403 buah

8 Jumlah SAB yang memenuhi syarat : 11210 buah

9 Jumlah TPM yang ada / terdaftar : 304/304 buah

10 Jumlah TPM yang Laik sehat : 38 buah

11 Jumlah penjamah makanan yang ada : 610 buah

13094/13094

12 Jumlah JAGA yang ada / berfungsi : buah

12532/12532

13 Jumlah SPAL yang ada / berfungsi : buah

14 Jumlah rumah yang ada : 13576 buah

15 Jumlah Rumah memenuhi syarat : 8999 buah

c Pencegahan & Pemberantasan Penyakit Menular


1 Jmlh kasus diare yg ditemukan & diobati (semua umur) : 1454 orang

2 Jumlah kasus diare yang mendapatkan oralit : 1454 orang

Jumlah kasus diare yang mendapatkan cairan ringer lactat

3 (RL) : 55 orang

4 Jumlah penderita diare balita : 243 anak

Jmlh penderita diare balita yg mendapatkan tambahan tablet

5 zinc : 243 anak

6 Jumlah Kejadian Luar Biasa (KLB) diare : 0

7 Jumlah penderita KLB diare : 0

8 Jumlah Kematian KLB diare : 0

9 Jumlah kasus pneumonia balita yang ditemukan : 64


78

10 Jumlah kasus pneumonia balita yang dirujuk : 1

11 Jumlah kasus pneumonia balita yang meninggal : 0

12 Jumlah penderita kusta baru ditemukan & diobati (MDT) : 5 orang

13 Jumlah penderita kusta baru anak (usia < 15 th) : 0,00%

14 Jumlah penderita kusta baru dengan cacat TK.II : 1 orang

15 Jumlah penderita kusta PB yang RFT : 0 orang

16 Jumlah penderita kusta MB yang RFT : 3 orang

17 Jumlah suspek penderita TB yang diperiksa dahak : 171 orang

18 Jumlah pasien baru BTA positif diobati : 12 orang

19 Jumlah pasien baru BTA positif konversi : 5 orang

20 Jumlah pasien baru BTA positif yang sembuh : 5 orang

21 Jumlah pasien BTA positif yang berobat lengkap (PL) : 7 orang

22 Jumlah kasus HIV/AIDS : 1 orang

23 Jumlah kasus HIV/AIDS yang meninggal : 1 orang

24 Jumlah kasus IMS yang ditemukan dan diobati : 1 orang

25 Jumlah kasus DBD : 34 orang

26 Jumlah kematian kasus DBD : 1 orang

27 Pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi (PE) kasus DBD : 34 kali

28 Pelaksanaan Penanggulangan Focus (PF) kasus DBD : 2 kali

29 Jumlah desa endemis DBD : 10 desa

30 Jumlah desa Sporadis DBD : 1 desa

31 Jumlah Desa potensial/bebas DBD : 1 desa

32 Jumlah tenaga pemantau jentik : 0 orang

33 Jumlah rumah yang diperiksa jentik : 1340 rumah

34 Jumlah rumah yang positif jentik : 57 rumah

35 Jumlah sediaan darah malaria yang diperiksa : 109 sediaan


79

36 Jumlah penderita positif malaria (ACD,PCD, lain-lain) : 8 orang

37 Jumlah penderita positif malaria yang diobati ACT : 0 orang

38 Jumlah penderita positif malaria yang diobati non ACT : 0 orang

39 Jumlah penderita positif malaria yang diobati dan di Follow up : 3 orang

40 Jumlah penderita malaria yang meninggal : 0 orang

41 Jumlah Desa HCl malaria : 0 desa

42 Jumlah Desa MCl malaria : 0 desa

43 Jumlah Desa LCl malaria : 0 desa

44 Jumlah kasus yg kena gigitan hewan perantara rabies : 0 orang

45 Jumlah kasus Filaria diobati : 0 orang

46 Kasus TN yang ditemukan : 0 orang

d Kesehatan Keluarga
1 Jumlah ibu hamil Risiko tinggi ditemukan : 175 orang
2 Jumlah bumil dengan Hb < 11 g% : 17 orang

3 Jumlah bumil dengan LILA < 23,5 cm : 47 orang

4 Jumlah peserta KB aktif semua metode : 8 901 orang

5 Jumlah peserta KB baru Semua Metode : 826 orang

6 Jumlah peserta KB yg mengalami kegagalan Semua Metode : 3 orang

7 Jumlah peserta KB Semua Metode yg drop out : 193 orang

Jumlah peserta KB yg mengalami efek samping Semua

8 Metode : 183 orang

9 Jumlah peserta KB yang mengalami komplikasi semua : 0 orang


80

metode

e. Kesehatan Indera penglihatan & pendengaran


1 Jumlah penderita yg diskrining katarak : 0 orang

2 Jumlah penderita yg diskrining kelainan refraksi : 0 orang

3 Jumlah kasus buta katarak : 15 kasus

Jumlah kasus sulit dan dirujuk ke Spesialis THT

4 (pendengaran) : 2 kasus

Jumlah komplikasi operasi kasus pendengaran yang

5 ditemukan : 0 kasus

f Kesehatan O(lah raga


1 Jumlah pelatihan kes.olahraga yg pernah dilakukan dimasy : 0 buah

(kader posyandu, PKK,dll)


2 Jumlah kelompok olahraga (club kebugaran, fitnes center, : 60 buah

Usila, Ibu hamil, Penyakit tdk menular, jamaah haji,dll)


Jumlah kelompok olahraga yg dibina (club kebugaran, fitnes

3 center, : 0 buah

Usila, Ibu hamil, Penyakit tdk menular, jamaah haji,dll)


4 Pembinaan kelompok olahraga berdasarkan kelompok khusus : 2 buah

(Ibu hamil,Lansia,Penyakit tdk menular, Haji, penyandang

cacad,dll)
5 Jumlah siswa yg diukur kebugaran jasmani
a SD : 112 orang

b SMP : 0 orang
81

c SMA : 0 orang

g Kesehatan Jiwa
1 Jumlah kasus NAPZA : kasus

2 Jumlah kasus keswa : kasus

3 Jumlah Bumil dengan gangguan jiwa : orang

h Kesehatan Kerja
1 Jumlah pekerja formal yg mndpt pelayanan kesehatan : 401 orang

2 Jumlah pekerja formal yg ada : 22965 orang

3 Jumlah klinik perusahaan yang berijin dan dibina : 0 buah

4 Jumlah Klinik perusahaan yang ada : 2 buah

i Data Morbiditas
1 Angka Kesakitan : 17,9

2 Jumlah 15 Penyakit terbesar


Penyakit lain pada saluran bagian

atas : 4152 (11,6%)


Penyakit Tekanan Darah Tinggi : 2031(5,7%)
Myalgia : 1771(5%)
Tukak lambung ( grastitis) : 1348(3.8%)
Peny. kulit alergi : 1337(3.7%)
Tifus Perut Klinis : 1157(3.2%)
82

Gingivitas dan peny. periodental : 1016(2.8%)


Kencing Manis : 910(2.5%)
Kelainan dentofasial termasuk

maloklusi : 691(1.9%)
Asma : 680(1.9%)
Diare : 667(1.9%)
Pusing / Cepalgia : 617(1.7%)
Gangguan Psikotik : 602(1.7%)
Conjunctivitas, kelainan sklera : 441(1.2%)
Typhus perut : 429(1.2%)
total kunjungan : 35746 (100%)

4.2 Gambaran dan Analisis Hasil Penelitian

Jumlah pasien usia lanjut yang memenuhi kriteria inklusi di

Puskesmas SOREANG yang berjumlah 50 orang. Penelitian ini

dilakukan dengan wawancara menggunakan MMSE kepada

responden. Hasil penelitian dari pengumpulan data disajikan dalam

bentuk tabel yang dilakukan untuk mendiskripsikan variabel dengan

menggunakan distribusi frekuensi dengan ukuran presentase.

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi fungsi kognitif pasien lansia

berusia ≥45 -59 tahun

Hipertensi Fungsi Kognitif Normal Fungsi Kognitif

terganggu
83

Frekuensi % Frekuensi %
Ya 2 8,3 18 75
Tidak 1 4,1 3 12,5

Dari tabel diketahui bahwa pasien usia lanjut berusia ≥45-59 tahun,

yang menderita hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif (75%)

jauh lebih banyak dibandingkan yang memiliki fungsi kognitif normal

(12,5%). Sedangkan yang tidak menderita hipertensi dengan

gangguan fungsi kognitif 4,1%) lebih sedikit dibandingkan yang

memiliki fungsi kognitif normal (8,3%)

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi fungsi kognitif pasien lansia

berusia 60-74 tahun

Fungsi Kognitif Total


Fungsi Kognitif Normal
Hipertensi
terganggu
Frekuensi % Frekuensi %
Ya 0 0 18 69,6 18
Tidak 3 11,2 5 19,4 8

Dari tabel diketahui bahwa pasien usia lanjut berusia 60-74 tahun,

yang menderita hipertensi dengan gangguan fungsi kognitif (69,6%)

lebih banyak dibandingkan yang memiliki fungsi kognitif normal (0%).

Sedangkan yang tidak menderita hipertensi dengan gangguan fungsi


84

kognitif (19,4%) lebih banyak dibandingkan yang memiliki fungsi

kognitif normal (11,2%)

Tabel 4.3 Distribusi frekuensi fungsi kognitif pasien lansia

berusia 75-90 tahun

Fungsi Kognitif Total


Fungsi Kognitif Normal
Hipertensi
terganggu
Frekuensi % Frekuensi %
Ya 0 0 0 0 0
Tidak 0 0 0 0 0

Pada penelitian ini tidak didapatkan sampel dengan usia responden

antara 75-90 tahun dan >90 tahun


85

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Fungsi Kognitif Dengan Hipertensi

Hasil penelitian berdasarkan penyakit hipertensi yaitu

didapatkan bahwa pasien usia lanjut usia 45-59 tahun di wilayah

kerja Puskesmas SOREANG dengan penyakit hipertensi sebanyak

20 orang dan tanpa penyakit hipertensi sebanyak 4 orang. Dari

penelitian yang dilakukan, usia dari pasien usia lanjut dibagi

menurut WHO menjadi menjadi empat kriteria berikut: usia

pertengahan (middle age) adalah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly)

adalah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) adalah 75-90 tahun, usia

sangat tua (very old) adalah diatas 90 tahun (Makhfudli, 2009)

Dari kriteria usia pertengahan (middle age) yaitu usia 45-59

tahun, didapatkan hasil dengan frekuensi yang menderita hipertensi

dengan gangguan fungsi kognitif (75%) lebih banyak dibandingkan

yang memiliki fungsi kognitif normal (8,3%).

Dari kriteria lanjut usia (elderly) yaitu usia 60-74 tahun

didapatkan hasil dengan frekuensi yang menderita hipertensi dengan

gangguan fungsi kognitif (69,6%) lebih banyak dibandingkan yang

memiliki fungsi kognitif normal (0%).


86

Dari kriteria lanjut usia tua (old) yaitu usia 75-90 tahun dan

(very old) > 90 tahun peneliti tidak mendapatkan sampel responden

sehingga tidak dimasukkan ke dalam penelitian.

Terdapat hubungan antara penyakit hipertensi dengan

penurunan fungsi kognitif pasien usia lanjut sesuai dengan penelitian

yang membandingkan penderita lanjut usia yang dikelompokkan

berdasarkan usia dan adanya hipertensi maupun tidak ada

hipertensi/normotensi. Hasilnya menunjukkan bahwa fungsi kognitif

penderita hipertensi lebih terganggu (Kuusisto,1993).

5.2 Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yaitu

penelitian yang hanya menganalisa suatu keadaan dalam suatu

saat tertentu saja.

2. Adanya kemungkinan terjadinya bias karena faktor kesalahan

interpretasi responden dalam memahami maksud dari

pertanyaan sebenarnya. Jawaban responden tergantung pada

pemahaman responden terhadap pertanyaan kuesioner.

3. Sampel yang kurang banyak sehingga perbandingan antara

pasien hipertensi dan normotensi tidak didapatkan jumlah yang

sebanding dan persebaran data berdasarkan tekanan darah

tidak normal.
87

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Terdapat pengaruh hipertensi terhadap penurunan fungsi

kognitif pada pasien lansia usia 45-59tahun (75%) dan

lansia usia 60-74 tahun (69,6%)

5.2 Saran

1. Bagi keluarga dapat memberikan dukungan emosional dan

perhatian khusus bagi pasien usia lanjut yang mengalami

penurunan fungsi kognitif, karena keluarga memiliki peranan

penting dalam mempertahankan fungsi kognitif pasien. Keluarga

harus lebih aktif lagi dalam berinteraksi terhadap

pasien,misalnya dengan mengajak pasien untuk mengisi TTS

(Teka-teki Silang)

2. Bagi praktisi kesehatan dapat lebih baik lagi dalam menangani

dan mendeteksi secara dini pasien usia lanjut yang mengalami

penurunan fungsi kognitif, sehingga penurunan fungsi kognitif

dapat diperlambat.

3. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian dapat dilakukan dengan

jumlah sampel yang lebih besar,dan mencari faktor-faktor lain

yang turut berpengaruh terhadap fungsi kognitif pada lansia.


88

DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Pusat Statistik. Data Statistik Indonesia:Jumlah Penduduk

menurut Kelompok Umur, Jenis Kelamin,Provinsi, dan

Kabupaten/kota.2010

2. Dayamaes,R.Gambaran fungsi Kognitif Klien Usia Lanjut di

Posbindu Rosela Legoso Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Timur

Tangerang Selatan(Karya Tulis Ilmiah) Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah.Jakarta:2013.

3. Dikot Y & Ong.PA. Diagnosa Dini dan Penatalaksanaan Demensia

di Pelayanan Medis Primer.Asosiasi Alzheimer Indonesia.Cab.Jawa

Barat dan Asna Dementia Standing Comitte.2007

4. Folstein,M.”Mini Mental State” a Practical Method for Grading the

Cognitive State of Patients for the Clinician, Journal of Psychiatric

Research.1975

5. Gunawan,Lany.Epidemiologi Penyakit Tidak

Menular.Yogyakarta:Kanisius.2000

6. Kuusisto J. Essential Hypertension and Cognitive Function. The

Role of Hyperinsulinemia.Hypertension.1993

7. Macnair,Trisha.2001.Tekanan Darah Tinggi.Jakarta:Erlangga

8. Nehlig, A. Is Caffeine a Cognitive Enhancer?.Journal of Alzheimer

Disease 20:S85-S94.2010
89

9. Notoatmodjo,Soekidjo.2002.Metodologi Penelitian

Kesehatan.Jakarta:Rineka Cipta

10. Sarwono Warpadzi, Soeparman, dkk.2006.Ilmu Penyakit Dalam jilid

VI.Jakarta:Balai Penerbitan FKUI


90

LAMPIRAN
91

Intepretasi Hasil:

Skor 24-30 :Fungsi Kognitif


Normal

Skor <24: definitive Fungsi


Kognitif

Nama Pasien:……………..(laki/perempuan)

Usia:……………………pendidikan:

Riwayat Penyakit: Hipertensi (..)


92
93
94

Anda mungkin juga menyukai